Anda di halaman 1dari 21

TUGAS 1

KRISTALOGRAFI DAN SISTEM


KRISTAL

OLEH:
NAMA: MUH. SARIF
NIM: 410015052

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL
YOGYAKARTA
2015
A. Pengertian Kristalografi
Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan yang
dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk
menyeragamkan pendapat para ahli, maka kristal adalah bahan padat homogen,
biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti
sehingga susunan bidang-bidangnya memenuhi hukum geometri; Jumlah dan
kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu dan teratur. Kristal-kristal tersebut
selalu dibatasi oleh beberapa bidang datar yang jumlah dan kedudukannya tertentu.
Kristalografi adalah sains eksperimental yang bertujuan menentukan susunan
atom dalam zat padat. Dahulu istilah ini digunakan untuk studi ilmiah kristal. Kata
"kristalografi" berasal dari kata bahasa Yunani crystallon = tetesan dingin/beku,
dengan makna meluas kepada semua padatan transparan pada derajat tertentu, dan
graphein = menulis.

Sebelum perkembangan kristalografi difraksi sinar X, studi kristal didasarkan


kepada geometri kristal. Ini termasuk mengukur sudut permukaan kristal relatif
terhadap sumbu referensi teoretis (sumbu kristalografik), dan menetapkan
kesetangkupan kristal yang bersangkutan. Yang pertama dilaksanakan
menggunakan goniometer.
Metode kristalografis saat ini tergantung kepada analisis pola hamburan yang
muncul dari sampel yang dibidik oleh berkas sinar tertentu. Berkas tersebut tidak
mesti selalu radiasi elektromagnetik, meskipun sinar X merupakan pilihan yang
paling umum. Untuk beberapa keperluan elektron atau neutron juga digunakan,
yang dimungkinkan karena sifat gelombang partikel tersebut. Para ahli kristalografi
sering menyatakan secara eksplisit jenis berkas yang digunakan.
Ketiga jenis radiasi ini (sinar X, elektron, dan neutron) berinteraksi dengan
spesimen dengan cara yang berbeda. Sinar X berinteraksi dengan agihan (distribusi)
spasial elektron valensi, sementara elektron merupakan partikel bermuatan, dan
karena itu merasakan agihan total inti atom dan elektron yang mengelilinginya.
Neutron dihamburkan oleh inti atom lewat gaya nuklir kuat, dan tambahan lagi,
momen magnetik neutron tidaklah nol. Karena itu neutron juga dihamburkan oleh
medan magnet. Bila neutron dihamburkan oleh bahan yang mengandung hidrogen,
berkas tersebut menghasilkan pola difraksi dengan tingkat derau tinggi. Karena
bentuk-bentuk interaksi yang berbeda ini, ketiga jenis radiasi tersebut cocok untuk
studi kristalografi berbeda-beda.

B. Unsur-unsur Simetri Kristal


Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan
bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan
didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu simetri dibedakan
menjadi tiga, yaitu : gire, giroide, dan sumbu inversi putar.
Sudut simetri adalah sudut antar sumbu-sumbu yang berada dalam sebuah kristal.
Sudut-sudut ini berpangkal (dimulai) pada titik persilangan sumbu-sumbu utama
pada kristal yang akan sangat berpengaruh pada bentuk dari kristal itu sendiri.
Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi dua
bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan (refleksi) dari
bagian yang lainnya. Bidang simetri ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu bidang
simetri aksial dan bidang simetri menengah. Bidang simetri aksial bila bidang
tersebut membagi kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kristal).

C. Sistem Kristal
1. Sistem Kristal Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem
kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk
masing-masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α =
β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan
γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
Gambar 1.1 Sistem Kristal Isometrik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada
sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai
3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold,
pyrite, galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)
Gambar 1.2 Mineral Pirit

2. Sistem Kristal Tetragonal


Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal
yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan
panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih
pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi
tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ =
90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ
) tegak lurus satu sama lain (90˚).
Gambar 1.3 Sistem Kristal TetragonaL

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal


Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada
sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai
3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
 Piramid
 Bipiramid
 Bisfenoid
 Trapezohedral
 Ditetragonal Piramid
 Skalenohedral
 Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil,
autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)
Gambar 1.4 Mineral Autunite

