Anda di halaman 1dari 19

SEMINAR FUGUE DISOSIATIF

ILMU KEDOKTERAN JIWA

Pembimbing:
dr. I Putu Eka Sukayasa, Sp.KJ

Penyusun :
Ngurah Bagus Raditya Sri Damar 20190420026
Nurfadini 20190420149
Nurrochmah Ihayani Istiqomah 20190420150
Paulus Erick Djuanda 20190420151
Puteri Nabila L.Z. 20190420152
Putri Aisyah Achmad A. 20190420153
Putri Diana Maulia Ulfa 20190420154
Andre Fernando Gunadi 20170420011

RSAL DR. RAMELAN SURABAYA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan disosiatif merupakan gangguan dengan sejumlah ciri


berupa gangguan akut atau bertahap dari kesadaran, persepsi, dan
ingatan yang tidak terkait dengan penyakit fisik atau disfungsi otak
organik, dan cukup parah untuk menyebabkan perburukan atau
penderitaan.1 Ada lima tipe gangguan disosiatif berdasarkan (Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorder) DSM-IV antara lain amnesia
disosiatif, fugue disosiatif, gangguan identitas disosiatif dan gangguan
depersonalisasi, dan gangguan disosiatif tidak terinci. 2,3
Secara umum, fugue adalah gangguan yang dikarakteristikkan
dengan amnesia terhadap identitas diri yang disertai dengan berpergian
secara tiba-tiba dan tidak terencana. 2 Fugue disosiatif merupakan kondisi
ketika seseorang yang mengalami amnesia disosiatif tiba-tiba melakukan
perjalanan yang jauh dari rumah atau tempat kerjanya tanpa
direncanakan.2,4,5
Data epidemiologi untuk semua gangguan disosiatif terbatas dan
fugue disosiatif sendiri jarang ditemukan. 3,7 Fugue disosiatif biasanya
disebabkan oleh peristiwa traumatik atau penuh tekanan. 2,5 Angka
prevalensi fugue dissosiatif menurut DSM-IV-TR pada populasi umum
sekitar 0,2 persen.4 Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada pasien
rawat inap psikiatri di Dayton, Ohio Wright Patterson Air Force Medical
Center pada tahun 1973, fugue disosiatif ditemukan di hanya 0,3% dari
prajurit dan keluarga perempuan yang ditinggalkan. Pada sebuah
penelitian lebih baru yang dilakukan di Winnipeg, Kanada, tidak ditemukan
kasus fugue disosiatif pada 502 anggota dari populasi umum.2 Fugue
disosiatif banyak dialami oleh oramg dewasa terutama pada tahun kedua
dekade ke empat.2
Pasien fugue disosiatif tidak dapat mengingat semua bagian dari
masa lalunya, dan saat bersamaan, mereka bingung tentang identitas dan

2
situasi yang sedang mereka hadapi. Pada beberapa kasus, penderita
fugue disosiatif menggunakan identitas baru ( utuh atau persial ) . 2,4
Biasanya, perjalanan yang ditempuh penderita fugue merupakan
perjalanan yang melampaui rute umum mereka sehari-hari. 6 Kemampuan
dasar dalam mengurus diri pada pasien fugue tetap ada, termasuk
melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang yang belum dikenal.
Selain itu, pasien dengan fugue disosiatif tidak menunjukkan
kelakuan patologis atau memperlihatkan adanya ingatan tertentu dari
kejadian yang traumatik, mereka biasanya tenang, biasa, bekerja dengan
pekerjaan sederhana, hidup sederhana, dan umumnya tidak melakukan
hal – hal yang dapat menarik perhatian ke arahnya. 4,5

3
BAB II
ISI

2.1 Defenisi
Fugue disosiatif merupakan kondisi ketika seseorang yang
mengalami amnesia disosiatif tiba-tiba melakukan perjalanan yang jauh
dari rumah atau tempat kerjanya tanpa direncanakan. Pada pasien fugue
terdapat ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting identitas
sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan) dan terkadang pasien fugue
mengadopsi sebagian atau lengkap identitas baru. Selain itu, ingatan
terhadap peristiwa traumatik terakhir atau keadaan yang penuh tekanan
juga hilang.5

