KAKI DIABETIK
Oleh :
ERICH YONALIANTO PANOTO
N 111 13 044
Pembimbing:
dr. ABDULLAH AMARIEE, Sp. PD, FINACIM
2014
1
LEMBAR PENGESAHAN
telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako
Pembimbing,
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Hiperglikemia pada DM yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
berbagai komplikasi kronis yaitu neuropati perifer dan angiopati. Dengan adanya angiopati
perifer dan neuropati, trauma ringan dapat menimbulkan ulkus pada penderita DM. Ulkus
DM mudah terinfeksi karena respons kekebalan tubuh pada penderita DM biasanya
menurun. Ketidaktahuan pasien dan keluarga membuat ulkus bertambah parah dan menjadi
gangren yang terinfeksi. Di antara penderita kaki diabetik tersebut memerlukan tindakan
amputasi. Risiko amputasiterjadi bila ada faktor; neuropati perifer, deformitas tulang,
insufisiensi vaskular, riwayatulkus/amputasi dan gangguan patologi kuku berat. Neuropati
perifer mempunyai peranan yangsangat besar dalam terjadinya kaki diabetik akibat
hilangnya proteksi sensasi nyeri terutama dikaki. Lebih dari 80% kaki DM dilatarbelakangi
oleh neuropati.(5),(14)
Diabetes Melitus (DM) disertai kaki diabetik merupakan suatu penyakit metabolik
yang sangatsering dijumpai di Indonesia. Semakin hari angka kesakitannya semakin
meningkat karena perubahan gaya hidup dan peningkatan jumlah penduduk.Dengan referat
ini diharapkan dapat menambah pemahaman pembaca tentang Diabetes Melitus (DM) serta
dapat berguna bagi panduan untuk tatalaksana penyakit metabolik yang paling sering di
jumpai di masyarakat Indonesia.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolit dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya. (7)
Menurut PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) seseorang
dikatakan menderita DM bila memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dl dan pada
test sewaktu >200 mg/dl. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan
meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Sehingga menurut
definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa DM merupakan suatu penyakit kronis
yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan insulin. (6)
2. Epidemiologi
Menurut W`1orld Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi
global diabetesmelitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi
366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat.
Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada
tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi,
hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita
diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.(17)
5
Tipe 2 Akibat resistensi insulin relatif sampai yang dominan defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain - Defek genetik sel beta
- Defek genetik kerja insulin
- Penyakit eksokrin; pankreatitis,pankreatektomi, fibrosis
kistik, dan neoplasma
- Karena obat atau zat kimia ; pentamidin, vacor,
glukokortikoid, hormon tiroid, agonis beta adrenergik
- Infeksi ; rubella kongenital, CMV
- Sebab imunologi yang jarang ; sindrom “stiff man”,
antibodi anti reseptor insulin
- Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes melitus gestational
4. Patofisiologi
6
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes
tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi
pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia,
luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
5. Diagnosis Diabetes Melitus
Keluhan klasik : poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, dan pruritus vulva pada wanita.
7
1. Gejala klasik + glukosa darah sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl ( puasa diartikan
pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8 jam), atau
3. Kadar glukosa darah plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO yang
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan bahan glukosa yang setara dengan
75 g glukosa yang dilarutkan dalam air.
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% oleh ADA telah dimasukkan dalam kriteria diagnostik
DM. Pada pemeriksaan penyaring pada mereka dengan risiko DM tanpa gejala perlu
dilakukan. Pada TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)dapat ditegakkan bila setelah
pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199
mg/dl. Pada GDPT ( Glukosa Darah Puasa Terganggu) dapat ditegakkan setelah
pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan
TTGO gula darah 2 jam <140 mg/dl. (3)
8
Gambar 2.1 Penegekkan Diagnosis Diabetes Melitus (6)
6. Penatalaksanaaan DM
1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama
Gejala yang timbul.
Hasil pemeriksaan yang terdahulu meliputi glukosa darah, dan A1c
Pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan, pengobatan yang
pernah diperoleh sebelumnya dan pengobatan yang sedang dijalani.
Riwayat komplikasi akut dan riwayat infeksi sebelumnya.
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (6)
9
2. Pemeriksaan fisik
Pengukuran IMT, tekanan darah, ABI (ankle brachial index).
10
i. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Makanan
terutama yang berserat tinggi. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan
asupan karbohidrat dalam sehari. (6)
ii. Lemak
Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total supan energi. Bahan makanan yang perlu
dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans
antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).(6)
iii. Protein
Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi. Pada pasien dengan
nefropati perlu penurunan asupan protein 0,8 g/kgBB perhari atau 10% dari
kebutuhan energi dan 65% hendaknyabernilai tinggi. (6)
iv. Natrium
Anjuran asupan natrium 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok
teh). DM disertai hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mggaram
dapur.(6)
v. Serat
(6)
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
c. Terapi Farmakologis
Berdasarkan cara kerjanya, OHO (obat hiperglikemia oral) dibagi menjadi 5
golongan (6)
1. Pemicu sekresi insulin; sulfonilurea dan glinid
2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin ; metformin dan tiazolidindion
3. Penghambat gluconeogenesis (metformin)
4. DPP-IV inhibitor
11
Tabel 2.2Perbandingan golongan OHO(6)
12
terhadap insulin
DPP IV Vildagliptin 50 100 Muntah
inhibitor
Menghambat
enzim DPP IV
GLP-1 agonist Exenatide Injeksi Muntah
Terapi insulin
Berdasarkan berbagai penelitian klinis, terbukti bahwa terapi insulin pada pasien
hiperglikemia memperbaiki keluaran klinis. Insulin selain dapat memperbaiki status
metabolik dengan cepat, terutama kadar glukosa darah, juga memiliki efek lain yang
bermanfaat, antara lain perbaikan inflamasi.(16)
Indikasi terapi insulin (16)
1. Penurunan berat badan yang cepat
2. Hiperglikemia yang berat disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetik
4. Hiperglikemia hyperosmolar non ketotik
5. Hiperglikemiadengan asidosis laktat
6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
7. Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, Infark miokard akut, stroke)
8. DM gestational
9. Gangguan dengan fungsi ginjal dan hati yang berat
10. Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO
11. Infeksi misalnya ulkus diabetik
13
4. Insulin kerja panjang (long acting insuline).
Tabel 2.3 Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerja
Mula Masa
Puncak
Jenis Sediaan Insulin kerja kerja
(jam)
(jam) (jam)
Terapi kombinasi
14
>10% atau ditemukan ketonuria, maka terapi insulin dapat mulai diberikan bersamaan
dengan intervensi pola hidup. Selain itu, terapi insulin juga dapat dimulai dengan pasien
yang memiliki gejala DM yang nyata (polyuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat
badan). Kondisi-kondisi tersebut sering ditemukan pada pasien DMT1 atau DMT2
dengan defisiensi insulin yang berat. Apabila gejala hilang, obat antidiabetik oral dapat
ditambahkan dan penggunaan insulin dapat dihentikan.(16)
15
Komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton (+) yang kuat.(6)
2) Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL.
Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu
dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering
disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Gejala hipoglikemia
terdiri dari gejala adrenergic (berdebar-debar, banyak keringat, gemetar, dan
rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah,kesadaran menurun
sampai koma).(6)
3) Hyperglikemia hyperosmolar non ketotik
Adalah suatu dekompensasi metabolit pada pasien diabetes tanpa disertai
asidosis. Gejalanya dehidrasi berat, tanpa hiperglikemia berat dan gangguan
neurologis. Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darahsangat tinggi
(600-1200 mg/dL), osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL),
plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.(6)
b. Komplikasi kronis
1) Mikroangiopati
a. Retinopati diabetikum disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina.
Faktor terjadinya retinopati diabetikum ; lamanya menderita diabetik, umur
penderita, kontrol gula darah, faktor sistematik (hipertensi kehamilan).(6),(19)
b. Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein
yang tinggi dalam urin yang disebabkan adanya kerusakan
glomerulus.(6),(19)
c. Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya refleks. Selain
itu juga biasa terjadi poliradikulopati diabetikum yang merupakan suatu
sindrom yang ditandai dengan gangguan pada satu atau lebih akar saraf dan
dapat disertai dengan kelemahan motorik, biasanya dalam waktu 6-12
bulan. (6),(19)
16
2) Makroangiopati
a. Pembuluh darah jantung
Penyakit jantung koroner dimana diawali dari berbagai bentuk dislipidemia,
hipertrigliseridemia dan penurunan HDL. Pada DM sendiri tidak
meningkatkan kadar LDL, namun sedikit kadar LDL pada DM tipe II
sangat bersifat athrogeni karena mudah mengalami glikalisasi dan oksidasi.
(6),(19)
Ulkus diabetik atau ulkus kaki diabetik merupakan komplikasi kronik yang
diakibatkan oleh penyakit Diabetes Melitus. Penggunaan istilah ulkus kaki diabetik
digunakan untuk kelainan kaki mulai dari ulkus sampai gangren yang terjadi pada
pasien diabetes akibat neuropati atau iskemik perifer atau keduanya.
2. Patofisiologi
1. Neuropati diabetik
Penyebab neuropati diabetik belum diketahui secara pasti, diduga berbagai
gangguan metabolisme dan oklusi vasavasorurn pada saraf memberikan perubahan
degenerasi akson disertai dimielinasasi dan gangguan remielinisasi.
a. Meningkatnya risiko terjadinya ulkus pada keadaan ini dapat disebabkan oleh
hilangnya sensibilitas yang memberikan perlindungan terhadap rasa nyeri,
tekanan dan suhu.
17
b. Neuropati motorik menyebabkan atropi dan kelemahan otot-otot intrinksik
(interosesus, lumbrikal) yang menyebabkan deformitas fleksi (claw toes)
sehingga terjadi peningkatan tekanan pada daerah metatarsal dan ujung jari kaki.
c. Neuropati otonom perifer menyebabkan produksi keringat berkurang, kulit
kering dan mudah pecah. Neuropati ini menyebabkan vasodilatasi perifer
sehingga menyebabkan peningkatan pintasan (shunt) arteri-arteri yang
menyebabkan perubahan perfusi tulang pada ekstremitas bawah, terjadi
peningkatan resorpsi tulang sehingga mudah terjadi fraktur neuropati.
d. Gangguan pada pembuluh darah
Atrerosklerosis pada penderita DM akan 2,3 kali lebih tinggi pada populasi
umumnya. Kelainan pembuluh darah jarang menjadi faktor pencetus ulkus tapi
dapat menghambat pemyembuhan luka.
e. Perubahan tekanan pada plantar kaki
Penyandang diabetes dengan neuropati mempunyai tekanan lebih tinggi pada
kaput metatarsal jari 1. Sedangkan pada orang sehat, tekanan yang tinggi paling
tinggi pada tumit. Hal ini disebabkan oleh perpindahan tekanan dari tumit ke
bagian depan kaki pada awal neuropati
18
Gambar 2.3 Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetik(14)
Faktor risiko ulkus diabetik pada penderita diabetes mellitus menurut Lipsky
(18)
(2004) terdiri atas;
a) Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1) Umur ≥ 60 tahun
2) Lama DM ≥ 10 tahun
b) Faktor risiko yang dapat diubah
1) Neuropati (sensorik, motorik dan perifer)
2) Obesitas
3) Hipertensi
4) Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) tidak terkontrol
19
5) Kadar gula darah tidak terkontrol
6) Insufisiensi vaskuler karena adanya aterosklerosis yang disebabkan oleh
- Kolesterol total tidak terkontrol
- Kolesterol HDL tidak terkontrol
- Trigliserida tidak terkontrol
7) Kebiasaan merokok
8) Ketidakpatuhan diet DM
9) Kurangnya aktivitas fisik
10) Pengobatan tidak teratur
11) Perawatan kaki tidak teratur penggunaan alas kaki tidak tepat
Tabel 2.4 Klasifikasi PEDIS International Consensus on the Diabetic Foot 2013(1)
20
c. Wagner 2: Tukak superfisial dorsum dan lateral kaki; tukak neuroiskemik; meluas ke
subkutan, selulitis sekitarnya, gangren di pinggir dan tanpa disertai osteomyelitis.
d. Wagner 3: Tukak dalam (neuroiskemik) sampai ke tumit, osteomielitis
e. Wagner 4: Iskemia, gangren dua jari dan sebagian kaki depan, hiperemia dan meliputi
semua kematian jaringan.
