Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Tuberculosis Paru


1. Pengertian
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
kuman Mycobaterium tuberculosis, yaitu kuman aerob (membutuhkan
oksigen untuk bertahan hidup) yang dapat hidup di berbagai organ
tubuh terutama di paru-paru yang memiiki tekanan oksigen parsial
yang cukup tinggi. Membran sel kuman ini memiliki kandungan lemak
yang tinggi sehingga bakteri ini tahan terhadap asam dan lambat
pertumbuhan kumannya. Penularan sering terjadi di malam hari karena
bakteri ini akan mati jika terkena sinar ultraviolet. (Tabrani, 2013
p.157)
Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi saluran pernafasan bawah
yang disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberkulosis,
penularannya dari satu individu ke individu lain melalui inhalasi
percikan ludah (droplet) yang kemudian membentuk koloni di alveolus
dan bronkiolus. Selain itu, penularan tuberkulosis dapat melalui
saluran cerna yang berasal dari susu yang tercemar yang tidak
dipasteurisasi atau terkadang menular melalui lesi kulit. (Corwin,2009
p.545)
Menurut Nugroho (2011, p.244), tuberkulosis yaitu penyakit
infeksi yang menyeang alveolar yang bersifat kronik, subkonik,
maupun akut. Sedangkan menurut Billota (2014), tuberkulosis adalah
penyakit infeksi paru akut atau kronis yang ditandai dengan infiltrasi
paru dan pembentukan granulasi dengan perkijuan, fibrosis, dan
kavitasi.

6
7

2. Klasifikasi
a. Berdasarkan lokasi anatomi penyakit
1) Tuberkulosis paru : tuberkulosis terjadi pada parenkim
(jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena
adanya lesi pada jaringan paru.
2) Tuberkulosis ekstra paru : tuberkulosis yang terjadi di organ
selain paru, misalnya di pleura, kelenjar limfe, abdomen,
saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak, dan tulang.
b. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumya
1) Pasien baru : pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya attau sudah menelan OAT
kurang dari 28 hari.
2) Pasien yang pernah diobati TB : pasien yangsebelumnya
pernah menelan obat lebih dari 28 hari
3) Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil
pengobatan TB terakhir, antara lain.
a) Pasien kambuh : pasien yang pernah dinyatakan sembuh
setelah minum obat secara lengkap namun sekarang
didiagnosis TB berdasarkan hasil pemriksaan klinis
maupun bakteriologi
b) Pasien yang diobati kembali setelah gagal : pasien yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan
terakhir
c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat
d) Lain-lain : pasien TB yang pernah diobati tetapi hasil
akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui
c. Berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
1) Mono resistan (TB MR) : resistan terhadap salah satu jenis
OAT lini pertama saja.
8

2) Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis
OAT lini pertama selain lsoniazid (H) dan Rifampisin (R)
secara bersamaan.
3) Muktidrug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid
(H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
4) Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang
sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua
jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin, dan amikasin).
5) Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap rifampisin
dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang
terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau
metode fenotip (konvensional).
d. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV
1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV):
pasien TB dengan hasil tes HIV positif sebelumnya atau
sedang mendapatkan ART atau hasil tes HIV positif pada saat
diagnosis TB.
2) pasien TB dengan HIV negatif: pasien TB dengan hasil tes
HIV negatif sebelumnya atau hasil tes HIV negatif pada saat
diagnosis TB.
3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui: pasien TB
tanpa ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB
ditetapkan

3. Etiologi
TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang
menyerang paru.bakteri ini berbentuk batang yang bersifat tahan
terhadap zat asam sehingga sering disebut bakteri tahan asam (BTA).
Bakteri ini akan bertahan hidup dalam waktu lama di lingkungan yang
9

lembab dan gelap namun akan langsung mati jika terkena sinar
matahari langsung. (Erlien, 2008 p.42)
TBC paru ditularkan dari penderita tuberkulosis itu melalui
droplet nuclei/percik krenik yang yang keluar saat batuk maupun
bersin. Kuman M tuberculosis yang keluar dalam sekali batuk (3000
percikan dahak) sekitar 0-3500 kuman, sedangkan dalam sekali bersin
dapat menghasilkan sekitar 4500-1.000.000 kuman M.tuberculosis.
Dalam udara bebas, partikel infeksi ini dapat bertahan selama 1-2 jam,
tergantung intensitas cahaya matahari yang masuk, ventilasi udara
dalam rumah yang buruk, dan kelembapan (Setiati, 2014 p.865).
Seseorang yang menghirup udara yang mengandung bakteri
tuberkulosis dapat terinfeksi saluran pernapasannya. Selama bakteri
itu masih ada di saluran pernapasan, bakteri itu dapat menyebar ke
organ lainnya. Penyebarannya dapat melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, maupun langsung menyebar ke bagian tubuh
yang lain. Daya penularanya tergantung banyak dan lamanya droplet
yang dihirup serta tingkat kesehatan dan faktor gizi seseorang. (Erlien,
2008 p.42)

4. Tanda dan Gejala


Menurut Setiati (2014, p.867), keluhan pasien tuberkulosis
bermacam-macam bahkan banyakyang tidak merasakan adanya
keluhan saat pemeriksaan fisik. Keluhan yang sering ditemukan antara
lain.
a. Demam
Demam yang muncul pada penderita menyerupai dengan
demam influenza. Demam dapat mencapai 40-41°C. Serangan
demam hilang timbul, awalnya demam dapat sembuh kemudian
timbul lagi. Hal ini dipengaruhi oleh daya tahan tubuh dan berat
ringannya infeksi yang masuk.
10

b. Batuk/batuk darah
Gejala batuk ini adalah gejala yang sering ditemukan.
Batuk ini terjadi karena adanya iritasi pada bronkhus. Batuk
muncul setelah penyakit berkembang di jaringan paru yaitu
setelah beberapa minggu atau beberapa bulan peradangan
bermula. Sifat batukawalnya batuk kering (non produktif) lalu
setelah terjadi peradangan menjadi batuk produktif
(berdahak/menghasilkan sputum). Apabila pembuluh darah sudah
pecah, maka batuk akan bercampur dengan darah.
c. Sesak nafas
Sesak nafas tidak dirasakan pada penyakit yang baru
tumbuh. Pada penyakit yang sudah lanjut sesak nafas ini
ditemukan dimana infiltrasi sudah meliputi setengah dari bagian
paru-paru.
d. Nyeri dada
Nyeri dada ini jarang ditemukan. Nyeri dada terjadi
apabila infiltrasi radang sudah ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis. Nyeri dada ini muncul akibat adanya gesekan kedua
pleura pada saat pasien inspirasi/ekspirasi.
e. Malaise
Gejala malaise yang sering ditemukan antara lai anoreksia,
tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri
otot, meriang, keringat malam, dan lain-lain
5. Patofisiologi
Basil tuberkulosis yang terhirup individu yang rentan dapat
menjadi infeksi. Bakteri ini dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli.
Di alveoli, bakteri ini berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Selain
itu, basil tuberkulosis ini juga dipindahkan melalui sistem limfe dan
sistem aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks
serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
11

Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi


inflamasi. Fagosit (makrofag dan neutrofil) menelan banyak materi
(limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan basil dan jaringan
normal). Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat
dalam alveoli yang dapat menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi
awal terjadi pada minggu ke-2 sampai ke-10 setelah pemajanan.
Massa jaringan baru, granulomas, yang merupakan gumpalan
basil baik yang masih hidup maupun sudah mati, dikelilingi makrofag
yang membentuk dinding protektif. Granulomas ini akan diubah
menjadi maasa jaringan fibrosa dimana bagian sentralnya disebut
tuberkel Ghon. Bakteri dan makrofag ini menjadi nekrotik yang
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi
yang membentuk skar kolagenosa. Tanpa perkembangan penyakit,
bakteri akan menjadi dorman.
Akibat dari gannguan atau respon sistem imun yang tidak
adekuat, individu dapat mengalami penyakit aktif setelah pemajanan
dan infeksi awal. Penyakit aktif juga dapat terjadi dengan infeksi ulang
dan aktivasi dari bakteri dorman. Pada kasus ini, tuberkel Ghon
memecahkan dan melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki.
Bakteri ini kemudian menyebar ke udara yang menyebabkan
penyebaran penyakit ini menjadi lebih jauh. Tuberkel yang memecah
ini akan menyembuh yang akan membentuk jaringan parut. Setelah
terinfeksi, paru menjadi lebih bengkak yang mengakibatkan terjadinya
bronkopneumoni lebih lanjut, tuberkel terbentuk, dan selanjutnya.
Proses yang dijelaskan di atas dapat dihentikan apabila
penyebarannya mengarah ke bawah hilum paru dengan lambat,
kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin
berkepanjangan yang ditandai oleh remisi lama ketika penyakit ini
dihentikan supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbarui.
Angka individu yang awalnya terinfeksi lslu mengalami penyakit aktif
cukup kecil, yaitu hanya sekitar 10%. (Smeltzer (2013))
12

M.tuberkulosa Droplet infection Masuk lewat jalan nafas

Menempel pada paru

Keluar dari tracheobranchial Dibersihkan oleh mikrofag Menetap di jaringan paru


bersama sekret

Terjadi proses peradangan


Sembuh tanpa pengobatan

Pengeluaran zat pirogen Tumbuh dan berkembang


di sitoplasma makrofag
Mempengaruhi hipotalamus

Sarang primer/afek
Mempengaruhi sel point primer (fokus ghon)

Hipertermi

Komplek primer Limfangitis lokal Limfangitis regional

Menyebar ke organ lain Sembuh sendiri tanpa Sembuh dengan


(paru lain, saluran pengobatan bekas fibrosis
pencernaan, tulang)
melalui media (bronkogen
percontinuitum,
hematogen, limfogen)

Radang tahunan di bronkus Pertahanan primer tidak adekuat

Berkembang menghancurkan Pembentukan tuberkel Kerusakan membran


jaringan ikat sekitar alveolar

Bagian tengah nekrosis


13

Membentuk jaringan keju Pembentukan sputum Menurunnya efek


berlebihan permukaan paru

Sekret keluar saat batuk


Ketidakefektifan alveolus
bersihan jalan nafas
Batuk produktif (batuk Alveolus mengalami
terus menerus) konsolidasi dan
eksudasi

Droplet infection Batuk berat Gangguan


pertukaran gas
Terhirup orang sehat Distensi abdomen

Mual muntah
Risiko transmisi
infeksi
Intake nutrisi kurang

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

6. Cara Penularan

Cara penularan TB paru menurut Murwani (2009, p.12)


yaitu melaui jalan pernafasan :
a. Secara langsung yaitu dengan berbicara berhadapan, percikan
air ludah atau air born, berciuman, udara bebas (dalam satu
kamar). Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh kuman
mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet
nuclei) saat seorang pasien TBC batuk dan percikan ludah
yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat
bernafas. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara saat
14

berhadapan dengan orang lain, basil tuberkel tersembur dan


terhisap ke dalam paru orang sehat. Masa inkubasinya selama
3-6 bulan.
b. Secara tak langsung yaitu melalui alat-alat yang tercemar basil,
misalnya makanan/minuman, alat-alat tidur, alat-alat mandi,
saputangan, dan lain-lain. Penyebaran kuman tuberculosis ini
terjadi diudara melalui dahak yang berupa droplet. Pada saat
penderita batuk atau bersin, kuman TB paru dan BTA positif
yang terbentuk droplet yang sangat kecil ini akan beterbangan
diudara. Droplet yang sangat kecil ini kemudian mongering
dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman
tuberculosis, sehingga cepat atau lambat droplet yang
mengandung unsur kuman tuberculosis akan terhirup oleh
orang lain. Apabila kuman ini telah terhirup oleh orang lain dan
bersarang di dalam paru-paru seseorang maka kuman ini akan
mulai membelah diri atau berkembang biak. Dari sinilah akan
terjadi infeksi dari satu penderita ke calon penderita lain
(mereka yang telah terjangkit penyakit).

