Anda di halaman 1dari 24

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RS Undata
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

REFERAT PSIKIATRI
“Gangguan Disosiatif”

DISUSUN OLEH :
Mirna aulia awanis
N 111 17 002

PEMBIMBING KLINIK
dr. Dewi suriany, M.Kes,. Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RS UNDATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Mirna aulia awanis

No. Stambuk : N 111 17 002

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Universitas : Tadulako

Judul Referat : Gangguan disosiatif

Bagian : Ilmu Kedokteran Jiwa

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RS Undata

Fakultas Kedokteran

Universitas Tadulako

Palu, Maret 2019

Pembimbing Klinik Dokter Muda

(dr. Dewi suriany, M.Kes,. Sp.KJ) (Mirna Aulia Awanis,sked)

2
BAB I

PENDAHULUAN

Sebagian besar orang melihat diri mereka sendri sebagai orang dengan kepribadian

dasar, mereka mengalami rasa kesatuan diri. Meskipun demikian, orang dengangguan

disosiatif kehilangan rasa memiliki kesadaran. Mereka merasa seolah-olah tidak memiliki

identitas, bingung mengenai siapa diri mereka atau mengalami identitas majemuk. Apapun

yang biasanya memeberikan seseorang kepribadian khas-pikiran, perasaan dan tindakan

yang terintregasi menjadi abnormal pada orang dengan gangguan disosiatif. Gambaran yang

dramatis, membuat seseotrang yang mengalaminya menjadi pusat perhatian keluarga dan

masyarakat.

Pada sebagian besar keadaan disosiatif, gambaran kontraindikasi mengenai diri, yang

bertentangan satu sama lain, tersimpan didalam kompartemen jiwa yang terpisah. Terdapat

empat tipe : (1) amnesia disosiatif ditandai dengan ketidakmampuan mengingat informasi,

biasanya disebabkan oleh peristiwa traumatic atau yang penuh tekanan, yang tidak

diakibatkan oleh keadaan lupa biasa, komsumsi zat, atau keadaan medis umum; (2) fugue

disosiatif ditandai dengan bepergian jauh dari rumah atau pekerjaan secara tidak disangka

dan tiba-tiba, disertai ketidakmampuan mengingat masa lalu serta bingung mengenai

identitas pribadi seseorang atau disertai pengadopsian suatu identitas baru; (3) gangguan

identitas disosiatif ( juga disebut gangguan kepribadian multiple), umumnya dianggap

sebagi gangguan disosiatif yang paling berat dan kronis, ditandai dengan adanya dua

kepribadian atau lebih yang khas pada satu orang; (4) gangguan depersonalisasi ditandai

dengan rasa berulang atau menetap mengenai lepas dari tubuh atau pikiran.

3
Revisi teks DSM-IV edisi keempat mencatumkan kategori diagnostic gangguan

disosiatif yang tidak tergolongkan untuk gangguan disosiatif yang tidak memenuhi criteria

diagnostic gangguan disosiatif lainnya. DSM-IV-TR juga mencantumkan pedoman

diagnostic untuk gangguan trance ( kesurupan) disosiatif didalam lampirannya, yang saat ini

digolongkan sebagai gangguan disosiatif yang tidak tergolongkan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Menurut DSM-IV, gangguan disosiatif adalah kemampuan kendali dibawah

kesadaran dan kendali selektif tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlangsung dari

hari ke hari atau bahkan jam ke jam.

Gejala utama adalah adanya kehilangan sebagian atau seluruh dari integrasi normal

(dibawah kendali kesadaran) antara lain: (1) ingatan masa lalu, (2) kesadarn identitas dan

penginderaan segera, (3) control terhadap gerakan tubuh.

B. Klasifikasi gangguan disosiatif

Menurut DSM IV yaitu :

(1) Amnesia disosiatif,

(2) Fugue disosiatif,

(3) Gangguan identitas disosiatif,

(4) Gangguan deporsonalisasi.

(5) Gangguan trance disosiatif ( kesurupuan )

(6) Gangguan disosiatif yang tidak tergolongkan

1. AMNESIA DISOSIATIF

1.1 Definisi

Diagnosis yang sesuai ketika fenomena disosiatif terbatas apada amnesia. Gejalanya

adalah ketidakmampuan mengingat kembali informasi, biasanya mengenai peristiwa

5
yang penuh tekanan atau traumatic didalam kehidupan seseorang. Ketidakmampuan

ini tidak dapat dijelaskan dengan keadaan lupa yang biasa dan tidak terdapat bukti

adanya gangguan pada otak.

