Anda di halaman 1dari 7

Tumor ovarium merupakan salah satu tumor ginekologi yang paling sering tampak

pada wanita meskipun ada beberap tipe yang berbeda dari tumor ovarium tetapi
kanker epitel ovarium merupakan peringkat lima dari kanker yang dapat menjadi
penyebab kematian pada wanita.

Ada beberapa subtype yang berbeda dari kanker ovarium. Penelitian meninjukkan bahwa 90% dari
kanker ovarium memiliki asla dari epithelial dan sisanya melalui non epithelial. Di antara epithelial
kanker ovaroium, 3% mucinous dan sisanya tidak mucinous. Non mucinous dibagi lagi menjadi
serosa (70% non mucin), endometroid ( 10%), clear cell (10%) dan subtype unspesifik (5%).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, karsinoma serosa dibagi menjadi dua subtype: tingkat tinggi
dan tingkat rendah. Dibandinglkan dengan kanker epithelial, non epithelial kanker lebih tidak
invasive.

Penyakit ini sering disebut sebagai “silent killer” karena penyakit ini sering tidak
dapat dideteksi hingga menjadi tingkat lanjut. Kanker ovarium biasanya mengenai
wanita berumur 65 tahun atau yang tua lebih sering terkena daripada wanita muda,
penyakit ini tidak selalu menjadi keganasan, tetapi insidensi terjadinya keganasan
sebanyak 15% – 25% pada di beberapa tempat di dunia. Tumor ini memiliki sifat
yang berbeda-beda dan todak dapat dideteksi hingga menjadi ukuran besar. Tumor
ovarium dapat memiliki konsistensi yang kistik atau padat. Kebanyakan dari tumor
jinak adalah kistik tetapi 80% tumor ovarium yang padat merupakan keganasan.

Ada beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan penyebabnya. Tetapi tidak
ada dari factor resiko ini yang terbukti kecuali dari umur dan
paritasnya/melahirkannya.

Umur

Kanker ovarium merupakan penyakit yang berkaitan dengan umur dan terutama pada
postmenopause. Peningkatan insiden ini terjadi pada wanita di atas 65 tahun. Berdasarkan
penelitian sebelumnya umur median dari diagnosis ini yaitu 50-79 tahun. Tetapi para peneliti
menghubungkan dengan prognosis yang lebih baik pada umur yang lebih muda.

Faktor reproduksi

Faktor menstruasi

Menurut penelitian Tung dkk. mengatakan bahwa tumor non mucin sangat dipengaruhi oleh
periode menstruasi dan siklus ovulasi. Pada beberapa penelitian, peneliti mengatakan bahwa ada
hubungan dari insiden kanker ovarium dengan siklus ovulasi. Penemuan ini mendukung teori
“incessant ovulation”. Dari teori ini dikatan bahwa ovulasi yang terjadi tanpa adanya gangguan
dapat berkontribusi dalam insidensi terjadinya kanker ovarium dengan merusak epitel ovarium

Umur menarche dan menopause


Meski hasil dari banyak penelitian menunjukkan hubungan dari menarche yang memiliki onset dini
dan resiko terjadinya kanker ovarium, peneliti lain mngektakan umur menarche dan menopause
tidak memiliki efek pada kanker ovarium.

Paritas

Dari beberapa penelitian kehamilan dapat melindungi dari kanker ovarium.

Karakterisitik kehamilan

Jordan dkk. mngatakan bahwa pada saat preterm terjadi peningkatan resiko kanker ovarium.
Penemuan ini dikonfirmasi oleh penelitian yang dilakukan oleh Skold dkk. Hasil dari penelitian ini
jiuga menunjukkan bahwa melahirkan bayi laki-laki memiliki resiko dua kali lebih tinggi terjadinya
kanker ovarium mucinous. Mucci dkk. juga menambahkan bahwa melahirkan bayi dengan berat
rendah memberikan efek protektif pada ibu akan kanker ovarium, sedangkan Skold dkk. tidak
menyetujui hubungan ini.