7. Komplikasi
Penyakit tuberkulosis apabila tidak ditangani secara benar dapat
menimbulkan komplikasi. Menurut Setiati (2014, p.871), komplikasi
pada tuberkulosis dibagi menjadi dua, antara lain.
a. Komplikasi dini : pleuritis, empisema, efusi pleura, laringitis,
Poncets arthropaty.
b. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas yang akan menimbulkan
SOPT (syndrom obstruksi pasca tuberkulosis), kerusakan parenkim
yang akan menimbulkan fibrosis paru, amiloidosis, kor pulmonal,
karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), biasanya
terjadi pada TB miller dan kavitas TB.
15

8. Penatalaksanaan
Menurut Zain (2001) dalam Arif Muttaqin (2008, p.79),
penatalaksanaan pada tuberkulosis paru dibagi menjadi tiga bagian
yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case
finding).
a. Pencegahan tuberkulosis paru
1) Pemeriksaan kontak, pemeriksaan kontak dilakukan pada
orang-orang yang bergaul dengan para penderita tuberkulosis
paru yang BTA nya positif. Pemeriksaan yang dapat dlakukan
antara lain tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes
tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thorax
diulangi pada 6 dan 12 bulan yang akan datang. Apabila
hasilnya negatif, vaksin BCG dapat diberikan. Namu, apabila
hasilnya positif artinya telah terjadi konversi hasil tes
tuberkulin yag telah dilakukan dan akan diberikan
kemoprofilaksis.
2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan yang dilakukan secara
masal pada kelompok populasi tertentu, misalnya karyawan
rumah sakit/perusahaan, para penghuni rumah tahanan, santri
yang ada di pondok pesantren.
3) Vaksinasi BCG
4) Kemoprofilaksis
5) Komunikasi, innformasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit
tuberkulosis kepada masyarakat dimulai dari tingkat
puskesmas maupun di tingkat rumah sakit yang dilakukan oleh
petugas.
Selain dengan cara diatas, terdapat cara mencegah terjadinya
penularan penyakit tuberkulosis yang dapat dilakukan di rumah
antara lain.
16

1) Menutup hidung dan mulut saat batuk/bersin bagi penderita


tuberkulosis.
TBC paru ditularkan dari penderita tuberkulosis itu
melalui droplet nuclei/percik krenik yang yang keluar saat
batuk maupun bersin. Kuman M tuberculosis yang keluar
dalam sekali batuk (3000 percikan dahak) sekitar 0-3500
kuman, sedangkan dalam sekali bersin dapat menghasilkan
sekitar 4500-1.000.000 kuman M.tuberculosis.
2) Membuang dahak ditempat tertutup dan dibuang di tempat
mengalir, seperti lubang WC, atau diberi desinfektan (lisol,
detergen, dll) atau membakar dahak ditempat pembuangan.
3) Menjaga ventilasi udara yang baik
Umumnya penularan terjadi di dalam ruangan dimana
percikan dahak dalam waktu yang lama. Selain itu, kuman
tuberkulosis ini berkembang dengan baik di lingkungan yang
lembab. Sinar matahari diusahakan dapat masuk ke dalam
rumah karena sinar matahri dapat membunuh kuman
tuberkulosis. Oleh karena itu, ventilasi yang baik sangat
diperlukan agar terjadi pertukaran udara sehingga ruangan
tidak menjadi lembab (Nur Laelatul dkk, 2015)
4) Menjemur kasur pasien dibawah sinar matahari
Kuman tuberkulosis akan mati jika terkena sinar
matahari. Menjemur kasur sangat dianjurkan untuk mematikan
kuman tuberkulosis yang menempel di kasur, minimal satu kali
dalam seminggu. Selain itu, paasien juga diharapkan berjemur
minimal 15 menit setiap harinya untuk mematikan kuman
tuberkulosis tersebut. (Jaji, 2010)
5) Memisahkan alat makan dan alat mandi
Alat makan dan alat mandi yang dipakai pasien
pastinya terpapar oleh kuman tuberkulosis yang berasal dari
droplet saat makan, batuk, maupun bersin sehingga
17

meningkatkan risiko penularan apabila digunakan secara


bersamaan.

b. Pengobatan tuberkulosis paru


Pengobatan tuberkulosis ini bertujuan untuk mengobati,
mencegah kkematian, kekambuhan, dan resistensi terhadap obat
anti-tuberkulosis (OAT), serta memutus rantai penularan penyakit
ini. (Muttaqin, 2008, p.80). Menurut depkes RI (2011),
pengelompokan, jenis, dan sifat OAT adalah sebagai berikut.
Golongan dan Jenis Obat
Golongan 1-obat lini Isoniazid (H) Pyrazinamide (Z)
pertama Ethambutol (E) Rifampicin (R)
Streptomycin (S)
Golongan-2/ obat Kanamycin (Km) Amikacin (Am)
suntik/ suntikan lini Capreomycin (Cm)
kedua
Golongan-3/ golongan Oflaxacin (Ofx) Moxifloxacin (Mfx)
floroquinolone Levofloxacin (Lfx)
Golongan-4/ obat Ethionamide (Eto) Para amino Salisilat
bakteriostatik lini Prothionamide (pro) (PAS)
kedua Cycloserine (Cs) Terizidone (Trd)
Golongan-5/ obat yang Clofazimine (Cfz) Thiocetazone (Thz)
belum terbukti Linezolid (Lzd) Clarithromycin (clr)
efikasinya dan tidak Amoxilin-clavunate Imipenem (Ipm)
direkomendasikan oleh (Amx-clv)
WHO
Tabel 2.1 pengelompokan OAT
18

Jenis obat Sifat Dosis yang direkomendasikan


(mg/kg)
harian 3xseminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-10)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)
Ethambutol (E) bakteriostattik 15 (15-20) 30 (20-35)
Tabel 2.2 jenis, sifat, dan OAT lini pertama