1.2 Epidemiologi

Amnesia disosiatif merupakan kelompok disositaif yang paling sering terjadi. Angka

kejadian pada wanita lebih sering dibandingkan dengan laki-laki, dan sering terjadi

pada dewasa muda dibandingkan pada usia yang lebih tua. Mengingat gangguan ini

biasanya disebabkan oleh peristiwa traumatic atau penuh tekanan, insidennya

mungkin meningkat selama waktu perang dan bencana alam. Kasus amnesia

disosiatif yang terkait lingkungan rumah tangga, contohnya pentiksaan pada

pasangan dan anak- mungkin jumlahnya konstan.

1.3 Etiologi

Dari pendekatan psikoanalitik, gangguan amnesia disosiatif terutama

dipertimbangkan sebagai mekanisme pertahanan diri, kesadarn individu berubah

sebgai cara untuk menyelesaikan konflik emosional atau stressor dari luar.

1.4 Gambaran klinis

Episode amnesia disosiatif jarang terjadi secara spontan. Biasanya pada rawat riwyat

penyakit terungkap adanya pencetus yaitu trauma emosional yang menimbulkan ras

sedih dan konflik psikologik. Awiatan amnesia disosiatif sering mendadak dan

pasien bias any menyadari bahwa dirinya kehilangan ingatan. Pada beberapa pasien

merasa terganggua dengan adanya kehilangan memori tetapi pada sebagian lain

tidak peduli atau acuh tak acuh. Pada pemeriksaan status mental sering didapati

adanya depresi dan gangguan cemas. Bentuk amnesia disosiatif dapat berupa :

6
 Amnesia yang terlokalisir, tipe ini paling sering ditemukan, berupa

kehilangan ingatan untuk suatu peristiwa dalam waktu singkat (beberapa jam

atau hari)

 Amnesia umum: tipe ini ditandai oleh hilangnya memori dari seluruh periode

amnesia

 Amnesi yang selektif : tipe ini ditandai oleh kegagalan untuk mengingat

beberapa bagian bukan keseluruhan dari peristiwa yang terjadi dalam waktu

singkat.

kriteria diagnostic menurut DSM-IV

1. Gangguan yang predominan adalah adanya satu atau lebih episode tidak

mampu mengingat informasi personal yang penting, biasanya keadaan yang

traumatic atau penuh stress yang tidak dapat dijelaskan dhanya sebagai lupa

yang biasa.

2. Terjadinya gangguan bukan bagian khusus dari gejala gangguan identitas,

disosiati fague,PTSD, gangguan stresb akut atau gangguan somatisasi dan

tidak disebakan oleh fisiologis langsung dari penggunaan zat, gangguan

neurologi atau kondisi medik umum.

3. Gejala tersebut secar klinis menyebabkan distress atau hendaya yang

bermakna dalam fungsi sosial , pekerjaan atau area penting lainnya.

1.5 Diagnosis

Kriteria diagnosis amnesia disosiatif pada revisi teks DSM-IV-TR edisi keempat

menekankan bahwa informasi yang dilupakan biasanya memeilki sifat traumatic

atau penuh tekanan. Amnesia disosiatif dapat didiagnosis hanya ketika gejalanya

7
tidak terbatas pada amnesi yang terjadi selama perjalanan gangguan identitas

disosiatif dan bukan merupakan akibat keadaan medis umum ( contohnya trauma

kepala atau komsumsi zat).

1.6 Penatalaksanaan

Selama dilakukan wawancara, klinikus bisa mendapat kunci penting akan adanya

trauma psikologik yang menjadi pencetus gangguan. Pemberian barbiturate

intraveana jangka pendek atau menengah seperti thiopental dan sodium amorbarbital

serta benzodiazepine dapat membantu pasien untuk memulihkan ingatannya yang

terlupakan. Hipnoterapi juga dapat dilakukan untuk relaksasi. Setelah pasien dapat

mengingat memori yang hilang dilakukan psikoterapi untuk memasukkan ingatan

tersebut dalam kesadaran mereka.

2. FUGUE DISOSIATIF

2.1 definisi

istilah fugue disosiatif digunakan untuk mencermibnkan kenyataan bahwa pasien

secara fisik pergi jauh dari situasi rumahnya atau pekerjaan biasa mereka dan tidak

dapat mengingat aspek penting identitas sebelumnya (nama keluarga,pekerjaan).

Beberapa pasien sering memakai identitas dan pekerjaan baru.

2.2 Epidemiologi

Faugue disosiatif jarang ditemukan, dan seperti amnesi disosiatif, paling sering

terajdi selama perang, setelah bencana alam dan akibat krisis pribadi dengan konflik

internal yang berat. Menurut DSM-IV-TR, terdapat angka prevalesni 0,2 persen

didalam populasi umum.

2.3 Etiologi

8
Kondisi psikologik dipikirkan sebagai darai dari fague disosiatif, walupun peminum

berat alcohol dapat merupakan predisposisi terjadinya fugue disosiatif. Predisposisi

fugue disositif lainnya adalah: gangguan mood dan ganggua kepribadian tertentu (

seperti gangguan ambang, hitrionik dan schizoid). Faktor motivasi utam timbulnya

fugue disosiatif adalah danya keinginan untuk menarik diri dari pengalam emosional

yang menyakitkan.

2.4 Gambaran klinis

Fugue disosiatif memeilki beberapa cirri khas. Pasien berkelana dengan tujuan,

biasanya jauh dari rumahdan sering berhari-hari. Selam episode ini, mereka

mengalami amnesi sepenuhnya untuk kehidupan masa lalu dan hubungannya, tetapi

tidak sperti pasien dengan amnesi disosiatif, mereka umumnya tidak sadar bahwa

mereka telah melupakan segalanya. Hanya ketika mereka tiba-tiba kembali ke diri

mereka sebelumnya mereka dapat mengingat kemabli waktu sebelum periode fugue

tersebut. Pasien dengan fugue disosiatif bagi oaring lain tidak tampak berperilaku

dengan cara berbeda, keberadaan mereka diam-diam, tidak mencolok, menyendiri,

memiliki pekerjaan yang sederhana, hidup sederhana, dan umunya tidak melakukan

apapun untuk menarik perhatian kearah mereka.

kriteria diagnostic menurut DSM-IV

1. Ganguan yang predominan adalah terjadinya perjalanan mendadak yang tidak

diharapkan berupa meninggalkan rumah, tempat, pekerjaan dan ia tidak mampu

mengingat masa lalunya.

9
2. Kebingungan tentang identitas personal atau perkiraan dari identitas baru

(sebagian atau utuh)

3. Gangguan tidak terjadi secara khusus selama perjalanan gangguan identitas dan

tidak disebabkan efek fisiologis langsung dari penggunaan zat (misalnya

penyalahgunaan zat, pengobatan) atau kondisi medik umu (misalnya epilepsy

lobus temporalis)

4. Gejala menyebabkan distress yang bermakna atau hendaya dalam bidang sosial,

pekerjaan atau fungsi area yang penting.

2.5 Diagnosis

DSM-IV-TR mengharuskan bahwa orang tersebut bingung mengenai identitasnya

atau mengambil identitas baru. Tidak seperti amnesia disosiatif, diagnosis fugue

disosiatif mengharuskan awitan gejala yang tiba-tiba. Diagnosis disingkirkan jika

gejala hanya terjadi selama perjalanan gangguan identitas disosiatif atau akibat

komsumsi suatu zat atau keadaan medis umum

2.6 Penatalaksanaan

Pengobatan fugue disosiatif sam dengan pengobatan amnesia disosiatif. Wawancara

psikiatrik saja atau wawancar psikiatrik yang diawali dengan pemberian obat, dan

hypnosis mungkin dapat mengungkapkan adanya stressor psikologik yang memicu

(mempresipitasi) timbulnya episode fugue. Psikoterapi umunya diindikasikan untuk

membantu pasien dapat menerima stressor dan menyelesaikan dengan cara yang

lebih sehat. Psikoterapi pilihan untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi supportif-

ekspresif

10
3. GANGGUAN IDENTITAS DISOSIATIF

3.1 Definisi

Gangguan kepribadian multiple /majemuk. Gangguan identitas disosiatif adalah

gangguan disosiatif kronis dan penybabnya terutama melibatkan peristiwa

traumatic, biasanya penyiksaan seksual atau fisik dimasa kanak-kanak. Individu

dengan gangguan ini memiliki dua tau lebih kepribadian yang berbeda, tetapi

salah satu kepribadian dapat lebih dominan dalam waktu tertentu

3.2 Epidemiologi

Pasien yang didiagnosis gangguan identitas disosiatif, sebagian besar adalah

perepuan , rasien perempuan banding laki-laki 5:1 hingga 9:1. Meskipun demikian

banyak klinisi dan peneliti yakin bahwa laki-laki kurang dilaporkan dalam sampel

klinisi karena mereka yakin bahwa sebagian besar laki-laki dengan gangguan ini

memasuki system peradilan criminal dibandingkan dengan system kesehtan jiwa.

Gangguan ini paling lazim ditemukan pada masa remaja akhir dan dewasa muda.

Dengan usia diagnosis rerata adalah 30 tahun. Walaupun pasien biasnya mengalami

gejala selama 5 hingga 10 tahun sebelum didiagnosis.

3.3 Etiologi

Penyebab gangguan identitas disosiatif tidak diketahui walupun riwayat pasien

hamper semua (mendekati 100%) melibatkan peristiwa traumatic, paling sering

dimasa kanak-kanak. Umumnya empat tipe faktor penyebab telah diidentifikasi

yaitu: peristiwa hidup traumatic, kerentanan terhadap gangguan, faktor lingkungan

serta tidak ada hubungan eksternal.

3.4 Gambaran klinis

11
Pasien dengan gangguan identitas disosiatif sering difikirkan memilki gangguan

kepribadian (umumnya gangguan kepribadian ambang), schizophrenia, atau

gangguan bipolar yang rapid cycling. Perubahan dari kepribadian yang satu ke

kepribadian yang lain terjadi tiba-tiba dan dramatic. Selama dalam status

kepribadian yang satu, umumnya pasien lupa dengan status kepribadian yang lain.

kriteria diagnostic menurut DSM-IV

1. Adanya dua atau lebih identitas atau kepribadian yang berbeda

2. Sedkitnya dua dari identitas atau keadaan kepribadian ini mengambil kendali

perilaku seseorang secara langsung

3. Ketidakmampuan mengingat kembali informasi pribadi yang penting dan terlalu

luas untuk dijelaskan dengan keadaan lupa yang biasa

4. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung atau zat (hilang

kesadaran atau perilaku kacau selama intoksiskasi alcohol), atau keadaan medis

umum (kejang parsial kompleks)

3.5 Diagnosis

Sebagai criteria diagnostic, DSM-IV-TR mengharuskan adanya koponen amnestik,

yang melalui riset dinyatakan penting utnuk memenuhi gambaran klinik.diagnosis

juga mengharuskan adanya sedikitnya dua keadaan kepribadian yang berbeda.

Diagnosis gangguan kepribadian disossiatif disingkirkan jika gejalanya merupakan

akibat suatu zata atau akibat keadaan medis umum.

3.6 Penatalaksanaan

Pendekatan yang paling efektif untuk gangguan identitas disosiatif meliputi

psikoterapi berorietasi tilikan, sering disertai hipnoterapi atau teknik wawancara

12
yang dibantu obat dapat berguna untuk mendapatkan riwayat tambahan,

mengidentifikasi kepribadian yang sebelumnya belum dikenali, dan membantu

pengembangan abreaksi. Renacan terapi psikoterapeutikharus dimuali dengna

menegakkan diagnosis dan dengan mnegidentifikasi serta menandai berbagai

kepribadian. Terpai biasanya membantu pengembangan komunikasi anatar

kepribadian untuk menilai panyatuan kembali serta membantu pasien

mengendalikan keseluruhan perilakunya. Jika ada salah satu kepribadian cenderung

kearah perilaku merusak diri atau keluarga, terapi harus mengikutseratakan pasien

dan kepribadian yang terlibat didalam perjanjian terapi menegani perilaku

berbahaya ini.

Penggunaan obat antipsikotik pada pasien ini hampit tidak pernah diindikasikan.

Sejumlah data menunjukkan bahwa obat anti depresan dan antiansietas dapat

berguna sebagai tambahan terhadap psikoterapi. Sejumlah kecil laporan studi yang

tidak terkontrol melaporkan bahwa obat antikonvulsan seperti karbamazepin

membantu pasien tertentu.

4. GANGGUAN DEPORSONALISASI

4.1 Definisi

Karakteristik dari gangguan deporsonalisasi adanya gangguan yang persisten dan

berulang dalam persepsi tentang realitas diri yang hilang dalam waktu tertentu.

Pasien denga gangguan ini merasa bahwa dirinya robot,ada dalam mimpi atau

terpisah adri tubuhnya. Pasien menyadari gejala tidak sesuai realita dan bersifat ego-

dystonic. Beberapa klinis membedakan anatar deporsonalisasi dan derealisasi.