2.2 Sejarah Fugue Disosiatif


Konsep gangguan konversi dan disosiasi masih dalam proses
evaluasi ulang, belum kokoh dan dulu termasuk ke dalam sejarah dari
histeria. Seperti fenomena-fenomena sebelumnya yang dikenal sebagai
histeria. Histeria yang merupakan gangguan neurosis yang
dikarakteristikkan dengan ketidakstabilan emosi, represi, disosiasi dan
beberapa gejala fisik. Ada dua tipe histeria yaitu histeria konversi yang
sekarang dikenal sebagai gangguan konversi dan histeria disosiatif atau
dikenal sebagai gangguan disosiatif.
Saat ini, gangguan konversi dan disosiasi muncul dalam kelompok
kejadian yang dapat dikarakteristikkan sebagai kondisi dengan dua
komponen yaitu tidak ada bukti mengenai adanya gangguan organik dan
gejala-gejala yang terhimpun dari pemikiran pasien terhadap bagian tubuh
dan disfungsi pikiran.6
Pada awal abad ke-18, diagnosis histeria telah jelas berupa
sejumlah ciri-ciri depresi dan kecemasan yang dapat dibedakan dari
6
diagnosis gangguan konversi dan disosiatif. Pada abad ke-19, dikenal

4
istilah gangguan magnetis diantaranya somnambulisme nokturnal dan
pada fase jaga, yaitu automatisme ambulatoris atau fugue. Pada kondisi
ini, seseorang melakukan aktivitas yang kompleks dan terkoordinasi tetapi
“terputus dari kontinuitas kesadaran”. Charcot membagi kasus ini
berdasarkan etiologis yaitu epileptik, traumatik dan histerikal.
Di Amerika Serikat, James menyebutkan adanya kasus fugue yang
disertai perubahan identitas pada seorang pastur keliling, Ansel Bourne.
Bourne menghilang dari rumahnya di Providence, Rhode Island, setelah
mengambil uang dari rekening banknya untuk membayar hutang. 2 bulan
berikutnya, dia “terbangun” menemukan dirinya di daerah Norristown,
Pennsylvania dimana dia hidup dengan nama A.J Brown dan bekerja
sebagai penjaga toko. Bourne, tidak memiliki memori ketika dia
menghilang dari rumah dan ketika kembali ke identitas awalnya.
Janet, mempelajari Fugue sebagai studinya dalam studi klasik dari
disosiasi dan histeria. Janet berhipotesis bahwa fugue berdasarkan
disosiasi dari kompleks fungsi mental yang terjadi pada amnesia dan
umumnya terorganisir diseputar emosi yang sangat kuat atau keadaan
yang menghubungkan banyak asosiasi disertai keinginan untuk lari.
Fugue disosiatif juga ditemukan oleh para psikiater pada masa
perang dunia I & II. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam studi kasus
oleh David Rappaport, Charles Fischer, Elisabeth Geleerd, Merton Gill,
dan Margaret Brenman yaitu fugue disosiatif pada warga sipil dan militer.

2.3 Epidemiologi
Data epidemiologi untuk semua gangguan disosiatif terbatas dan
fugue disosiatif sendiri jarang ditemukan. 3,7 Fugue disosiatif biasanya
disebabkan oleh peristiwa traumatik atau penuh tekanan sehingga
insidennya mungkin meningkat atau paling sering terjadi selama perang,
setelah bencana alam, dan krisis pribadi dengan konflik internal yang
2,5
berat. Angka prevalensi fugue dissosiatif menurut DSM-IV-TR pada
populasi umum sekitar 0,2 persen.4

5
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada pasien rawat inap
psikiatri di Dayton, Ohio Wright Patterson Air Force Medical Center pada
tahun 1973, fugue disosiatif ditemukan di hanya 0,3% dari prajurit dan
keluarga perempuan yang ditinggalkan. Pada sebuah penelitian lebih baru
yang dilakukan di Winnipeg, Kanada, tidak ditemukan kasus fugue
disosiatif pada 502 anggota dari populasi umum.2 Fugue disosiatif banyak
dialami oleh dewasa terutama pada tahun kedua dekade ke empat dan
distribusinya hampir sama antara laki-laki dan perempuan. 2

