Anda di halaman 1dari 10

TUGAS RESUME 4

PSIKOLOGI ABNORMAL
“KONSEP GANGGUAN DISOSIATIF DAN SOMATOFORM
(DISSOCIATIVE AND SOMATOFORM DISORDER)”

DOSEN PENGAMPU:
Lisa Putriani M.Pd. Kons.

Oleh:
Yunia Ritika
21006102

DEPARTEMEN BIMBINGAN DAN


KONSELINGFAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023

A. Definisi Gangguan Disosiatif


Supratiknya (1995) disosiatif berarti melarikan diri dari inti
kepribadian. Jadi gangguan ini merupakan cara menghindari sters sekaligus
memuaskan kebutuhan-kebutuhan tertentu dengan melakukan perbuatan
tertentu, sehingga penderita dapat terhindar dari tanggung jawab atas perbuatan
atau perilakunya yang tidak dapat diterima tersebut. Gangguan identitas
disosiatif merupakan jenis gangguan yang kontroversial, ditandai oleh
munculnya dua atau lebih kepribadian yang berbeda dalam diri seseorang,
dimana masing-masing kepribadian memiliki nama dan karakteristiknya
sendiri-sendiri, dulu dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda.
Gangguan disosiatif adalah sebuah kelompok gangguan yang ditandai
dengan adanya suatu kekacauan atau disosiasi dari fungsi identitas, ingatan,
atau kesadaran. Para individu yang menderita gangguan ini tidak mampu
mengingat berbagai peristiwa pribadi penting atau selama beberapa saat lupa
akan identitasnya atau bahkan membentuk identitas baru. Mereka bahkan dapat
pergi jauh dari tempat tinggal semula (Mukrimaa dkk, 2016). d
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa gangguan
disosiatif adalah suatu gangguan kejiwaan, di mana penyebab utamanya adalah
trauma parah yang terjadi secara berulang dan tidak ingin diingat oleh si
penderita, sehingga menciptakan karakter baru dalam dirinya.