Menurut Depkes (2011), dalam pengobatan tuberkulosis


memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut.
1) Beberapa jenis obat harus dikombinasikan dengan OAT dalam
jumlah yang cukup serta tepat dosisnya ssesuai dengan
kategori prngobatannya. Penggunaan OAT-Kmbinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan daripada penggunaan OAT tungal (monoterapi).
2) Dilakukannyapengawas langsung (DOT = Directly Observed
Treatment) oleh seorang pengawas minum obat (PMO) yang
merupakan seseorang yang tinggal bersama pasien untuk
menjamin kepatuhan pasien dalam minum obat.
3) Tuberkulosis memiliki 2 tahapan pengobatan, yaitu tahap
intensif dan tahap lanjutan.
a) Tahap intensif (tahap awal), pasien meminum obat setiap
hari dan memerlukan seorang PMO untuk mencegah
terjadinya resisten obat. Apabila pengobatan pada tahap ini
diberikan secara tepat, dalam kurun 2 minggu biasanya
pasien menjadi tidak menular. Sebagian besar untuk
merubah menjadi pasien BTA negatif dari BTA positif
membutuhkan waktu sekitar 2 bulan.
19

b) Tahap lanjutan, pasien mendapat jenis obat yang lebih


sedikit dari tahap sebelumnya, namun jangka waktunya
lebih lama. Tahap ini perlu dilakukan untuk membunuh
kuman persister sehingga dapat mencegah terjadinya
kekambuhan.
c. Penemuan penderita (active case finding)

9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijaya (2013), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan antara lain.
No Jenis pemeriksaan Interpretasi hasil
1 Sputum:
a. Kultur M.tuberkulosis positif pada tahap aktif,
penting untuk menetapkan diagnosa pasti
dan melakukan uji kepekaan terhadap
obat
b. Ziehl-Neelsen BTA positif
2 Tes kulit (PPD, Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
Mantoux, Volimer) lebih) menunjukan infeksi masa lalu dan
adanya antibodi tetapi tidak berarti
menunjukan keaktifan penyakit
3 Foto thorax Dapat menunjukan infiltrasi lesi awal
pada area paru, simpanan kalsium lesi
sembuh primer, efuai cairan, akumulasi
udara, , area cavitas, area fibrosa, dan
penyimpangan struktur mediastinal
4 Histologi atau kultur Hasil positif dapat menunjukkan srangan
jaringan (termasuk ekstrapulmonal
bilasan lambung,
urin, cairan
20

serebrospinal, biopsi
kulit)
5 Biopsi jarum pada Positif untuk granuloma Tuberkulosis,
jaringan paru giant cell menunjukan adanya nekrosis
6 Darah:
a. LED Indikator stabilitas nilogik penderita,
respon terhadap pengobatan, prediksi
tingkat penyembuhan. Sering meningkat
pada proses akut
b. Limfosit Menggambarkan status imunitas
penderita (normal atau supresi)
c. Elektrolit Hiponatremia dapat terjadi akibat retensi
cairan pada tb paru kronis luas
d. Analisa gas
Hasil bervaiasi tergantung lokasi dan
Darah
beratnya kerusakan
7 Tes faal paru Penurunan kapasitas vital, penurunan
ruang mati, peningkatan rasio udara
residu dn kapasitas paru total, penurunan
saturasi oksigen sebagai akibat dari
infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan
jaringan paru, dan penyakit pleura

Tabel 2.3 pemeriksaan penunjang

B. Konsep Dasar Keluarga


1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh
kebersamaan dan kedekatan emosional serta mengidentifikasikan
dirinya sebagai bagian dari keluarga tersebut (Friedman dkk, 2010 p.9)
Keluarga adalah suatu sistem sosial yang berisi dua atau lebih
orang yang hidup bersama yang mempunyai hubungan darah,
21

perkawinan atau adopsi, atau tinggal bersama dan saling


menguntungkan, mempunyai tujuan bersama, mempunyai generasi
penerus, saling pengertian dan saling menyayangi (Murray dan
Zentner, 1997 dalam Achjar,2012 p.2)
Sedangkan menurut Stuart (1991) dalam Achjar (2012, p.2),
keluarga merupakan suatu unit sistem dimana setiap anggota keluarga
dapat atau tidak dapat saling berhubungan, dapat dan tidak selalu
tinggal satu atap, dapat mempunyai keturunan maupun tidak, namun
terdapat komitmen dan saling melengkapi antar anggota keluarga yang
tetap mempetahankan fungsinya secara konsisten terhadap
perlindungan, kebutuhan hidup, dan bersosialisasi antar anggota
keluarga.

2. Jenis dan Struktur keluarga


Menurut Sujono R, & Sukarmin (2012, h.40), keluarga terdiri
dari beberapa jenis dan struktur seperti berikut :
a. Nuclear family, yaitu keluarga inti yang di dalamnya terdiri dari
ayah, ibu dan anak-anaknya.
b. Single Parent Family, yaitu sebuah keluarga yang terjadi
disebabkan karena adanya suatu perceraian atau kematian.
Misalnya seorang duda dengan anak, seorang janda dengan anak,
atau single tetapi ia mengadopsi anak.
c. Extended Family, yaitu keluarga besar yang terdiri dari sebuah
keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya dalam
keluarga inti tersebut ada nenek, kakek, keponakan, saudara
sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
d. Composite Family, yaitu keluarga yang dibentuk dengan suatu
pernikahan lebih dari satu istri/poligami dimana suami dan istri-
istrinya (madunya) hidup secara bersama dalam satu atap.
22

e. Cahabitation Family, yaitu dua orang menjadi satu tanpa ada


ikatan pernikahan yang sah, tetapi mereka membentuk sebuah
keluarga/kumpul kebo.

3. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (1998) dalam Suprajitno (2014,p.13), secara
umum fungsi keluarga adalah sebagai berikut.
a. Fungsi afektif (the affective function)
Fungsi afektif merupakan fungi keluarga yang mengajarkan
anggota keluarga untuk mempersiapkan diri dalam berhubungan
dengan orang lain. Fungsi ini hanya bisa didapat dalam keluarga
bukan dari pihak luar. Komponen yang dibutuhkan dalam fungsi
afektif ini yaitu saling mendukung, menghormati, dan saling asuh.
Dengan cara inilah seorang merasa mendapat perhatian, kasih
sayang, dihormati, kehangatan, dan sebagainya. Dari pengalaman
inilah perkembangan individu dan psikologis keluarga terbentuk.
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and
social placement function)
Fungsi keluarga dalam hal ini yaitu mengajarkan anggota
keluarga yang ada terutama anak-anak untuk dapat bersosialisasi
dengan orang lain dan berhubuungan dalam kehidupan sosial
sebelum meninggalkan rumah. Dalam hal ini, anggota keluarga
belajar disiplin, norma-norma, budaya, dan perilau melalui
interaksi dengan anggota keluarganya sendiri.
c. Fungsi reproduksi (the reproductive function)
Dalam hal ini, sebuah keluarga memiliki fungsi untuk
mempertahankan keturunan dan menjaga kelangsungan
keluarganya.
d. Fungsi ekonomi (the economic function)
Keluarga mempunyai fungsi secara ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarganya dan sebagai
23