Umur saat melahirkan

Hasil dari case control study yang dilakukan didapatkan bahwa umur yang tua saat melahirkan
menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium. Adami dkk. juga mengatakan bahwa setiap 5 tahun
kelahiran resiko dari kanker ovarium ini menurun hingga 10% pada kanker epitel, 0,92 pada kanker
stromal, 0,92 pada germ cell tumor, dan 0,93 pada borderline tumor.

FAKTOR GINEKOLOGI

PID

Hubungan inflamasi dan PID pada kanker ovarium masih konroversial. Ness dkk. mengatakan bahwa
adanya hubungan dari inflamasi terhadap kanker ovarium. Selain itu menurut Jia dkk. mengatakan
bahwa terjadi keadaan dengan inflamasi di ovarium dapat menyebabkan peningkatan pelepasan sel
kanker di jaringan sekitar ovarium. Juga, menurut mereka ovulasi berperan dalam meningkatkan
resiko kanker ovarium. Sebuah penelitian yang dilakukan Wong mengatakan bahwa infeksi chlamidia
trachomatis yang menyebabkan inflamasi dapat mempengaruhi perkembangan kanker ovarium,
namun Merritt dkk mengatakan bahwa tidak ada efek dari inflamasi terhadap kanker ovarium ini.

Endometriosis

Samson dkk. mengatakan bahwa ada hubungan endometriosis dengan kanker ovarium berdasarkan
perubahan keganasan pada endometriosis. Inflamasi dan PTEN, CTNNB1,KRAS, gen ARIDIA
mempengaruhi hubungan endometriosis dan kanker ovarium.Hasil dari penelitian kohort ini
menunjuukkan adanya peningkatan resiko adri kanker ovarium. Dibandingkan dengan tipe kanker
ovarium yang lain hubungan endometriosis dan kanker ovarium ini ditemukan lebih mengenai pada
umur muda dan stadium yang rendah, Namun berdasarkan steward dkk dikatakan bahwa
histerektomi dapat menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium. Meurut Erzen dan Kovacic
hubungan dari endometriosis dan kanker ovarium ini dipengaruhi oleh umur dari pasien sendiri.
Selain itu hiperestrogen juga merupakan factor resiko dari terjadinya kanker ovarium.

Kista ovarium
Berdasarkan penelitian kista ovarium dapat meningkatkan resiko tomor ovarium borderline dan
resiko ini meningkat pada wanita yang akan menjalani operasi. Sebagai tambahan kista ovarium ini
juga meningkatkan kejadian keganasan pada postmenopause.

Ligasi tuba

Melakukan ligase tuba dikatakan dapat menurunkan resiko kanker ovarium serosa sebanyak 19%,
kanker mucin invasive (32%), clear cell cancer ( 42%), dan kanker endometrioid ( 52%).

HORMONAL

Metode kontrasepsi

Banyak hasil penelitian mengatakan bahwa penggunaan kontrasepsi oral dapat menurunkan resiko
dari seluruh tipe histologi kanker ovarium. Sebagai contohnya di Kanada terdapat penurunan yang
signifikan dari kanker ovarium akibat penggunaan kontrasepsi oral. Sebanyak 0,89 pada tumot non
mucin dan 0,98 pada tumor mucin. Selain itu Royar dkk. mengatakan bahwa pil kontrasepsi dapat
menurunkan resiko sebanyak 7%., namun bukti dari efek protektif ini masih belum dapat dibuktikan
dalam beberapa penelitian.

