Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

KAKI DIABETIK

Oleh :
ERICH YONALIANTO PANOTO
N 111 13 044

Pembimbing:
dr. ABDULLAH AMARIEE, Sp. PD, FINACIM

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD UNDATA -FAKULTAS KEDOKTERAN
DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU

2014

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Erich Yonalianto Panoto

NIM : N 111 13 044

Judul refarat : Kaki Diabetik

telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako

Palu, Oktober 2014

Pembimbing,

dr.Abdullah Amarie, Sp. PD

2
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang dinyatakandengan


adanya hiperglikemia kronik dan gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang berkaitan dengan perkembangan terjadinya kelainan,disfungsi dan kerusakan
beberapa organ khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (1)
Diabetes Melitus (DM) dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat
kurangnya insulin yaitu: (1)Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh,
mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah hingga 300-1.200 mg/dL;
(2)Peningkatan metabolism lemak, menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang
abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah sehingga timbul
gejala aterosklerosis; dan (3)Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.(2)
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi diabetes
melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Sedangkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh hasil bahwa proporsi penyebab kematian akibat
DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu
14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.(3)
Diabetes melitus memiliki berbagai macam komplikasi kronik dan yang paling
sering ditemui adalah kaki diabetik. Insiden ulkus diabetik setiap tahunnya adalah 2% di
antara semua pasien dengan diabetes dan 5 – 7,5% di antara pasien diabetes dengan
neuropati perifer. Meningkatnya prevalensi diabetes di dunia menyebabkan peningkatan
kasus amputasi kaki karena komplikasinya. Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satu
juta amputasi dilakukan pada penyandang diabetes setiap tahunnya, yang berarti setiap 30
detik ada kasus amputasi kaki karena diabetik di seluruh dunia. (4)
Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang
berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah.
Kakidiabetik, dapat bermanifestasikan sebagai ulkus, infeksi, gangren dan artropati
Charcot foot.

3
Hiperglikemia pada DM yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
berbagai komplikasi kronis yaitu neuropati perifer dan angiopati. Dengan adanya angiopati
perifer dan neuropati, trauma ringan dapat menimbulkan ulkus pada penderita DM. Ulkus
DM mudah terinfeksi karena respons kekebalan tubuh pada penderita DM biasanya
menurun. Ketidaktahuan pasien dan keluarga membuat ulkus bertambah parah dan menjadi
gangren yang terinfeksi. Di antara penderita kaki diabetik tersebut memerlukan tindakan
amputasi. Risiko amputasiterjadi bila ada faktor; neuropati perifer, deformitas tulang,
insufisiensi vaskular, riwayatulkus/amputasi dan gangguan patologi kuku berat. Neuropati
perifer mempunyai peranan yangsangat besar dalam terjadinya kaki diabetik akibat
hilangnya proteksi sensasi nyeri terutama dikaki. Lebih dari 80% kaki DM dilatarbelakangi
oleh neuropati.(5),(14)
Diabetes Melitus (DM) disertai kaki diabetik merupakan suatu penyakit metabolik
yang sangatsering dijumpai di Indonesia. Semakin hari angka kesakitannya semakin
meningkat karena perubahan gaya hidup dan peningkatan jumlah penduduk.Dengan referat
ini diharapkan dapat menambah pemahaman pembaca tentang Diabetes Melitus (DM) serta
dapat berguna bagi panduan untuk tatalaksana penyakit metabolik yang paling sering di
jumpai di masyarakat Indonesia.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus
1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolit dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya. (7)
Menurut PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) seseorang
dikatakan menderita DM bila memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dl dan pada
test sewaktu >200 mg/dl. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan
meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Sehingga menurut
definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa DM merupakan suatu penyakit kronis
yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan insulin. (6)
2. Epidemiologi
Menurut W`1orld Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi
global diabetesmelitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi
366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat.
Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada
tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi,
hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita
diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.(17)

3. Klasifikasi DM berdasarkan etiologi


Tabel Klasifikasi DM berdasarkan etiologi(2)

Tipe 1 Destruksi sel beta menjurus ke defisiensi insulin absolut


akibat autoimun atau bersifat idiopatik

5
Tipe 2 Akibat resistensi insulin relatif sampai yang dominan defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain - Defek genetik sel beta
- Defek genetik kerja insulin
- Penyakit eksokrin; pankreatitis,pankreatektomi, fibrosis
kistik, dan neoplasma
- Karena obat atau zat kimia ; pentamidin, vacor,
glukokortikoid, hormon tiroid, agonis beta adrenergik
- Infeksi ; rubella kongenital, CMV
- Sebab imunologi yang jarang ; sindrom “stiff man”,
antibodi anti reseptor insulin
- Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes melitus gestational

4. Patofisiologi

Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal


danresistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang
utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis
yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin
karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung
memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi
glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi
insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia
puasa dan diabetes yang nyata. (17)
Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes.