2.4 Etiologi
Teori Neurokognitif
Memori episodik adalah bentuk memori eksplisit yang melibatkan
penyimpanan peristiwa yang telah terakses pada alam sadar. Memori
episodik biasanya diceritakan dalam kata-kata, sebagai narasi. Jika cukup
signifikan, memori episodik menjadi bagian dari sejarah diri. Lobus medial
temporal, khususnya hippocampus, penting untuk pengkodean,
penyimpanan, dan pengambilan kembali memori episodik. Disosiasi dapat
mengganggu pengkodean, penyimpanan, atau pengambilan dalam bentuk
cerita kenangan episodik traumatis
Lokus coeruleus merupakan sumber penting dari serat
nonandregenik yang menuju ke korteks serebral, hipotalamus,
hippocampus, dan amygdala. Amygdala dan korteks orbitofrontal memilih
stimuli tertentu yang telah sangat dikuatkan sebelumnya. Amygdala
melanjutkan ke hippocampus (via korteks entorhinal), lalu ke korteks
asosiasi sensori, serta ke hipotalamus dan stem otak, mengkoordinasi
perlengkapan alarm pusat yang meninjau input sensori untuk rangsangan
bahwa hewan telah belajar untuk takut, dan menjadi waspada ketika
beberapa stimuli ditemukan.
Bukti menunjukkan bahwa serotonin bekerja post-sinaptikal di
amygdala untuk merangsang sintesis dari enkephalin, yang memodulasi
atau mengurangi efek yang berkaitan dengan pengalaman menakutkan

6
dan mungkin mengganggu dengan memadatkan atau menggabungkan
ingatan traumatis. Jika sistem alarm amygdaloid terbebani secara berat
dan rusak, hewan akan menjadi tidak mampu mengolah ketakutan yang
masih mentah. Dengan demikian, kapanpun ingatan pada trauma dirasa
dilingkungan, atau kapanpun pecahan dari ingatan traumatis episodik
mengancam untuk memunculkan kewaspadaan, alarm akan berbunyi dan
menunjukkan keadaan gagal aman, jalan terakhir untuk bertahan adalah
dengan disosiatif

Ingatan traumatis di simpan dalam dua sistem yaitu sistem ingatan


hippocampal episodik ekspisit dan sistem peringatan amygdaloid implisit.
Sistem amygdaloid dapat mengganggu penyimpanan dan pengambilan
ulang informasi melalui sistem hippocampal.
Penelitian pada binatang telah menunjukkan bahwa level tinggi
sirkulasi kortikosteroid pada stres juvenile berhubungan dengan
penurunan populasi reseptor glukokortikoid di hippocampus. Selanjutnya,
penelitian neuroimaging dari para veteran dengan gangguan stres pasca-
trauma yang kronik telah menunjukkan penyusutan nyata pada volume
hippocampal.

Pandangan Psikodinamika Fugue Disosiatif


Fugue disosisatif timbul sebagai bentuk mekanisme pertahanan
terhadap trauma psikologik. Mekanisme defensi merupakan cara
penanggulangan masalah yang digunakan ego untuk menyingkirkan
kecemasan yang terjadi. Secara umum, hal yang akan dilakukan individu
bila menghadapi masalah antara lain mengadakan perubahan terhadap
situasi yang dihadapi, menghindar dan menjauhkan diri dari situasi yang
dihadapi, dan berusaha belajar untuk hidup dengan ketidaknyamanan dan
ketidakpuasan.3

7
Gangguan disosiatif melibatkan penggunaan mekanisme
pertahanan represi yang tergolong patologik. Represi secara besar-
besaran yang menghasilkan terpisahnya impuls yang tidak dapat diterima
dan ingatan yang menyakitkan dari ingatan seseorang. 3 Pertahanan ini
juga berfungsi menunda penyelesaian masalah dan menempatkan trauma
pada pandangan di sisa hidup mereka.
Dalam amnesia dan fugue disosiatif, ego melindungi dirinya sendiri
dari kecemasan dengan mengeluarkan ingatan yang menggangu atau
dengan mendisosiasi impuls menakutkan yang bersifat agresif. Sebagian
besar pada keadaan disosiatif, gambaran kontradiksi mengenai diri yang
bertentangan satu sama lain, tersimpan di dalam kompartemen jiwa yang
terpisah.3
Berbagai stressor dan faktor pribadi menjadi predisposisi
seseorang untuk mengalami fugue disosiatif. Fugue disosiatif memiliki
faktor motivasi yang penting berupa keinginan menarik diri dari
pengalaman yang menyakitkan secara emosi. Pasien dengan gangguan
mood dan kepribadian tertentu (gangguan kepribadian ambang, histrionik,
dan skizoid) juga memiliki predisposisi mengalami fugue disosiatif.4,7
Faktor-faktor lain yang juga merupakan predisposisi seseorang
menderita fugue disosiatif antara lain faktor psikososial meliputi stresor
perkawinan, keuangan, pekerjaan dan stresor akibat perang.
Penyalahgunaan alkohol berat juga dapat menjadi predisposisi seseorang
untuk menderita fugue disosiatif, penyebab gangguan ini pada dasarnya
adalah masalah psikologis. Adapun ciri predisposisi terkait fugue disosiatif
lainnya, seperti depresi, upaya bunuh diri, gangguan organik (terutama
epilepsi), riwayat trauma kepala, dan riwayat penyalahgunaan zat. 4,7