B. Jenis- jenis Gangguan Dissosiatif


Terdapat beberapa jenis gangguan yang termasuk didalam gangguan
disosiatif, seperti:
1. Amnesia Disosiatif
Disosiatif amnesia atau amnesia disosiatif ciri-ciri utamanya adalah
kehilangan ingatan, biasanya tentang kejadian penting yang terjadi baru-baru
ini, yang mana bukan disebabkan oleh gangguan mental organik, dan terlalu
berat untuk dijelaskan oleh kelupaan biasa atau kelelahan. Amnesia biasanya
berfokus pada peristiwa traumatis, seperti kecelakaan atau kehilangan tak
terduga, dan biasanya bersifat parsial dan selektif.
2. Fugu Disosiatif
Individu yang mengalami disosiatif fugue memiliki semua tanda-
tanda amnesia disosiatif yang melibatkan inagatan. Namun, penderita fugu
disosiatif tidak hanya mengalami amnesia total, tetapi tiba-tiba
meninggalkan rumah dan bekerja dengan menggunakan identitas baru.
3. Disosiatif Stupor
Disosiatif stupor ditegakkan diagnosisnya atas dasar terjadinya
penurunan atau tidak adanya gerakan volunter (jaringan otot yang memiliki
kemampuan untuk berkontraksi pada saat keadaan sadar) dan respons
normal terhadap rangsangan eksternal seperti cahaya, kebisingan, dan
sentuhan, tetapi pemeriksaan tidak menunjukkan adanya bukti penyebab
fisik.
4. Gangguan Kesurupan dan Kerasukan
Gangguan kesurupan dan kerasukan atau dalam bahasa Inggris
ditulis sebagai trance and possession disorders adalah gangguan di mana
terjadi hilangnya identitas pribadi dan hilangnya kesadaran penuh terhadap
lingkungan untuk sementara. American Psychiatric Association (Yang dkk.,
2022) mendefinisikan depersonalisasi dan derealisasi sebagai gejala psikis
yang masing-masing penderitanya merasakan perasaan tidak nyata serta
keterasingan dari diri sendiri dan lingkungannya.
5. Gangguan Motorik Disosiatif
Gangguan motorik disosiatif adalah jenis gangguan disosiatif yang
paling umum terjadi dimana individu kehilangan kemampuan untuk
menggerakkan seluruh atau sebagian anggota tubuh atau tungkai. Mungkin
ada kemiripan yang dekat dengan hampir semua jenis ataksia, apraxia,
akinesia, aphonia, disartria, diskinesia, kejang, atau kelumpuhan.
6. Kejang Disosiatif
Kejang disosiatif atau dalam bahasa Inggris ditulis sebagai
dissociative convulsion adalah sebuah gangguan yang mirip dengan
serangan epilepsi yang mana sangat mirip dalam hal gerakan, tetapi kondisi
seperti memar karena jatuh, menggigit lidah, dan inkontinensia urin sangat
jarang terjadi, dan penderita dalam kesadaran penuh atau digantikan oleh
keadaan pingsan atau kesurupan.
7. Anestesi Disosiatif dan Kehilangan Sensorik
Anestesi disosiatif dan kehilangan sensorik (dissociative anaesthesia
and sensory loss) adalah salah satu jenis gangguan disosiatif dimana klien
merasakan tubuhnya khususnya kulit merasa seperti teranasthesi dan
kehilangan fungsi sensoriknya, meski pada kenyataannya tidak. Kehilangan
sensorik dapat disertai dengan keluhan parestesia.
8. Gangguan Disosiatif Lainnya
Gangguan disosiatif lainnya adalah seperti kepribadian ganda
(multiple personality), gangguan jenis ini disebut juga sebagai Dissociative
Identity Disorder (DID). Orang dengan tipe gangguan ini dapat dengan sadar
merasa dirinya mempunyai kepribadian satu dengan kepribadian lainnya,
atau bisa juga tidak merasakannya sama sekali (Ardiansyah,2023).
C. Pandangan Teoritis Terhadap Gangguan Disosiatif
Pandangan Psikodinamika amnesia disosiatif dapat menjadi suatu fungsi
adaptif dengan cara memutus atau mendisosiasi alam sadar seseorang dari
kesadaran akan pengalaman traumatis atau sumber-sumber lain dari nyeri
maupun konflik psikologis (Dorahy, 2001). Bagi teoritikus psikodinamika,
gangguan disosiatif melibatkan penggunaan represi secara besar-besaran, yang
menghasilkan "erpisahnya" impuls yang tidak dapat diterima dan ingatan yang
menyakitkan dari kesadaran seseorang. Dalam amnesia dan fugue disosiatif. ego
melindungi dirinya sendiri dari kebanjiran kecemasan dengan mengeluarkan
ingatan- ingatan yang mengganggu atau dengan mendisosiasi impuls
menakutkan yang bersifat seksual atau agresif.
Pandangan Kognitif dan Belajar Teoritikus belajar dan kognitif
memandang disosiasi sebagai suatu respon yang dipelajari yang meliputi proses
tidak berpikir tentang tindakan atau pikiran yang mengganggu dalam rangka
menghindari rasa bersalah dan malu yang ditimbulkan oleh pengalaman-
pengalaman itu.

D. Penanganan Gangguan Disosiatif


Terapi atau pengobatan yang bisa diberikan untuk gangguan disosiatif
adalah sebagai berikut:
1. Psikoterapi
2. Farmakoterapi
Meski tidak ada obat yang dapat menyembuhkan gangguan disosiatif,
tetapi obat dapat diberikan terkait dengan gejala-gejala yang bisa timbul seperti
ansietas (kecemasan berlebih), dan depresi. Untuk kedua kondisi ini, umumnya
diberikan obat antiansietas dan antidepresan (Ardiansyah,2023).
Terapi untuk amnesia disosiatif dan fugue disosiatif
1. Terapi kognitif mungkin memberi manfaat spesifik untuk individu dengan
gangguan trauma. Identifikasi spesifik dari penyimpangan kognitif berdasar
pada trauma mungkin memberikan jalan untuk mengingat riwayat hidupnya
pada pasien dengan riwayat amnesia.
2. Hipnosis dapat digunakan sebagai salah satu jalan terapi amnesia disosiatif.
Intervensi hipnosis dapat digunakan untuk membatasi, mengatur intensitas
gejala; memfasilitasi pengendalian recall; menyediakan dukungan pada
pasien.
Terapi untuk gangguan identitas disosiatif
1. Terapi psikoanalis lebih banyak dipilih untuk mengangkat represi menjadi
hukum sehari-hari, dan dicapai melalui penggunaan berbagai teknik
psikoanalitik dasar.
2. Terapi Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR).
3. Terapi pemulihan kenangan, umumnya seseorang dihipnotis dengan bantuan
obatobatan dan didorong agar mengembalikan pikiran mereka kembali ke
peristiwa pada masa kecilnya (teknik represi umur)
4. Pemberian obat-obatan psikoaktif seperti tranquilizer dan antidepresan.
Terdapat beberapa prinsip yang disepakati secara luas dalam penanganan
gangguan (Fatimah, 2017).