HRT Hormon replacement therapy

Hasil penelitian dari case control menunjukkan bahwa terapi kombinasi dari estrogen dan
progesterone setelah menopause tidak meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium. Hempling
dkk. mengatakan bahwa efek dari terapi hormone postmenopause tidak memberikan efek apapun
namun menurut Rossing dkk. mengatakan bahwa pada penelitian case controlnya komponen yang
mengandung progesterone dari terapi kombinasi hormone mengurangi resiko dari kanker ovarium.
Sedangkan Merch dkk. Mengatakanbahwa terlpeas dari durasi pemakaian, formula, dosis estrogen,
tipe regimen, tipe progesterone, dan metode penggunaanya, terapi hormone dihubungkan dengan
peningkatan resiko kanker ovarium.

Pengobatan infertilitas

Terapi infertilitas, nulipara, dan Infertilitas merupakan salah satu faktor resiko dari kanker ovarium.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa terdapat peningkatan resiko dari kanker ovarium akibat
penggunaan clomiphene citrate dan gonadotropin. Hasil darni penelitian ini mengatakan adanya
peningkatan resiko setelah diberikan clomiphene citrate dan meningkat dengan dinaikkannya dosis
pada wanita nullipara. Berdasarkan penelitian menunjukkan adanya dengan penggunaan obat yang
menginduksi ovulasi khususnya hMG dapat meningkatkan resiko terjasinya tumor epitel ovarium.
Namun menurut penelitian dari Jensen dkk. mengatakan bahwa dengan penggunaan clomiphene
citrate maupun gonadotropin, Hcg, dan tidak meningkatkan resiko kanker ovarium.

FAKTOR GENETIK

Riwayat keluarga

Faktor resiko penting dari riwayat keluarga adalah kanker payudara atau kanker ovarium. Riwayat
dari kanker payudara berhubungan dengan peningkatan resiko kanker ovarium. Hasil dari penelitian
mengatakan bahwa resiko kanker ovarium meningkat dengan adanya riwayat kanker payudara,
uterus, dan ovarium dari ibu ataupun saudara perempuannya.

Mutasi BRCA

Lebih dari seperlima kanker ovarium diakibatkan karena mutasi dari gen penghambat tumor, dan 65-
85% yang memiliki tumor ovarium mempunyai gen BRCA. Meskipun resiko mutasi BRCA 1 dan BRCA
2 pada kanker ovarium hanya kurang dari 3% pada umur 40 tahun namun pada umur 50 tahun
resiko ini meningkat hingga 10%.

Sindroma lynch

Sindroma lynch adalah kanker autosom dominan yang berperan dalam 1-3% kanker kolorektal.
Lynch syndrome juga berperan terhadap 10-15% dari seluruh kasus kanker ovarium. Lynch terjadi
akibat mutasi herediter dari satu hingga empat gen yang gagal. (MHL1,MSH2, MSH6, dan PSM2).
Dan paling sing adalah MSH2 dan MLH1.

FAKTOR GAYA HIDUP

Diet dan nutrisi

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat korelasi positif antara konsumsi ikan dan resiko kanker
ovarium dan korelasi ini negative antara minum susu sehari- harinya. Hasil dari case control study
menunjukkan resiko kanker ovarium juga dihubungna dengan konsumsi kolestro yang tinggi dan
menurun dengan konsumsi sayuran, vitamin, beta carotene, dan vitamin B kompleks. McCann dkk.
mengatakan fungsi protektif dari fitoestrogen pada perkembangan kanker ovarium dan diet
berperan penting dalam mengurangi hormone yang berhubungan dengan kanker ovarium. Hasil dari
studi case control ini menunjukkan bahwa saturated fat dihubungkan dengan peningkatan resiko
dari tumor ovarium mucinous. Ong dkk. membuktikan bahwa meningkatanya konsentrasi vitamin D
di plasma dapat mengurangi resiko kanker. Pengurangan resiko ini juga ditunjukkan dengan
konsumsi kalsium dan laktosa.