6
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes
tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi
pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia,
luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
5. Diagnosis Diabetes Melitus

Penegakkan diagnosis DM didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa


darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah secara enzimatik dengan
bahan darah plasma vena. Berbagai keluhan dapat ditemukkan pada penderita DM.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan bila terdapat keluhan klasik DM seperti
berikut ;(6)

 Keluhan klasik : poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, dan pruritus vulva pada wanita.

Kriteria diagnostik DM (6)

7
1. Gejala klasik + glukosa darah sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl ( puasa diartikan
pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8 jam), atau
3. Kadar glukosa darah plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO yang
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan bahan glukosa yang setara dengan
75 g glukosa yang dilarutkan dalam air.

Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% oleh ADA telah dimasukkan dalam kriteria diagnostik
DM. Pada pemeriksaan penyaring pada mereka dengan risiko DM tanpa gejala perlu
dilakukan. Pada TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)dapat ditegakkan bila setelah
pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199
mg/dl. Pada GDPT ( Glukosa Darah Puasa Terganggu) dapat ditegakkan setelah
pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan
TTGO gula darah 2 jam <140 mg/dl. (3)

8
Gambar 2.1 Penegekkan Diagnosis Diabetes Melitus (6)
6. Penatalaksanaaan DM
1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama
 Gejala yang timbul.
 Hasil pemeriksaan yang terdahulu meliputi glukosa darah, dan A1c
 Pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan, pengobatan yang
pernah diperoleh sebelumnya dan pengobatan yang sedang dijalani.
 Riwayat komplikasi akut dan riwayat infeksi sebelumnya.
 Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (6)

9
2. Pemeriksaan fisik
 Pengukuran IMT, tekanan darah, ABI (ankle brachial index).

 Pemeriksaan rongga mulut dan tiroid.


 Pemeriksaan jantung.
 Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah termasuk jari.
 Pemeriksaan neurologis (6)
3. Evaluasi laboratoris
 Pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial.
 A1c (dilakukan setiap 3-6 bulan).
 Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida).
 Kreatinin, ureum dan albumin.
 Keton, sedimen dan protein dalam urin.
 EKG dan foto thorax. (6)
7. Pilar penanganan DM
a. Edukasi
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komperhensif dan upaya peningkatan motivasi. Materi edukasi yang dapat
diberikan misalnya materi tentang DM, makna dan perlunya pengendalian dan
pemantauan DM secara berkelanjutan,penyulit DM dan risikonya, intervensi
farmakologis dan non-farmakologis, cara pemantauan glukosa darah mandiri,
interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik dan obat hipoglikemia oral atau
insulin. (6)
b. Terapi nutrisi medis
Terapi nutrisi medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Dimana setiap penyandang DM sebaiknya mendapatkan TNM sesuai
dengan kebutuhnnya. Berikut ini adalah komposisi makanan yang dianjurkan

10
i. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Makanan
terutama yang berserat tinggi. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan
asupan karbohidrat dalam sehari. (6)
ii. Lemak
Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total supan energi. Bahan makanan yang perlu
dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans
antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).(6)
iii. Protein
Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi. Pada pasien dengan
nefropati perlu penurunan asupan protein 0,8 g/kgBB perhari atau 10% dari
kebutuhan energi dan 65% hendaknyabernilai tinggi. (6)
iv. Natrium
Anjuran asupan natrium 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok
teh). DM disertai hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mggaram
dapur.(6)
v. Serat
(6)
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

c. Terapi Farmakologis
Berdasarkan cara kerjanya, OHO (obat hiperglikemia oral) dibagi menjadi 5
golongan (6)
1. Pemicu sekresi insulin; sulfonilurea dan glinid
2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin ; metformin dan tiazolidindion
3. Penghambat gluconeogenesis (metformin)
4. DPP-IV inhibitor

11
Tabel 2.2Perbandingan golongan OHO(6)

Golongan dan Dosis Efek


Generik /merek Mg/tab Frekuensi/hari
cara kerja harian samping
Biguanid Metformin 500- 250- 3 (sebelum/pada Dyspepsia,
Menekan 850 3000 saat/sesudah diare,
produksi makan) asidosis
glukosa hati laktat
dan menambah
sensifitas
terhadap insulin
Sulfonilurea Chlorpeneramide 100- 100-500 1 BB naik,
Meningkatkan 250 hipoglikemia
sekresi insulin Glibenclamide 2.5-5 2,5-15 1-2
Glipizid 5-10 5-20 1-2
Gliklazid 80 80-320 1-2
Glikuidon 30 30-120 1
Glimepiride 1,2,3,4 0.5-6 1
Penghambat Acarbose 50-100 10-300 3(suapan makan Flatus, tinja
glukosidase pertama) lembek
alfa
Menghambat
absorpsi
glukosa
Glinid Repaglinid 50-100 10-300 3 BB naik,
Meningkatkan Nateglinid 120 360 3 hipoglikemia
sekresi insulin
Tiozolidindion Rosiglitazon 4 4-8 1 Edema
Menambah Pioglitazon 15-30 15-45 1
sensitifitas