f. Wagner 5: gangren yang membesar meliputi kematian semua jaringan kaki
21
- Riwayat pembedahan dan perawatan di rumah sakit sebelumnya
b. Anamnesis terarah
- Aktivitas sehari-hari
- Pemakaian sepatu
- Riwayat pajanan bahan kimia
- Riwayat infeksi atau pembedahan pada kaki
- Gejala-gejala neuropati
c. Anamesis riwayat luka
- Lokasi luka
- Lamanya timbul luka
- Riwayat trauma sebelumnya
- Kekambuhan
- Ada tidaknya infeksi
- Perhatian keluarga (orang terdekat di rumah) terhadap luka
- Adanya edema, uni atau bilateral
2. Pemeriksaan fisik (6)
a. Pemeriksaan vascular
Palpasi pulsasi arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior
Perubahan warna kulit
Adanya edema
Perubahan suhu
Kelainan lokal di ekstremitas : kelainan pertumbuhan kaki, rambut dan atrofi
kulit
b. Pemeriksaan neuropati
Neurpati perifer berhubungan dengan neurosensorik, motorik atau atonom.
Tanda klasik neuropati motorik adalah ditemukkanya longitudinal kaki yang
meninggi sehinggakepala metatarsal menjadi menonjol dan mengalami
penekanan yang berlebihan. Neuropati otonom yang khas adalah kulit kering
disertai fisura dan distensi vena di daerah punggung kaki atau pergelangan.
22
Terdapat sistem skoring neuropati untuk mendeteksi dini yaitu Modified
Diabetik Examination yaitu
a. Pemeriksaan kekuatan otot (otot Gastroknemius dan Otot Tibialis anterior)
b. Pemeriksaan refleks patella dan Achilles
c. Pemeriksaan sensorik pada ibu jari kaki (sensasi terhadap tusukan jarum,
sensasi perabaan, sensasi vibrasi dan sensasi terhadap gerak posisi)
Nilai Skor berdasarkan Medical Research
0 : normal
1 : defisit ringan-sedang ( kekuatan otot 3-4, penurunan refleks fisiologi, penurunan
sensibilitas
2 : defisit berat (kekuatanotot 0-2, tidak ada refleks fisiologis dan tidak ada
sensibilitas)
Skor Maksimal : 16
Skor
≤5 : tidak ada neuropati
6-8 : neuropati ringan
9-11 : neuropati sedang
≥12 : neuropati berat
Menuurut Waspadji, pengelolaan kaki diabetik dapat dibagi menjadi 2
(pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar
tidak terjadi kecatatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan
a. Pencegahan Primer
23
digolongkan berdasarkan risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah yang
intensivitas, iskemia dan atau deformitas, (b) riwayat adanya tukak, deformitas
Charcot.(2)
untuk kaki yang kurang merasa/insensif (kategori 3 dan 5), alas kaki yang perlu
latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki, dan
b. Pencegahan Sekunder
harus diperhatikan dan diperbaiki, begitu juga untuk fungsi ginjalnya agar
24
(2) Kontrol Vaskular
seperti: warna dan suhu kulit, perabaan pembuluh darah kaki, dan
pengukuran tekanan darah dan beberapa cara lain yang lain, yang lebih
medik.
25
Tabel 2.5 Pemilihan antibiotik untuk kaki diabetik(9)
Kasus Pilihan obat Alternatif
Ringan sampai sedang, Dicloxacillin Cephalexin ;
selulitis lokal (rawat (Pathocil) amoxicillin/clavulanate potassium
jalan) ; oral clindamycin
Selulitis Sedang sampai Nafcillin atau Cefazolin (Ancef);
berat (rawat inap) oxacillin ampicillin/sulbactam (Unasyn);
clindamycin IV; vancomycin
Selulitis Sedang sampai Ampicillin/sulbactam Ticarcillin/clavulanate ;
berat dengan iskemia clindamycin ditambah
atau nekrosis lokal ciprofloxacin; ceftazidime atau
cefepime atau cefotaxime atau
ceftriaxone ditambah
metronidazole ; cefazolin (untuk
Staphylococcus aureus); nafcillin
Infeksi yang mengancam Ticarcillin/clavulanate Clindamycin ditambah
ekstremitas dengan atau tanpa ciprofloxacin atau tobramycin ;
aminoglikosida clindamycin ditambah ceftazidime
atau cefepime atau cefotaxime
atau ceftriaxone;
imipenem/cilastin
atau meropenem ; vancomycin
ditambah aztreonam
Ditambah metronidazole;
vancomycin ditambah cefepime;
ceftazidime ditambah
metronidazole
26
Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasiluka cairan fisiologis,
ultrasonik laser, dan sebagainya, dalamrangka untuk membersihkan jaringan
nekrotik. Debridemensecara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim
eksogensecara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akanmenghancurkan
residu protein. Contohnya, kolagenasiakan melisiskan kolagen dan elastin.
Beberapa jenis debridemenyang sering dipakai adalah papin, DNAse dan
fibrinolisin.
27
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healingatau
menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akanmenjadi cepat sembuh
apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab,
luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan
permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen
penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah
bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat
meminimalisasi trauma dan risiko operasi.
28
- Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh
podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bisa
tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan menggunakan
penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh
podiatrist.
- Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula, luka
dan lecet.
- Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.
5. Penggunaan alas kaki tepat, dengan cara:
- Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
- Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman
dipakai.
- Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau ada batu
dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap
kulit.
- Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki)
dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.
- Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.
- Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.
- Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan sintetis,
karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.
- Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.
6. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan termis,
yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.
7. Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya adrenalin,
nikotin.
8. Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap kontrol
walaupun ulkus diabetik sudah sembuh.
29
KASUS
Nama : Tn. N
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Pasang Kayu
Pendidikan terakhir : SMP
Agama :hindu
Tanggal pemeriksaan : 12 april 2014
Ruangan : Seroja (RSUD UNDATA )
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Luka pada kaki kiri
Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien laki-laki masuk dengan keluhan luka akibat tusukan sendal jepit kayu di
kaki jempol sebelah kiri. Luka di kaki dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Ketika
masuk RS pasien telah mendapatkan perawatan di puskemas sebelumnya. Setelah
timbul luka, pasien merasakan demam naik turun disertai mengigil. Pasien sering
merasakan lemas sebelumnya. Pasien mengeluhkan sebelum timbulnya luka pasien
sering kencing, haus dan lapar. Pasien diketahui memiliki riwayat DM tidak terkontrol
sejak 3 tahun yang lalu dan pernah mengalami luka yang sama di kaki kiri, namun telah
sembuh.
Ketika di RS pasien mengeluhkan sering cegukan sehingga timbul sesak napas,
batuk, dan mual. BAB dan BAK pasien biasa.
Riwayat Penyakit sebelumnya
Riwayat Hipertensi, penyakit jantung dan penyakit ginjal tidak diketahui
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita DM dan penyakit jantung
30
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Vital sign
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Nadi : 90 x/mnt
Pernapasan : 16 x/mnt
Suhu : 39 0C
Kepala
Wajah : kulit sawo matang, sesuai usia dan tampak pucat
Mata
- Konjugtiva : anemia -/-
- Sklera : ikterik -/-
- Pupil : isokor, 3 mm/, bentuk bulat
Mulut : bibir kering, gusi lengkap, karies (+), mukosa normal, lidah tampak kotor, faring
normal
Leher
Kelenjar Getah bening : pembesaran (-)
Tiroid ; Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
JVP : R5 + 2 cm H20
Massa Lain : (-)
Paru-paru
Inspeksi : ekspansi dada simetris kanan dan kiri, cicatriks (-), massa tumor (-)
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-), vokal fremitus normal , massa tumor (-)
31
Perkusi : batas paru-hepar pada SIC VI , bunyi sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Thorax anterior : vesikuler di semua lapang paru
Thorax Posterior : vesikuler di semua lapang paru
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi :
batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
batas kanan : ICS V parasternalis dextra
batas kiri : ICS V midclavicular sinistra
Auskultasi : bunji jantung I / II murni reguler , murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : warna kulit normal , bentuk perut datar, cicatriks (-), massa tumor (-)
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal, bising aorta abdominalis tidak terdengar
Perkusi : timpani di 4 kuadran , asites (-)
Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal kanan dan kiri tidak teraba, nyeri
tekan (-)
Ekstremitas
1. Atas
Kulit: warna normal, kelembaban normal, edema (-), akral hangat, fungsi sensorik
normal
Otot: bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5
Sendi: luas pergerakan normal, nyeri tekan (-)
2. Bawah
Kulit:
Kulit kering, akral hangat, warna kulit normal, edema (-), ditemukan ulkus di
hallux sinistra, diameter ulkus ± 8 cm, kedalaman ± 0,5 cm, bentuk ulkus bulat,
32
eritema di sekitar ulkus > 2 cm, pus (+), jaringan nekrotik (+), fungsi sensorik
hipestesi (+) kaki kanan dan kiri.
