Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL TERAPI BERMAIN PUZZLE

DI RUANG ANAK MELATI


RSUD TUGUREJO
SEMARANG

DISUSUN OLEH:

TRI YUNI KARTIKAWATI

18.08.04

PROGRAM STUDY PROFESI NERS

STIKES WIDYA HUSADA

SEMARANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Bermain merupakan aktifitas yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan anak. Aktifitas bermain mempunyai peran penting dalam proses
tumbuh kembang anak. Hospitalisasi menimbulkan kecemasan tersendiri
bagi anak karena merasa terpisah dengan keluarga dan takut terhadap
prosedur perawatan. Selain itu, hospitalisasi mengurang aktifitas bermain
pada anak. Untuk mengurangi kecemasan, kejemuhan dan supaya proses
tumbuh kembang tetap berjalan, terapi bermain perlu dilakukan pada anak
selama hospitalisasi. Selain itu terapi bermain sangat penting sebagai media
untuk anak dalam mengekspresikan perasaannya, seperti cemas dan takut.
Perawat dapat menggunakan terapi bermain untuk mempermudah
komunikasi dengan anak. Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan
dengan atau tanpa menggunakan alat yang menghasilkan pengertian atau
memberikan informasi, memberikan kesenangan maupun mengembangkan
imajinasi pada anak (Anggraini, 2014).

Bermain sama degan bekerja pada orang dewasa dan merupakan aspek
terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling
efektif untuk menurunkan stres pada anak, dan penting untuk kesejahteraan
mental dan emosional anak.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah kegiatan


yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak-anak sehari-hari karena
bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, yang dapat menurunkan
stres anak, media yang baik bagi anak untuk belajar berkomunikasi dengan
lingkungannya, menyesuaikan diri terhadap lingkungan, belajar mengenal
dunia sekitar kehidupannya, dan penting untuk meningkatkan kesejahteraan
mental anak.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk merangsang perkembangan sensori motorik, intelektual,
kreativitas dan bermain sebagai terapi.

2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti program bermain selama 25 menit, anak dapat :
a. Mengurangi kecemasan dan kejenuhan anak selama proses
hospitalisasi.
b. Dapat beradaptasi dengan efektif terhadap stres karena penyakit
dan dirawat.
c. Mengembangkan aktifitas, sportifitas anak.
d. Dapat melanjutkan tumbuh kembang anak selama di RS sehingga
kelangsungan tumbuh kembang dapat berlanjut
C. Sasaran
Pasien anak toddler ( 1-3 tahun ) Di Ruang Melati RSUD Tugurejo
Semarang.
BAB II
DESKRIPSI KASUS

A. KARAKTERISTIK SASARAN
Pada masa toddler yaitu menginjak tahun pertama sampai tahun ketiga,
kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak, yaitu selama
perkembangan otot sfingter. Anak lebih senang bermain-main sesuai dengan
keinginannya. Dengan demikian, bermain puzzle adalah waktu yang tepat
dilakukan pada periode ini.
Pada masa toddler jenis permainan yang tepat adalah solitary play dan
paraller play. Pada usia ini anak ingin melakukan hal-hal yang ingin
dilakukan sendiri dengan menggunakan kemampuannya seperti berjalan,
berjinjit, memanjat, dan memilih mainan atau barang yang diinginkannya
serta merangkai mainan.

B. PRINSIP BERMAIN MENURUT TEORI


Prinsip bermain pada anak toddler adalah :
1. Aman (tidak terlalu kecil, tidak terdapat bagian-bagian yang tajam,
tidak ada bagian yang mudah pecah).
2. Ukuran dan berat permainan sesuai dengan usia anak.
3. Desainnya jelas, jelas tujuan dan maksudnya.
4. Mempunyai fungsi untuk mengambangkan berbagai aspek
perkembangan anak
5. Harus dapat dimainkan dengan berbagai variasi, tetapi jangan terlalu
sulit atau terlalu mudah (bisa menjadikan cepat bosan).
6. Walaupun permainan sederhana tetapi menarik perhatian anak.
7. Tidak mudah rusak, pemeliharaannya mudah, terbuat dari bahan yang
mudah didapat, serta harganya relatif murah.
C. KARAKTERISTIK MENURUT TEORI
Karakteristik permainan pada anak usia toddler ( 1-3 tahun ) adalah :
1. Solitary play
Bermain sendiri pada permainan ini anak tampak dalam kelompok
permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang
digunakan temannya, tidak ada kerjasama ataupun komunikasi dengan
teman sepermainannya.
2. Parailel play
Anak dapat menggunakan permainan yang sama, tetapi antara satu anak
dengan anak yang lain tidak terjadi kontak satu dengan yang lain
sehingga anak satu dengan yang lain tidak ada sosialisasi satu sama lain.
BAB III
METODOLOGI BERMAIN

A. DESKRIPSI PERMAINAN
Terapi bermain yang akan dilakukan adalah puzzle. Suatu kegiatan yang
akan dilakukan oleh anak menyusun puzzle, pertama puzzle diambil, diacak,
terus mengocokkan ke tempat atau bentuk gambar yang sesuai.

B. TUJUAN PERMAINAN
Permainan yang dilakukan bertujuan untuk :
1. Melatih motorik halus dan kasar
2. Menyakurkan emosi/perasaan anak
3. Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, mengenal, dan
membedakan warna)
4. Melatih kerjasama mata dan tangan
5. Melatih daya imajinasi
6. Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda

C. KETERAMPILAN YANG DIPERLUKAN


1. Kreativitas
Melalui permainan ini anak menjadi kreatif, karena anak mencoba ide-
ide baru. Jikalau anak merasa puas dengan kreativitas barunya maka anak
akan mencoba pada situasi yang lain.