Deporsonalisasi adalah perasaan bahwa tubuh atau dirinya sing dan tidak nyata,

13
sedangkan derealisasi adalah persepsi bahwa obyek / dunia luar aneh dan tidak

nyata.

4.2 Epidemiologi

Sebagai pengalaman terpisah dari kehidupan banyak orang deporsonalisasi adalah

fenomena yang lazim dantidak selalu bersifat patologis. Sejumlah studi

menunjukkan bahwa deporsonalisasi singkat dapat terjadi pada sebanyak 70%

populasi tertentu tanpa perbedaan signikfikan anatar laki-laki dan permpuan. Anak

sering mengalami deporsonalisasi ketika mereka mengembangkan kapasitas

kesadaran diri dan orang dewasa sring mengalami rasa tidak nyata sementara ketika

mereka bepergian kedaerah baru dan asing, pada sejumlah kecil studi

terkini,deporsonalisasi ditemukan terdapat pada perempuan sedikitnya dua kali lebih

sering dibandingkan laki-laki; gangguan ini jarang ditemukan pada oaring berusia

diatas 40 tahun. Awitan usia rerata kira-kira 16 tahun.

4.3 Etiologi

Deporsonalisasi dapat disebabkan oleh penyakit psikologis , neorologis atau

sistemik. Penyebab sistemik mencakup gangguan endokrin pada tiroid dan pancreas.

Pengaman deporsosnalisasi telah diamati pada pasien epilepsy, tumor otak,

gangguan sensorik dantrauma emosional; dan fenomena deporsonalisasi disebabkan

oleh stimulus listrik pada korteks lobus temporalis selama bedah saraf.

Deporsonalisasi dapat disebabkan oleh serangkaian zat termasuk alcohol,

barbiturate, benzodiazepine, scopolamine dan hamper setiap zat mirip fensiklidin

atau halusinogenik. Ansietas dan depresi adalah faktor presdisposisi seperti halnya

stress berat yang dialami contoh dalam peperangan atau kecelakaan mobil.

14
Deporsonalisasi adalah gejala yang sering terjadi pada gangguan ansietas, gangguan

dresif dan skizofrenia.

4.4 Gambaran klinis

Berdasarkana kriteria diagnostic menurut DSM-IV

1. Pengalam yang persisten dan berulang merasa terpisah dirinya ( perasaan

sseorang mirip seperti mimpi)

2. Selama pengalaman deporsonalisasi, uji realitas tetap baik

3. Deposonalisasi menimbulkan penderitassn yang secara klinis bermakna atau

hendaya funsi social, pekerjaan dan area penting lainnya

4. Perjalan deprosonalisasi tidak hanya terjadi selama gangguan jiwa lainnya,

seperti skizofrenia , gangguan panic, gangguan stress akut, atau ganggua

disosiatif lain, dan tidak disebabkan efek fisiologis langsung atau keadaan medis

umum

4.5 Diagnosis

Kriteria daignlostik DSM-IV-TR untuk gangguan deporsonalisasi menghasruskan

adanya episode deporsonalisasi yang berulang dan menetap yang meneybabkan

penderitaan yang bermakna bagi pasien atau hendaya dalam kemampuannya unruk

berfungsi dalam hubungan social, pekerjaan atau interpersonal. Gangguan ini secara

luas dibedakan dengan gangguan psikotik melai persyratan diagnostic yaitu uji

realitas tetap baik dalam ganguan deporsonalisasi. Gangguan ini tidak dapat

didiagnosis jika gejalanya lebih disebabkan gangguan jiwa lain atau kondisi medis

umum.

4.6 Penatalaksanaan

15
Hanya sedikit perhatian yang telah diberikan untuk terapi pasien dengan gangguan

deporsonalisasi. Saat ini, data yang mendasari terapi farmakologis spesifik tidak

cukup tetapi ansietas biasanya memberikan respon terhadap agen antiansietas.

