Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ASUHAN FARMASI

Monitoring Penggunaan Obat Berdasarkan Resep

Dosen Pengampu : Lana Sari, M.Sc., Apt

DISUSUN OLEH :

Kelompok IV

Ahmad Afif (174840101)

Desmita Rozanna (174840105)

Nafa Milenia (174840115)

Reza Arianti (174840120)

PROGRAM STUDI FARMASI

POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG

TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Sang Maha Pencipta dan Pengatur Alam Semesta,
berkat Ridho Nya, penulis akhirnya mampu menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul "Monitoring Pengunaan Obat Berdasarkan Resep".
Dalam menyusun makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis
alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari orang terdekat,
sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis pada
kesempatan ini mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Ibu dosen atas semua doa dan bantuan finansial untuk menyelesaikan
makalah ini.
2. Teman-teman yang telah memberikan semangat dan motivasi bagi penulis
untuk menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu segala kritikan dan saran yang membangun akan penulis terima dengan
baik. Semoga makalah "Monitoring Pengunaan Obat Berdasarkan Resep" ini
bermanfaat bagi kita semua.

Pangkalpinang, 04 Februari 2019

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
I. Latar Belakang......................................................................................................... 1
II. Tujuan ..................................................................................................................... 3
III. Manfaat ............................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 4
2.1 Pengertian Pemantauan Terapi Obat (PTO)............................................................. 4
2.2 Pemantauan Penggunaan Obat ................................................................................ 4
2.3 Rekomendasi Terapi................................................................................................ 11
2.4 Rencana Pemantauan ............................................................................................. 11
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 14

iii
DAFTAR TABEL

TABEL 1.Indek sudut diam hubungannya dengan sifat alir................................................. 7


TABEL 2.Indek sudut diam hubungannya dengan sifat alir................................................. 9

iv
BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Pemantauan terapi oabat (PTO) adalah suatu proses yang mencangkup
kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien. Kegiatan tersebut mencangkup : pengkajian pemilihan obat, dosis,
cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki
(ROTB), dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. Pemantauan
terapi obat harus dilakukan secara berkesinambungan dan di evaluasi secara
teratur pada periode tertentu agar keberhasilan atau kegagalan terapi dapat
diketahui.

Pasien yang mendapatakan terapi obat mempunyai resiko mengalami


masalah terkait obat. Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta
respon pasien yang sangat individual meningkatkan munculnya masalah
terkait obat. Hal tersebut menyebabkan perlunya dilakukan PTO dalam
praktek posisi untuk mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek
yang tidak dikehendaki.

Hasil meta analisis yang dilakukan di Amerika Serikat pada pasien


rawat inap didapatkan hasil angka kejadian ROTD yang serius sebanyak
6,7% dan ROTD yang fatal sebanyak 0,32%. Sementara penelitian yang
dilakuakan di rumah sakit di Perancis menunjukkan : masalah terkait obat
yang sering muncul antara lain pemberian obat yang kontraindikasi dengan
kondisi pasien (21,3%), cara pemberian tidak tepat (20,6%), pemberian
dosis yang sub teraupetik (19,2%), dan interaksi obat (12,6%). Data dari
penelitian yang dilakukan disatu rumah sakit diindonesia menunjukkan
78,2% pasien geriatri selama menjalani rawat inap mengalami masalah
terkait obat.

Beberapa masalah ditemukan dalam praktek apoteker komunitas di


amerika serikat, antara lain: efek samping obat, interaksi obat, penggunaan
obat yang tidak tepat. Sementara diindonesia, data yang dipublikasikan
tentang praktek apoteker dikomunitas masih terbatas.

1
Keberadan apoteker memiliki peran yang penting dalam mencegah
munculnya masalah terkait obat. Apoteker sebagai bagian dari tim
pelayanan kesehatan memiliki peran penting dalm PTO. Pengetahuan
penunjang dalam melakukan PTO adalah patofisiologi penyakit;
farmakoterai; serta interpretasi hasil pemeriksaan fisik, laboratorium dan
diagnostik. Selain itu, diperlukan keterampilan berkomunikasi, kemampuan
membina hubungan interpersonal, dan menganalisis masalah. Proses PTO
merupakan proses yang komprehensif mulai dari seleksi pasien,
pengumpulan data pasien, identifikasi masalah terkait obat, rekomendasi
terapi, rencana pemantauan sampai dengan tidak lanjut. Proses tersebut
harus dilakukan secara berkesinambungan sampai tujuan terapi tercapai.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan PTO dirumah sakit dan


komunitas, direktorat bina farmasi komunitas dan klinik perlu menyusun
pedoman pemantauan terapi obat.