2. Intelektual
Mengembangkan kecerdasan anak (memasang, mengenal, membedakan
warna)

3. Kemampuan dalam melatih kerjasama mata dan tangan


D. JENIS PERMAINAN
Kegiatan bermain yang akan dilakukan adalah puzzle
E. ALAT BERMAIN
Alat bermain yang mendukung terapi bermain ini adalah :
· Puzzle
F. PROSES BERMAIN
1) Tahap Pra Interaksi
o Mempersiapkan tempat dan alat permainan yang akan dilakukan
o Mengecek kesiapan anak ( tidak mengantuk, tidak rewel, kondisi
yang memungkinkan )
2) Tahap Interaksi
o Membina BHSP dengan anak ( sapa anak dengan ramah dengan
menyebut nama panggilannya. Jangan memaksa anak )
o Membantu kontrak ( tempat, waktu, dan jenis permainan yang akan
dilakukan oleh anak ) bersama anak dan orang tua
o Menjelaskan tujuan permainan dan prosedur permainan kepada
orang tua dan anak
3) Tahap Kerja
o Memberi petunjuk pada anak tentang cara bermain ( menyusun
puzzle)
o Mahasiswa duduk berhadapan dengan anak bersama dengan orang
tua anak dan mengajak bermain Puzzle bersama
o Mahasiswa dibantu dengan orang tua anak tersebut mengenalkan
gambar-gambar Puzzle pada anak
o Mahasiswa membantu mengarahkan anak untuk memasangkan
potongan-potongan gambar Puzzel tersebut
o Memberi pujian-pujian pada anak bila dapat melakukan ( menyusun
puzzle )
o Mengobservasi emosi, hubungan interpersonal, psikomotor anak saat
bermain
4) Tahap Terminasi
o Melakukan evaluasi sesuai tujuan
o Menanyakan atau melihat perasaan dan pendapat keluarga tentang
permainan.
o Menanyakan atau melihat perasaan anak setelah bermain ( puzzle ).
o Mengakhiri permainan.
o Mengembalikan alat permainan ketempat semula.
o Mencuci alat atau membersihkan alat.
o Mencatat jenis permainan dan respon pasien serta keluarga di dalam
catatan keperawatan dan kemampuan hasil bermain.

G. WAKTU PELAKSANAAN
Terapi bermain akan dilaksanakan pada :
Hari / tanggal :
Waktu : WIB

H. HAL-HAL YANG PERLU DIWASPADAI


1. Anak terlalu capai atau kebingungan dalam menggabungkan
gambar dari potongan Puzzle sehingga anak bisa frustasi dan akhirnya
menangis.
2. Anak kehilangan salah satu bagian dari gambar Puzzle, sehingga
gambar menjadi tidak lengkap.
3. Anak merobek gambar akibat dari kemarahan atau kejengkelan
akan kegagalan bahkan kebosanan dengan permainan Puzzle tersebut.

I. ANTISIPASI ANAK UNTUK MEMINIMALKAN HAMBATAN


1. Diusahakan gambar yang diberikan sederhana, mudah dikenali
oleh anak dan potongan-potongan Puzzle tidak terlalu rumit
2. Jikalau anak terlihat kebingungan, anak diarahkan atau dibimbing
cara memasang/menggabungkan Puzzle yang benar tanpa harus memaksa
anak.

J. PENGORGANISASIAN
Setting tempat :
: Anak
: Mahasiswa
: Observer
: Keluarga

K. SISTEM EVALUASI
Setelah melakukan terapi bermain. Dievaluasi dalam hal :
1. Evaluasi struktur
Praktikan telah menyiapkan pre planning terapi bermain, membentuk
kontrak mengenai terapi bermain dengan klien dalam hal topik, waktu
dan tempat terapi bermain dilaksanakan.
2. Evaluasi proses
Selama terapi bermain anak kooperatif dengan praktikan dan mau
bermain dengan praktikan dan orang tua.
3. Evaluasi hasil
a) Anak menikmati permainan.
b) Anak mampu mengendalikan emosinya.
c) Anak tidak mengalami kelelahan setelah melakukan permainan.
d) Anak mampu bersosialisasi dengan teman sebaya.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Memiliki anak yang cerdas adalah suatu dambaan setiap orang tua.
Supaya anak cerdas, diperlukan stimulan - stimulan yang merangsang otak
sejak dini dan rangsangan yang diberikan harus saat bermain, secara terus
menerus dan bervariasi. Rangsangan nantinya akan membantu
pembentukan cabang-cabang dan melipat gandakan jumlah hubungan
antar sel yang nantinya
Hospitalisasi pada anak usia 1-3 tahun dapat memberikan stressor
psikologis terhadap anak yang dapat berdampak proses tumbuh kembang
dan sosialisasi anak terhadap tenaga kesehatan. Dengan demikian, terapi
bermain diharapkan dapat mengurangi hal – hal tersebut untuk proses
penyembuhan pada anak.

B. SARAN
Desain permainan sekreatif mungkin untuk menarik perhatian anak
dan praktikan lebih aktif dan inovatif dalam memberikan stimulus pada
anak.
DAFTAR PUSTAKA

Anggrani, Sudono. 2014. Sumber Belajar Dan Alat Permainan Untuk Pendidikan
Usia Dini. Jakarta : Grafindo.

Narendra, Sularso, dkk. 2012. Tumbuh Kembang Anak Dan Remaja. Jakarta :
Sagung Seto.

Soettjiningsih. 2010. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.

Wong Donna L. 20011. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa :


Monica Ester. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai