Anda di halaman 1dari 7

GALENIKA Journal of Pharmacy Vol.

3 (1) : 57 - 63 ISSN : 2442-8744


March 2017

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) PADA PASIEN PEDIATRI


PNEUMONIA KOMUNITAS DI INSTALASI RAWAT INAP RSD MADANI
PROVINSI SULAWESI TENGAH

IDENTIFICATION OF DRUG RELATED PROBLEMs IN PEDIATRIC PATIENTS


WITH COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA AT MADANI HOSPITAL
CENTRAL SULAWESI

Putu Maharani Ajeng Astiti*, Alwiyah Mukaddas, Safarudin


Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Tadulako

Received 20 Mei 2016/Accepted1 Oktober 2016

ABSTRAK

Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kondisi terkait terapi obat yang secara nyata
atau potensial mengganggu hasil klinis. DRP dapat terjadi pada penanganan berbagai penyakit salah
satunya pneumonia komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase kejadian DRPs
pada pasien pediatri pneumonia komunitas. Penelitian ini bersifat deskriptif dan observasional dengan
rancangan pengambilan data secara prospektif yang dilakukan pada bulan November 2015 hingga
Februari 2016 di instalasi rawat inap Rumah Sakit Daerah (RSD) Madani Provinsi Sulawesi Tengah.
Hasil penelitian yang diperoleh dari 28 pasien menunjukkan jumlah kejadian DRPs kategori obat
tidak tepat sebanyak 1 kasus (1,7%), interaksi obat sebanyak 35 kasus (58,3%), dosis obat kurang
sebanyak 18 kasus (30%), dosis obat lebih sebanyak 6 kasus (10%), dan obat tanpa indikasi sebanyak
0 kasus (0%).

Kata kunci : Pneumonia komunitas, drug related problems, rawat inap.

ABSTRACT

Drug Related Problems (DRPs) are events or circumstances involving drug therapy that
actually or potentially interfere with desired health outcomes. DRPs may occur in the treatment of
various diseases such as community acquired pneumonia (CAP). This study aims to determine the
percentage of DRPs in pediatric inpatients with CAP. This is a descriptive and observational study
design with prospective data conducted in November 2015 until February 2016 at Madani Hospital,
Central Sulawesi. The results obtained from 28 patients showed that incidences of DRPs categories of
inappropriate drug is 1 event (1,7%), inappropriate drug combination 35 events (58,3%), drugs dose
too low 18 events (30%), drugs dose too high 6 events (10%), and no indication for drug 0 event
(0%).

Keywords : Community acquired pneumonia, drug related problems, inpatient.

*Corresponding author : Putu Maharani Ajeng Astiti maharaniajengastiti@gmail.com (ph:+62-85241471235)


Astiti et al./Galenika Journal of Pharmacy

PENDAHULUAN pengobatan. Oleh karena hal tersebut


Infeksi Saluran Pernapasan Akut dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi
(ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan drug related problems (DRPs) pada pasien
atas atau bawah, biasanya menular dan dapat pediatri pneumonia komunitas di instalasi
menimbulkan berbagai spektrum penyakit rawat inap Rumah Sakit Daerah Madani
yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau Provinsi Sulawesi Tengah.
infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan
mematikan. World Health Organization METODE PENELITIAN
(WHO) memperkirakan insidens ISPA di Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
negara berkembang adalah sebesar 15%-20% pengambilan data secara prospektif
pertahun pada 13 juta anak (WHO, 2007). dilaksanakan selama 4 bulan, mulai dari bulan
Salah satu penyakit infeksi akut pada November 2015 hingga Februari 2016 diruang
saluran pernapasan bawah yang menjadi perawatan anak Rumah Sakit Daerah (RSD)
perhatian adalah pneumonia, khususnya MadaniProvinsi Sulawesi Tengah. Jumlah
pneumonia komunitas (Community Acquired sampel yang diperoleh adalah sebanyak 28
Pneumonia) merupakan jenis yang paling pasien pneumonia yang memenuhi kriteria
sering dialami oleh masyarakat.Pneumonia inklusi dan eksklusi.
komunitas merupakan salah satu subtipe dari Adapun kriteria inklusi yaitu (1) Pasien
pneumonia dengan bentuk epidemiologis yang berada di instalasi rawat inap RSD
yaitu sebagai infeksi pada parenkim paru– Madani Provinsi Sulawesi Tengah; (2) Pasien
paru yang didapatkan di luar rumah sakit atau yang berusia 28 hari – 14 tahun. Kriteria
fasilitas kesehatan penyedia rawat inap, dapat eksklusi yaitu (1)Pasien dengan data rekam
terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah medik yang tidak lengkap; (2)Pasien yang
sakit pada pasien yang belum pernah dirawat tidak dizinkan untuk menjadi responden oleh
di rumah sakit selama >14 hari (Jeremy et al, orang tua/keluarganya.
2007).Berdasarkan data dari RSUD Dr. Variabel pada penelitian ini meliputi
Soetomo Surabaya diperoleh sekitar 180 data karakteristik pasien (usia dan jenis
kejadian pneumonia komunitas dengan angka kelamin), karakteristik klinis (gejala dan
kematian antara 20-35% dan menduduki tanda, lama inap, dan keadaan pulang), hasil
peringkat keempat dari sepuluh penyakit yang laboratorium (kadar hematokrit, leukosit, dan
dirawat per tahunnya (Perhimpunan Dokter trombosit), serta kejadian masing-masing
Paru Indonesia, 2003). Data dari Rumah Sakit kategori DRPs meliputipemilihan obat (obat
Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah tidak tepat, obat tanpa indikasi, dan interaksi
menunjukkan pada tahun 2012 hingga 2014 obat) serta pemilihan dosis (dosis terlalu
pneumonia masuk kategori sepuluh penyakit rendah dan dosis terlalu tinggi). Data
terbesar yang didominasi oleh pasien anak dikumpulkan melalui wawancara secara
dalam rentang usia 28 hari – 14 tahun. langsung dengan pasien/keluarga pasien dan
Drug Related Problem (DRP) atau diambil dari rekam medik.
masalah terkait obat didefinisikan sebagai
suatu peristiwa atau keadaan yang HASIL
memungkinkan atau berpotensi menimbulkan Tabel 1. Karakteristik pasien pediatri
masalah pada hasil pengobatan yang pneumonia komunitas
diberikan. Farmasi klinis memiliki peran aktif Jmlh
dalam penyelesaian masalah terkait obat No. Karakteristik Pasien %
seperti resep yang tidak tepat secara klinis, (n=28)
interaksi obat-obat yang relevan, 1. Usia
28 hari ≥ usia < 1 tahun 16 57,1
ketidakpatuhan pasien dalam minum obat, 1 tahun ≥ usia < 5 tahun 11 39,3
dosis subterapi, dan overdosis dengan 5 tahun ≥ usia ≤ 14 1
3,6
memulai perubahan dalam terapi obat melalui tahun
pelayanan klinis kefarmasian (Kumar et al, Total 28 100
2012). Adanya peningkatan jumlah kejadian 2. Jenis Kelamin
Laki-Laki 16 57
penyakit pneumonia mempunyai peluang Perempuan 12 43
besar akan terjadinya DRPs maka perlu Total 28 100
perhatian khusus dalam penanganan
pneumonia dari tenaga kesehatan, khususnya
terhadap adanya masalah yang terjadi selama