Peresepan obat kepada pasien Jamkesmas juga harus sesuai dengan


formularium Jamkesmas, karena obat yang terdapat dalam formularium
Jamkesmas merupakan obat yang telah terbukti efektif, aman, dan
terjangkau, sehingga pemerintah menggunakannya untuk pengendalian
mutu dan biaya pelayanan kesehatan. Apabila peresepan tidak sesuai dengan
SPM dan formularium Jamkesmas, maka dapat menyebabkan pengobatan
yang tidak efektif dan biaya pengobatan jadi mahal (Anonim, 2008;
Adisasmito, 2008; Anonim, 2010).

Kesesuaian resep dengan SPM dan formularium Jamkesmas dihitung


untuk setiap diagnosa dari 10 penyakit yang diteliti. Perhitungan tersebut
menggunakan rumus indikator penggunaan obat menurut WorldHealth
Organization (WHO). Persentasekesesuaian resep obat dengan Standar
Pelayanan Medis (SPM) diperoleh dari perbandingan antara jumlah resep
yang sesuai dengan SPM dibagi dengan total jumlah resep yang diamati.
Satu resep dikatakan sesuai dengan SPM apabila seluruh item obat dalam
resep sesuai dengan SPM. Sedangkan, persentase obat yang diresepkan
sesuai dengan formularium Jamkesmas adalah perbandingan antara jumlah

2
obat yang sesuai dengan formularium Jamkesmas dibagi dengan total
jumlah obat yang diresepkan pada resep yang diamati (WHO, 1993).

II. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui Pengertian PTO


2. Agar mahasiswa dapat mengetahui Pemantauan penggunaan obat
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui Rekomendasi Terapi
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui Rencana Pemantauan

III. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu :

1. Mahasiswa dapat mengetahui Pengertian PTO


2. Mahasiswa dapat mengetahui Pemantauan penggunaan obat
3. Mahasiswa dapat mengetahuirekomendasi Terapi
4. Mahasiswa dapat mengetahuirencana Pemantauan

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan terapi obat (PTO) adalah suatu proses yang mencangkup
kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien. Kegiatan tersebut mencangkup : pengkajian pemilihan obat, dosis,
cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki
(ROTB), dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. Pemantauan
terapi obat harus dilakukan secara berkesinambungan dan di evaluasi secara
teratur pada periode tertentu agar keberhasilan atau kegagalan terapi dapat
diketahui.

2.2 Pemantauan Penggunaan Obat

1. Pengumpulan Data Pasien

Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses


PTO. Data tersebut dapat diperoleh dari:

 Rekam medik
 Profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat
 Wawancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga
kesehatan lain.

Rekam medik merupakan kumpulan data medik seorang pasien


mengenai pemeriksaan, pengobatan dan perawatannya di rumah sakit.
Data yang dapat diperoleh dari rekam medik, antara lain: data
demografi pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat penggunaan obat, riwayat keluarga,
riwayat sosial, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnostik, diagnosis
dan terapi.

Data tersebut di pelayanan komunitas dapat diperoleh melalui


wawancara dengan pasien, meskipun data yang diperoleh terbatas.
Catatan penggunaan obat di komunitas dapat dilihat pada lampiran 1.

4
Profil pengobatan pasien di rumah sakit dapat diperoleh dari catatan
pemberian obat oleh perawat dan kartu/formulir penggunaan obat oleh
tenaga farmasi. Profil tersebut mencakup data penggunaan obat rutin,
obat p.r.n (obat jika perlu), obat dengan instruksi khusus (contoh:
insulin).

Semua data yang sudah diterima, dikumpulkan dan kemudian dikaji.


Data yang berhubungan dengan PTO diringkas dan diorganisasikan ke
dalam suatu format yang sesuai.

Sering kali data yang diperoleh dari rekam medis dan profil
pengobatan pasien belum cukup untuk melakukan PTO, oleh karena
itu perlu dilengkapi dengan data yang diperoleh dari wawancara
pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain.

2. Identifikasi Masalah Terkait Obat


Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk
identifikasi adanya masalah terkait obat. Masalah terkait obat menurut
Hepler dan Strand dapat dikategorikan sebagai berikut :
 Ada indikasi tetapi tidak di terapi. Pasien yang diagnosisnya telah
ditegakkan dan membutuhkan terapi obat tetapi tidak diresepkan.
Perlu diperhatikan bahwa tidak semua keluhan/gejala klinik harus
diterapi dengan obat.
 Pemberian obat tanpa indikasi. Pasien mendapatkan obat yang
tidak diperlukan.

 Pemilihan obat yang tidak tepat. Pasien mendapatkan obat yang


bukan pilihan terbaik untuk kondisinya (bukan merupakan pilihan
pertama, obat yang tidak cost effective, kontra indikasi)
 Dosis terlalu tinggi
 Dosis terlalu rendah
 Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
 Interaksi obat

5
 Pasien tidak menggunakan obat karena suatu sebab. Beberapa
penyebab pasien tidak menggunakan obat antara lain: masalah
ekonomi, obat tidak tersedia, ketidakpatuhan pasien, kelalaian
petugas.