12
terhadap insulin
DPP IV Vildagliptin 50 100 Muntah
inhibitor
Menghambat
enzim DPP IV
GLP-1 agonist Exenatide Injeksi Muntah

Terapi insulin

Berdasarkan berbagai penelitian klinis, terbukti bahwa terapi insulin pada pasien
hiperglikemia memperbaiki keluaran klinis. Insulin selain dapat memperbaiki status
metabolik dengan cepat, terutama kadar glukosa darah, juga memiliki efek lain yang
bermanfaat, antara lain perbaikan inflamasi.(16)
Indikasi terapi insulin (16)
1. Penurunan berat badan yang cepat
2. Hiperglikemia yang berat disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetik
4. Hiperglikemia hyperosmolar non ketotik
5. Hiperglikemiadengan asidosis laktat
6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
7. Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, Infark miokard akut, stroke)
8. DM gestational
9. Gangguan dengan fungsi ginjal dan hati yang berat
10. Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO
11. Infeksi misalnya ulkus diabetik

Berdasarkan lama kerja insulin terbagi atas 4 jenis (6)

1. Insulin kerja cepat (rapid acting insuline)


2. Insulin kerja pendek (short acting insuline)
3. Insulin kerja menengah (intermediate acting insuline)

13
4. Insulin kerja panjang (long acting insuline).

Tabel 2.3 Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerja

Mula Masa
Puncak
Jenis Sediaan Insulin kerja kerja
(jam)
(jam) (jam)

Masa kerja Singkat(Shortacting/


Insulin), disebut juga insulin 1/2 1-4 6-8
Reguler
Masa kerja sedang 1-2 6-12 18-24
Masa kerja menengah ½ 4-15 18-24
Masa kerja panjang 4-6 14-20 24-36

Terapi kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,untuk


kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi. Terapi OHO dengan kombinasi
harus dipilih dua macam obat darikelompok yang mempunyai mekanisme kerja
berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan
kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.
Pada pasien yang disertai alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk
dipakai, dipilih terapi kombinasi dengan tiga OHO.(16)
Ada beberapa cara untuk memulai dan menyesuaikan dosisterapi insulin untuk
pasien DMT2. Jika kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (A1C > 6.5%)
dalam jangka waktu 3 bulan dengan 2 obat oral, maka sudah ada indikasi untuk
memulai terapi kombinasi obat antidiabetik oral dan insulin.Pada keadaan tertentu di
mana kendali glikemik amat buruk dan disertai kondisi katabolisme, seperti kadar
glukosa darah puasa > 250 mg/ dL,kadar glukosa darah acak menetap 300 mg/dl, A1C

14
>10% atau ditemukan ketonuria, maka terapi insulin dapat mulai diberikan bersamaan
dengan intervensi pola hidup. Selain itu, terapi insulin juga dapat dimulai dengan pasien
yang memiliki gejala DM yang nyata (polyuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat
badan). Kondisi-kondisi tersebut sering ditemukan pada pasien DMT1 atau DMT2
dengan defisiensi insulin yang berat. Apabila gejala hilang, obat antidiabetik oral dapat
ditambahkan dan penggunaan insulin dapat dihentikan.(16)

Gambar 2.2 Algoritma pengelolaan DM Tipe 2(16)


8. Komplikasi Diabetes Melitus
a. Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis Metabolit

15
Komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton (+) yang kuat.(6)
2) Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL.
Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu
dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering
disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Gejala hipoglikemia
terdiri dari gejala adrenergic (berdebar-debar, banyak keringat, gemetar, dan
rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah,kesadaran menurun
sampai koma).(6)
3) Hyperglikemia hyperosmolar non ketotik
Adalah suatu dekompensasi metabolit pada pasien diabetes tanpa disertai
asidosis. Gejalanya dehidrasi berat, tanpa hiperglikemia berat dan gangguan
neurologis. Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darahsangat tinggi
(600-1200 mg/dL), osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL),
plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.(6)
b. Komplikasi kronis
1) Mikroangiopati
a. Retinopati diabetikum disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina.
Faktor terjadinya retinopati diabetikum ; lamanya menderita diabetik, umur
penderita, kontrol gula darah, faktor sistematik (hipertensi kehamilan).(6),(19)
b. Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein
yang tinggi dalam urin yang disebabkan adanya kerusakan
glomerulus.(6),(19)
c. Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya refleks. Selain
itu juga biasa terjadi poliradikulopati diabetikum yang merupakan suatu
sindrom yang ditandai dengan gangguan pada satu atau lebih akar saraf dan
dapat disertai dengan kelemahan motorik, biasanya dalam waktu 6-12
bulan. (6),(19)