2.5 Manisfestasi Klinis


Sama halnya dengan amnesia disosiatif, pada pasien fugue
disosiatif ditemukan amnesia yaitu ketidakmampuan mengingat kembali
informasi identitas personal namun individu masih dapat belajar sesuatu

8
yang baru. Pasien fugue disosiatif berkelana bertujuan, biasanya jauh
dari rumah, selama beberapa hari tiap kalinya, sangat jarang terjadi
2,5,6
hingga berbulan-bulan.
Selama berkelana pasien akan mengalami amnesia secara
menyeluruh terhadap kehidupan masa lalunya. Lupa akan idetitas, seperti
nama, keluarga dan tempat dia tinggal sebelumnya. Pada saat onset
fugue terjadi, pasien tidak akan menyadari dirinya terkena amnesia. Jika
pasien kembali ke dirinya sebelumnya, pasien dapat mengingat hal-hal
sebelum onset fugue terjadi, namun pasien tetap lupa pada apa yang
terjadi selama periode fuguenya.2,5
Pada awalnya, pasien dengan fugue disosiatif mungkin terlihat
normal sepenuhnya. Seiring berjalannya waktu, kebingungan mulai
tampak terlihat. Kebingungan ini mungkin hasil dari realisasi bahwa pasien
tidak mampu mengingat masa lalunya. Pasien kemudian menyadari ada
sesuatu yang salah tidak lama setelah mereka melarikan diri dalam
beberapa jam sampai beberapa hari. Pada beberapa kasus, pasien
mungkin menelepon ke rumah atau meminta bantuan polisi setelah
mengalami kesukaran saat menemukan diri mereka berada di tempat
yang tak dikenal dan dalam keadaan yang tidak dapat mereka jelaskan. 7
Pasien dengan fugue disosiatif tidak menunjukkan kelakuan
patologis atau memperlihatkan adanya ingatan tertentu dari kejadian yang
traumatik, mereka biasanya tenang, biasa, bekerja dengan pekerjaan
sederhana, hidup sederhana, dan umumnya tidak melakukan hal-hal
yang dapat menarik perhatian ke arahnya. 2,5

2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding untuk fugue disosiatif serupa dengan diagnosis
banding amnesia disosiatif, antara lain demensia, delirium, epilepsi parsial
kompleks, amnesia disosiatif, fugue organik, dan gangguan identitas
disosiatif. Perbedaan episode berpergian pada demensia dan delirium
dengan fugue disosiatif adalah berpergian pada demensia atau delirium