Gangguan yang mendasari ( contohnya, skizofrenia ) juga dapat diterapi dengan cara

farmakologis. Pendekatan psikogenik sama-sam belum diuji. Seperti pada pasien

dengan gejala neurotic, keputusan menggunakan psikoanalisis atau psikoterapi

berorientasi titlikan ditentukan bukan oleh gejala itu sendri tetapi oleh berbagai

indikasi positif yang berasal dari penilaian mengenai kepribadian pasien, hubungan

manusia, dan siatuasi hidup

5. Gangguan disosiatif yang tidak tergolongkan

Diagnosis gangguan disosiatif yang tidak tergolongkan diterapkan untuk gangguan

dengan gambaran disosiatif tetapi tidak memenuhi criteria diagnosis amnesia disosiatif,

fugue disosiatif, gangguan identitas disosiatif, dan gangguan deporsonalisasi. Contoh

gangguan disosiatif yang tidak tergolongkan pada DSM-IV-TR turur mengubah criteria

diagnostic gangguan disosiatif lain. Khususnya, contoh, menggambarkan pasien yang

tidak memenuhi criteria diagnosis gangguan identitas disosiatif karena kepribadian

kedua tidak cukup khas atau pasien tidak memiliki periode amnestik. Menurut DSm-IV-

TR, derealisasi tanpa adanya deprosonalisasi adalah contoh gangguan, disosiatif yang

tidak tergolongkan.

kriteria diagnostic menurut DSM-IV

kategori ini dimasukkan untuk gangguan yang gambaran dominanya adalah

gejala disosiatif ( gangguan funsi kesadarn, daya ingat, identitas atau persepsi

16
lingkungan yang biasanya terintegrasi) yang tidak memenuhi criteria diagnosis

gangguan disosiatif spesifik. Contohnya mencakup:

1. Gambaran klinis serupa dengan gangguan identitas disosiatif tetapi tidak memenuhi

criteria diagnostic gangguan ini.

2. Derealisasi yang tidak disertai deporsonalisasi pada orang dewasa

3. Kedaan disosiasi yang terjadi pada seseorang yang mengalami periode persuasi

yang panjang dan sangat memaksa ( cth. Pencucian otak, pembentukan kembali

pikiran, atau indoktrinasi saat ditahan)

4. Gangguan trance disosiatif; gangguan tunggal atau episodic keadaan kesadaran,

identitas, atau daya ingat yang khas pada lokasi atau kebudayaan tertentu. Trance

disosiatif melibatkan penyempitan kesadaran disekeliling atau perilaku atau

gerakan sterotopik yang dialami yaitu berada diluar kendali seseorang.

5. Hilangnya kesadaran, stupos atau koma yang tidak disebabkan oleh keadaan medis

umum.

6. Sindrom genser: pemeberian jawaban yang tidak akurat terhadap pertanyaan-

pertanyaan yang tidak disebabkan oleh amnesia disosiatif atau fugue disosiatif.

Gangguan trance disosiatif ( kesurupan)

 Definisi

Gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan sementara aspek penghayatan

akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya, dalam beberapa kejadian

individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan

ghaib, malaikat atau “kekuatan lain”.

 Epidemiologi

17
Berdasarkan jenis kelamin, perempuan mempunyai risiko lebih besar mengalami

trans disosiatif dibandingkan laki-laki. Kondisi trans biasanya terjadi pada

perempuan dan seringkali dihubungkan dengan stress atau trauma. Hal ini mungkin

karena perempuan lebih sugestible atau lebih mudah dipengaruhi dibandingkan laki-

laki. Orang yang sugestible ini lebih berisiko untuk disosiasi atau juga menjadi

korban kejahatan hipnotis.

 Etiologi

Penyebab trans disosiatif adalah faktor psikologis dan kultural yang menimbulkan

munculnya stres dan ketegangan kuat yang kronis pada seseorang. Selain itu faktor-

faktor penyebabnya adalah:

a. Predisposisi pembawaan berupa sistem syaraf yang lemah.

b. Tekanan-tekanan mental (stres) yang disebabkan oleh kesusahan, kekecewaan,

shocks dan pengalaman-pengalaman pahit yang menjadi trauma.

c. Disiplin dan kebiasaan hidup yang salah. Hal ini mengakibatkan kontrol pribadi

yang kurang baik, atau memunculkan integrasi kepribadian yang sangat rapuh.

d. Mempergunakan defence mechanism yang negatif/keliru dan maladjustment,

sehingga menimbulkan semakin banyak kesulitan.

e. Kondisi fisik/organis yang tidak menguntungkan; misalnya sakit, lemah, lelah,

fungsi-fungsi organik yang lemah, gangguan pikiran dan badan.

