PENERANGAN
halaman 1 dari 3
Permasalahannya, dinamika jenis dan cara menjalankan aktivitas dalam sebuah rumah, tidak
selalu harus memiliki konsistensi waktu. Hal tersebut sangat tergantung dari tingkat kenyamanan
yang mengerjakannya. Tingkat kenyamanan beraktivitas itu sendiri memiliki parameter yang
berbeda antara satu rumah dengan rumah lainnya. Variasi gaya dan cara dalam menjalani hidup
masing-masing penghuni rumah turut memegang andil dalam menentukan kondisi aktivitas yang
dilakukan setiap harinya.
Pertanyaannya, dapatkah lampu membuat tingkat terang dari cahaya-nya secara otomatis
menyesuaikan dengan tinggi-rendahnya fokus aktivitas yang sedang kita kerjakan?
Saat ini, belum ada teknologi sensor yang dapat bekerja untuk meraba tinggi-rendahnya aktivitas
satu/beberapa orang dalam sebuah ruangan. Lampu itu sendiri, diproduksi dengan konsep satu
kekuatan cahaya. Tidak dinamis untuk dapat menghasilkan beberapa tingkat terang cahaya.
Dengan kondisi lampu yang sudah seperti itu, kita memang tidak dapat mengubahnya. Namun,
kita dapat mengubah / mengatur teknik pencahayaan di sebuah ruangan untuk mengefisiensikan
pemakaian daya dengan menggunakan beberapa lampu didalamnya.
Intensitas cahaya lampu
Cahaya, dalam pemahaman saya, memiliki karakter mirip udara (tidak berwujud). Wujud cahaya
baru dapat terlihat setelah “dipantulkan” pada permukaan sebuah benda padat. Berapa besar
cahaya yang dapat diwujudkan pada permukaan sebuah benda, tergantung dari tinggi-rendahnya
intensitas yang dapat dihasilkan oleh sumber cahaya. Semakin besar / banyak cahaya dapat
dihasilkan sumbernya, semakin tinggi wujud cahaya pada permukaan benda yang bisa
direalisasikan..
Pada lampu, cahaya merupakan hasil konversi dari energi listrik. Jumlah nilai satuan energi
listrik yang dikonversikan oleh lampu ke dalam bentuk nilai satuan cahaya adalah tetap.
Sehingga, untuk mengkonversi lebih banyak cahaya, dibutuhkan energi listrik yang lebih besar.
Memang benar, besar-kecilnya konsumsi daya akan menentukan jumlah (intensitas) cahaya yang
dapat dihasilkan oleh sebuah lampu. Namun, suasana terang yang dihasilkan dari intensitas
cahaya sebuah lampu, sangat dipengaruhi faktor jarak antara sumber cahaya dengan
permukaan benda yang diteranginya. Intensitas cahaya sebuah lampu akan semakin berkurang
mengikuti jarak yang semakin jauh antara posisi lampu dengan sebuah benda.
Sifat dan karakteristik cermin yang demikian, dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk
mengatur penerangan dalam sebuah ruangan. Intensitas cahaya yang diterima oleh cermin,
dapat direfleksikan kembali dengan sama persis tanpa memerlukan tambahan energi apa
pun. Dengan bisa mereflesikan intensitas cahaya, berarti penyebaran cahaya dari lampu dapat
diatur / diarahkan pada satu area tertentu saja. Dengan demikian, penerangan pada satu area
tertentu dapat ditingkatkan intensitas cahayanya dengan cara menfokuskan penyebaran cahaya
lampu pada satu titik / area yang diinginkan.
Menurut saya, downlight merupakan kategori perangkat listrik “cukup” ideal untuk digunakan
sebagai dasar dalam membentuk kondisi efektifitas pemakaian energi listrik pada lampu
penerangan.
Kebutuhan cahaya dalam sebuah ruangan, pada dasarnya, hanya untuk menerangi area bagian
tengah hingga bagian bawah (lantai) ruangan. Kebutuhan cahaya untuk menerangi area langit-
langit ruangan, relatif tidak diperlukan. Karena, kita tidak hilir-mudik dan beraktivitas di area
tersebut. Jika anda sependapat dengan saya tentang hal itu, saya sarankan untuk menggunakan
downlight di rumah anda.
Fitur downlight
Downlight merupakan satu unit perangkat yang
terdiri dari beberapa bagian. Tiga bagian utama yang harus ada di dalamnya adalah fitting
lampu, rangka penampang(bracket) dan mangkuk cermin. Entah apa istilah resmi dari ketiga
unit itu, saya belum mengetahui dengan pasti. Mangkuk cermin ini memegang peran terpenting
dari keseluruhan unit untuk meningkatkan intensitas cahaya di bagian bawah ruangan. Fungsi
mangkuk ini adalah memantulkan cahaya yang dihasilkan lampu. Semakin bening permukaan
mangkuk tersebut, pantulan cahaya yang dihasilkan semakin mendekati tingkat intensitas lampu
sebenarnya.
Fitur (mangkuk cermin) ini menjadikan pemakaian downlight sangat efektif untuk
mengefisiensikan pemakaian listrik untuk penerangan dalam ruangan, karena tidak diperlukan
tambahan apapun untuk meningkatkan intensitas cahaya lampu hingga area bagian bawah
ruangan. Cukup hanya dengan satu unit rumah lampu saja.
Menurut ukuran saya, makna kata “cukup terang” adalah masih dapat mengenali dengan baik
bentuk dan warna benda di dalam ruangan, namun kurang baik untuk digunakan pada aktivitas
membaca. Sedangkan makna kata “terang” adalah suasana dimana aktivitas membaca tulisan-
tulisan kecil di koran / majalah masih dapat dilakukan dengan nyaman dan normal.
Pada cerita selanjutnya di bawah ini, batas acuan kondisi pencahayaan ruangan yang disebut
“cukup terang” atau “terang”, akan mengacu seperti yang telah dideskripsikan di atas.
Bagi saya, antara waktu pukul 16.00 hingga 22.00, sebuah ruangan / kamar sudah selayaknya
memiliki cahaya cukup terang didalamnya (kecuali kamar mandi). Kondisi ini membuat satu rasa
nyaman untuk tidak merasakan perubahan suasana di sore hari secara signifikan. Secara
psikologis, hal ini membuat waktu dan hari yang sudah menjelang malam tidak menjadi beban /
halangan untuk tetap melakukan aktivitas di dalam rumah.
Untuk menciptakan suasana seperti ini, saya meletakkan minimal 1 unit rumah lampu downlight
berisi lampu SL @5Watt dalam setiap kamar yang selalu menyala bersamaan dengan lampu di
ruangan lain mulai pukul 16.00 hingga 22.00. Menjadikan suasana pencahayaan seperti ini,
membutuhkan perencanaan posisi rumah lampu downlight yang cukup realistis karena akan
sangat menentukan terhadap efisiensi pemakaian daya listrik yang digunakan.
Jadi, dimana posisi terbaik rumah lampu downlight diletakkan untuk mendapatkan pencahayaan
yang cukup efektif dalam sebuah area / ruangan?
Saya mengkategorikan dengan istilah primer (utama) untuk downlight di area tempat aktivitas
berintensitas tinggi (yang tidak sinkron letaknya) dan sekunder (pelengkap) untuk downlight di
area tempat aktivitas berintensitas rendah (yang sesuai letaknya).
Downlight berkategori primer umumnya diletakkan di atas dekat meja belajar / kerja, pintu
lemari pakaian, sofa ruang keluarga, dsb. Posisi ini, umumnya, memiliki satu kesamaan letak
yaitu tidak jauh dengan dinding atau sudut ruangan.
Downlight berkategori sekunder cenderung berfungsi hanya sebagai penyeimbang efek
pencahayaan dari downlight primer agar lebih merata dalam sebuah ruangan. Jumlahnya bisa
lebih dari satu titik cahaya. Intinya, membuat suasana ruangan “cukup terang” yang dihasilkan
dari downlight primer menjadi “terang”.
Masing-masing kategori downlight tersebut, memiliki saklar tersendiri. Sehingga, saat suasana
“terang” dalam ruangan tidak dibutuhkan lagi, saya dapat mematikan downlight sekunder.
Dengan mem-peta-kan beberapa lampu dalam sebuah ruangan seperti itu, akan diperoleh
kemudahan dari dua pengaturan, yaitu : tingkat pencahayaan dan efisiensi daya. Kondisi
pencahayaan “cukup terang” atau “terang” dalam ruangan dapat diatur hanya dengan menyala-
matikan salah satu saklar lampu. Dengan demikian, pemakaian daya untuk pencahayaan dapat
menjadi lebih efisien, karena dapat disesuaikan dengan tingkat aktivitas yang berlangsung dalam
ruangan.
Metode mem-posisi-kan downlight berdasarkan kategori seperti diatas, dapat digunakan untuk
mengakomodasi pencahayaan yang lebih merata pada hampir di setiap ruangan berbeda dalam
satu rumah, kecuali area dapur. Dapur, merupakan area dengan kebutuhan pencahayaan
tersendiri yang juga memiliki kebutuhan untuk mengakses aliran listrik (stopkontak) dengan
mudah. Oleh sebab itu, membuat kondisi suasana dapur yang ideal memerlukan perencanaan,
perhatian dan pembiayaan lebih tinggi dibandingkan ruangan lainnya.
Secara konsep pencahayaan di dapur, bisa dibilang tidak jauh berbeda. Hanya saja, kalau di
dapur, ada beberapa aktivitas yang dikerjakan sekaligus. Dengan demikian, ada beberapa titik
cahaya yang sengaja harus dipasang tidak “sinkron” mengikuti tempat dimana aktivitas-aktivitas
itu dikerjakan.
Ada empat aktivitas dasar yang pasti terjadi di dapur, yaitu : menyiapkan bahan dasar, mencuci
bahan (bathsink), menyiapkan bahan yang hendak dimasak dan (terakhir) tempat memasak
(kompor).
Kita perlu meletakkan satu titik cahaya “cukup terang” di setiap tempat yang bakal menjadi
tempat aktivitas memasak tersebut. Sehingga saat mengerjakan keseluruhan proses memasak,
selalu ada dukungan cahaya lebih terang di setiap tempat dimana aktivitas yang sedang fokus
dikerjakan.
Tinggal kemudian kita kategorikan mana diantara keempatnya yang harus tetap menyala
(primer) dan mana yang harus dimatikan (sekunder). Atau, bisa juga keempatnya dibuat
sekunder, lalu dibuat tambahan titik lampu kelima yang dikategorikan primer. Ini berfungsi
mengakomodasi aktivitas ringan di dapur atau saat aktivitas memasak sudah selesai dilakukan.
MENGEFISIENSIKAN LAMPU
PENERANGAN
halaman 3 dari 3
Berapa banyak jumlah lampu yang dibutuhkan dalam sebuah ruangan dengan menggunakan
metode ini?
Gambar 1 : Skema
Pengembangan Lampu Penerangan dalam sebuah ruangan.
Asumsikan tinggi ruang dalam satu rumah pada umumnya adalah 2,8 meter hingga 3 meter.
Kamar / ruangan berukuran maksimal 4 x 4 meter dapat diakomodasi dengan baik
pencahayaannya menggunakan 2 unit lampu SL @14Watt. Tindakan yang saya akan lakukan
untuk memodifikasi pencahayaan di area seperti ini adalah memindahkan satu unit rumah lampu
ke tengah ruangan. Kemudian membuat tambahan unit rumah lampu di sekelilingnya sebanyak 4
unit. Posisi masing-masing rumah lampu mengarah ke sudut ruangan. Jarak antara ke 4 rumah
lampu dengan rumah lampu di tengah maksimal 1 meter. Jadi total rumah lampu dalam ruangan
tersebut menjadi 5 unit. Lalu, dengan menggunakan saklar lampu ganda, satu saklar terhubung
dan berfungsi menyalakan hanya untuk rumah lampu di bagian tengah saja. Sedangkan saklar
lainnya terhubung dan berfungsi untuk menyalakan ke empat rumah lampu yang
mengelilinginya.
Berapa daya lampu yang dibutuhkan untuk di posisi tengah dan disekelilingnya? Menggunakan
lampu SL @8Watt pada semua rumah lampu akan membuat suasana ruangan menjadi “terang”
hingga ke sudut ruangan. Saat keempat lampu dimatikan, akan diperoleh pencahayaan “cukup
terang” dari lampu di posisi tengah, yang menurut saya, sudah cukup untuk mengakomodasi
aktivitas bersantai dalam ruangan tersebut. Menggunakan metode ini, penggantian lampu akan
sering terjadi pada lampu yang terletak di tengah saja.
Persoalannya, saat aktivitas membaca sudah tidak diperlukan lagi, konsumsi listrik neon akan
tetap sebesar 36 Watt. Padahal, aktivitas yang berlangsung dalam sebuah ruangan tidak selalu
harus di isi dengan membaca. Itulah salah satu alasan mengapa diperlukan sebuah metode yang
bisa mengatur tinggi-rendah nya intensitas cahaya lampu dalam ruangan.
Di bawah ini, saya membuat sebuah gambar dasar skema pengganti neon TL menggunakan tiga
buah lampu SL yang dilengkapi saklar ganda :
Gambar 3 : Pengembangan
Skema dasar pengganti fungsi dan keberadaan lampu Neon TL. (1)
Gambar 4 : Pengembangan
Skema dasar pengganti fungsi dan keberadaan lampu Neon TL. (2)
Saya selalu membuat satu jalur kabel terpisah menjulur ke bagian tengah ruangan yang
dilengkapi satu (bisa juga beberapa) unit lampu SL berdaya kecil guna mengakomodasi suasana
“cukup terang”. Kemudian, pada jalur kabel lainnya dipasang beberapa lampu berdaya lebih
besar dengan posisi mengelilingi satu lampu tadi. Tanpa downlight, umumnya, saya
menggunakan lampu pada bagian tengah berdaya 8 Watt dan @10 Watt di bagian pinggir. Jarak
antara lampu tengah ke masing-masing sisi maksimum 1,5 meter. Sedangkan jika menggunakan
rumah lampu downlight, jarak antara masing-masing lampu dapat diperpanjang hingga
maksimum 2,5 meter.
Anda dapat mengubah posisi-posisi tersebut sebagaimana kebutuhan penerangan yang anda
inginkan. Parameternya, suasana “terang” dapat diatur sebagaimana fungsi ruangan atau
disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan kita.
Jika anda hendak menerapkan salah satu dari kedua metode memecah fokus pencahayaan di atas
dalam rumah yang sebelumnya sudah memiliki instalasi pencahayaan, ada hal tambahan yang
perlu diperhitungkan, yaitu posisi peletakkan saklar lampu. Perangkat “timer” otomatis yang
terpasang untuk pangaturan nyala-padam instalasi lampu downlight di rumah saya, selain
berfungsi menambah efisiensi pemakaian daya, merupakan cara alternatif menghindari
kekacauan pemasangan saklar lampu manual di dinding.
Memang dibutuhkan satu perencanaan yang benar-benar matang untuk mewujudkan kondisi
efisiensi pemakaian daya sehari-hari pada lampu penerangan. Namun, hasil yang saya peroleh
dari semua perencanaan dan usaha untuk mengefisiensikan lampu penerangan di rumah, benar
terasa efeknya pada efisiensi biaya penggantian unit lampu yang terfokus pada unit rumah lampu
berkategori primer saja. Itupun tidak terjadi serentak bersamaan pada seluruh unit berkategori
primer karena tidak semua unit lampu berkategori primer menyala dalam lama waktu yang sama.
Penggantian unit lampu dilakukan hanya dalam selang waktu 3 tahun sekali karena adanya
dukungan kualitas listrik yang memadai dari stabilizer. Saat ini, untuk berjaga-jaga, saya selalu
mencadangkan 5 unit lampu @5Watt setiap tahunnya. Realitanya, dari 13 unit lampu @5 Watt
yang terpasang, saya hanya mengganti 3 unit saja per 3 tahun sekali. Sedangkan sepuluh unit
sisanya, saya sudah tidak memperhatikan lagi karena terlalu lama tidak pernah diganti dan masih
berfungsi dengan baik. Mungkin antara waktu setiap 4 – 6 tahun sekali. Entahlah… saya sudah
tidak memperhatikannya sama sekali. Yang jelas, waktu penggantian lampu berkategori
sekunder, pasti >= 3 tahun. Karena 3 lampu berkategori primer (yang memiliki waktu nyala
paling lama setiap harinya), diganti setiap 3 tahun sekali. Jadi, untuk unit lampu yang waktu
nyala kurang dari ketiga unit tersebut, sudah pasti berumur lebih lama.
Anda dapat menggunakan teknologi umur lampu SL sebagai pedoman berapa besar jumlah
pemakaian energi listrik untuk lampu yang telah terpakai. Umur lampu SL ditentukan
oleh jumlah lama waktu pemakaiannya. Semakin sering dan lama lampu dinyalakan, semakin
pendek umur lampu. Kondisi ini menunjukkan jumlah energi listrik yang terpakai untuk
menyalakan lampu. Maka, semakin jarang tindakan penggantian lampu dilakukan, akan semakin
sedikit jumlah energi listrik yang terpakai. Ini akan berdampak pada berkurangnya biaya listrik
bulanan yang harus dibayarkan.
Benarkah demikian? Jika mengacu hanya pada pengurangan biaya listrik bulanan saja, maka
jumlahnya tidaklah berarti. Terlalu kecil untuk dibandingkan dengan jumlah biaya membuat
realisasi teknik memecah fokus pencahayaan yang telah saya jabarkan diatas. Efeknya baru
terlihat dan terasa setelah beberapa waktu ke depan, yaitu setelah masa penyesuaian telah dapat
diterima dengan wajar. Begitu masa penyesuaian terlewati, anda tidak akan terlalu
mengkhawatirkan perubahan kenaikan tarif listrik. Karena besar pemakaian listrik hanya
terfokus pada pemakaian daya yang berhubungan dengan hiburan saja (mis. televisi atau
multimedia entertainment).