AKtivitas fisik dan obesitas

Hasil penelitian mengatakan bahwa obesitas menurunkan tingkat keselamatan pada kanker ovarium
dan meningkatkan kematian akibat penyakit ini. Lemak sentral ini berhubungan dengan peningkatan
resiko dari kanker ovarium, menunjukkan perubahan androgen pada jaringan perifer. Rodriguez dkk.
mengatakan bahwa 36% peningkatan resiko dari kanker ovarium di antara orang yang obesitas yang
tidak pernah menggunakan terapi estrogen postmenopause, dan hal ini juga menunjukkan bahwa
obesitas dan tinggi meningkatkan mortalitas pada kanker ovarium. Anderson dkk. dari studi
kohortnya menyampaikan bahwa rasio pinggang dan pinggul berhubungan dengan resiko kanker
ovarium. Tetapu Kotsopoulos dkk. mengatakan tidak adanya hubungan dari tinggi,berat, dan lemak
pada prognosis kanker ovarium.

Alkohol, kafein, dan rokok


Beberapa penelitian tidak mempercayai bahwa alcohol dapat meningkatkan resiko kanker ovarium.
Namun Goodman dan Thug mengatakan bahwa hubungan alcohol dengan kanker ovarium
tergantung dari jenis alkoholnya. Schouten dkk. mengatakan bahwa minum alcohol dalam bentuk
wine, bird an liquour tidak berhubungan dengan resiko terjadinya kanker ovarium. Namun hasil dari
case control study mengatakan bahwa justru kopi dan kafein dapat meningkatkan resiko kanker
ovarium sebelum terjasinya menopause.

Meski banyak yang tidak percaya dengan merokok dapat meningkatkan resiko kanker
ovarium. Jordan dkk. mengatakan bahwa merokok selama 20 tahun setiap harinya meningkatkan
dua kali lipat munculnya tumor jinak mucinous, borderline tumor dan tumor ganas.Kim dkk
mengatakan bahwa merokok dapat meningkatkan resiko kematian pada seseorang dengan kanker
ovarium hingga 25%.

LAINNYA

Laktasi

Peneliti mengatakan adanya hubungan durasi menyusui dengan kanker ovarium. Hasilnya
menunjukkan bahwa menyusui menurunkan resiko kanker ovarium sebanyak 22% dan penurunan
resiko ini meningkat dengan semakin lamanya periode menyusui ini. Pada penelitian ini dikatakan
bahwa penurunan resiko ini berhubungan dengan endometrioid dan clear cell pada kanker ovarium.
Tung dkk. menyetujui pendapat ini yang mengatakan bahwa durasi laktasi menurunkan resiko tumor
non mucin. Namun tidak ada penjelasan efek protektif pada tumor mucin dari penelitian ini.

Status ekonomi

Status ekonomi merupakan salah satu cara melihat tingkat insidensi dan keselamatan kanker
ovarium. Akses dengan pelayanan kesehatan, merasakan gejal dengan cepat, gaya hidup, dan
penyakit penyerta menunjukkan hubungan antara status sosioekonomi dengan kanker ovarium.
Meskipun pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan dari tingkat edukasi dan resiko kanker
ovarium. Menurut penelitian Brewster,dkk. social status yang lebih rendah sering dihubungkan
dengan penyakit yang lebih parah.

Cara mengubah gaya hidup

Merokok dan meminum alcohol, mengkoreksi nutrisi, aktivitas fisik, juga check up teratur dapat
mempengaruhi insiden terjadinya tumor.

Penelitian Epidemiologi ini menunjukkan hubungan antara peningkatkan berat badandan


resiko terjadinya kanker ovarium. Pan dkk. Dalam studi cohortnya yang menginvestigasi hunungan
antara obesitas dan resiko terjadinya kanker ovarium. Dan berdasarkan hasil penelitiannya, Peneliti
membuktikan bahwa Terjadi peningkatan resiko dari kanker ovarium menunjukkan hasil RR = 1,95
pada wanita dengan BMI di atas 30. Pada penelitian yang dilakukan ini, Responden yang memiliki
BMI antara 30-34,9 punya resiko lebih tinggi 1,3 kali.