58
Astiti et al./Galenika Journal of Pharmacy

Tabel 2. Karakteristik klinis pasien pediatri PEMBAHASAN


pneumonia komunitas (1) Karakteristik Pasien
Berdasarkan karakteristik usia
No. Karakteristik Klinis Jumlah % jumlah kasus pneumonia tertinggi
1. Gejala dan tanda dialami oleh anak yang berada dalam
Demam 27 27,5 rentang usia 28 hari-1 tahun yaitu sebesar
Batuk berdahak 28 28,6
Sesak napas 16 16,3
57,1%. Berdasarkan karakteristik jenis
Kejang 5 5,1 kelamin diperoleh insidensi penyakit
Peningkatan laju 6,1 pneumonia tertinggi terjadi pada pasien
6 berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar
pernapasan
Mual/muntah 3 3,1 57% dibandingkan perempuan sebesar
Retraksi 8 8,2 43%.
Terdengar rhonki 5 5,1
Total 98 100 (2) Karakteristik Klinis
2. Lama inap Gejala dan Tanda
1-5 hari 20 71,43 Gejala dan tanda yang dominan
6-10 hari 6 21,43 pada 28 pasien pediatri adalah batuk
11-15 hari 2 7,14
berdahak, demam, sesak napas, dan
Total 28 100
retraksi. Batuk berdahak dan sesak napas
4. Keadaan akhir
Membaik 24 86 merupakan gejala yang biasa terjadi pada
Belum sembuh 4 14 pasien terdiagnosis pneumonia. Gejala
Total 28 100 tersebut timbul karena terjadinya
konsolidasi di paru-paru sehingga
Tabel 3. Nilai leukosit pasien pediatri meningkatkan viskositas mukus yang ada
pneumonia komunitas di saluran napas sehingga menyebabkan
sesak pada pasien. Salah satu cara yang
dilakukan tubuh untuk mengeluarkan
Jumlah
Kategori Jumlah % mukus yang berlebih adalah dengan
leukosit
refleks batuk.
< 4,5 x 103/L Rendah 0 0 Demam merupakan gejala yang
paling umum ditemukan pada kasus
4,5-12,0 x 103/L Normal 10 36
infeksi baik akibat invasi virus maupun
>12,0 x 103/L Tinggi 18 64 bakteri. Demam yang terjadi akibat
infeksi virus akan sembuh dalam
Total 28 100 beberapa hari sedangkan demam akibat
58,3% infeksi bakteri berdurasi lebih dari 3 hari
35 dan kondisi tubuh anak akan terlihat
30 lemah serta tidak tertarik pada
25 lingkungan sekitar. Menurut klinisi,
20
30% pasien pediatri yang terdiagnosa
10%
15 pneumonia pada umumnya terinfeksi
10 [VALUE[VALUE virus dan diikuti dengan adanya infeksi
5 ],7% ]% sekunder (bakteri) sehingga terjadi
0 peningkatan suhu selama perawatan.
Retraksi adalah gerakan menarik
bagian tubuh ke arah belakang. Pada
kasus pneumonia gerakan yang dimaksud
adalah tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam (TDDK), terjadi sebagai
peningkatan upaya penggunaan otot-otot
Gambar 1. Diagram Persentase Kategori DRPs inspirasi tambahan untuk
mempertahankan volume tidal
pernapasan sebagai akibat dari
konsolidasi pada paru (Koda-Kimble et
al, 2009).