Apoteker perlu membuat prioritas masalah sesuai dengan kondisi


pasien, dan menentukan masalah tersebut sudah terjadi atau berpotensi
akan terjadi. Masalah yang perlu penyelesaian segera harus
diprioritaskan.

3. Prinsip- Prinsip Pemberian Obat


Ada 6 persyaratan sebelum pemberian obat yaitu dengan prinsip 6
benar :
1. Tepat obat
Sebelum mempersipakan obat ketempatnya perawat harus
memperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu ketika
memindahkan obat dari tempat penyimpanan obat, saat obat
diprogramkan, dan saat mengembalikan ketempat penyimpanan.
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat
dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya)
harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker
untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat.
Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau
kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca
permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label
botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat
dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak
boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya
lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu
diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.

6
TABEL 1.Indek sudut diam hubungannya dengan sifat alir

Sudut diam (o) Sifat alir


< 25 Sangat Baik
25 – 30 Baik
30 – 40 Sedang
> 40 Sangat Jelek

2. Tepat dosis
Untuk menghindari kesalahan pemberian obat, maka
penentuan dosis harus diperhatikan dengan menggunakan alat
standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes, gelas ukur,
spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet dan lain-
lain sehingga perhitungan obat benar untuk diberikan kepada
pasien.

3. Tepat pasien
Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien
yang diprogramkan dengan cara mengidentifikasi kebenaran obat
dengan mencocokkan nama, nomor register, alamat dan program
pengobatan pada pasien.
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa
(papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan
langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak
sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai,
misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup
mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran,
harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan
langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari
gelang identitasnya.

4. Tepat cara pemberian obat/ rute

7
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda.
Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh
keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat
kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat
dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal,
inhalasi.
a. Per oral
Cara pemberian obat yang paling umum dilakukan
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui mulut dengan
tujuan mencegah, mengobati, mengurangi rasa sakit sesuai
dengan efek terapi dari jenis obat.

b. Sublingual
Adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh di bawah
lidah. Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa
lebih cepat karena pembuluh darah di bawah lidah
merupakan pusat dari sakit.

c. Parenteral
Adalah cara pemberiaan obat tanpa melalui mulut
(tanpa melalui saluran pencernaan) tetapi langsung ke
pembuluh darah. Meliputi: Intracutan, intravena (iv),
subcutan (sc), dan intramuscular (im),

d. Rectal
Pemberian Obat via Anus / Rektum / Rectal,
Merupakan cara memberikan obat dengan memasukkan obat
melalui anus atau rektum, dengan tujuan memberikan efek
lokal dan sistemik. Pemberian obat supositoria ini diberikan
tepat pada dnding rektal yang melewati sfingter ani interna.
Kontra indikasi pada pasien yang mengalami pembedahan
rektal.\ds

8
TABEL 2.Indek sudut diam hubungannya dengan sifat alir

Sudut diam (o) Sifat alir


< 25 Sangat Baik
25 – 30 Baik
30 – 40 Sedang
> 40 Sangat Jelek

e. Intra Vaginal
Pemberian Obat per Vagina, Merupakan cara
memberikan obat dengan memasukkan obat melalui vagina,
yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat dan
mengobati saluran vagina atau serviks. Obat ini tersedia
dalam bentuk krim dan suppositoria yang digunakan untuk
mengobati infeksi lokal.

f. Topikal
Adalah obat yang cara pemberiannya bersifat lokal,
misalnya tetes mata, salep, tetes telinga dan lain-lain.
 Pemberian Obat pada Kulit
Merupakan cara memberikan obat pada kulit dengan
mengoleskan bertujuan mempertahankan hidrasi,
melindungi permukaan kulit, mengurangi iritasi kulit,
atau mengatasi infeksi. Pemberian obat kulit dapat
bermacam-macam seperti krim, losion, aerosol, dan
sprei.
 Pemberian Obat pada Telinga
Cara memberikan obat pada telinga dengan tetes telinga
atau salep. Obat tetes telinga ini pada umumnya
diberikan pada gangguan infeksi telinga khususnya

9
pada telinga tengah (otitis media), dapat berupa obat
antibiotik.
 Pemberian Obat pada Hidung
Cara memberikan obat pada hidung dengan tetes hidung
yang dapat dilakukan ada seseorang dengan keradangan
hidung (rhinitis) atau nasofaring.
 Pemberian Obat pada Mata
Cara memberikan obat pada mata dengan tetes mata
atau salep mata obat tetes mata digunakan untuk
persiapan pemeriksaan struktur internal mata dengan
cara mendilatasi pupil, untuk pengukuran refraksi lensa
dengan cara melemahkan otot lensa, kemudian juga
dapat digunakan untuk menghilangkan iritasi mata.