16
2) Makroangiopati
a. Pembuluh darah jantung
Penyakit jantung koroner dimana diawali dari berbagai bentuk dislipidemia,
hipertrigliseridemia dan penurunan HDL. Pada DM sendiri tidak
meningkatkan kadar LDL, namun sedikit kadar LDL pada DM tipe II
sangat bersifat athrogeni karena mudah mengalami glikalisasi dan oksidasi.
(6),(19)

b. Pembuluh darah tepi


Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya
terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa
gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama
muncul.(6)
c. Pembuluh darah otak misalnya stroke. (6)

B. Ulkus Kaki Diabetik


1. Definisi

Ulkus diabetik atau ulkus kaki diabetik merupakan komplikasi kronik yang
diakibatkan oleh penyakit Diabetes Melitus. Penggunaan istilah ulkus kaki diabetik
digunakan untuk kelainan kaki mulai dari ulkus sampai gangren yang terjadi pada
pasien diabetes akibat neuropati atau iskemik perifer atau keduanya.

2. Patofisiologi
1. Neuropati diabetik
Penyebab neuropati diabetik belum diketahui secara pasti, diduga berbagai
gangguan metabolisme dan oklusi vasavasorurn pada saraf memberikan perubahan
degenerasi akson disertai dimielinasasi dan gangguan remielinisasi.
a. Meningkatnya risiko terjadinya ulkus pada keadaan ini dapat disebabkan oleh
hilangnya sensibilitas yang memberikan perlindungan terhadap rasa nyeri,
tekanan dan suhu.

17
b. Neuropati motorik menyebabkan atropi dan kelemahan otot-otot intrinksik
(interosesus, lumbrikal) yang menyebabkan deformitas fleksi (claw toes)
sehingga terjadi peningkatan tekanan pada daerah metatarsal dan ujung jari kaki.
c. Neuropati otonom perifer menyebabkan produksi keringat berkurang, kulit
kering dan mudah pecah. Neuropati ini menyebabkan vasodilatasi perifer
sehingga menyebabkan peningkatan pintasan (shunt) arteri-arteri yang
menyebabkan perubahan perfusi tulang pada ekstremitas bawah, terjadi
peningkatan resorpsi tulang sehingga mudah terjadi fraktur neuropati.
d. Gangguan pada pembuluh darah
Atrerosklerosis pada penderita DM akan 2,3 kali lebih tinggi pada populasi
umumnya. Kelainan pembuluh darah jarang menjadi faktor pencetus ulkus tapi
dapat menghambat pemyembuhan luka.
e. Perubahan tekanan pada plantar kaki
Penyandang diabetes dengan neuropati mempunyai tekanan lebih tinggi pada
kaput metatarsal jari 1. Sedangkan pada orang sehat, tekanan yang tinggi paling
tinggi pada tumit. Hal ini disebabkan oleh perpindahan tekanan dari tumit ke
bagian depan kaki pada awal neuropati

18
Gambar 2.3 Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetik(14)

Faktor risiko ulkus diabetik pada penderita diabetes mellitus menurut Lipsky
(18)
(2004) terdiri atas;
a) Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1) Umur ≥ 60 tahun
2) Lama DM ≥ 10 tahun
b) Faktor risiko yang dapat diubah
1) Neuropati (sensorik, motorik dan perifer)
2) Obesitas
3) Hipertensi
4) Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) tidak terkontrol

19
5) Kadar gula darah tidak terkontrol
6) Insufisiensi vaskuler karena adanya aterosklerosis yang disebabkan oleh
- Kolesterol total tidak terkontrol
- Kolesterol HDL tidak terkontrol
- Trigliserida tidak terkontrol
7) Kebiasaan merokok
8) Ketidakpatuhan diet DM
9) Kurangnya aktivitas fisik
10) Pengobatan tidak teratur
11) Perawatan kaki tidak teratur penggunaan alas kaki tidak tepat

Tabel 2.4 Klasifikasi PEDIS International Consensus on the Diabetic Foot 2013(1)

Gangguan perfusi 1=tidak ada


2= penyakit arteri perifer tetapi tidak parah
3=iskemi parah pada kaki
Ukuran (extend) dalam mm 1=permukaan kaki, hanya sampai dermis
dan dalamnya (depth) 2=luka pada kaki sampai di bawah dermis meliputi fasia,
otot dan tendon
3=sudah mencapai tulang dan sendi
Infeksi 1=tidak ada gejala
2=hanya infeksi pada kulit dan jaringan
3=eritema lebih dari >2cm atau infeksi meliputi subkutan
tetapi tidak ada tanda inflamasi
4=infeksi dengan manefestasi demam, leukositosis,
hipotensi dan azotemia
Hilangnya sensasi 0=tidak ada
1=ada

Klasifikasi ulkus kaki diabetik menurutWagner, terdiri dari:(1)

a. Wagner 0: tidak ada luka terbuka, kulit utuh


b. Wagner 1: Tukak neuropatik/superfisial: telapak kaki, dikelilingi kalus, hiperemia

20
c. Wagner 2: Tukak superfisial dorsum dan lateral kaki; tukak neuroiskemik; meluas ke
subkutan, selulitis sekitarnya, gangren di pinggir dan tanpa disertai osteomyelitis.
d. Wagner 3: Tukak dalam (neuroiskemik) sampai ke tumit, osteomielitis
e. Wagner 4: Iskemia, gangren dua jari dan sebagian kaki depan, hiperemia dan meliputi
semua kematian jaringan.
f. Wagner 5: gangren yang membesar meliputi kematian semua jaringan kaki

Gambar 2.1 Klasifikasi Wagner

3. Penegakkan Diagnosis kaki diabetik


1. Anamnesis (6)
a. Anamnesis umum
- Lama menderita DM
- Kontrol glukosa darah
- Gejala komplikasi jantung, ginjal, dan penglihatan
- Adanya penyakit penyerta lainnya
- Status gizi
- Riwayat merokok, minum alcohol, konsumsi obat-obatan tertentu
- Riwayat alergi
- Pengobatan saat ini

21
- Riwayat pembedahan dan perawatan di rumah sakit sebelumnya
b. Anamnesis terarah
- Aktivitas sehari-hari
- Pemakaian sepatu
- Riwayat pajanan bahan kimia
- Riwayat infeksi atau pembedahan pada kaki
- Gejala-gejala neuropati
c. Anamesis riwayat luka
- Lokasi luka
- Lamanya timbul luka
- Riwayat trauma sebelumnya
- Kekambuhan
- Ada tidaknya infeksi
- Perhatian keluarga (orang terdekat di rumah) terhadap luka
- Adanya edema, uni atau bilateral
2. Pemeriksaan fisik (6)
a. Pemeriksaan vascular
 Palpasi pulsasi arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior
 Perubahan warna kulit
 Adanya edema
 Perubahan suhu
 Kelainan lokal di ekstremitas : kelainan pertumbuhan kaki, rambut dan atrofi
kulit
b. Pemeriksaan neuropati
Neurpati perifer berhubungan dengan neurosensorik, motorik atau atonom.
Tanda klasik neuropati motorik adalah ditemukkanya longitudinal kaki yang
meninggi sehinggakepala metatarsal menjadi menonjol dan mengalami
penekanan yang berlebihan. Neuropati otonom yang khas adalah kulit kering
disertai fisura dan distensi vena di daerah punggung kaki atau pergelangan.

22
Terdapat sistem skoring neuropati untuk mendeteksi dini yaitu Modified
Diabetik Examination yaitu
a. Pemeriksaan kekuatan otot (otot Gastroknemius dan Otot Tibialis anterior)
b. Pemeriksaan refleks patella dan Achilles
c. Pemeriksaan sensorik pada ibu jari kaki (sensasi terhadap tusukan jarum,
sensasi perabaan, sensasi vibrasi dan sensasi terhadap gerak posisi)
Nilai Skor berdasarkan Medical Research
0 : normal
1 : defisit ringan-sedang ( kekuatan otot 3-4, penurunan refleks fisiologi, penurunan
sensibilitas
2 : defisit berat (kekuatanotot 0-2, tidak ada refleks fisiologis dan tidak ada
sensibilitas)
Skor Maksimal : 16
Skor
≤5 : tidak ada neuropati
6-8 : neuropati ringan
9-11 : neuropati sedang
≥12 : neuropati berat
Menuurut Waspadji, pengelolaan kaki diabetik dapat dibagi menjadi 2

kelompok, yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus

(pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar

tidak terjadi kecatatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan

ulkus/gangren diabetik yang sudah terjadi).(2)

a. Pencegahan Primer

Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetik sangat penting untuk pencegahan

kaki diabetik, dilaksanakan pada setiap kesempatan pertemuan dengan

penyandang DM. Menurut Fryberg keadaan kaki penyandang diabetes

23
digolongkan berdasarkan risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah yang

akan timbul, yaitu: 1) sensasi normal tanpa deformitas; 2) sensasi normal

dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi; 3) Intesitivitas tanpa deformitas;

4)iskemia tanpa deformitas, 5) Kombinasi/complicated: (a) kombinasi

intensivitas, iskemia dan atau deformitas, (b) riwayat adanya tukak, deformitas

Charcot.(2)

Penyuluhan diperlukan terutama untuk semua kategori risiko tersebut:

untuk kaki yang kurang merasa/insensif (kategori 3 dan 5), alas kaki yang perlu

di perhatikan khusus mengenai sepatu/alas kaki yang dipakai, untuk meratakan

penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kategori 4 (permasalahan vaskular),

latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki, dan

untuk kategori complicated semua usaha perlu diusahakan untuk mencoba

menyelamatkan kaki, usaha ini termasuk pencegahan sekunder.(2)

b. Pencegahan Sekunder

(1) Kontrol Metabolik

Konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin,

untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat

menghambat penyembuhan luka. Nutrisi yang baik membantu penyembuhan

luka. Albumin, serum, konsentrasi Hb dan derajat oksigenasi jaringan juga

harus diperhatikan dan diperbaiki, begitu juga untuk fungsi ginjalnya agar

tidak menghambat kesembuhan luka.(2)