tempat meningkatkan penghasilan dengan cara megembangkan


kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
terutama kebutuhan pokok. Kondisi ekonomi yang stabil akan
mampu menjamin kebutuhan anggota keluarga sehingga mampu
menjalankan peran dan fungsinya dengan baik.
Fungsi ekonomi keluarga meliputi keputusan rumah tangga,
pengelolaan keuangan, pilihan asuransi, jumlah uang yang
digunakan, perencanan pensiun, dan tabungan. Kemampuan
keluarga untuk memiliki penghasilan yang baik dan mengelola
finansialnya dengan bijak merupakan faktor kritis untuk mencapai
kesejahteraan ekonomi.
e. Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan (the health care
function)
Keluarga berfungsi untuk tetap memertahankan setiap
anggota keluarganya agar keadaan kesehatannya tetap terjaga
sehingga tetap memiliki produktivitas yang tinggi.

4. Tahap Perkembangan Keluarga


Menurut Achjar (2010) adapun beberapa tahap tugas dan
perkembangan keluarga yaitu :
a. Tahap I, keluarga pemula atau pasangan baru
Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain :
1) Membina hubungan harmonis dan memuaskan
2) Membina hubungan dengan orang lain dengan
menghubungan tali persaudaraan yang harmonis
3) Merencanakan kehamilan serta mempersiapkan menjadi
orang tua.
b. Tahap II, keluarga sedang mengasuh anak
Dimulai sejak anak pertama lahir atau usia 0-30 bulan (2,5 tahun).
Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain :
1) Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit
24

2) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan


3) Memperluas persahabatan dengan keluarga besar
4) Mempersiapkan dana child bering
5) Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
c. Tahap III, keluarga dengan anak usia pra sekolah
Dimulai sejak anak pertama berusia 2,5-5 tahun. Tugas
perkembangan pada tahap ini antara lain :
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga
2) Membantu anak bersosialisasi
3) Beradaptasi dengan kelahiran anak baru tanpa mengabaikan
kebutuhan anak yang lainnya.
4) Mempertahankan hubungan yang sehat di dalam keluarga
maupun di luar keluarga
5) Menanamkan nilai dan norma kehidupan
6) Menanamkan keyakinan beragama
7) Memenuhi kebutuhan bermain anak serta stimulasi tumbuh
kembang anak
d. Tahap IV, keluarga dengan anak usia sekolah
Dimulai sejak anak tertua berusia 6-12 tahun. Tugas
perkembangan pada tahap ini antara lain :
1) Mensosialisasikan anak termasuk meningkatkan prestasi
sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman
sebaya
2) Mempertahankan hubungan perkawinan yang harmonis dan
memuaskan
3) Memperhatikan kesehatan fisik anggota keluarganya.
e. Tahap V, keluarga dengan anak remaja
Dimulai sejak anak tertua berusia 13-20 tahun. Tugas
perkembangan pada tahap ini antara lain :
1) Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika
remaja menjadi dewasa dan mandiri
25

2) Mempertahankan hubungan perkawinan yang harmonis


3) Mempertahankan komunikasi dua arah dan terbuka antara
orang tua dan anak-anak
4) Memberikan kebebasan dalam batasan tanggung jawab
f. Tahap VI, keluarga melepas anak usia dewasa muda
Dimulai sejak anak pertama sampai anak terakhir yang
meninggalkan rumah. Tugas perkembangann pada tahap ini
antara lain :
1) Memperluas siklus keluarga (melalui perkawinan anak-anak)
2) Mempertahankan keintiman pasangan
3) Membantu lansia yang sakit-sakitan dari suami maupun istri
4) Membantu anak mandiri
5) Mempertahankan komunikasi
6) Memperluas hubungan keluarga antara orang tua dengan
menantu
7) Menata kembali peran dan fungsi keluarga setelah
ditinggalkan anak.
g. Tahap VII, orang tua usia pertengahan
Dimulai sejak berakhirnya masa jabatan atau pensiun. Tugas
perkembangan pada tahap ini antara lain :
1) Mempertahankan serta meningkatkan kesehatan
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan
3) Merencanakan kegiatan yang akan datang
4) Menjaga komunikasi dengan anak
h. Tahap VIII, keluarga dalam masa pensiun dan lansia
Merupakan tahap akhir perkembangan keluarga yang dimulai
pada saat pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal,
sampai keduanya meninggal. Tugas perkembangan pada tahap
ini antara lain :
1) Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun
2) Mempertahankan hubungan perkawinan
26

3) Menyesuaikan terhadap kehilangan pasangan


4) Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi
5) Mempersiapakan kematian yang baik
5. Tugas Keluarga
Menurut Suprajitno (2014 p.17) dalam pengumpulan data tugas
keluarga sangat diperlukan terutama yang berkaitan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam mrnghadapi masalah kesehatan.
Keluarga mempunya tugas yang perlu untuk dipahami dan dilakukan
di bidang kesehatan, meliputi.
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
b. Mengambil keputusan dalam melakukan tindakan kesehatan yang
tepat untuk keluarga
c. Merawat anggota keluarga yang memiliki gangguan kesehatan
d. Memodifikasi lingkungan yang berdampak terhadap kesehatan
keluarga
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
disekitarnya untuk keluarga