Otot: bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5,
Sendi: luas pergerakan normal pada kaki kanan dan terbatas pada kaki kiri, nyeri
tekan (-)
Vaskular: pulsasi arteri dorsalis pedis/tibialis posterior teraba, reguler, isi nadi
pulsus parvus di kaki kanan.
Pemeriksaan khusus:
RESUME
Pasien laki-laki masuk dengan keluhan luka akibat tusukan sendal jepit kayu di
hallux sinistra. Febris (+), malaise (+). Polidipsi (+), polifagi (+) dan polyuria (+). Ketika di
RS pasien mengeluhkan sering cegukan sehinggatimbuldyspneu, cough, dan vomitus. BAB
dan BAK pasien biasa. Pemeriksaan Fisik : wajah tampak anemia edema (+) dan ulkus
pada hallux sinistra.
33
Diagnosis :
1. Ulkus diabetik pedis sinistra grade I e.c DM Tipe II DD selulitis, Burger’s disease
2. Hipertensi Grade IIDD Hipertensy Heart Disease
3. Sup Nefropati Diabetik DD Sindroma Nefrotik, Chronic Renal Failure
Pengobatan
Non medikamentosa
1. Istirahat (bed rest)
2. Edukasi meliputi pemahaman tentang kaki diabetik, perlunya pengendalian dan
pemantauan kadar glukosa darah dan kolesterol, perawatan kaki diabetik,
penggunaan alas kaki yang tepat, olahraga teratur, menghindari rokok dan trauma
berulang, pemahaman tentang hipoglikemia, memeriksakan diri secara teratur ke
dokter.
3. Perencanaan makan
Jumlah kalori total per hari adalah 1200 kalori perhari.
Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Perawatan luka dengan metode moist wound healing
Injeksi Ceftriaxone 2 gr/24 jam
Infus Paracetamol 500 mg/8jam
Infus metronidazole 500 mg/ 8 jam
Injeksi ranitidine 1 amp/12 jam
Novorapid 5-5-5
Levemir 0-0-10
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Chadwick P., Michael. Mccardel J., Amstrong D., 2013. Best Practice Guidlince :
Wound Management in Diabetik Foot Ulcer . Wound internasional, London. Pp 7-
10.
2. Soegondo S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. pp 1860-1863.
10. Lipsky, B., Berendt, A., Deery, H., et al. 2004. Diagnosis and treatment of diabetik
foot infections. Clin Infect Dis; 39:885-910
35
11. Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam
rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang. p.15-30.
12. Ansari, M., Shukla, V., 2005. Foot infections. Lower Extremity Wounds; 4(2):74-
87.
13. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC. Jakarta
14. Unang. 2002. Refarat Ulkus Diabetik dan Burger’s Disease. Badan Penerbit
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.p. 18-21
15. Reynold, F., 2007. The Diabetik Food, ABC of Diabetik Accessed 9 Juli 2014.
Available from <http:/www. Japmoanline.org/search.dtl>.
17. A.Dewi, Erni, Nisma, 2009. Refarat Diabetes Melitus Tipe II. Bagian Penyakit
Dalam RSUP Jamil Padang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Padang
18. Lipsky, B., Berendt, A., Deery, H., et al. 2004. Diagnosis and treatment of diabetic
foot infections. Clin Infect Dis; 39:885-910
19. Anonim, 2006. Diabetes Melitus Tipe II. Universitas Sumatera Utara. Accessed 9
Juli 2014.
36