E. Definisi Gangguan Somatoform


Somatoform adalah sekelompok gangguan yang meliputi simtom fisik
(misalnya nyeri, mual, dan pening) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan
secara medis (Fausiah, 2005). Menurut Ardani (2011) somatoform adalah
individu yang mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik, yang terkadang
berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak terdapat gangguan fisiologis.
Wiramihardja (2015) menjelaskan somatoform adalah gangguan yang bersifat
psikologis, tetapi tampil dalam bentuk gangguan fisik yang melibatkan pola
neurotic yang didasari anxiety. Individu mengeluhkan simtom-simtom jasmaniah
yang memberikan tanda seolah-olah ada masalah fisik, tetapi pada kenyataannya
tidak ada landasan organis yang ditemukan. Somatoform adalah gangguan-
gangguan neurotic yang khas bercirikan emosionalitas yang ekstrem, dan
berubah menjadi simtom-simtom fisik, simtom-simtom fisik itu mungkin berupa
kelumpuhan-kelumpuhan anggota tubuh, rasa sakit dan nyeri luar biasa, muntah-
muntah, sakit kepala atau gemetar (Semium, 2006).
F. Jenis-jenis Gangguan Somatoform
DSM-IV (V. Mark. D, 2006) menyebutkan lima gangguan Somatoform
dasar, yakni:
1. Hipokondriasis (Hypochondriasis)
Kata “Hypochondriasis” berasal dari istilah medic lama
“hypochondrium”, yang berarti dibawah tulang rusuk, dan merefleksikan
gangguan pada bagian perut yang sering dikeluhkan pasien hipokondriasis.
Pada hipokondriasis ditandai dengan kecemasan atau ketakutan memiliki
penyakit serius. Hipokondriasis merupakan hasil interpretasi pasien yang
tidak realistis dan tidak akurat terhadap gejala somatic, sehingga
menyebabkan ketakutan bahwa mereka memiliki gangguan yang parah
(misalnya: Kanker atau masalah jantung), bahkan meskipun tidak ada
penyebab medis yang ditemukan.
Ciri-ciri diagnostik darihipokondriasis :
a. Orang tersebut terpaku pada ketakutan memiliki penyakit serius atau
pada keyakinan bahwa dirinya memiliki penyakit serius. Orang tersebut
menginterpretasikan sensasi tubuh atatu tanda-tanda fisik sebagai bukti
dari penyakit fisiknya.
b. Ketakutan terhadap suatu penyakit fisik, atau keyakinan memiliki suatu
penyakit fisik, yang tetap ada meski telah diyakinkan secara medis.
c. Keterpakuan tidak hanya pada intensitas khayalan (orang itu mengenali
kemungkinan bahwa ketakutan dan keyakinan ini terlalu dibesar-
besarkan atau tidak mendasar) dan tidak terbatas pada kekhawatiran
pada penampilan.
d. Keterpakuan menyebabkan distress emosional yang signifikan atau
mengganggu satu atau lebih area fungsi yang penting, seperti fungsi
social atau pekerjaan.
e. Gangguan telah bertahan selama 6 bulan atatu lebih.
f. Keterpakuan tidak muncul secara eksklusif dalam konteks gangguan
mental lain.
2. Gangguan Somatisasi (Somatization Disorder)
Gangguan somatisasi, sebelumnya dikenal sebagai sindrom Briquet,
yang mengacu pada nama dokter dari Perancis, Pierre Briquet yang pertama
kali menjelaskan gangguan ini. Gangguan somatisasi adalah suatu tipe
gangguan somatoform yang melibatkan berbagai keluhan yang muncul
berulang-ulang, yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik apapun.
Gangguan ini meliki karakteristik dengan berbagai keluhan atau gejala
somatic yang tidak dapat dijelaskan secara akurat dengan menggunakan
hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium.
Ciri-ciri gangguan somatisasi meliputi:
a. Riwayat banyak keluhan fisik yang mulai muncul sebelum usia 30
tahun, yang berlangsung selama bertahun-tahun dan menyebabkan
individu mencari penanganan untuk mengatasi masalahnya atau
mengalami hendaya signifikan dibidang-bidang yang dianggap penting.
b. Menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
1) Empat gejala fisik (nyeri) pada lokasi berbeda (misalnya
kepala,pundak,lutut,kaki);
2) Dua gejala gastrointestinal yang tidak menimbulkan nyeri
(misalnya mual, diare, kembung);
3) Satu gejala seksual (misalnya pendarahan menstruasi yang sangat
banyak, disfungsi ereksi);
4) Satu gejala pseudoneurologis (misalnya penglihatan ganda,
gangguan koordinasi atatu keseimbangan, sulit menelan).
c. Keluhan-keluhan fisik tidak dapat dijelaskan sepenuhnya berdasarkan
kondisi medis secara umum atau berdasarkan efek substansi tertentu
(misalnya efek obat atau penyalah gunaan obat)
d. Keluhan atau daya ingat tidak dibuat secara sengaja atau pura-pura.