24
(2) Kontrol Vaskular

Kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui cara sederhana

seperti: warna dan suhu kulit, perabaan pembuluh darah kaki, dan

pengukuran tekanan darah dan beberapa cara lain yang lain, yang lebih

mutakhir seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle preassure, toe

pressure, TcPO2, dan pemeriksaan arteriografi. Setelah dilakukan diagnosis

vaskular, dilakukan pengelolaan untuk pemeriksaan arteriografi. Setelah

dilakukan diagnosis vaskular, dilakukan pengelolaan untuk kelainan

pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu:

i. Modifikasi Faktor Risiko

Berhenti merokok, memperbaiki berbagai faktor risiko terkait

aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia), dan walking

program, merupakan usaha yang dominan oleh jajaran rehabilitasi

medik.

ii. Terapi Farmakologis

Untuk mengatasi infeksi pada ulkus diabetik digunakan antibiotik,


namun penggunaan antibiotik untuk mengobati infeksi diberikan setelah
dilakukan kultur antibiotik. Berikut ini tabel yang menjelaskan
penggunaan antibiotik secara empirik

25
Tabel 2.5 Pemilihan antibiotik untuk kaki diabetik(9)
Kasus Pilihan obat Alternatif
Ringan sampai sedang, Dicloxacillin Cephalexin ;
selulitis lokal (rawat (Pathocil) amoxicillin/clavulanate potassium
jalan) ; oral clindamycin
Selulitis Sedang sampai Nafcillin atau Cefazolin (Ancef);
berat (rawat inap) oxacillin ampicillin/sulbactam (Unasyn);
clindamycin IV; vancomycin
Selulitis Sedang sampai Ampicillin/sulbactam Ticarcillin/clavulanate ;
berat dengan iskemia clindamycin ditambah
atau nekrosis lokal ciprofloxacin; ceftazidime atau
cefepime atau cefotaxime atau
ceftriaxone ditambah
metronidazole ; cefazolin (untuk
Staphylococcus aureus); nafcillin
Infeksi yang mengancam Ticarcillin/clavulanate Clindamycin ditambah
ekstremitas dengan atau tanpa ciprofloxacin atau tobramycin ;
aminoglikosida clindamycin ditambah ceftazidime
atau cefepime atau cefotaxime
atau ceftriaxone;
imipenem/cilastin
atau meropenem ; vancomycin
ditambah aztreonam
Ditambah metronidazole;
vancomycin ditambah cefepime;
ceftazidime ditambah
metronidazole

4. Manajemen ulkus kaki


Manajemen ulkus kaki diabetik menurut Cahyono (2007), yaitu:
1. Debridemen

Debridemen dapat didefinisikan sebagaiupaya pembersihkan benda asing


dan jaringan nekrotik padaluka. Luka tidak akan sembuh apabila masih
didapatkan jaringannekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang
memungkinkankuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka
harusdiirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan
dressing (kompres).Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen,
yaitudebridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridemen bedah.

26
Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasiluka cairan fisiologis,
ultrasonik laser, dan sebagainya, dalamrangka untuk membersihkan jaringan
nekrotik. Debridemensecara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim
eksogensecara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akanmenghancurkan
residu protein. Contohnya, kolagenasiakan melisiskan kolagen dan elastin.
Beberapa jenis debridemenyang sering dipakai adalah papin, DNAse dan
fibrinolisin.

Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan


efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk (1) mengevakuasi bakteri
kontaminasi, (2) mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan, (3) menghilangkan jaringan kalus, (4) mengurangi risiko infeksi
lokal.

2. Mengurangi beban tekanan (off loading)

Pada penderita DM yang mengalami neuropatipermukaan plantar kaki


mudah mengalami luka atau lukamenjadi sulit sembuh akibat tekanan beban
tubuh maupuniritasi kronis sepatu yang digunakan.Salah satu hal yang
sangat penting namun sampai kini tidakmendapatkan perhatian dalam
perawatan kaki diabetik adalahmengurangi atau menghilangkan beban pada
kaki (off loading).Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat
mempercepat kesembuhan ulkus.
Metode off loading yangsering digunakan adalah: mengurangi kecepatan
saat berjalankaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast
walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory.Totalcontact cast
merupakan metode off loading yang palingefektif dibandingkan metode
yang lain. Berdasarkan penelitianAmstrong (2007), TCC dapat mengurangi
tekanan pada luka secarasignifikan dan memberikian kesembuhan antara
73%-100%.
3. Perawatan luka

27
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healingatau
menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akanmenjadi cepat sembuh
apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab,
luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan
permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen
penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah
bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat
meminimalisasi trauma dan risiko operasi.