C. Konsep Dasar Proses Keperawatan Keluarga


1. Pengkajian
Menurut Zaidin Ali (2009, h.40), pengkajian keperawatan
merupakan sekumpulan tindakan yang digunakan perawat untuk
mengukur keadaan pasien/keluarga dengan menggunakan standar norma
kesehatan pribadi maupun sosial serta integritas dan kesanggupan untuk
mengatasi masalah.
Dalam proses pengkajian itu sendiri terdiri dari dua tahap, yaitu
penjajakan keluarga dan pengumpulan data.
a. Data Keluarga
1) Struktur dan sifat keluarga:
a) Identitas keluarga
27

b) Data demografi : usia, jenis kelamin, status sipil, kedudukan


dalam keluarga
c) Tempat tinggal setiap anggota keluarga : apakah ia tinggal
bersama kepala keluarga atau di tempat yang lain?
d) Bentuk struktur keluarga : matriakal, patriakal, berkumpul, atau
menyebar
e) Anggota keluarga yang menonjol dalam pengambilan keputusan,
terutama dalam hal kesehatan
f) Hubungan umum antar anggota keluarga termasuk adanya
perselisihan yang nyata atau yang tidak nyata antar anggota
keluarga
g) Kegiatan sehari-hari : Kebiasaan tidur, kebiasaan makan, waktu
senggang/libur.
2) Faktor sosial-budaya-ekonomi : Penghasilan dan pengeluaran.
a) Pekerjaan, tempat kerja, dan penghasilan setiap anggota yang
sudah bekerja
b) Sumber penghasilan
c) Berapa jumlah yang dihasilkan oleh setiap anggota keluarga
yang bekerja
d) Kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan primer seperti makan,
pakaian serta perumahan
e) Apakah ada tabungan untuk keperluan mendadak
f) Jam kerja ayah dan ibu
g) Siapa pembuat keputusan mengenai keuangan dan bagaimana
uang digunakan
3) Faktor Lingkungan
a) Perumahan, meliputi : luas rumah, pengaturan kamar tidur,
kelengkapan perabotan rumah tangga, adanya bahaya
kecelakaan, tempat penyimpanan makanan dan alat masak,
persediaan air, pembuangan kotoran, pembuangan sampah,
serta pembuangan air kotor.
28

b) Kondisi lingkungan tempat tinggal : Apakah kompleks


perumahan, daerah kumuh, dll.
c) Fasilitas sosial dan fasilitas kesehatan.
d) Fasilitas transportasi dan komunikasi.
4) Riwayat kesehatan/riwayat medis
a) Riwayat kesehatan setiap anggota, meliputi : penyakit yang
pernah diderita, keadaan sakit yang sekarang (telah di diagnosis
atau belum)
b) Nilai yang diberikan terhadap pencegahan penyakit, meliputi :
status imunisasi anak, pemanfaatan fasilitas lain untuk
pencegahan penyakit.
c) Sumber pelayanan kesehatan : apakah pelayanan kesehatan sama
atau berbeda untuk setiap anggota keluarga? Saat kondisi sakit
atau krisis, anggota keluarga pergi ke siapa?
d) Bagaimana keluarga melihat peranan petugas kesehatan dan
pelayanan yang mereka berikan serta harapan mereka terhadap
pelayanan petugas kesehatan?
e) Pengalaman mengenai petugas kesehatan profesional:
memuaskan atau tidak ?

b. Pengkajian fokus pada tuberkulosis menurut Arif Muttaqin (2008,


p.82) antara lain :
1) Mengkaji pengetahuan keluarga tentang pengetahuannya terhadap
penyakit tuberculosis paru meliputi pengertian, penyebab, dan
penularan tuberculosis paru, pencegahan, dan penatalaksanaan
2) Keluhan utama
a) Keluhan respiratoris, yaitu : batuk, batuk darah, sesak nafas,
nyeri dada
b) Keluhan sistemis, yaitu : demam, berkeringat dimalam hari,
anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise.

3) Riwayat penyakit saat ini


29

Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan


utama. Klien biasanya mengeluh batuk sudah 3 minggu atau
lebih, saat batuk klien tidak menutup mulut, batuk disertai
sputum, demam, berkeringat malam, atau menggigil yang mirip
dengan demam influenza. Klien membuang dahak disembarang
tempat, klioen tidak mematuhi aturan pengobatan. Klien kurang
mengetahui tentang cara perawatan, tata cara pengobatan, cara
penularan, dan pencegahan tuberculosis paru.

4) Riwayat penyakit dahulu


Pengakajian yang mendukung adalah dengan mengkaji
apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk
lama pada masa kecil, tuberculosis dari organ lain, pembesaran
getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti
diabetes melitus.

5) Riwayat penyakit keluarga


Apakah penyakit TB paru pernah dialami oleh anggota
keluarga yang lainnya sebagai factor predisposisi penularan di
dalam rumah.
6) Pemeriksaan fisik
a) Tanda-tanda vitalHasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada
klien dengan TB paru biasanya didapatkan demam tidak
tinggi/meriang, frekuensi nafas meningkat apabila disertai
sesak nafas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, dan tekanan
darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti
hipertensi.
b) Breathing (B1)
i. Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan pernafasan, klien
dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga tampak
adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-
posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Jika
30

terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada


parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak
napas, peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan otot
bantu napas.
ii. Palpasi : TB paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan
palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal
seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan
gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien
TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vocal), getaran yang terasa ketika
perawat meletakkan tangannya di dada klien saat klien
berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran
dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk
membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama
pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi
pada dinding dada disebut taktil fremitus. Adanya
penurunan taktil fremitus pada klien dengan TB paru
biasanya ditemukan pada klien yang disertai komplikasi
efusi pleura massif, sehingga hantaran suara menurun
karena transmisi getaran suara harus melewati cairan yang
berakumulasi di rongga pleura.
iii. Perkusi : Pada klien dengan TB paru minimal tanpa
komplikasi, biasanya akan didapatkan resonan atau sonor
pada seluruh lapang paru.Pada klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan
bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai banyaknya
akumulasi cairan di rongga pleura.
iv. Auskultasi : Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi
napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit.
31

c) Blood (B2)
i. Inspeksi : Inspeksi adanya jaringan parut dan keluhan
kelemahan fisik.
ii. Palpasi : denyut nadi perifer melemah
iii. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru
dengan efusi pleura condong kearah paru yang sehat.
iv. Auskultasi : tekanan darah biasanya normal atau mengalami
peningkatan tetapi jarang ditemukan.bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
d) Brain (B3)
Kesadaran biasanya compos mentis, pada pengkajian
objektif klien tampak dengak wajah meringis,merintih.
e) Bladder (B4)
Urin berwarna jingga pekat dan berbau menandakan
fungsi ginjal normal pada penderita TB sebagai eksresi dari
OAT terutama rimfamisin
f) Bowel (B5)
Klien biasanya mengalami mual muntah penurunan
nafsu makan dan penuruan berat badan.
g) Bone (B6)
aktivitas sehari-hari terhambat, gejala yang muncul
antara alin kelemahan, kelelahan, insomnia, dan jadwal olahraga
menjadi tak teratur.

2. Analisa Data
Menurut Effendy (1998) dalam Bakri (2014, p.102), di dalam
menganalisa data ada 3 norma yang perlu diperhatikan dalam
melihat perkembangan kesehatan keluarga dengan masalah
pencegahan penularan tuberculosis paru, yaitu:
a. Keadaan kesehatan yang normal dari setiap anggota keluarga
b. Keadaan rumah dan sanitasi lingkungan
32

c. Karakteristik keluarga

3. Perumusan Diagnosa Keperawatan

Menurut Effendy (1998) dalam Bakri (2014, p.113-116),


dalam menyusun masalah kesehatan dan keperawatn keluarga, kita
harus mengacu pada tipologi masalah kesehatan. Berikut tipologi
masalah kesehatan keluarga dikelompokkan menjadi 3 kelompok
masalah besar, yaitu:
a. Ancaman kesehatan
Ancaman kesehatan merupakan keadaan yang dapat
memungkinkan terjadinya penyakit, kecelakaan, dan kegagalan
dalam mencapai potensi kesehatan. Ancaman kesehatan antara
lain:

1) Penyakit keturunan
2) Keluarga/anggota keluarga penderita penyakit menular
3) Jumlah anggota keluarga terlalu besar dan tidak sesuai
dengan kemampuan dan sumber daya keluarga. Seperti
keluarga dengan pemasukan kecil tapi memiliki anak
banyak
4) Resiko terjadinya kecelakaan dalam keluarga. Seperti
meletakkan benda tajam disembarang tempat
5) Kekurangan atau kelebihan gizi dari masing-masing anggota
keluarga
6) Keadaan yang dapat menimbulkan stress. Seperti hubungan
keluarga yang kurang harmonis
7) Sanitasi lingkungan buruk
8) Kebiasaan-kebiasaan yang merugikan kesehatan
9) Sifat kepribadian yang melekat, misalnya pemarah
10) Riwayat persalinan sulit
33

11) Memainkan peranan yang tidak sesuai, misalnya anak


wanita memainkan peranan ibu karena meninggal
12) Immunisasi tidak lengkap
b. Kurang/tidak sehat
Kurang/tidak sehat adalah kegagalan dalam memantapkan
kesehatan, antara lain sebagai berikut:
1) Keadaan sakit, baik sesudah maupun sebelum diagnosis
2) Kegagalan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yang
tidak sesuai dengan pertumbuhan normal
c. Situasi krisis
Situasi krisis adalah saat-saat yang banyak menuntut individu
atau keluarga dalam menyesuaikan diri termasuk juga dalam hal
sumber daya keluarga. Lingkup situasi krisis antara lain :
perkawinan, kehamilan, persalinan, masa nifas, menjadi orang tua,
penambahan anggota keluarga misalnya bayi baru lahir, abortus,
anak masuk sekolah, anak remaja, kehilangan pekerjaan, kematian
anggota keluarga, pindah rumah

Menurut Ayu Komang (2010, p.20-21), Perumusan problem


(P) merupakan respon terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan
dasar. Sedangan etiologi (E) mengacu pada lima tugas keluarga
yaitu:

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah mengenai


bagaimana persepsi terhadap keparahan penyakit, pengertian,
tanda dan gejala, factor penyebab, persepsi keluarga terhadap
masalah
b. Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan mengenai
sejauh mana keluarga memahami mengenai sifat dan luasnya
masalah, masalah dirasakan keluarga, keluarga menyerah
terhadap masalah yang dialami, sikap negative terhadap maslah
34

kesehatan, kurang percaya terhadap petugas kesehatan,


informasi yang salah.
c. Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit
mengenai bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakit, sifat
dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan, sumber-sumber
yang ada dalam keluarga, sikap keluarga terhadap sakit
d. Ketidakmampuan memelihara lingkungan rumah mengenai
keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan, pentingnya
higyene sanitasi, upaya pencegahan penyakit
e. Ketidakmampan menggunakan fasilitas keluarga seperti
keberadaan fasilitas kesehatan, keuntungan yang didapat,
kepercayaan keluarga terhadap perugas kesehatan, pengalaman
keluarga yang kurang baik, pelayanan kesehatan yang
terjangkau oleh keluarga

4. Prioritas Masalah
Menurut Zaidin Ali (2009, p.53), apabila masalah kesehatan
keluarga cukup banyak, masalah tersebut tidak mungkin diatasi
semuanya karena ada keterbatasan. Oleh karena itu, perlu disusun
skala prioritas dengan menggunakan criteria-kriteria sebagai berikut :
Tabel 2.4 skala penyusunan masalah kesehatan keluarga sesuai
prioritas

No. Kriteria Nilai Bobot


1. Sifat masalah 1
Skala :
Ancaman kesehatan 3
Tidak/kurang sehat 2
Krisis 1
2. Kemungkinan masalah dapat diubah 2
Skala :
Dengan mudah 2
Hanya sebagian 1
Tidak dapat 0
35

3. Potensi masalah untuk dicegah 1


Skala :
Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1
4. Menonjolnya masalah 1
Skala :
Masalah berat harus ditangani 2
Masalah tidak perlu segera ditangani 1
Masalah tidak dirasakan 0
Skoring :

a) Menentukan skor setiap criteria


b) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan bobot
Skor x bobot
angka tertinggi

c) Jumlah skor untuk semua kriteria


d) Skor tertinggi adalah 5 dan sama untuk seluruh bobot

5. Perencanaan Keperawatan Keluarga


Setelah merumuskan diagnosa keperawatan keluarga, seorang
perawat perlu membuat perencanaan. Tahap ini dimulai dengan
merumuskan tujuan yang ingin dicapai dan merencanakan tindakan
untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan dirumuskan untuk
mengurangi atau mengatasi stressor yang ada. Menurut Achjar (2012,
p.22) rencana tujuan keperawatan ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Tujuan jangka pendek
Tujuan jangka pendek disusun untuk masalah yang
memerlukan perhatian segera dan hasilnya dapat dilihat dalam
jangka waktu yang pendek. Tujuan ini dapat dicapai dengan
frekuensi pertemuan yang tidak banyak antara perawat dan
keluarga

b. Tujuan jangka panjang


36

Tujuan jangka panjang memerlukan frekuensi pertemuan yang


lebih banyak antara perawat dan keluarga serta memerlukan
sumber daya yang lebih banyak. Hasilnya tidak dapat dilihat dalam
jangka waktu pendek. Tujuan jangka panjang dibuat dengan cara
mengacu pada bagaimana cara mengatasi masalah atau problem
yang ada di keluarga.
Setiap tindakan keperawatan yang telah direncanakan
berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan memiliki kriteria dan
standar. Menurut Dion dan Beta (2013) dalam Suprajitno (2014),
kriteria dan standar perencanaan keperawatan keluarga dirumuskan
sebagai berikut.
No Kriteia Standar
1 Pengetahuan Menjelaskan secara benar tentang obyek yang
diketahui dan mengintepretasikan secara
benar materi tersebut.
2 Sikap Seseorang mau memperhatikan stimulus yang
diperhatikan
Memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap obyek yang ada
Memberikan nilai positif terhadap suatu
objek, misalnya mengerjakan dan
mendiskusikan suatu masalah
Berani mengambil risiko jika ada orang yang
mencemooh atau risiko lainnya
3 Psikomotor Melakukan kegiatan atau aktivitas yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat
dilihat dari luar
Tabel 2.5. kriteria dan standar perencanan keperawatan keluarga
37

Menurut Andarmoyo (2012) dalam Khotimah (2018),


intervensi keperawatan keluarga untuk kurang pengetahuan antara lain
sebagai berikut :

a. Beri informasi yang memadai terhadap suatu masalah. Pada pasien


tuberculosis paru, kaji pengetahuan keluarga tentang
pengetahuannya terhadap penyakit tuberculosis paru meliputi
pengertian, penyebab, pencegahan, penatalaksanaan, dan penularan
tuberculosis paru.
b. Berikan penjelasan tentang penularan penyakit tuberculosis paru
dan penatalaksanaanya
c. Bantu klien mengetahui lebih banyak tentang tanda dan gejala
tuberculosis paru
d. Bantu klien atau keluarga untuk mengikuti atau melaksanakan
penatalaksaan tuberculosis paru
e. Evaluasi ulang tentang pengetahuan klien atau keluarga setelah
diberi penyuluhan

6. Implementasi

Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun. Tujuan


dari pelaksanaan ini adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan
data dan memilih tindakan keperawatan yang paling sesuai dengan
kebutuhan pasien. Semua tindakan keperawatan dicatat kedalam
format yang telah ditetapkan oleh institusi (Bakri, 2014, p.127)

Menurut suprajtno (2014, P.49-50), tindakan keperawatan


keluarga mencakup hal-hal sebagai berikut yaitu :

a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga


38

Yang dimaksud pada poin ini adalah mendiskusikan


berbagai informasi kepada keluarga tentang masalah-masalah
kesehatan. Hal ini akan mendorong kesadaran keluarga tentang
kesehatan dan penjelasan pun akan mudah diterima. Cara yang
dapat dillakukan pada poin ini adalah sebagai berikut.

1) Memberikan informasi
2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan
3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah

b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan


Cara yang dapat dilakukan pada poin ini adalah sebagai
berikut :
1) Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan
2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga
3) Mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga
Memotivasi keluarga juga menjadi bagian perawat, agar keluarga
merasa percaya diri untuk merawat anggota keluarga yang sakit.
Untuk bisa mencapai hal ini, perawat dapat melakukan berbagai
cara, yaitu :
1) Melakukan demonstrasi cara perawatan
2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah
3) Mengawasi keluarga melakukan perawatan
d. Membantu keluarga mewujudkan lingkungan sehat
Disini perawat daapt berperan sebagai konsultan bagaimana
agar keluarga mampu mewujudkan lingkungan yang bersih dan
sehat, sehingga mampu menigkatkan kualitas hidup anggota
keluarganya. Adapun cara yang bisa ditempuh adalah :
1) Menemukan sumber-sumber ynag dapat digunakan keluarga
2) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal
mungkin
39

e. Memotivasi keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan


Kesadaran dalam mengakses fasilitas kesehatan bagi
masyarakat kita sampai saat ini amsih relative rendah. Untuk
itu perawat perlu melakukan beberapa hal dibawah ini yaitu.

1) Mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan


keluarga
2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang
ada
7. Evaluasi Keperawatan

Menurut Bakri (2014, p.129), Evaluasi merupakan tahap


integral pada proses keperawatan. Apa yang kurang dapat
ditambahkan, dan apabila mendapati kasus baru dan mampu
diselesaikan dengan baik, maka hal itu disebut sebagai keberhasilan
atau temuan sebuah penelitian.

Evaluasi bisa dimulai dari pengumpulan data, apakah masih


perlu direvisi untuk menentukan apakah informasi yang telah
dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku ynag
diobservasi sudah sesuai. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal
keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan dan intervensi evaluasi
adalah untuk menetukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai
secara efektif

Evaluasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang


telah diberikan, kemudian dilakukan penilaian untuk melihat
keberhasilannya. Jika tindakan yang dilakukan belum berhasil,
maka perlu dicari cara atau metode lainnya. Semua tindakan
keperawatan tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali kunjungan ke
keluarga, melainkan secara bertahap sesuai dengan waktu dan
kesediaan keluarga.
40

Tahapan ini dapat dilakukan secara formatif dan sumatif.


Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses
asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi
akhir.

Untuk melakukan evaluasi sebaiknya disusn dengan


menggunakan SOAP secara operasional :

S : adalah berbagai persoalan yang disampaikan oleh keluarga


setelah dilakukan tindakan keperawatan. Misalnya yang tadinya
dirasa sakit, kini tidak sakit lagi

O : adalah berbagai persoalan yang ditemukan oelh perawat setelah


dilakukan tindakan keperawatan. Misalnya berat badan naik 1 kg
dalam 1 bulan

A : adalah analisis dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu


pada tujuan yang terkait dengan diagnosis

P : adalah perencanaan yang direncanakan kembali setelah


mendapatkan hasil dari respons keluarga pada tahapan evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai