Oleh
NAMA : NIM :
TIRTA SAPUTRA MPA18 102 006
MELKY SETIAWAN MPA18 102 007
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA HINDU
INSTITUT AGAMA HINDU NEGERI
TAMPUNG PENYANG (IAHN-TP)
PALANGKA RAYA
2018
1. TANGGAPAN TERHADAP PROTES UMAT BERAGAMA
Perbincangan toleransi beragama tetap penting. Terlebih dalam konteks
bahwa elemen agama berkontribusi amat besar bagi munculnya disintegrasi sosial
terlalu sering dipicu oleh masalah-masalah yang terkait atau dikait-kaitkan dengan
pada momen-momen hari besar keagamaan seperti lebaran dan hari natal (seperti
kompleksitas lain yang menyumbang pada aksi-aksi kerusuhan sosial dan tindak
Karena, agama memang selalu mengandung imajinasi yang mebuat pelbagai nilai
jadi mutlak; agama dengan itu juga memproyeksikan, apa yang oleh Karren
pemeluk agama memainkan peranan dominan bagi ajaran agama yang dipeluknya
atau bahkan di antara mereka ada sekelompok orang yang acuh terhadap agama
yang mereka peluk. Kenyaataan seperti ini akan meng-ganggu dan juga sekaligus
dan tidak mempergunakan analisis rasional. Mereka mudah tersulut emosi dan
sangat susah bertoleransi dengan agama dan pemeluk agama lain. Kelompok ini
mudah digerakkan oleh sekelompok orang atau komunitas baik yang beraliansi
Tidak ada diskriminasi terhadap kelompok tertentu. Hak untuk berperan serta
dalam bidang politik dan pemerintahan terbuka lebar bagi semua kelompok etnis.
guna menciptakan ruang publik agar berbagai ragam komunitas dapat berinteraksi
pembangunan bangsa.
jerjadi. Seperti yang telah dikemukakan oleh Tumanggor, Aripin dan Soeyoeti
dalam penelitian mereka pada tahun 2011 pada lima wilayah konflik Indonesia
identitas (etnis/agama) tertentu yang menyinggung harga diri dan rasa keadilan
suku tertentu (16,5%). Faktor penyebab lain yakni penguasaan lapangan kerja
(15,6%).
yang berbeda-beda sehingga dari hal itu menyadarkan kita bahwa penghinaan
suatu kelompok tertentu dapat menimbulkan dampak yang tidak baik bahkan
atau pandangan orang lain serta kelompok lain secara sama sebagai kesatuan,
dengan perbedaan sosial budaya, baik secara individual maupun kelompok dan
masyarakat. Dalam hal ini individu dilihat sebagai refleksi dari kesatuan sosial
dan budaya. Bagi Indonesia, multikultural merupakan suatu strategi dan integrasi
tidak dapat dikesampingkan begitu saja, dimana symbol symbol keagamaan masih
peran dalam dunia perpolitikan dan dunia perpolitikan juga meraih dukungan dari
agama. Hanya saja dalam kondisi masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia
ini, peranan agama tidak selalu memberikan kontribusi positif dalam dunia
perpolitikan ini.
dan juga memiliki kuasa untuk tindak tertentu yang mana agama memiliki
tertentu. Sebenarnya ke dua hal itu memiliki kekuatan yang bisa mengubah
manusia, tapi agama lebih memiliki power yang transenden ( tidak terbatas ),
untuk itu manusia wajib menggunakan rasionalitas dalam memahami agama.
Sudah selayaknya negara dan agama dipisahkan secara tegas, jangan ada
horisontal dan juga kelahiran awalnya adalah adalah kritik sosial atas
ketimpangan sosial yang terjadi masa itu. Agama mengajarkan cinta kasih yang
KUHP pasal 156 a maupun b diterapkan dengan tegas, tidak perlu berputar-putar.
Negara perlu tegas terhadap pelaku lapangan dan juga menangkap actor-aktor
dibaliknya. Hapuskan budaya “agama politik”, karena era dunia sudah berbeda,
bukan lagi saatnya melakukan homogenisasi di dunia yang heterogen seperti yang
dahulu dilakukan oleh agama-agama manapun yang ada di dunia ini, hidupkan
semangat “agama kemanusiaan”. Berbeda itu indah, melangkah itu tidak selalu
adalah hubungan vertical antara manusia dengan Tuhan adalah urusan pribadi,
Tuhan itu yang harus dilihat, karena semua sama di mataNya, yang berbeda hanya
caranya.