9
tidak bertujuan dan tidak ada perilaku kompleks dan adaptif secara
sosial.2,4
Epilepsi parsial komplek juga disertai dengan episode bepergian,
namun berbeda dengan fugue disosiatif yang biasanya mengambil
identitas baru serta dicetuskan oleh peristiwa traumatik, pada epilepsi
parsial komplek pasien tetap memakai indetitas sesungguhnya dan
episode tidak dicetuskan oleh stress psikologis, Selain itu pada pasien
epilepsi parsial komplek terdapat riwayat epilepsi. Pada amnesia disosiatif
terdapat kehilangan ingatan sebagai akibat stress psikologis, tapi tidak
disertai dengan episode berpergian maupun indetitas baru seperti yang
biasa terjadi pada fugue disosiatif.2,4
Keadaaan fugue organik disebabkan berbagai obat, termasuk obat
halusinogenik, steroid, barbiturat, phenotiazine, triazolam (Halcion), dan l-
asparaginase. Diagnosis hilang kesadaran karena akohol sering tertukar
dengan fugue disosiatif tetapi dapat dibedakan melalui anamnesis klinik
yang baik serta mengetahui konsentrasi akohol yang diminum, jika hal ini
terjadi saat intoksitasi akut. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa
fugue disosiatif dan hilangnya kesadaran akibat pengaruh alkohol dapat
terjadi bersamaan. Terdapat laporan bahwa triazolam dan alkohol
bersamaan meenimbulkan episode amnesia anterograd. 2,4
Diagnosis banding lain untuk fugue adalah gangguan indetitas
disosiatif. Fugue dan gangguan indetitas disosiatif memiliki kemiripan
karena terdapat periode amnesia dan adanya identitas lain. Identitas lain
pada pasien fugue biasanya tidak lengkap jika dibandingkan dengan
kepribadian-kepribadian sekunder yang terlihat pada gangguan identitas
disosiatif. Selain itu, pada fugue disosiatif identitas yang lama dan yang
baru tidak berganti-ganti, seperti yang terjadi pada gangguan identitas
disosiatif. Kesadaran akan identitas asli pada pasien gangguan identitas
disosiatif juga ditemukan, berbeda dengan pasien fugue yang benar-
benar melupakan identitas aslinya selama onset terjadi. 2,6

10
2.7 Diagnosis
Fugue disosiatif mengkombinasikan kegagalan integrasi aspek –
aspek ingatan personal; dengan hilangnya indetitas asli dan automatisme
kelakuan motorik. Disosiatif fugue berkaitan dengan satu atau lebih episod
dari berkelana secara tiba – tiba, tidak diperkirakan, perjalanan bertujuan
yang jauh dari rumah, diikuti dengan ketidakmampuan untuk mengingat
masa lalu dan kehilangan identitas serta pembentukkan identitas baru.
Banyak kasus fugue disosiatif sembuh secara spontan.10 Fugue disosiatif
dapat ditegakkan dengan beberapa cara, antara lain ditentukan menurut
kriteria diagnosis PPDGJ III dan DSM IV.

Kriteria diagnostik untuk fugue disosiatif bedasarkan PPDGJ III yaitu:1,9


1) Ciri –ciri amnesia disosiatif (f 44. 0)
- Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenai
kejadian penting yang baru terjadi (selective) yang bukan
disebabkan oleh gangguan mental organik dan terlalu luas untuk
dapat dijelaskan atas dasar kelupaan yang umum terjadi atau atas
dasar kelelahan.
- Diagnosis pasti amnesia disosiatif memerlukan:
 Amnesia, baik total atau parsial, mengenai kejadian yang
“stressful” atau traumatik yang baru terjadi( hal ini mungkin
hanya dapat dinyatakan bila ada saksi yang memberi informasi).
 Tidak ada gangguan mental organik, intoksikasi atau kelelahan
berlebihan (sindrom amnesik organik, F04, F1x.6)
- Yang paling sulit dibedakan adalah “amnesia buatan” yang
disebabkan oleh simulasi secara sadar (malingering). Untuk itu
penilaian secara rinci dan berulang mengenai kepribadian
premorbid dan motivasi diperlukan. Amnesia buatan (conscious
simulation of amnesia) biasanya berkaitan dengan problema yang
jelas mengenai keuangan, bahaya kematian dalam peperangan,
atau kemungkinan hukuman penjara atau hukuman mati.

11
2) Melakukan perjalanan tertentu melampaui hal yang umum
dilakukannya sehari-hari ; dan
3) Kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada (makan, mandi,
dsb) dan melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang –
orang yang belum dikenalnya (misalnya membeli karcis atau
bensin, menanyakan arah, memesan makanan).
Harus dibedakan dari “ postical fugue” yang terjadi setelah
serangan epilepsi lobus temporalis, biasanya dapat dibedakan
dengan cukup jelas atas dasar riwayat penyakitnya tidak adanya
problem atau kejadian yang “stressful” , dan kurang jelasnya tujuan
( fragmented ) berpergian serta kegiatan dari penderita epilepsi
tersebut

Kriteria diagnostik untuk fugue disosiatif bedasarkan DSM IV antara


lain:2,5
1) Gangguan yang predominan adalah terjadinya perjalanan mendadak
yang tidak diharapkan berupa meninggalkan rumah, tempat, pekerjaan
dan ia tidak mampu mengingat masa lalunya.
2) Kebingungan tentrang indetitas persoanal atau perkiraan dari indetitas
baru (sebagian atau utuh).
3) Gangguan tidak terjadi secara khusus selama perjalanan gangguan
indetitas dan tidak disebabkan efek fisiologis langsung dari
penggunaan zat (misalnya penyalahgunaan zat, pengobatan) atau
kondisi medik umum (misalnya epilepsi lobus temporalis).
4) Gejala menyebabkan distress yang bermakna atau hendaya dalam
bidang sosial, pekerjaan atau fungsi area yang penting.