3. Gangguan Konversi (Conversion Disorder)


Gangguan konversi adalah mal-fungsi fisik, seperti kebutaan atau
kelumpuhan yang mengesankan adanya kerusakan neurologis, tetapi tidak
ada patologi organic yang menyebabkan. Pada gangguan ini dicirikan oleh
suatu perubahan besar dalam fungsi fisik atau hilangnya fungsi fisik, meski
tidak ada temuan medis atau neurologi yang dapat ditemukan sebagai
simtom atau kemunduran fisik tersebut. Gejala somatik ini biasanya timbul
tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan.
4. Gangguan Nyeri (Pain Disorder)
Pain disorder atau Gangguan nyeri adalah ganguan somatoform yang
memiliki fitur nyeri riil tetapi baik onset, tingkat keparahan, maupun
persistensinya banyak ditentukan oleh faktor-faktor psikologis. Gangguan
nyeri ini biasanya pada satu tempat atau lebih, yang tidak dapat dijelaskan
secara medis maupun neurologis
Keluhan dirasakan pasien berfluktuasi intensitasnya, dan sangat
dipengaruhi oleh keadaan emosi, kognisi, atensi, dan situasi sehingga faktor
psikologis mempengaruhi kemunculan, bertahannya, dan tingkat keparahan
gangguan. Ciri-ciri gangguan nyeri meliputi:
a. Adanya nyeri/rasa sakit serius di satu lokasi antomis atau lebih.
b. Nyeri itu menyebabkan distres atau hendaya yang signifikan secara
klinis.
c. Faktor-faktor psikologis di nilai berperan pokok dalam onset, tingkat
keparahan, keadaan yang memburuk, atau persistensi nyeri.
d. Nyeri itu bukan pura-pura atau sengaja dibuat.

5. Gangguan Dismorfik Tubuh (Body Dysmorphic Disorder)


Gangguan dismorfik tubuh adalah gangguan yang memiliki
preokupasi disroptif pada kekurangan yang dibayangkan terdapat pada
penampilan seseorang (imagined ugliness). Artinya dimana seseorang
memiliki preokupasi dengan kecacatan tubuh yang tidak nyata (misalnya
hidung yang dirasakan kurang mancung), atau keluhan yang berlebihan
tentang kekurangan tubuh yang minimal atau kecil.

G. Pandangan Teoritis Terhadap Gangguan Somatoform


Somatisasi adalah gangguan somatoform yang ditandai oleh gejala
somatik yang berulang tanpa diketemukan dasar organik yang jelas, yang
menyebabkan seseorang sering berkonsultasi ke dokter. Menurut teori
Psikoanalisa klasik gangguan somatisasi ini merupakan manifestasi dari
kecemasan yang bersifat neurotik.
H. Penanganan Gangguan Somatoform
Terapi atau pengobatan yang dapat diberikan kepada pasien dengan
gangguan somatoform adalah sebagai berikut:
1. Terapi perilaku kognitif. Pada terapi ini dokter atau psikolog bersama pasien
akan mencoba berdiskusi dalam beberapa sesi konsultasi untuk membantu
penderita memahami situasi dirinya dan mengetahui apa penyebabnya dan
mencari tahu solusi yang terbaik untuk masalahnya.
2. Hipnosis
3. Pemberian obat anti-depresan (Ardiansyah,2023).
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, S.,dkk. (2023). Kesehatan Mental. Padang: Global Eksekutif Teknologi.


Ardani, A. T. (2011). Psikologi Abnormal. Bandung: Lubuk Agung.

Dorahy, M. J. (2001). Dissociative identity disorder and memory dysfunction: The


current state of experimental research and its future directions. ClinicalPsychology
Review, 21(5), 771–795

Fatimah, E. (2017). Abusive Treatments During Childhood as the Cause of


Dissociative Identity Disorder Suffered by Laurie in Clark’s Novel “All Around
The Town.” LiTE: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Budaya, 13(2), 122–136.
Fausiah & Widury. (2005). Psikologi Abnormal Kliniss Dewasa. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Harsono. (2012). Gambaran Trans Disosiatif Pada Mahasiswi. Journal of Social and
Industrial Psychology, 1(1), 59–65.
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental. Yogyakarta : Kanisius.
Supratiknya. (1995). Mengenal Prilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai