DISUSUN OLEH :
DEDHY SASTIYONO
NIM:SN161025
1
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi Cidera Kepala Sedang
Cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari
lapisan kulit kepala tulang tengkorak, duramater, pembuluh darah serta
otaknya mengalami cedera baik yang trauma tertutup maupun trauma tembus
(Satyanegara, 2010). Cedera Kepala juga dapat didefinisikan sebagai
kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon
terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
(Smeltzer, 2000). Sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau
gangguan fungsional jaringan otak. (Fearnside, 1997).
Sedangkan yang dimaksud dengan cidera kepala sedang merupakan
trauma yang melibatkan seluruh bagian kepala mulai bagian terluar kepala
(kulit kepala) sampai bagian terdalam kepala (otak) yang menyebabkan
individu mengalami penurunan kesadaran ( konfusi, latergi, atau stupor )
dengan GCS 9-14, mengalami amnesia pasca trauma dan menunjukkan tanda
terjadinya fraktur kranium (George dkk, 2009).
2
Kejadian yang termasuk cedera akselerasi adalah ketika seseorang
berjalan, kemudian tiba – tiba tertabrak mobil dari belakang. Pada
kejadian akselerasi jantung akan bekerja dengan kecepatan yang telah
dipercepat ( kerja jantung semakin cepat ) sehingga dapat berakibat
fatal pada penderita.
f) Benturan kepala pada benda padat yang tidak bergerak (cedera
deselerasi)
Kejadian yang termasuk cedera deselerasi adalah ketika sebuah mobil
menabrak pohon. Pada kejadian deselerasi, sebuah benda yang memiliki
kecepatan akan dihentikan secara mendadak. Sehingga jantung yang
pada awalnya bekerja sesuai dengan kecepatan sebelumnya, akan tiba –
tiba dihentikan secara mendadak. Hal ini akan dapat mempengaruhi
hemodinamik pasien (Tarwoto dkk, 2007).
3
Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan
Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat
kemudian sembuh
Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan
Mual atau muntah
Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun
Perubahan kepribadian diri
Letargi
4. Komplikasi
Komplikasi Cidera kepala Sedang
a. Hemorrhagie (Pecahnya / keluarnya darah dari pembuluhnya)
b. Infeksi (invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh,
terutama yang menyebabkan cedera seluler lokal )
c. Edema ( pengumpulan cairan secara abnormal dalam ruang jaringan
intraseluler tubuh)
d. Herniasi (penonjolan abnormal organ / struktur tubuh lainya melalui
cacat / lubang alamiah dalam selaput pembungkus , membran otot ,
atau tulang) (Arif Mansjoer, 2000 ).
5. Patofisiologi
a. Cidera Kulit Kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit
kepala berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga
merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat
menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.
b. Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang
tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa
kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat
4
menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak
diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak
dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial
menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang
kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar
X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada
tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering
menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika
CSS keluar dari telinga dan hidung.
c. Cidera otak
Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak
bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai
derajat tertentu yang bermakna sel-sel cerebral membutuhkan supalai
darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak
tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang
mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron
tidak dapat mengalami regenerasi.
d. Komosio
Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase
neuologik sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan
lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh
dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia
disoreantasi.
5
bila dapat ditolerir, jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas,
bila pasien harus diintubasi.
b) Menilai penafasan: tentukan apakah pasien bernafas sepontan atau
tidak. Jika tidak beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien
bernafas spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti
pneumotoraks, pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Pasang
oksimeter nadi,jika tersedia, dengan tujuan menjaga satutasi oksigen
minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindungi bahkan
terancam atau memperoleh oksigen yang adekuat ( PaO2 > 95
mmHg dan PaCO2 < 40 mmHg serta saturasi O2 > 95 % ) atau
muntah maka pasien harus diintubasi oleh ahli anestesi.
c) Menilai sirkulasi: Otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi.
Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan
secara khusus adanya cedera intraabdomen atau dada. Ukur dan
catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat
pemantau dan EKG bila tersedia. Pasang alur intravena yang
besar, ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap,
ureum, elektrolit, glukosa, dan analisis gas darah arteri. Berikan
larutan koloid. Sedangkan larutan kristaloid ( dekstrosa atau dekstrosa
dalam salin) menimbulkan eksaserbasi edema otak pascacedera
kepala. Keadaan hipotensi, hipoksia, dan hiperkapnia memperburuk
cedera kepala.
d) Obati kejang: kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala
dan harus diobati. Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena
perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang.
Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg/kgBB diberika
intravena perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50
mg/menit.
e) Menilai tingkat keparahan dengan menggunakan GCS
Skala Koma Glasgow ( Glasgow Coma Scale, GCS )
6
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
a) Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena
hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
b) Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka
tembus dada, fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji
adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing.
c) Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan
produksi urin.
d) Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
e) Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.
b. Pengkajian Sekunder
a) Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar
dan membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
7
b) Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
c) Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
d) Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan
jantung, pemantauan EKG
e) Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma
tumpul abdomen
f) Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar
dan cedera yang lain
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema otak.
b. Potensial tidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengan adanya
obstruksi trakeabronkial.
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
penurunan ADH.
d. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah.
e. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala berhubungan dengan kerusakan
jaringan otak dan perdarahan otak atau peningkatan tekanan
intrakranial.
f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot.
g. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya kuman
melalui jaringan.
h. Gangguan integriatas kulit berhubungan dengan terjadinya kerusakan
jaringan kulit.
i. Resiko tinggi cedera aspirasi berhubungan dengan kesulitan menelan.
8
3. Rencana Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema otak
Tujuan :
a. Tingkat kesadaran dalam batas normal
b. Fungsi kognitif dan sensori / motorik normal
Intervensi :
a. Kaji faktor-faktor yang menyebabkan koma, kesadaran menurun dan
peningkatan TIK.
b. Monitor dan catat status neurologik tentang frekuensi terjadi dan
bandingkan dengan GCS.
Respon mata terhadap rangsangan.
Respon verbal terhadap orang, waktu dan tempat.
Respon motorik (ekstremitas atas, bawah)
c. Evaluasi pupil, besar dan responnya terhadap cahaya.
d. Kurangi stimulus yang tidak berarti.
2. Potensial tidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengan adanya
obstruksi trakeabronkial
Tujuan : Pola napas efektif dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji kecepatan, kedalaman frekuensi dan bunyi napas.
b. Atur posisi pasien dengan posisi semi fowler (150 – 450).
c. Berikan posisi semi prone lateral atau miring.
d. Apabila pasien sudah sadar, anjurkan dan ajak latihan napas dalam.
e. Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
oksigen.
f. Lakukan dengan tim analis dalam melaksanakan analisa gas darah.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
penurunan ADH
Tujuan :
a. Cairan elektrolit tubuh seimbang
b. Turgor kulit baik
9
Intervensi :
a. Monitor asupan haluaran setiap 8 jam sekali.
b. Berikan cairan setiap hari tidak boleh lebih dari 2000 cc.
c. Kolaborasi dengan tim analisis untuk pemeriksaan kadar elektrolit
tubuh.
d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian lasix.
4. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah.
Tujuan :
a. Mendemonstrasikan pemeliharaan / kemajuan peningkatan berat
badan sesuai tujuan
b. Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan
mengatasi cebresi.
b. Auskultasi bising usus.
c. Timbang berat badan sesuai indikasi.
d. Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu sering dan
teratur.
e. Kaji feces, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya.
5. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala berhubungan dengan kerusakan
jaringan otak dan perdarahan otak atau peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.
Intevensi :
a. Kaji mengenai lokasi, intensitas, penyebaran, tingkat kegawatan dan
keluhan-keluhan pasien.
b. Ajarkan latihan tehnik relaksasi.
c. Buat posisi kepala lebih tinggi.
d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan
analgetika.
10
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Tujuan :
a. Pasien dapat melakukan kembali atua mempertahankan posisi fimasi
optimal.
b. Tidak ada kontraktur.
c. Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi :
a. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada
kerusakan yang terjadi.
b. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan skala ketergantungan (0-4).
c. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan
karena tekanan.
d. Instruksikan atau bantu pasien dengan program masuknya latihan
dan penggunaan alat mobilisasi.
7. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya kuman
melalui jaringan.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
a. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
aseptik dan antiseptik.
b. Monitor suhu tubuh dan penurunan kesadaran.
c. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antibiotik
leukosti, liquor dari hidung, telinga dan urin.
8. Gangguan integriatas kulit berhubungan dengan terjadinya kerusakan
jaringan kulit.
Tujuan :
a. Pasien dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko terjadinya
gangguan integritas kulit.
b. Pasien dapat berpartisipasi / kooperatif pada setiap tindakan.
Intervensi :
a. Inspeksi area kulit, kemerahan, bengkak, penekanan, kelembaban.
11
b. Observasi keutuhan / integritas kulit catata adanya pembengkakan,
kemerahan, bersihkan secara rutin, berikan salf antibiotik sesuai
jadwal / instruksi.
c. Rubah posisi pasien setiap dua jam miring kanan-kiri.
d. Gunakan pakaian tidur yang kering dan lunak.
9. Resiko tinggi cedera aspirasi berhubungan dengan kesulitan menelan.
Tujuan : Cedera aspirasi tidak terjadi.
Intervensi :
a. Kaji faktor-faktor penyebab dan pendukungnya.
b. Kurangi resiko terjadinya aspirasi.
c. Pertahankan pada posisi miring, jika tidak merupakan kontra
indikasi cedera.
d. Tinggikan kepala.
e. Beritahu individu dan keluarga penyebab-penyebab dan pencegahan
aspirasi.
12
Daftar Pustaka
Arif Mansjoer dkk, 2000. Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta
Fearnside, 1997 dalam Smeltzer and Brenda. 2000. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC
George Dkk. 2009. Panduan Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Syaraf. EGC :
Jakarta
Erlangga.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperwatan Klien Dengan Gangguan Sistem Saraf
Harapan.
13
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S
DENGAN CKS DI RUANG IGD RS SLAMET RIYADI SURAKARTA
Disusun Oleh:
Disusun oleh :
SRI HARYANI
NIM:SN161126
14
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S
DENGAN CKS DI RUANG IGD RS SLAMET RIYADI SURAKARTA
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. S
b. Usia : 60 th
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Gemolong
e. Diagnosa Medis : CKS
f. No Reg : 53650
g. Prioritas Triase : Kuning
2. Pengkajian Primer (Primary survey)
a. Airway (A)
Jalan nafas terdapat sumbatan berupa lendir tidak ada darah, tidak ada
suara nafas seperti gurling, snorling, stridor,
b. Breathing (B)
RR : 26 x/mnt, nafas regular, tidak ada sianosis, ada suara nafas
ronchi, ada nafas cuping hidung.
c. Circulation (C)
Tekanan Darah 140/90, Nadi 86 x/mnt, Suhu, 36,20C, capiraly refill
normal kurang dari 2 detik, akral hangat, urine output 300 cc.
d. Disability (D)
Kesadaran pasien somnolen, nilai GCS E3M5V2 total GCS :10, pupil
anisokor lebih besar kanan : ka 4 mm ki 3 mm, reaksi pupil terhadap
cahaya positif.
e. Exposure (E)
Suhu pasien 36,20C, terdapat jejas memar kebiruan di kaki, tangan
bahu dan lengan.
15
3. Pengkajian Sekunder
a. Full Set of Vital Sign (F)
TD : 140/72 mmHg
SpO2 : 96%
Suhu : 36,2ºC
RR : 26x/menit
HR : 86 x/menit
b. Give Comfort Measure (G)
Pasien Somnolen
c. Head to Toe
1) Kepala
Rambut sedikit beruban, terdapat hematoma di kepala sebelah
kanan, bentuk kepala mesocepal.
2) Leher
Terpasang neckolar
3) Jantung
Inspeksi : IC tidak tampak, dada datar
Palpasi : IC teraba kuat angkat
Perkusi : Tidak ada pelebaran jantung
Auskultasi : BJ I-II
4) Paru
Inspeksi : Data datar, simetris antara kanan dan kiri
Palpasi : Vocal Fremitus sama
Perkusi : Pekak
Auskultasi : ada suara nafas ronchi
5) Abdomen
Inspeksi : simetris antara kanan dan kiri, terlihat gerakan diafragma,
tidak ada lesi atau luka diperut.
Auskultasi : bising usus 5x/mnt
Perkusi : Tympani
Palpasi : tidak ada pembesaran hati, tidak ada distensi
16
6) Ekstermitas
Atas : tangan kiri terpasang infuse D5 ½ Ns 20 tpm, terlihat
memar kebiruan di tangan kanan dan kiri
Bawah : tampak terdapat memar kebiruan di kaki kanan dan
kiri
4. Data Penunjang
Foto rontgent cervical : tidak di dapat gambaran fraktur
Pemeriksaan CT Scan : terdapat perdarahan intracranial
5. Terapi
Hari/Tgl/Jam Jenis Dosis Golongan & Fungsi &
Terapi Kandungan Farmakologi
Rabu D ½Ns 20 tpm elektrolit Untuk
15/3/2017 cairan ringer kehilangan
09.00 wib laktat cairan tubuh,
dehidrasi
hipotonis dan
isotonis
15/3/2017 Cetorolac 30gr/12jam Antiinflamasi Mencegah
09.00 wib inflamasi
15/3/2017 Ceftriaxon 1gr/12jam Antibiotik Mencegah
09.00 wib infeksi
15/3/2017 O2 3ltr/mnt oksigen Memenuhi
09.00 wib kebutuhan
pernafasan
17
A. ANALISA DATA
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Penumpukan
secret
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan Adanya
hemoragi intacerebral
18
C. RENCANA KEPERAWATAN
19
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No.Dx Hari/tgl/jam Implementasi Respon Klien ttd
20
1 Rabu Mempertahankan S :- Yeni
15/3/2017
oksigenasi O : pasien terpasang
10.00 kanul O2 3 l/mnt
E. EVALUASI KEPERAWATAN
21
berkurang
Irama nafas normal 20x/mnt
22
piracetam 3gr/8j, Cetorolac 30 gr/12j, ranitidine 1
amp/12j, ceftriaxon 1 gr/12
23
I. PEMBAHASAN
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm
substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin,
2008, hal 270-271).
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari
kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan
perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter,
subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan subaraknoid dan intracerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah
didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi
karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak
(Tarwoto, 2007).
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor
sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan
otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan
pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
24
II. DAFTAR PUSTAKA
Yogyakarta.
25