Pemeriksaan penunjang :

tidak ada pemeriksaan penunjang spesifik untuk mengetahui adanya


fugue disosiatif, biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang
berupa :

12
1. EEG untuk menghilangkan kemungkinan kejang

2. MRI / CT scan untuk menghilangkan kemungkinan ada tumor otak

3. Tes Darah Lengkap dan urin untuk menghilangkan kemungkinan akibat


efek samping obat atau penggunaan zat terlarang 15

2.8 Terapi
Pengobatan fugue disosiatif serupa dengan pengobatan amnesia
disosiatif. Wawancara psikiatrik saja atau wawancara psikiatrik yang
diawali dengan pemberian obat, dan hipnosis mungkin dapat membantu
ahli terapi dan pasien dalam mengungkapkan stresor psikologis yang
mencetuskan timbulnya episode fugue. Wawancara psikiatrik yang
diawali dengan pemberian obat barbiturat kerja singkat, seperti thiopental
(pentothal) dan natrium amobarbital yang diberikan secara intravena,
serta benzodiazepine dapat membantu pasien dalam memulihkan ingatan
yang telah dilupakannya. 2,4,5
Psikoterapi diindikasikan untuk membantu pasien agar dapat
menerima stresor pencetus dan menyelesaikannya dengan cara yang
lebih sehat dan terintegrasi. Pengobatan pilihan untuk mengatasi fugue
disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika suportif-ekspresif. Teknik yang
telah digunakan secara luas adalah mencampurkan abreaksi trauma
masa lalu dan integrasi trauma secara terpadu agar pasien tidak
berfragmentasi dalam menghadapi trauma.2,4,5
Hipnoterapi secara spesifik digunakan sebagai intervensi untuk
gangguan disosiatif. Hipnosis dapat membantu dalam mengobati fugue
disosiatif dengan mengakses komonen lain yang tidak tersedia dari
memori dan identitas. Pendekatan yang digunakan adalah serupa dengan
amnesia disosiatif. Regresi usia hipnotis dapat digunakan sebagai
kerangka untuk mengakses informasi yang tersedia pada waktu
sebelumnya.9 Hipnosis terutama digunakan sebagai salah satu cara untuk
membuat pasien merasa tenang sehingga dapat mengingat kembali hal

13
yang telah mereka lupakan. Pasien akan ditempatkan dalam keadaan
somnolen atau mengantuk, inhibisi mental dihilangkan dan bahan
amnestik akan muncul ke dalam kesadaran sehingga dapat diingat
kembali. Ketika ingatan yang hilang telah diperoleh kembali, psikoterapi
umumnya disarankan untuk membantu pasien menyatukan kembali
kenangan mereka kedalam keadaan sadar mereka. 2,5 Setelah reorientasi
didirikan, identitas jelas ditemukan, dan kehilangan memori dari fugue
telah diselesaikan, penting untuk mengobati melalui masalah interpersonal
atau intrapsikis yang mendasari pertahanan disosiatif.10
Individu dengan disosiatif fugue dapat dibantu dengan pendekatan
psikoterapi yang sangat berguna dalam mengatasi stressor psikososial
saat ini, seperti konflik rumah tangga, dengan individu-individu yang
terlibat. Sehingga stres psikososial saat ini memicu fugue, resolusi stres
yang dapat membantu mengatasinya dan mengurangi kemungkinan
kekambuhan.10
Psikoterapi, dengan menekankan pada kekuatan dari kumpulan
terapi, telah digunakan lebih sering daripada penggunaan obat-obatan
untuk gangguan disosiatif.11 Dengan demikian, psikoterapi yang efektif
adalah antisipatif yaitu membantu individu untuk mengenali dan
memodifikasi kecenderungan mereka untuk menyisihkan perasaan
mereka sendiri demi orang lain.10 Psikoterapi individu dan tambahan terapi
anti ansietas dan anti depresan merupakan modalitas terapi yang paling
mendukung di Belanda.10
Secara umum, farmakoterapi pada dosis rendah dan jangka
pendek, diresepkan selama dibutuhkan untuk mengurangi gejala distres
akut. Penyulit lainya terjadi apabila pasien-pasien ini tidak patuh dan
sering bereaksi berlebihan terhadap efek farmakologi obat. Ringkasnya,
mereka bukan orang-orang yang sesuai untuk menerima pengobatan
psikofarmakoterapi dan jarang mendapat manfaat simtomatik. 11
Di masa lalu, terapi farmako yang difasilitasi saat wawancara
digunakan untuk mengembalikan ingatan amnesia disosiatif atau fugue