3. Sistem Kristal Orthorombik


Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri
kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial
ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya
tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki
sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga
sudutnya saling tegak lurus (90˚).
Gambar 1.5 Sistem Kristal Orthorombik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


Orthorombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya
tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya
pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
 Bisfenoid
 Piramid
 Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah
stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)
Gambar 1.6 Mineral Kristal Chrysoberyl

4. Sistem Kristal Heksagonal


Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus
terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk
sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama.
Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek
(umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial
ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama
dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c.
Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti,
pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚
terhadap sumbu γ.
Gambar 1.7 Sistem Kristal Hexagonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada
sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai
3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan
sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 7:
 Hexagonal Piramid
 Hexagonal Bipramid
 Dihexagonal Piramid
 Dihexagonal Bipiramid
 Trigonal Bipiramid
 Ditrigonal Bipiramid
 Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)
Gambar 1.8 Mineral Kuarsa

5. Sistem Kristal Trigonal


Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain
yaitu Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam
sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama.
Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang
terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua
titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan
sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki
sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut
α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
kristal Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada
sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3,
dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan
sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Gambar 1.9 Sistem Kristal Trigonal

Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:


 Trigonal piramid
 Trigonal Trapezohedral
 Ditrigonal Piramid
 Ditrigonal Skalenohedral
 Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini
adalah tourmaline dan cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)
Gambar 1.10 Mineral Cinabar
6. Sistem Kristal Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga
sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus
terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga
sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang
paling panjang dan sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak
ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling
tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya
tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya
pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
Gambar 1.11 Sistem Kristal Monoklin

Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:


 Sfenoid
 Doma
 Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah
azurite, malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)

Gambar 1.12 Mineral Malachite

7. Sistem Kristal Triklin


Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak
saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak
ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ
tidak saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.

Gambar 1.13 Sistem Kristal Triklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin


memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan
yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ
membentuk sudut 80˚ terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
 Pedial
 Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite,
anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase (Pellant, chris.
1992)
Gambar 1.14 Mineral Albite

D. Hermann Mauguin Symbol


Simbol Herman-Mauguin adalah simbol yang menerangkan ada atau
tidaknya bidang simetri dalam suatu kristal yang tegak lurus terhadap sumbu-
sumbu utama dalam kristal tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengamati
sumbu dan bidang yang ada pada kristal tersebut.
Pemberian simbol Herman-Mauguin ini akan berbeda pada masing-masing
kristal. Dan cara penentuannya pun berbeda pada tiap Sistem Kristal.
Tabel 1.1 Hermann Mauguin
Sistem Bagian 1 Bagian 2 Bagian 3
Sistem Isometrik Menerangkan nilai Menerangkan Menerangkan
sumbu utama, Sumbu tambahan sumbu
mungkin bernilai pada arah 111, tambahan
2, 4, atau 4 apakah bernilai 3 bernilai 2 atau
atau 3 tidak bernilai
yang memiliki
arah 110 atau
arah lainnya
yang terletak
tepat diantara
dua buah sumbu
utama
Sistem Tetragonal Menerangkan nilai Menerangkan nilai Menerangkan
sumbu c, sumbu utama nilai sumbu
mungkin mungkin horizontal tambahan yang
bernilai 4 atau 4 terletak tepat
diantara dua
sumbu utama
lateral
Sistem Hexagonal Menerangkan nilai Menerangkan nilai Menerangkan ada
dan Trigonal sumbu c, sumbu utama tidaknya nilai
mungkin bernilai horizontal sumbu
6 atau 3 tambahan yang
terletak tepat
diantara dua
sumbu utama
horizontal,
berarah 1010
Sistem Terdiri atas tiga bagian, yaitu dengan menerangkan nilai sumbu-
Orthorhombik sumbu utama dimulai dari sumbu a, b, dan kemudian c
Sistem MonoklinPada sistem ini hanya terdiri dari satu bagian, yaitu hanya
menerangkan nilai sumbu b
Sistem Triklin Untuk sistem ini hanya mempunyai dua kelas simetri yang
menerangkan keterdapatan pusat simetri kristal.
Keseluruhan bagian tersebut diatas harus diselidiki ada
tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu
yang dianalisa. Jika ada, maka penulisan nilai sumbu
diikuti dengan huruf “m” (bidang simetri) dibawahnya.
Kecuali untuk sumbu yang bernilai satu ditulis dengan
“m” saja.
Berikut ini adalah beberapa contoh penulisan simbol Herman-Mauguin
dalam pendeskripsian kristal :
 6/m : Sumbu simetri bernilai 6 dan terhadapnya terdapat bidang simetri yang
tegak lurus.
 6 : Sumbu simetri bernilai 3, namun tidak ada bidang simetri yang tegak lurus
terhadapnya.
 m : Sumbu simetri bernilai 1 atau tidak bernilai dan terhadapnya terdapat bidang
simetri yang tegak lurus.

E. Unsur-unsur simetri kristal

Dari masing-masing sistem kristal dapat dibagi lebih lanjut menjadi klas-klas kristal
yang jumlahnya 32 klas. Penentuan klasikasi kristal tergantung dari banyaknya
unsur-unsur simetri yang terkandung di dalamnya. Unsur-unsur simetri tersebut
meliputi:
1. Bidang simetri
Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi
dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan
dari yang lain. Bidang simetri ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bidang
simetri aksial dan bidang simetri menengah. Bidang simetri aksial bila
bidang tersebut membagi kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kristal).
Bidang simetri aksial ini dibedakan menjadi dua, yaitu bidang simetri
vertikal, yang melalui sumbu vertikal dan bidang simetri horisontal, yang
berada tegak lurus terhadap sumbu c. Bidang simetri menengah adalah
bidang simetri yang hanya melalui satu sumbu kristal. Bidang simetri ini
sering pula dikatakan sebagai bidang siemetri diagonal.

2. Sumbu simetri
Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal,
dan bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran
penuh akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu
simetri dibedakan menjadi tiga, yaitu gire, giroide dan sumbu inversi putar.
Ketiganya dibedakan berdasarkan cara mendapatkan nilai simetrinya. Gire,
atau sumbu simetri biasa, cara mendapatkan nilai simetrinya adalah dengan
memutar kristal pada porosnya dalam satu putaran penuh. Bila terdapat dua
kali kenampakan yang sama dinamakan digire, bila tiga trigire (4), empat
tetragire (3), heksagire (9) dan seterusnya. Giroide adalah sumbu simetri
yang cara mendapatkan nilai simetrinya dengan memutar kristal pada
porosnya dan memproyeksikannya pada bidang horisontal. Dalam gambar,
nilai simetri giroide disingkat tetragiroide ( ) dan heksagiroide ( ). Sumbu
inversi putar adalah sumbu simetri yang cara mendapatkan nilai simetrinya
dengan memutar kristal pada porosnya dan mencerminkannya melalui pusat
kristal. Penulisan nilai simetrinya dengan cara menambahkan bar pada
angka simetri itu

3. Pusat simetri
Suatu kristal dikatakan mempunyai pusat simetri bila kita dapat membuat
garis bayangan tiap-tiap titik pada permukaan kristal menembus pusat
kristal dan akan menjumpai titik yang lain pada permukaan di sisi yang lain
dengan jarak yang sama terhadap pusat kristal pada garis bayangan tersebut.
Atau dengan kata lain, kristal mempunyai pusat simetri bila tiap bidang
muka kristal tersebut mempunyai pasangan dengan kriteria bahwa bidang
yang berpasangan tersebut berjarak sama dari pusat kristal, dan bidang yang
satu merupakan hasil inversi melalui pusat kristal dari bidang pasangannya.

F. Klasifikasi Kristal
Dari tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 klas kristal.
Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh
kristal tersebut. Sistem isometrik terdiri dari lima kelas, sistem tetragonal
mempunyai tujuh kelas, rombis memiliki tiga kelas, heksagonal mempunyai tujuh
kelas dan trigonal lima kelas. Selanjutnya sistem monoklin mempunyai tiga kelas.
Tiap kelas kristal mempunyai singkatan yang disebut simbol. Ada dua macam cara
simbolisasi yang sering digunakan, yaitu simbolisasi Schonidan Herman Mauguin
(simbolisasi internasional).
DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/8630421/Kristal_dan_Kristalografi. 23 September
2014.
https://medlinkup.wordpress.com/2011/02/26/sistem-kristal/.26 february 2011

Anda mungkin juga menyukai