 Gambaran klinis

Gejala-gejala yang sering muncul saat orang mengalami trans disosiatif

adalah badan seluruhnya menjadi kaku, tidak sadar akan diri, kadang-kadang sangat

keras, disertai dengan teriakan-teriakan dan keluhan-keluhan, tapi air mata tidak

18
keluar. Kejang-kejang ini biasanya terjadi pada siang hari selama beberapa menit

saja, tapi mungkin pula sampai beberapa hari lamanya. Diantara tanda-tanda kejang

hysteria adalah, dalam pandangan matanya terlihat kebingungan. Setelah kejadian

itu, biasanya penderita mengalami kebingungan, tidak mau bicara atau menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya. Orang yang terserang biasanya

berusaha memegang, atau menarik apa saja yang dapat dicapainya.

Kepribadian penderita trans disosiatif antara lain:

a. Umumnya mereka itu sangat egoistis dan selfish. Mereka selalu ingin “semau-

gue”. Mereka itu semisal anak-anak manja yang jahat. Selalu menginginkan

banyak perhatian. Mereka selalu mengharapkan banyak pujian-pujian dan cinta

kasih. Atau mereka itu adalah pribadi-pribadi yang merasa tidak bahagia.

b. Sangat suggestible, mudah terpengaruh, sangat sensitive terhadap pendapat

orang lain. Dan selalu ingin melakukan semua sugesti tersebut untuk

memperoleh attentive atau perhatian, persetujuan dan pujian.

c. Memiliki emosi-emosi yang kuat. Mereka mempunyai rasa suka dan tidak suka

yang sangat kuat, dan penilaiannya sangat dipengaruhi oleh perasaan likes and

dislikes tersebut.

d. Ada kecenderungan yang sangat kuat sekali untuk melarikan diri dari situasi-

situasi yang dianggap sebagai suatu hal yang tidak menyenangkan. Juga ada

banyak keinginan untuk mendapatkan maaf atas kegagalan dan kelemahannya.

e. Simptom-simptom fisiknya dibuat-buat, ditiru dengan sengaja atau dengan

sengaja diperkuat, agar bisa memperpanjang waktu melarikan diri dengan cara

menjadi sakit itu. Dan bertujuan untuk menghindari tugastugas tertentu, atau

19
menghindari situasi yang tidak disenanginya. Pada akhirnya, simptomsimptom

yang sengaja ditiru-tiru dan dibuatbuat itu menjadi tingkah laku yang

stereotypis, dan jadi fiksasi yang melekat terusmenerus, serta terus berlangsung

walaupun badan sudah merasa sembuh.

Gangguan kepribadian histrionik ditandai oleh perilaku yang bermacam-

macam, dramatik, ekstovert pada orang yang meluap-luap dan emosional. Tetapi,

menyertai penampilan mereka yang flamboyan, seringkali terdapat

ketidakmampuan untuk mempertahankan hubungan yang mendalam dan

berlangsung lama. Orang dengan gangguan kepribadian hitrionik menunjukkan

perilaku mencari perhatian yang tinggi. Mereka cenderung memperbesar pikiran

dan perasaan mereka, membuat segalanya terdengar lebih penting dibandingkan

kenyataannya.Perilaku menggoda sering ditemukan baik pada pria maupun wanita.

Pada kenyataannya, orang histrionik mungkin memiliki disfungsi psikoseksual;

wanita mungkin anorgasmik dan pria cenderung mengalami impotent. Mereka

mungkin bahwa melakukan impuls seksual mereka untuk menentramkan diri

mereka bahwa mereka menarik bagi jenis kelamin yang lain. Kebutuhan mereka

akan ketentraman tidak ada habisnya. Tetapi, hubungan mereka cenderung dangkal

dan orang dapat gagal lagi tapi asyik dengan diri sendiri dan berubah-ubah.

Orang dengan gangguan kepribadian dependen, menempatkan kebutuhan

mereka sendiri dibawah kebutuhan orang lain. Meminta orang lain untuk

mengambil tanggung jawab untuk masalah besar dalam kehidupan mereka, tidak

memiliki kepercayaan diri dan mungkin mengalami rasa tidak nyaman yang kuat

jika sedang sendirian lebih dari suatu periode yang singkat. Gangguan ini lebih

20
sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering terjadi pada anak

yang lebih kecil jika dibandingkan yang lebih tua. Gangguan kepribadian dependen

ditandai oleh ketergantungan yang pervasif dan perilaku patuh. Orang dengan

gangguan ini tidak mampu untuk mengambil keputusan tanpa nasehat dan

pertimbangan yang banyak dari orang lain. Pesimisme, keraguan diri, pasivitas, dan

ketakutan untuk mengekspresikan perasaan seksual dan agresif menandai perilaku

gangguan kepribadian dependen.