g. Inhalasi
Adalah cara pemberian obat dengan cara disemprotkan
ke dalam mulut. Kelebihan dari pemberian obat dengan cara
inhalasi adalah absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar
obat dapat terkontrol, terhindar dari efek lintas pertama dan
dapat diberikan langsung kepada bronkus. Untuk obat yang
diberikan dengan cara inhalasi ini obat yang dalam keadaan
gas atau uap yang akan diabsorpsi akan sangat cepat bergerak
melalui alveoli paru-paru serta membran mukosa pada
saluran pernapasan.

h. Tepat waktu
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengna waktu
yang diprogramkan , karena berhubungan dengan kerja obat
yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat. Ini sangat
penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung
untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang
memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk

10
memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam
sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak
boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat
sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang
harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang
berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.

i. Tepat pendokumentasian
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan,
dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila
pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat
diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.

2.3 Rekomendasi Terapi

Tujuan utama pemberian terapi obat adalah peningkatan kualitas


hidup pasien, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

 Menyembuhkan penyakit (contoh: infeksi)


 Menghilangkan atau mengurangi gejala klinis pasien (contoh: nyeri)
 Menghambat progresivitas penyakit (contoh: gangguan fungsi ginjal)
 Mencegah kondisi yang tidak diinginkan (contoh: stroke).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penetapan tujuan terapi antara


lain: derajat keparahan penyakit dan sifat penyakit (akut atau kronis).

Pilihan terapi dari berbagai alternatif yang ada ditetapkan berdasarkan:


efikasi, keamanan, biaya, regimen yang mudah dipatuhi.

2.4 Rencana Pemantauan

Setelah ditetapkan pilihan terapi maka selanjutnya perlu dilakukan


perencanaan pemantauan, dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi

11
dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. Apoteker dalam membuat
rencana pemantauan perlu menetapkan langkah-langkah:

Menetapkan parameter farmakoterapi

Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih parameter pemantauan,


antara lain:

 Karakteristik obat (contoh: sifat nefrotoksik dari allopurinol,


aminoglikosida). Obat dengan indeks terapi sempit yang harus diukur
kadarnya dalam darah (contoh: digoksin)
 Efikasi terapi dan efek merugikan dari regimen
 Perubahan fisiologik pasien (contoh: penurunan fungsi ginjal pada
pasien geriatri mencapai 40%)
 Efisiensi pemeriksaan labolatorium
o Kepraktisan pemantauan (contoh: pemeriksaan kadar kalium
dalam darah untuk penggunaan furosemide dan digoxin secara
bersamaan)
o Ketersediaan (pilih parameter pemeriksaan yang tersedia),
o Biaya pemantauan.

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
1. Pemantauan terapi obat (PTO) adalah suatu proses yang mencangkup
kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional
bagi pasien.

2. Rekam medik merupakan kumpulan data medik seorang pasien


mengenai pemeriksaan, pengobatan dan perawatannya di rumah sakit.
Data yang dapat diperoleh dari rekam medik, antara lain: data
demografi pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat penggunaan obat, riwayat keluarga,

12
riwayat sosial, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnostik, diagnosis
dan terapi.
3. Tujuan utama pemberian terapi obat adalah peningkatan kualitas
hidup pasien, yang terdiri dari Menyembuhkan penyakit (contoh:
infeksi) Menghilangkan atau mengurangi gejala klinis pasien (contoh:
nyeri) Menghambat progresivitas penyakit (contoh: gangguan fungsi
ginjal)Mencegah kondisi yang tidak diinginkan (contoh: stroke).
4. Setelah ditetapkan pilihan terapi maka selanjutnya perlu dilakukan
perencanaan pemantauan, dengan tujuan memastikan pencapaian efek
terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.

13
DAFTAR PUSTAKA
Jason Lazarou et al, insident of drug reaction in hospitalized patient, JAMA,
Volume 279 No 15 april 1998 dan J.Simon Bell, et al dgug related problems
in the comunity setting, download from www.medscpe.com. ( Diakses pada
tanggal 14/02/2018)

Arsyanti,L identifikasi masalah terkait obat pada pasien geriatri di ruang rawat
penyakit dalam RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Thesis program magister
ilmu kefarmasian universitas indonesia , jakarta. 2005.

Pierick Bedouch, essesment of clinical pharmacist interfentions in French hospital


: Resoul of a multicenter study download from www.theannals.com. (
Diakses pada tanggal 14/02/2018)

Strand LM morley PC, Cipolle RJ, pharmeceutical Care Practice, New York, Mc
Graw Hill Company, 1998.

14

Anda mungkin juga menyukai