59
Astiti et al./Galenika Journal of Pharmacy

Lama Rawat Inap dkk dan Heng (dalam Dewi dkk, 2012)
Mayoritas pasien pediatri penyebab terbanyak kejadian
pneumonia komunitas dirawat selama 1-5 trombositosis (peningkatan jumlah
hari yaitu sebesar 71,43%. Lama rawat trombosit) adalah infeksi dan paling
inap pasien berkaitan dengan tingginya sering terjadi pada saluran respiratori,
risiko infeksi nosokomial sehingga salah satu contohnya yakni pneumonia.
pasien yang dianggap telah membaik Trombositosis sering dijumpai pada
dapat melanjutkan pengobatan secara anak-anak yang berkaitan dengan
rawat jalan. fenomena respon tubuh terhadap infeksi,
anemia, dan penyakit lainnya (Nafianti,
Keadaan Akhir Pasien 2008).
Pada penelitian ini sebanyak 86%
pasien pulang dengan keadaan membaik (4) Karakteristik Obat
dan 14% pasien yang pulang dengan Pengobatan pasien pneumonia
keadaan tidak sembuh. Pasien yang yang berada di instalasi rawat inap
pulang dengan keadaan membaik pada bersifat suportif (pemberian cairan
umumnya gejala yang dirasakan seperti elektrolit) dan simptomatik. Pemberian
demam, batuk berdahak, sesak napas, dan cairan elektrolit bertujuan untuk
peningkatan laju napas sudah mulai menghindari terjadinya kehilangan cairan
berkurang atau hilang serta berlebih (dehidrasi) dan menjaga
membutuhkan beberapa hari perawatan keseimbangan elektrolit pada pasien
untuk meningkatkan sistem kekebalan pneumonia.
tubuh dan stamina. Pasien yang pulang Golongan obat untuk terapi
dengan keadaan belum sembuh simptomatik antara lain antibiotik sebesar
disebabkan karena biaya pengobatan 24,27%. Sebagai terapi utama dalam
yang cukup tinggi sehingga orang tua penanganan kasus pneumonia sediaan
pasien memutuskan untuk mengakhiri yang paling banyak diberikan pada
perawatan di rumah sakit. pasien adalah sediaan injeksi karena
memiliki onset yang cepat.
(3) Karakteristik Laboratorium Penggunaan golongan obat lainnya
Nilai yang diambil pada seperti antipiretik (parasetamol)sebesar
karakteristik laboratorium meliputi kadar 11,16%, bronkodilator (salbutamol)
hematokrit, leukosit, dan trombosit. Nilai sebesar 8,74%, hipnotik-sedatif sebesar
hematokrit menunjukkan persentase 1,94%, antihistamin sebesar 11,17%,
jumlah eritrosit secara total dari volume antituberkulosis sebesar 1,46%,
darah sehingga nilainya sebanding kortikosteroid sebesar 15,53%,
dengan jumlah eritrosit pada ukuran mukolitik-ekspektoran sebesar 15,04%,
normal. Penurunan nilai hematokrit dan suplemen sebesar 10,68%. Obat-
merupakan indikator terjadinya anemia. obatan ini diberikan sesuai dengan
Akan tetapi pada penelitian ini tidak ada keluhan dan kondisi pasien.
pasien yang mengalami gejala anemia.
Leukosit adalah jumlah sel darah (5) Drug Related Problems (DRPs)
putih yang terkandung dalam plasma Kategori DRPs pada penelitian ini
darah. Sebanyak 64% pasien datang ke meliputi kategori obat tidak tepat, obat
RS dengan kadar leukosit di atas nilai tanpa indikasi, interaksi obat, dosis
normal dan sebanyak 36% dengan kadar kurang dan dosis lebih. Berdasarkan
leukosit normal. Menurut Chisholm- analisis yang dilakukan ditemukan 60
Burns et al (2008), kadar leukosit pada kasus kejadian DRPs dari total kategori
pasien pneumonia komunitas dapat DRPs yang dianalisis.
mengalami peningkatan ataupun tidak Obat Tidak Tepat
sama sekali. Peningkatan ataupun Kategori penggunaan obat yang
penurunan leukosit pada anak-anak tidak tepat adalah dimana pasien
merupakan tanda terjadinya infeksi. menerima obat yang tidak sesuai dengan
Trombosit adalah elemen terkecil kebutuhan pasien. Hasil penelitian
dari darah yang berperan dalam proses menunjukkan penggunaan obat tidak
pembekuan darah. Menurut Matsubara tepat yang ditemukan pada pasien