Merokok nerupakan salah satu factor yang paling menunjukkan perkembangan keganasan.
Efek karsinogenik dari rokok tembakau ditunjukkan pada 90% insidensi kanker paru, 80-90% kanker
oral. Faring, laring, esophagus, juga 30% kasus kanker bladder. Merokok meningkatkan resiko kanker
gaster (sekitar 50-60%), kanker pancreas (sekitar 3 kali lipat) dan kanker colorectal (50-70%).
Hubungan antara merokok dan terjadinya kanker lain, termasuk kanker serviks masih dilakukan
penelitian.

Telah dibuktikan bahwa nikotin dan substansi lain dari rokok mempengaruhi metabolism
dari hormon seks, fungsi dari tuba falopi, dan perfusi uterus. Racun dan efek mutageniknya pada
jaringan genitalia juga telah dibuktikan. Pada analisa yang saat ini dilakukan merokok justru
menurukan resiko terjadinya kanker ovarium.

Dapat diestimasikan bahwa sekitar 20-30% keganasan adalah kanker yang berhubungan
dengan diet, di mana factor nutrisi berperan penting dalam perkembangan penyakit. Kanker
payudara, colon, esofagus, gaster, dan pancreas ttermasuk dalam kelompok kanker ini. Faktor
predisposisinya termasuk konsumsi tinggi energy, lemak dan sodium, kekurangann dari serat, dan
kurangnya konsumsi dari kalsium dan vitamin.

Konsumsi dari gula atau tepung yang merupakan substansi dengan indeks glukosa yang
tinggi, sehingga dapat meningkatkan glukosa dalam darah secara cepat dengan mengeluarkan
insulin secara langsung, di mana menyebabkan glukosa menginfiltrasi masuk ke dalam sel. Lalu,
sekresi dari insulin diikuti dengan pelepasan dari IGF ( insulin like growth factor) sehingga
menstimulasi perkembangan sel. Rapid insulin dan sekresi dari IGF menyebabkan tidak hanya
perkembangan sel tumor namun juga menginfiltrasi menuju jaringan di sekitarnya.

Penggunaan yang tepat dan dosis yang tepat dari omega 3 acid dapat memberikan efek
protektif pada sistem kardiovaskular, menurunkan tekanan darah yang tinggi, dan memprevensi
obesitas dengan oogenesis. Lebih dari itu, Merka juga memiliki efek antidepresan dengan
penggunaan yang tepat pada membran sel saraf pada korteks serebral. Selain itu asam omega 3 juga
memiliki efek antiinflamasi dan anti alergi yang ditujukan untuk menghambat respon imun berlebih
dan inflamasi akibat infeksi bakteri dan virus. Asam omega 6 juga dapat dikonsumsi melalui
makanan. Namun konsumsi yang berlebihan dapat menyebabkan konsekuensi yang berbahaya bagi
organisme. Dengan adanya proses kimiawi zat ini dapat berubah menjadi asam arajidonat dalam
tubuh. Prostaglandin juga dapat terbentuk dari asam lemak yang tidak tersaturasi ini dan dapat
memiliki efek inflamasi.

Konsumsi dari ikan dipertimbangkan bahwa dapat mengurangi resiko terjadinya kanker
ovarium. Untuk mengevaluasi hubungan antara konsumsi ikan dan resiko dari kanker ovarium.
Kolohdooz dkk. Melakukan percobaan meta analisis dari 2 percobaan klinis cohort pada wanita di
Australia. Pada penelitian ini, resiko terjadinya kanker ovarium yaitu pada tingkat 0,76. Hubungan
yang sama didapatkan oleh penelitian yang dilakukan Jiang dkk.

Pada analisa yang dilakukan sekarang ini, wanita dengan kanker ovarium mengkonsumsi
rata-rata sebanyak 146 g ikan per harinya, sedangkan pada pasien yang terontrol mengkonsumsi 163
g. Waktu dilakukannya analisa rasio terjadinya kanker, dapat dilihat bahwa wanita yang
mengkonsumsi 100 g ikan per hari selama seminggu, memiliki resiko terjadinya kanker ovarium lebih
dari 1,5 kali lipat. Kemungkinan perbedaan dari penelitian dan literature ini disebabkan karena
adanya polusi pada lingkungan, sehingga mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi dari toxin
dan logam berat lainnya.
Komponen penting lainnya dari diet yang sehat untuk mencegah terjadinya keganasan,
selain mengurangi produk yang mengandung karbohidrat, juga mengkonsumsi produk yang
mengandung fermentasi dari laktat. Produk ini termasuk yogurt, buttermilk, keju, sauerkraut (kol
parut), sourdough, dan acar. Apabila sel kanker telah terdapat di tubuh, sel ini tidak diberikan
glukosa yang penting untuk fungsinya melainkan hanya diberikan asam laktat. Seperti yang kita
ketahui bahan ini tidak dapat di fermentasi ulang oleh sel tumor sehingga kekurangan nutrisi dan
tumor ini mati. Penelitian ini menunjukkan bahwa peserta yang mengaku mengkonsumsi produk
susu setiap harinya dapat mengurangi resiko. Penelitian yang dilakukan oleh Merrit dkk.
mengkonfirmasi hasil ini.

Diet yang kaya buah dan sayuran sudah tidak diragukan lagi dapat merupakan diet yang
sehat. Berdasarkan penelitian epidemiologi dapat disimpulkan bahwa sayur dan buah merupakan
sumber dari asam folat, yang berhubungan dengan biosintesis dari purin dan metilasi DNA.
Mengurangi konsumsi asam folat dapat menyebabkan ketidakseimbangan dari sintesis nukleotida
dan kerusakan DNA. Responden mengkonsumsi 100 g buah dan sayur dan mengurangi resiko dari
kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan Tang dkk. dan chultz dkk. telah mengkonfirmasi hasil ini.

Sayuran cruciferous termasuk dalam kelompok tanaman cruciferous atau genus Brassica.
Sayuran yang memiliki nutrisi penting di antaranya adalah: kubis putih, kubis merah, kubis Italia,
kubis Cina, brokoli, kol, brussel sprout, lobak, dan rape. Keuntungan menggunakan tanaman
cruciferous mengandung tingginya metabolit seperti glukosinolat. Dari uji pada hewan dan uji in
vitro dapat dilihat adanya degradasi produk dari glukosinolat yang menekan sel kanker dan
mengkontrol kematian sel dengan DNA yang rusak. Selebihnya, efek protektif dari degradasi enzim
hasil produk dari glukosinolat memiliki fungsi menetralkan enzim pada jaringan di traktus
gastrointestinal, terutama glutation transferase, yang meningkatkan komponen karsinogenik.

Penelitian preklinik menmbuktikan bahwa memakan bawang putih dan bawang merah
dapat mencegah kejadian kanker pada orang-orang. Bawang putih mengandung antifungal,
antibacterial, antiaterosklerotik, dan antitrombotik , juga menurunkan level gula darah dan
meregulasi tekanan darah. Bahan unik termasuk komponen organosulfur, flavonoid, oligosakarida,
dan arginine yang dapat memperlambat proses inflamasi yang meningkatkan resiko keganasan. Aliin,
methylanilin dan propylanilin merupakan precursor dari komponen organosulfur, termasuk alicin,
yang merupakan komponen yang dapat diambil dari bawang putih dan dapat menghambat
pertumbuhan dari sel kanker dan menghambat siklus sel. Zat ini mempengaruhi induksi dari
apopotosis sel atipikal dan menghambat angiogenesis, zat ini juga menunjukkan efek antioksidatif

Anda mungkin juga menyukai