5. Pencegahan ulkus diabetik


Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut adalah(12):
1. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium
lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun
menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.
2. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
3. Menghentikan kebiasaan merokok.
4. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :
- Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.
- Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku
dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan
hati-hati terutama diantara jari-jari kaki.
- Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-
retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki
(contoh: krem sorbolene).
- Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering
dan retak-retak.
- Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki
secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah
dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut.

28
- Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh
podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bisa
tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan menggunakan
penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh
podiatrist.
- Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula, luka
dan lecet.
- Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.
5. Penggunaan alas kaki tepat, dengan cara:
- Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
- Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman
dipakai.
- Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau ada batu
dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap
kulit.
- Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki)
dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.
- Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.
- Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.
- Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan sintetis,
karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.
- Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.
6. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan termis,
yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.
7. Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya adrenalin,
nikotin.
8. Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap kontrol
walaupun ulkus diabetik sudah sembuh.

29
KASUS

Nama : Tn. N
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Pasang Kayu
Pendidikan terakhir : SMP
Agama :hindu
Tanggal pemeriksaan : 12 april 2014
Ruangan : Seroja (RSUD UNDATA )

ANAMNESIS
 Keluhan Utama : Luka pada kaki kiri
 Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien laki-laki masuk dengan keluhan luka akibat tusukan sendal jepit kayu di
kaki jempol sebelah kiri. Luka di kaki dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Ketika
masuk RS pasien telah mendapatkan perawatan di puskemas sebelumnya. Setelah
timbul luka, pasien merasakan demam naik turun disertai mengigil. Pasien sering
merasakan lemas sebelumnya. Pasien mengeluhkan sebelum timbulnya luka pasien
sering kencing, haus dan lapar. Pasien diketahui memiliki riwayat DM tidak terkontrol
sejak 3 tahun yang lalu dan pernah mengalami luka yang sama di kaki kiri, namun telah
sembuh.
Ketika di RS pasien mengeluhkan sering cegukan sehingga timbul sesak napas,
batuk, dan mual. BAB dan BAK pasien biasa.
 Riwayat Penyakit sebelumnya
Riwayat Hipertensi, penyakit jantung dan penyakit ginjal tidak diketahui
 Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita DM dan penyakit jantung

30
PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum

SP: sakit sedang /composmentis/ gizi kurang


BB: 46 kg TB : 168 cm IMT : 16 kg/m2

Vital sign
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Nadi : 90 x/mnt
Pernapasan : 16 x/mnt
Suhu : 39 0C

Kepala
Wajah : kulit sawo matang, sesuai usia dan tampak pucat
Mata
- Konjugtiva : anemia -/-
- Sklera : ikterik -/-
- Pupil : isokor, 3 mm/, bentuk bulat
Mulut : bibir kering, gusi lengkap, karies (+), mukosa normal, lidah tampak kotor, faring
normal

Leher
Kelenjar Getah bening : pembesaran (-)
Tiroid ; Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
JVP : R5 + 2 cm H20
Massa Lain : (-)

Paru-paru
Inspeksi : ekspansi dada simetris kanan dan kiri, cicatriks (-), massa tumor (-)
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-), vokal fremitus normal , massa tumor (-)

31
Perkusi : batas paru-hepar pada SIC VI , bunyi sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Thorax anterior : vesikuler di semua lapang paru
Thorax Posterior : vesikuler di semua lapang paru
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi :
batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
batas kanan : ICS V parasternalis dextra
batas kiri : ICS V midclavicular sinistra
Auskultasi : bunji jantung I / II murni reguler , murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : warna kulit normal , bentuk perut datar, cicatriks (-), massa tumor (-)
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal, bising aorta abdominalis tidak terdengar
Perkusi : timpani di 4 kuadran , asites (-)
Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal kanan dan kiri tidak teraba, nyeri
tekan (-)

Ekstremitas
1. Atas
 Kulit: warna normal, kelembaban normal, edema (-), akral hangat, fungsi sensorik
normal
 Otot: bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5
 Sendi: luas pergerakan normal, nyeri tekan (-)
2. Bawah
 Kulit:
Kulit kering, akral hangat, warna kulit normal, edema (-), ditemukan ulkus di
hallux sinistra, diameter ulkus ± 8 cm, kedalaman ± 0,5 cm, bentuk ulkus bulat,

32
eritema di sekitar ulkus > 2 cm, pus (+), jaringan nekrotik (+), fungsi sensorik
hipestesi (+) kaki kanan dan kiri.
 Otot: bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5,
 Sendi: luas pergerakan normal pada kaki kanan dan terbatas pada kaki kiri, nyeri
tekan (-)
 Vaskular: pulsasi arteri dorsalis pedis/tibialis posterior teraba, reguler, isi nadi
pulsus parvus di kaki kanan.

Pemeriksaan khusus:

Pemeriksaan Ankle-Brachial Index (ABI):


 Kiri = 90/110 = 0,81
 Kanan = 90/100 = 0,90

RESUME

Pasien laki-laki masuk dengan keluhan luka akibat tusukan sendal jepit kayu di
hallux sinistra. Febris (+), malaise (+). Polidipsi (+), polifagi (+) dan polyuria (+). Ketika di
RS pasien mengeluhkan sering cegukan sehinggatimbuldyspneu, cough, dan vomitus. BAB
dan BAK pasien biasa. Pemeriksaan Fisik : wajah tampak anemia edema (+) dan ulkus
pada hallux sinistra.

