PENDAHULUAN
Pterigium berasal dari kata Yunani pterygos yang berarti sayap kecil,
yang memberikan kesan perluasan jaringan seperti sayap yang berasal dari
beberapa daerah di Indonesia yang terletak diekuator. Sampai saat ini kita
Indonesia, sehingga melalui Riset Kesehatan Dasar yang telah dilakukan pada
Pterigium dua mata dan pterigium satu mata berdasar gender hampir
dan terendah pada anak sekolah (1,0%); lebih tinggi pada kelompok yang
SLTP (1,6%); lebih tinggi dipedesaan baik dua mata (3,7%) maupun satu
tinggi ditemui pada tingkat pengeluran rumah tangga yang rendah sedangkan
pterigium pada satu mata (1,7%) persentasenya lebih rendah pada tingkat
pedesaan terutama pada petani dan nelayan yang sering terpapar sinar
matahari. Masalah kesehatan mata ini akan semakin meningkat pada
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
a. Anatomi konjungtiva
yang melapisi bagian anterior bola mata dan bagian dalam palpebra.
menjadi tiga bagian yaitu marginal, tarsal dan orbital. Bagian marginal
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan.
1. Epitel
Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
2. Membran Bowman
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
3. Stroma
4. Membrane descement
basalnya.
5. Endotel
saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan
sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause
2.2 Pterigium
a. Definisi
any terletak pada celak kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva
atau didaerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi,
b. Klasifikasi pterigium
c. Etiologi
Hingga saat ini etiologi pasti pterigium masih belum diketahui secara
ultraviolet, mikro trauma kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus.
Selain itu beberapa kondisi kekurangan fungsi lakrimal film baik secara
dengan banyak angin karena sering terdapat pada orang yang sebagian
besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari,
dominan.5
d. Epidemiologi
Pterigium bisa terjadi pada laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan
wanita. Kejadian berulang lebih sering pada umur muda dari pada umur
e. Pathogenesis
inflamasi, dan paparan terhadap angin dan debu atau iritan yang lain. UV-
terdapat pada stem sel basal di limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti
Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.5
ditemukan pada pterigium dan oleh karena itu banyak penelitian yang
f. Manifestasi klinis
dengan keratitis pungtata dan dellen (penipisan kornea akibat kering) dan
garis besi (iron line dari Stocker) yang terletak di ujung pterigium.3
g. Diagnosis
1) Anamnesis
Adanya keluhan pasien seperti mata merah, gatal, mata sering berair,
daerah dengan pajanan sinar mathari yang tinggi, serta dapat pula
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan penunjang
4) Penatalaksanaan
penglihatan.Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila perlu
Konservatif
Medika mentosa
Bedah
5) Diagnosis banding
6) Prognosis
kehidupan : ad bonam
Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap
ad bonam
KESIMPULAN
berlebihan pada mata. Debu, angin, mata kering, dan iritasi juga dikaitkan
penglihatan
DAFTAR PUSTAKA
http://www.aao.org/publications/eyenet/201011/upload/Pearls-Nov-Dec-
2010.pdf. 2013
penelitian sistem kesehatan vol.14 no.1 januari 2011: 84-89. Diunduh dari
https://media.neliti.com/media/publications/21259-ID-distribusi-dan-
karakteristik-pterigium-di-indonesia.pdf
3. Ilyas S. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
konjungtivitis-viral-diagnosis-dan-terap.pdf
http://repository.lppm.unila.ac.id/7886/1/1739-2446-1-PB.pdf
http://repository.unimus.ac.id/291/1/BUKU%20AJAR%20MATA.pdf