60
Astiti et al./Galenika Journal of Pharmacy

pediatri pneumonia komunitas sebanyak Dosis Obat Lebih


1 kasus (1,7%) yaitu diazepam dalam Berdasarkan penelitian yang
bentuk sediaan larutan. dilakukan, ditemukan 6 kasus (10%)
Menurut British National dosis obat lebih yang diberikan pada
Formulary for Children pemberian terapi pasien pediatri pneumonia komunitas
diazepam via rektal tidak diperbolehkan yaitu pemberian antibiotika (seftriakson).
untuk anak berusia dibawah 1 tahun. Hal Penggunaan antibiotika pada anak-anak
ini berkaitan dengan absorpsi obat via perlu perhatian khusus sebab kelebihan
rektum di vena hemoroidal atas yang dosis dapat memicu timbulnya efek
akan membawa sebagian obat ke hati samping dari obat itu sendiri, interaksi
untuk dimetabolisme sehingga jumlah obat, dan resistansi obat apabila
obat yang terabsorpsi tidak dapat terukur. diberikan secara berlanjut. Seftriakson
merupakan obat antibiotik golongan
Obat Tanpa Indikasi sefalosporin yang apabila diberikan
Pemberian obat tanpa indikasi dalam dosis berlebih dapat menyebabkan
pada penelitian ini adalah pasien gangguan gastrointestinal dan reaksi
menerima obat tidak sesuai dengan hipersensitifitas (Sweetman, 2009).
indikasi obat. Berdasarkan hasil
penelitian semua pasien menerima terapi Interaksi Obat
pengobatan sesuai dengan indikasi. Identifikasi drug related problems
Terapi tambahan yang diberikan dalam untuk kategori interaksi obat didasarkan
pengobatan bertujuan untuk mengobati pada pemakaian obat yang bersamaan
pasien pneumonia dengan penyakit dalam 1 hari. Interaksi obat terjadi bila
penyerta seperti GEA, gizi buruk, dan dua atau lebih obat berinteraksi sehingga
tuberkulosis. toksisitas dan efektifitasnya dapat
berubah. Interaksi obat dicek
Dosis Obat Kurang menggunakan program Drug Interaction
Kriteria dosis obat kurang dalam Checker (Medscape) dan Drug
penelitian ini adalah pemakaian dosis Interaction Fact.
dibawah dosis yang lazim yang Data mengenai level signifikansi
digunakan. Berdasarkan penelitian yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui
telah dilakukan, ditemukan 18 kasus jenis dan besarnya efek obat serta
pemberian obat di bawah dosis terapi. perlunya pemantauan pasien atau
Obat yang diberikan dengan dosis kurang pengubahan terapi obat untuk
adalah antibiotik yaitu sebesar 25% dan menghindari konsekuensi yang
antipiretik sebesar 5% dari total kejadian berpotensi dapat merugikan pasien. Level
DRPs. signifikan interaksi 1,2, dan 3 merupakan
Pada penelitian ini antibiotik yang interaksi yang seharusnya diprioritaskan
termasuk dalam kategori dosis obat untuk dicegah dan diatasi, sedangkan
kurang antara lain gentamisin, level signifikasi 4 dan 5 merupakan
seftriakson, sefotaksim, dan sefadroksil, interaksi yang jarang terjadi tetapi cukup
sedangkan untuk antipiretik yaitu memerlukan monitoring terjadinya
parasetamol. Pada penanganan di rumah reaksi.
sakit, pemberian antibiotik disesuaikan
dengan berat badan pasien, ketersediaan
jenis obat, serta tatalaksana yang sering
digunakan oleh para klinisi. Tidak
adanya acuan khusus dalam penanganan
pneumonia di rumah sakit menjadi salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi
pemberian dosis obat kepada pasien.

61
Astiti et al./Galenika Journal of Pharmacy

Tabel 4. Daftar penggunaan obat yang masuk dalam kategori interaksi obat pada pasien pediatri
pneumonia komunitas
Level Tingkat Obat yang
Dokumentasi Interaksi Jml %
Signifikan Keparahan berinteraksi
Potensial hepatotoksik dari
parasetamol dapat
meningkat ketika
Parasetamol +
4 Moderate Possible fenobarbital diberikan 1 1,7%
Fenobarbital
dalam dosis yang besar.
Efek terapi parasetamol
juga akan berkurang.
Diazepam menurunkan
kerja dari parasetamol
dengan mempercepat
Parasetamol +
- Minor - metabolisme. Peningkatan 2 3,3%
Diazepam
metabolisme menyebabkan
peningkatkan jumlah
metabolit yang hepatotoksik
Deksametason dapat
Deksametason + menurunkan efek dari
- - Possible metil- metilprednisolon dengan 4 6,6%
prednisolon cara mempengaruhi enzim
CYP3A4 di hati/intestinal
Deksametason dapat
Deksametason + menurunkan efek dari
- - Possible 1 1,7%
Diazepam diazepan dengan cara enzim
CYP3A4 di hati/intestinal
Terjadi peningkatan
Klorfeniramin +
- - - klorfeniramin dan albuterol 14 23,3%
salbutamol
menurunkan efek sedasi
Gentamisin + Kedua obat dapat
- - - 10 16,6%
Salbutamol menurunkan serum kalium
Hepatoksisitas dapat terjadi
Isoniazid +
1 Major Probable ketika salah satu obat 1 1,7%
Rifampisin
diberikan dalam dosis tinggi
Serum rifampisin dapat
Rifampisin + berkurang, kemungkinan
5 Minor Unlikely 1 1,7%
Pirazinamid dapat mengurangi efek
rifampin
Keduanya dapat
Isoniazid + meningkatkan salah satu
- Minor - 1 1,7%
Pirazinamid obat melalui sinergis secara
farmakodinamik
Total 35 58,3%
Level signifikansi
1 = mayor, suspected (efeknya dapat mengakibatkan kematian atau menyebabkan kerusakan permanen,
efeknya bisa muncul dan ada data yang tersedia).
2 = moderat, suspected (bisa menunggu status klinik pasien, terapi tambahan, rawat inap di RS atau
perpanjangan rawat inap di RS mengkin dibutuhkan, (efeknya bisa muncul dan ada data yang
tersedia). Established (terbukti terjadi dalam klinik trial)
3 = minor, suspected(efeknya ringan, tidak mengganggu hasil terapi, efeknya bisa muncul dan ada data
yang tersedia).
4 = mayor/moderat, possible(efeknya mungkin muncul tetapi data yang ada terbatas).
5 = minor, possible/unlikely (efeknya mungkin muncul tetapi data yang ada terbatas atau diragukan,
tidak ada data tentang klinisnya).

62
Astiti et al./Galenika Journal of Pharmacy

UCAPAN TERIMA KASIH Pharmaceutical Care in an Indoan


Ucapan terima kasih disampaikan Teaching Hospital, International
kepada Direktur Rumah Sakit Daerah Journal of Advanced Research in
Pharmaceutical and Bio Science Vol 2
Madani Provinsi Sulawesi Tengah atas izin
(3), 392-394.
penelitian ini serta pihak-pihak terkait yang
turut serta membantu dalam pengumpulan
data penelitian. Kusumawardani, I., 2011,Identifikasi Drug
Related Problems Kategori Obat
DAFTAR PUSTAKA Salah, Ketidaktepatan Dosis, dan
Interaksi Obat Pada Pasien
Chishlom-Burns, M. A., Wells, B. G., Pneumonia Pediatri di Instalasi
Schwinghammer, T. L., Malone, P. Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
M., Kolesar, J. M., Rotschafer, J. C., Surakarta Tahun 2010, Skripsi
dan Dipiro, J. T., Fakultas Farmasi Universitas
2008,Pharmacotherapy Principles Muhammadiyah Surakarta.Surakarta.
and Practice, McGraw-Hill
Companies, New York.
Nafianti, S., 2008,The Profile of
Thrombocytosis in Pediatric Intensive
Dewi, S. C., Subanda, I. B., Purniti, P. S., Care Unit, Majalah Kedokteran
dan Ariawati, K., 2012,Trombositosis Nusantara Volume 41 No. 4, 243-247.
Pada Pneumonia, Jurnal Ilmu
Kesehatan Anak, 18-24,
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2003,Pneumonia Komuniti: Pedoman
Jeremy, P. T., Ward, J., Leach, R. M., dan Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Wiener, C. M., 2007,At Glance Sistem Indonesia, Balai Penerbit, Jakarta.
Respirasi Edisi Kedua, Erlangga
Medical Series, Jakarta.
Sweetman, S. C., 2009,Martindale The
Complete Drug Reference,
Koda-Kimble, M. A., Young, L. Y., Pharmaceutical Press, London.
Alldredge, B. K., Corelli, R. L.,
Gugliemo, B. J., Kradjan, W. A., dan
Williams, B. R., 2009,Applied WHO, 2007, Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Therapeutics: The Clinical Use of
Drugs 9th Edition,Lippincott Wiliams (ISPA) yang Cenderung Menjadi
& Wilkins, Philadelphia. Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, Trust
Indonesia, Indonesia.
Kumar, Y. A., Ahmad, A., Kumar, V. R.,
Mohanta, G. P., dan Manna, K. P.,
2012, Pharmacist Interventions and

63

Anda mungkin juga menyukai