Laboratorium 8 Mei 2014


Parameter Lab Hasil Ranges
Darah Rutin WBC : 22.15x103 5-10 /ul
RBC : 3.11x106 3.6-6.5/ul
PLT : 573x103 150-450/ul
HGB: 9.6 g/dl 12-18 g/dl
Glukosa darah sewaktu (GDS) 388 mg/dl 70-200 mg/dl
Ureum 77 mg/dl 8-53 mg/dl
Kreatinin 1.5 mg/dl 0.6-1.2 mg/dl

33
Diagnosis :
1. Ulkus diabetik pedis sinistra grade I e.c DM Tipe II DD selulitis, Burger’s disease
2. Hipertensi Grade IIDD Hipertensy Heart Disease
3. Sup Nefropati Diabetik DD Sindroma Nefrotik, Chronic Renal Failure
Pengobatan
Non medikamentosa
1. Istirahat (bed rest)
2. Edukasi meliputi pemahaman tentang kaki diabetik, perlunya pengendalian dan
pemantauan kadar glukosa darah dan kolesterol, perawatan kaki diabetik,
penggunaan alas kaki yang tepat, olahraga teratur, menghindari rokok dan trauma
berulang, pemahaman tentang hipoglikemia, memeriksakan diri secara teratur ke
dokter.
3. Perencanaan makan
Jumlah kalori total per hari adalah 1200 kalori perhari.

Medikamentosa
 IVFD RL 20 tpm
 Perawatan luka dengan metode moist wound healing
 Injeksi Ceftriaxone 2 gr/24 jam
 Infus Paracetamol 500 mg/8jam
 Infus metronidazole 500 mg/ 8 jam
 Injeksi ranitidine 1 amp/12 jam
 Novorapid 5-5-5
 Levemir 0-0-10

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Chadwick P., Michael. Mccardel J., Amstrong D., 2013. Best Practice Guidlince :
Wound Management in Diabetik Foot Ulcer . Wound internasional, London. Pp 7-
10.
2. Soegondo S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. pp 1860-1863.

3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes


Melitus di Indonesia Mencapai 213 Juta Orang. Diakses pada tanggal 5 JUni 2014,
sumber: http://tinyurl.com/lcyjjq6

4. Lesmana, Rika. 2010.Ulkus Diabetikum. Medika Jurnal Kedokteran Indonesia.


Diakses pada tanggal 5 Juni 2014, sumber: http://tinyurl.com/k4tq4yk

5. Decroli E, Jazil K, Asman M, Syafril S, 2008.Profil Ulkus Diabetik pada


Penderita Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Majalah Kedokteran Indonesia, Vol: 58. Diakses pada tanggal 5 Juni 2014 ,
sumber:http://tinyurl.com/muyy6by

6. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus Pengelolaan dan


Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Perkeni. Jakarta. Pp 6-25

7. ADA, 2013. Diagnosis and Clasification Diabetes Melitus.American Diabetes


Association. Volume 36. Diakses 5 Juni 2014. Sumber : care.diabetesjournals.org

8. Peekumpulan Endrokrinologi, 2011. Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien


Diabetes Melitus. Perkeni. Jakarta; 6-12.

9. Frykberg R.G., 2006. Diabetik Foot Ulcer ; pathogenesis and Management.


Volume 6. American Family Physician. De miones University. Lowa

10. Lipsky, B., Berendt, A., Deery, H., et al. 2004. Diagnosis and treatment of diabetik
foot infections. Clin Infect Dis; 39:885-910

35
11. Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam
rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang. p.15-30.

12. Ansari, M., Shukla, V., 2005. Foot infections. Lower Extremity Wounds; 4(2):74-
87.

13. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC. Jakarta

14. Unang. 2002. Refarat Ulkus Diabetik dan Burger’s Disease. Badan Penerbit
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.p. 18-21

15. Reynold, F., 2007. The Diabetik Food, ABC of Diabetik Accessed 9 Juli 2014.
Available from <http:/www. Japmoanline.org/search.dtl>.

16. Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia, 2009. Pedoman Penatalaksanaan Kaki


Diabetik. Perkeni. Jakarta

17. A.Dewi, Erni, Nisma, 2009. Refarat Diabetes Melitus Tipe II. Bagian Penyakit
Dalam RSUP Jamil Padang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Padang

18. Lipsky, B., Berendt, A., Deery, H., et al. 2004. Diagnosis and treatment of diabetic
foot infections. Clin Infect Dis; 39:885-910

19. Anonim, 2006. Diabetes Melitus Tipe II. Universitas Sumatera Utara. Accessed 9
Juli 2014.

36

Anda mungkin juga menyukai