14
disosiatif. Namun, teknik tersebut sangat tidak efektif dan tidak
memberikan keuntungan lebih daripada hipnosis. Tak jarang setelah
penyuntikkan obat, muncul fenomena hipnotis spontan namun sebelum
efek farmakologi dirasakan, sedasi, depresi pernafasan, dan efek samping
lainnya muncul terlebih dahulu dan dapat mengganggu. Terapi farmako
juga menyebabkan ketergantungan dalam terapi. Sebaliknya, ketika
hipnosis digunakan, individu dilatih dengan teknik self-hypnotic sehingga
meningkatkan tingkat kontrol individu sekaligus penguasaan diri. 10
Reaksi trauma secara perlahan dan lembut merupakan indikasi
pada situasi dimana kejadian-kejadian traumatis akut menimbulkan fugue
disosiatif. Dokter harus berhati-hati untuk tidak memulai abreaksi hingga
penetapan gabungan terapi lainnya telah jelas didirikan. Selanjutnya,
abreaksi harus ditunda sementara jika kondisi pasien memburuk, misalnya
pasien menjadi depresi atau ingin bunuh diri.
Indikasi Rawat Inap
Pasien mengungkapkan tingkat kebutuhan mereka melalui interaksi
dengan orang lain, ketidaksesuaian tingkah laku tanpa penyesalan, atau
dengan mengungkapkan secara verbal tentang gejala mereka ketika
mereka menyadari gangguan yang mereka derita. Secara umum, rawat
inap ditunjukkan ketika pengobatan medis atau bedah diperlukan, ketika
diagnosis tidak jelas, ketika tidak ada alternatif aman yang tersedia untuk
tempat tinggal pasien, dan sebagai sarana untuk menghentikan
penyalahgunaan yang sedang berlangsung. Selain itu, rawat inap juga
diindikasikan ketika pasien mengalami kebingungan yang parah tentang
identitas dirinya atau amnesia kronis mengenai jumlah episode fugue.
Rawat Inap juga merupakan alat untuk menilai dan
mengadministrasi pelayanan sosial, pengobatan, perkembangan tingkah
laku, dan memastikan bahwa pasien bahwa pasien akan merespon
pengobatan dibawah pengawasan yang aman dari tenaga kesehatan
profesional .12

15
Kebanyakan pasien dengan gejala fugue disosiatif yang memiliki
kecenderungan untuk dibawa ke rumah sakit selama episode fuguenya
berlangsung, menerima perawatan akut di rumah sakit umum dan
departemen psikiatri.12

2.9 Prognosis
Fugue disosiatif biasanya berlangsung dalam waktu singkat dari
beberapa jam hingga beberapa hari dan jarang berlangsung selama
berbulan-bulan. Fugue disosiatif juga jarang menempuh perjalanan yang
sangat jauh hingga beribu-ribu mil. Biasanya, pemulihan fugue disosiatif
terjadi secara cepat, spontan, dan jarang terjadi kekambuhan. 2,5,4
Secara umum prognosis gangguan disosiatif baik bila gangguan
disosiatif bersifat akut sedangkan pada gejala-gejala yang terjadi cukup
lama prognosis cenderung buruk. 6

