TINJAUAN PUSTAKA
A. KEJANG DEMAM
I. DEFINISI
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi.
Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. (1) Kejang
demam dapat juga didefinisikan sebagai kejang yang disertai demam tanpa bukti
adanya infeksi intrakranial, kelainan intrakranial, kelainan metabolik, toksin atau
endotoksin seperti neurotoksin Shigella.(7) Kejang demam pertama kali pada anak
biasanya dihubungkan dengan suhu yang lebih dari 38ºC, usia anak kurang dari 6
tahun, tidak ada bukti infeksi SSP maupun ganguan metabolic sistemik akut.(3)
Pada umumnya kejang demam terjadi pada rentang waktu 24 jam dari
awal mulai demam(1). Pada saat kejang anak kehilangan kesadarannya dan kejang
dapat bersifat fokal atau parsial yaitu hanya melibatkan satu sisi tubuh, maupun
kejang umum di mana seluruh anggota gerak terlibat. Bentuk kejang dapat berupa
klonik, tonik, maupun tonik-klonik. Kejang dapat berlangsung selama 1-2 menit
tapi juga dapat berlangsung lebih dari 15 menit (1,8).
II. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang terjadi pada 2-4 %
populasi anak berusia 6 bulan-5 tahun dan 1/3 dari populasi ini akan mengalami
kejang berulang (4). Kejang demam dua kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan (1).
III. ETIOLOGI
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui,
akan tetapi umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi
terjadinya kejang (1). Faktor hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 % anak
yang mengalami kejang demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang
demam pada masa kecilnya (1).
Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri.
Penyakit yang paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit
infeksi saluran pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis (6).
0
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing
pada 297 anak penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan
demam yang akhirnya memicu serangan kejang demam adalah tonsillitis/faringitis
yaitu 34 %. Selanjutnya adalah otitis media akut (31 %) dan gastroenteritis (27%)
(1)
.
IV. PATOFISIOLOGI (1,5)
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah
oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Keadaan
sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion
di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi yang berasal dari glukosa yang melalui proses oksidasi oleh
oksigen.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebanyak
20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan ion natrium melalui
membran, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang
cukup besar dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel di dekatnya dengan
bantuan neurotransmiter dan menyebabkan terjadinya kejang.
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada
suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru dapat
terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya.
Tetapi pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnoe
sehingga kebutuhan oksigen untuk otak meningkat dan menyebabkan terjadinya
kerusakan sel neuron otak yang berdampak pada terjadinya kelainan neurologis.
V. MANIFESTASI KLINIS
1
Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot
kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan,
tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi
otot. Kontraksi dapat berlangsung selama beberapa detik atau beberapa menit.
Anak akan jatuh apabila sedang dalam keadaan berdiri, dan dapat mengeluarkan
urin tanpa dikehendakinya (1).
Anak dapat muntah atau menggigit lidahnya. Sebagian anak tidak
bernapas dan dapat menunjukkan gejala sianosis (1).
Pada akhirnya kontraksi berhenti dan digantikan oleh relaksasi yang
singkat. Kemudian tubuh anak mulai menghentak-hentak secara ritmis (pada
kejang klonik), maupun kaku (pada kejang tonik). Pada saat ini anak kehilangan
kesadarannya dan tidak dapat merespon terhadap lingkungan sekitarnya (8).
VI. KLASIFIKASI
Klasifikasi kejang demam menurut Livingstone (1)
A. Kejang Demam Sederhana:
1. Kejang bersifat umum
2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Usia saat kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun
4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam 1 tahun
5. Pemeriksaan EEG normal
2
5. Kejang tidak bersifat fokal
6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau
abnormalitas perkembangan
8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat
3
5. Waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan
kejang
6. Sifat kejang (fokal atau umum)
7. Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
8. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi)
9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
10. Trauma
Pemeriksaan Fisik (5)
1. Temperature tubuh
2. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya
demam (infeksi saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
3. Pemeriksaan reflex patologis
4. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningitis, encephalitis)
Pemeriksaan Penunjang (5,6)
1. Pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk
menyingkirkan gangguan metabolisme yang menyebabkan perubahan
homeostasis apabila pada anamnesis ditemukan riwayat muntah, diare,
gangguan asupan cairan, dan gejala dehidrasi.
2. Pemeriksaan Cerebro Spinal Fluid (CSF) untuk menyingkirkan diagnosis
meningitis encephalitis apabila anak berusia kurang dari 12 bulan,
memiliki tanda rangsang meningeal positif, dan masih mengalami kejang
beberapa hari setelah demam
3. CT Scan cranium pada umumnya tidak diperlukan pada kejang demam
sederhana yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat dipertimbangkan
pada pasien yang mengalami kejang demam kompleks untuk menentukan
jenis kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel.
4. EEG pada kejang demam tidak dapat mengindentifikasi kelainan yang
spesifik maupun memprediksikan terjadinya kejang yang berulang, tapi
dapat dipertimbangkan pada kejang demam kompleks.
8. TATALAKSANA (1,10)
A. Antipiretik dan Antibiotik
Antipiretik diberikan sebagai pengobatan simptomatis terhadap demam. Dapat
diberikan paracetamol dengan dosis untuk anak yang dianjurkan 10-15
4
mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam.
Antibiotik untuk mengatasi infeksi yang menjadi etiologi dasar demam yang
terjadi.
KEJANG (+)
Ulangi luminal IM 10 mg/kg/BB.
Dapat diulangi lagi jarak 30 menit
bila masih kejang.
KEJANG (+)
Fenitoin bolus IV 20 mg/kgBB
dalam 15 ml NaCl, berikan dalam 30
menit (kecepatan 0.5-1
mg/kgBB/menit)
KEJANG (-)
Bila kejang berulang dalam 2 hari, berikan luminal 5 mg/kg/hari per oral sampai
bebas kejang 7 hari. Bila kejang berulang setelah bebas kejang 2 hari, ulangi
pemberian luminal dari awal.
KEJANG
5 menit Diazepam rectal 0.5 mg/kgBB atau:
Berat badan ≤ 10 kg: 5 mg
Berat badan > 10 kg: 10 mg
KEJANG (+)
Ulangi diazepam rektal seperti
sebelumnya.
5
DI RS
Cari akses vena
Periksa laboratorium (darah tepi, Na, Ca, Mg, Ureum, Kreatinin)
KEJANG (+)
Diazepam IV dosis 0.3-0.5 mg/kgBB
(kecepatan 0.5-1 mg/menit)
6
(berkisar dari 6 bulan-3.5 tahun) dan tidak mendapatkan pengobatan
antikonvulsan rumatan, kejang demam kambuh pada 27 penderita (1).
Secara umum dapat dikatakan bahwa sekitar 1/3 penderita kejang demam
akan mengalami kekakmbuhan 1 kali atau lebih. Kemungkinan kambuh lebih
besar bila kejang demam pertama pada usia kurang dari 1 tahun. 3/4 dari
kekambuhan ini terjadi dalam kurun waktu 1 tahun setelah kejang demam
pertama, dan 90 % dalam kurun waktu 2 tahun setelah kejang demam pertama. 1/2
dari penderita yang mengalami kekambuhan akan mengalami kekambuhan lagi.
Pada sebagian terbesar penderita kambuh terbatas pada 2-3 kali. Hanya sekitar 10
% kejang demam yang akan mengalami lebih dari 3 kali kekambuhan (1,9).
Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia sebelum 1 tahun
kemungkinan kekambuhan ialah 50 %, dan bila berusia lebih dari 1 tahun
kemungkinan kekambuhannya 28 % (1).
Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan
otak yang permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit epilepsi pada
kehidupan dewasa anak tersebut. Sedangkan pada anak-anak yang memiliki
riwayat kejang demam kompleks, riwayat penyakit keluarga dengan kejang yang
tidak didahului dengan demam, dan memiliki riwayat gangguan neurologis
maupun keterlambatan pertumbuhan, memiliki resiko tinggi untuk menderita
epilepsi pada kehidupan dewasa mereka (1).
7
DAFTAR PUSTAKA