 Diagnosis

DSM-IV-TR menambahkan sebagai contoh gangguan disosiatif yang tidak

tergolongkan, pasien dengan perubahan kesadaran tunggal atau episodic yang

terbatas pada lokasi atau budaya tertentu. Contoh tersebut menyatakan bahwa

gangguan transe atau disosiatif bukan merupakan bagian normal praktik religious

atau budaya kolektif yang diterima luas. DSM-IV-TR mencantumkan didalamnya

lampiran rangkaian criteria diagnostic DSM-IV-TR mengharuskan bahwa gejala

menimbulkan penderitaan yang bermakna atau hendaya dalam kemampuan pasien

untuk berfungsi.

kriteria diagnostic menurut DSM-IV

A. Salah satu (1) atau (2):

1. Trance, yaitu perubahan keadaan kesadaran atau hilangnya rasa identitas

pribadi yang biasanya terjadi secara sementara dan jelas tanpa penggantian

oleh identitas pengganti, disertai dengan sekurangnya satu dari berikut:

21
a. Penyempitan kesadaran tentang sekeliling, atau penyempitan dan

pemusatan perhatian selektif yang tidak biasanya terhadap stimuli

lingkungan.

b. Perilaku atau gerakan stereotipik yang dirasakan di luar kendali orang

tersebut.

2. Trance kesurupan (possession trance), suatu perubahan tunggal atau episodik

dalam keadaan kesadaran yang ditandai oleh penggantian rasa identitas

pribadi yang lain dengan identitas pribadi. Hal ini dipengaruhi oleh suatu

roh, kekuatan, dewa, atau orang lain, seperti yang dibuktikan oleh satu (atau

lebih) berikut ini:

a. Perilaku atau gerakan stereotipik dan ditentukan secara kultural yang

dirasakan sebagai pengendalian oleh makhluk lain yang memasuki

(possessing agent).

b. Amnesia penuh atau sebagian terhadap kejadian.

B. Keadaan trance atau trance kesurupan adalah tidak diterima sebagai bagian

normal dari praktek cultural atau religius kolektif.

C. Keadaan trance atau trance kesurupan menyebabkan penderitaan yang bermakna

secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting

lain.

D. Kedaan trance atau trance ‘kemasukan’ tidak hanya terjadi selama perjalanan

gangguan psikotik dan gangguan psikotik dan tidak disebabkan oleh efek

fisiologis langsung suatu zat atau keadaan medis.

22
BAB III

KESIMPULAN

1. Gangguan disosiatif atau gangguan konversi didefinisikan sebagai suatu gangguan yang

ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis (sebagai contohnya paralisis,

kebutaan, dan parastesia) yang tidak dapat dijelaskanoleh gangguan neurologis atau medis

yang diketahui.

2. Gangguan disosiatif terdapat beberapa klasfikasi berdasarkan DSM-IV yaitu amnesia

disosiatif, fugue disosiatif,gangguan identitas disosiatif, gangguan deporsonalisasi dan

gangguang disosiatif yang tidak tergolongka ( trance disosiatif)

3. Diagnosis gangguan disosiatif dapat ditegakkan dengan criteria diagnostik menurut DSM-

IV.

23
Daftar pustaka

1. Sadock, B.J. 2017. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta : EGC

2. Elvira, S.d., Hadisukanto,g. 2014. Buku Ajar Psikiatri Edisi kedua. Jakarta: FKUI.

3. Harsono, 2012. GAMBARAN TRANS DISOSIATIF PADA MAHASISWI. Journal of

Social and Industrial Psychology 1 (2) (2012). Diakses tanggal 21 maret. From:

file:///C:/Users/Hp/Downloads/2646-Article%20Text-5182-1-10-20131210.pdf

4. Hidajat, L.L. 2008. Understanding the Mass Trance Phenomenon in Indonesia: Between

Traditional Beliefs and Community Mental Health. Anima, Indonesian Psychological

Journal. 23/4: 333- 337. Diakses tanggal 21 maret 2019. From :

https://library.gunadarma.ac.id/journal/files/15808/understanding-the-mass-trance-

phenomenon-in-indonesia-between-traditional-beliefs-and-community-mental-health

24

Anda mungkin juga menyukai