16
BAB III
KESIMPULAN

Fugue disosiatif merupakan gangguan disosiatif yang memiliki


semua gejala pada amnesia disosiatif disertai secara jelas bepergian jauh
dari rumah atau tempat kerja dan tidak dapat mengingat aspek penting
identitas sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan). pasien fugue disosiatif
ditemukan amnesia dan selama berkelana pasien akan mengalami
amnesia secara menyeluruh terhadap kehidupan masa lalunya.
Pada saat onset fugue terjadi, pasien tidak akan menyadari dirinya
terkena amnesia. Jika pasien kembali ke dirinya sebelumnya, pasien
dapat mengingat hal-hal sebelum onset fugue terjadi, namun pasien tetap
lupa pada apa yang terjadi selama periode fuguenya.
Kriteria Diagnostik Untuk Fugue Disosiatif Bedasarkan PPDGJ III
harus ada ciri-ciri amnesia disosiatif, melakukan perjalanan tertentu
melampaui hal yang umum dilakukannya sehari–hari, kemampuan
mengurus diri yang dasar tetap ada (makan, mandi, dsb) dan melakukan
interaksi sosial sederhana.
Terapi yang diberikan pada pasien fugue yaitu dengan wawancara
psikiatrik saja atau wawancara psikiatrik yang diawali dengan pemberian
obat, dan hipnosis. Pengobatan utama untuk fugue disosiatif adalah
psikoterapi berupa hipnosis.
Progonosis baik bila gangguan disosiatif bersifat akut sedangkan
pada gejala-gejala yang terjadi cukup lama prognosis cenderung buruk.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan R.I. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis


Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta. 1993
2. Kaplan HI, BJ Sadock, JA Grebb. Synopsis of Psychiatry.
Diterjemahkan oleh W Kusuma, IM Wiguna dengan judul Kaplan &
Sadock Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Binarupa Aksara. Jakarta. 2010, h.
116, 123-125.
3. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatra Selatan.
Gangguan Disosiatif (Konversi). Diunduh tanggal 25 Maret 2012 dari
(http://dinkes.banyuasinkab.go.id/index.php/artikel-kesehatan/212-
gangguan-disosiatif-konversi.html)
4. SW Noorhana. ”Gangguan Disosiatif” dalam Buku Ajar Psikiatri. SD
Elvira dan G Hadisukanto (Ed). Badan Penerbit UI: Jakarta. 2010, h.
288.
5. Sadock BJ, VA Sadock. Kaplan & Sadock’s Concise Text Book of
Clinical Psychiatry, 2nd Ed. Diterjemahkan oleh Profitasari dan TM Nisa
dengan judul Kaplan& Sadock Buku Ajar Psikiatri, Ed 2. EGC: Jakarta.
2004, h.288.
6. Merskey, Harold. Conversion and dissociation. New Oxford Textbook of
Psychiatry: by MG. Gelder, JJ. Lopez-Ibor, N Andreasen, JJ. Lopez-Idor
(Editor). Oxford University Press, 2003.p 143
7. Dissociative Fugue. Encyclopedia Of Mental Dissorder. Diunduh
tanggal 25 Maret 2012 dari (http://www.minddisorders.com/Del-
Fi/Dissociative-fugue.html).
8. Spiegel D, RJ Loewenstein, RL Ferna´ndez,Vsar, D Simeon, E
Vermetten, E Carden, PF Dell. Research Article Dissociative Disorders
In DSM-5. Depression And Anxiety 28 : 824–852 (2011). Maslim, Rusdi.
Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III,
halaman 84. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya. Jakarta.
2001
9. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
PPDGJ III, halaman 84. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya. Jakarta. 2001
10. Clinical guide to the diagnosis and treatment of mental disorders/edited
by Michael B. First, Allan Tasman. John Wiley & Sons. England. 2006.
p, 394.

18
11. Janicak PG, JM Davis, SH Preskorn, FJ Ayd, Jr. Principles and Practice
of Psychopharmacotherapy 3rd edition. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers.2001
12. Sharon, Idan. Dissocoative Fugue. Diunduh tanggal 25 Maret 2012 dari
(http://www.emedicine.medscape.com/article/294508-
overview#aw2aab6b3)
13. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry (2 Volume
Set)
by Benjamin J. Sadock (Editor),  Virginia A. Sadock (Editor)
Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 7th edition (January 15, 2000)
PHILIP M. COONS, M.D.
14. Dissociative Disorders: Introduction (LANGE: current diagnosis and
treatment in psychiatry, Michael H.ebert, Peter T.Loosen, Barry
Nurcombe, 2000)
15. https://www.webmd.com/mental-health/dissociative-fugue

19

Anda mungkin juga menyukai