HIV dapat dibagi menjadi dua tipe, yakni tipe 1 dan tipe 2. HIV-1 dapat
ditemukan di seluruh dunia, sementara HIV-2 jarang ditemukan di tempat lain selain di
Afrika Barat. Kedua tipe virus ini ditularkan dengan cara yang sama dan sama-sama
dapat menyebabkan AIDS. Akan tetapi, tampaknya HIV-2 lebih sulit menular dan
infeksi HIV-2 jauh lebih lambat berubah menjadi AIDS dibandingkan HIV-1.Virulensi
dan viral load yang rendah dari HIV-2 menjadi penyebab keadaan tersebut. HIV-2
memiliki setidaknya delapan subtipe, dimana subtipe A dan B adalah yang tersering
ditemukan.
1) Pertama, HIV masuk ke tubuh dan mencari sel-sel CD4 positif, kemudian virus
ini masuk ke sel CD4 positif untuk melumpuhkan dan menguasainya dengan
cara memperbanyak diri di dalam sel CD4 positif ini.
2) Kedua, sel-sel HIV baru yang telah menjadi banyak ini kemudian keluar dan
mencari sel-sel CD4 positif lainnya dan mengulangi proses yang sama.
3) Lalu ketiga, sel-sel penyerang datang dan menghancurkan sel CD4 positif yang
telah terinfeksi HIV. Namun, sel-sel HIV yang baru telah menjadi banyak dan
cepat mencari sel-sel CD4 positif dan memperbanyak diri lagi di dalamnya.
4) Keempat, setelah melewati beberapa waktu, tubuh akan semakin banyak
kehilangan sel-sel CD4 positif dan sistem kekebalan tubuh menjadi lemah.
Hal ini terjadi karena tugas sel-sel CD4 positif untuk mengenali sel-sel asing yang
masuk ke dalam tubuh tersebut telah dikalahkan virus HIV. Karena sel-sel tubuh
CD4 positif berkurang dalam tubuh, maka tubuh tidak bisa menerima informasi
yang cukup untuk membentuk sel-sel penyerang yang dibutuhkan.
Pada tahap ini HIV akan menginduksi R5 Strain HIV yang mengikat co-reseptor
CCR5 yang menyerang pada makrofag, sel dendrit dan sel T yang umunmnya
terdapat pada sel epitel atau mukosa jaringan tubuh dimana saat memasuki tubuh
dan bermigrasi ke kelenjar getah bening dimana pada kelenjar banyak sel imun
tubuh. Disini strain R5 akan sel T helper, makrofag, dan sel dendrit yang
mempercepat perbanyakan dan penyebaran virus didalam darah. Sel imun akan
bereaksi dalam membunuh virus ini hal ini terjadi dalam 12 minggu pertama.
Sedangkan Mekanisme kronik HIV terjadi selama 2-10 tahun
Hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan sebagai pencegahan HIV dan
menyembuhkan infeksi HIV/AIDS. Obat yang tersedia saat ini adalah untuk
menekan aktivitas virus dalam tubuh dan mengendalikan laju infeksi tersebut
sehingga penderita HIV memiliki harapan hidup lebih panjang.
Tes antibodi. Tes ini bertujuan mendeteksi antibodi yang dihasilkan tubuh
untuk melawan infeksi HIV. Meski akurat, perlu waktu 3-12 minggu agar
jumlah antibodi dalam tubuh cukup tinggi untuk terdeteksi saat pemeriksaan.
Tes antigen. Tes antigen bertujuan mendeteksi p24, suatu protein yang
menjadi bagian dari virus HIV. Tes antigen dapat dilakukan 2-6 minggu
setelah pasien terinfeksi.
Bila skrining menunjukkan pasien terinfeksi HIV (HIV positif), maka pasien
perlu menjalani tes selanjutnya. Selain untuk memastikan hasil skrining, tes berikut
dapat membantu dokter mengetahui tahap infeksi yang diderita, serta menentukan
metode pengobatan yang tepat. Sama seperti skrining, tes ini dilakukan dengan
mengambil sampel darah pasien, untuk diteliti di laboratorium. Beberapa tes tersebut
antara lain:
Hitung sel CD4. CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang dihancurkan oleh
HIV. Oleh karena itu, semakin sedikit jumlah CD4, semakin besar pula
kemungkinan seseorang terserang AIDS. Pada kondisi normal, jumlah CD4
berada dalam rentang 500-1400 sel per milimeter kubik darah. Infeksi HIV
berkembang menjadi AIDS bila hasil hitung sel CD4 di bawah 200 sel per
milimeter kubik darah.
Pemeriksaan viral load (HIV RNA). Pemeriksaan viral load bertujuan untuk
menghitung RNA, bagian dari virus HIV yang berfungsi menggandakan diri.
Jumlah RNA yang lebih dari 100.000 kopi per mililiter darah, menandakan infeksi
HIV baru saja terjadi atau tidak tertangani. Sedangkan jumlah RNA di bawah
10.000 kopi per mililiter darah, mengindikasikan perkembangan virus yang tidak
terlalu cepat. Akan tetapi, kondisi tersebut tetap saja menyebabkan kerusakan
perlahan pada sistem kekebalan tubuh.
Tes resistensi (kekebalan) terhadap obat. Beberapa subtipe HIV diketahui kebal
pada obat anti HIV. Melalui tes ini, dokter dapat menentukan jenis obat anti HIV
yang tepat bagi pasien.