Anda di halaman 1dari 15

pradhita hendriyeni

Thursday, May 15, 2014

ASKEP BATU EMPEDU

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena limpahan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan tepat waktu yang
mengenai “ASUHAN KEPERAWATAN BATU EMPEDU“
Dalam menyelesaikan Makalah ini tak lupa kami ucapkan terima kasih banyak kepada
dosen - dosen pembimbing yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan Makalah ini.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan juga masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
kami harapkan. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, dan
untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih.

Padang, November 2013

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta
orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung
empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria. Insiden batu kandung empedu di Indonesia
belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung
empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos
abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Dengan perkembangan peralatan dan
teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak penderita batu kandung empedu yang
ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin
canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi
morbiditas dan moralitas. Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan
keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran
klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan
atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).
B. TUJUAN
 Tujuan Umum
 Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam lagi yang dimaksud dengan asuhan keperawatan
kolelitiasis.
 Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui dan memahami defenisi, etiologi, anatomi fisiologi, manifestasi klinik,
patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi dan asuhan keperawatan batu empedu
 Meningkatkan kemampuan dalam penulisan asuhan keperawatan.

BAB II
TINJAUAN TEORI
1. DEFENISI
Kolelitiasis (Batu Empedu) merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu
seperti kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid.
(Price, 2005, hlm 502).
Kolelitiasis adalah batu yang terdapat di saluran empedu utama atau di duktus
koledokus (koledokolitiasis), di saluran sistikus (sistikokolitiasis) jarang sekali di temukan dan
biasanya bersamaan dengan batu di dalam kandung empedu, dan di saluran empedu
intrahepatal atau hepatolitiasis. (Hadi Sujono, 2002 hlm 778).
Batu empedu pada umumnya di temukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut
dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran
empedu dan di sebut sebagai batu saluran empedu sekunder. (Sudoyo, dkk., 2006, hlm 479 ).
Kolelitiasis merupakan batu saluran empedu, kebanyakan terbentuk di dalam kandung
empedu itu sendiri. Unsur pokok utamanya adalah kolesterol dan pigmen, dan sering
mengandung campuran komponen empedu. Manifestasi batu empedu timbul bila batu
bermigrasi dan menyumbat duktus koledukus. (Ester, 2001, hlm 211).
Batu empedu adalah batu yang berbentuk lingkaran dan oval yang di temukan pada
saluran empedu. Batu empedu ini mengandung kolesterol, kalsium bikarbonat, kalsium
bilirubinat atau gabungan dari elemen-elemen tersebut. (Grace, Pierce. dkk, 2006, hlm 121).
2. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer (2006) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan Kolelitiasis
yaitu: diantara jenis kelamin, umur, berat badan, makanan, faktor genetik, aktifitas fisik dan
infeksi. Berikut ini akan dijelaskan tentang faktor-faktor penyebab Kolelitiasis, antara lain:

 Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan dengan pria, ini
dikarenakan oleh hormon Estrogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi kolestrol oleh
kandung empedu, penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (Estrogen) dapat
meningkatkan kolestrol dalam kandung empedu dan penurunan aktifitas pengosongan kandung
empedu.
 Umur
Resiko untuk terkena Kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan
usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan dengan orang yang
usia lebih muda.
 Berat Badan
Orang dengan berat badan tinggi mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi Kolelitiasis, ini
dikarenakan dengan tingginya Body Mass Index (BMI) maka kadar kolestrol dalam kandung
empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi atau
pengosongan kandung empedu
 Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap
unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu
 Faktor Genetik
Orang dengan riwayat keluarga Kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan
dengan tanpa riwayat keluarga
 Aktifitas Fisik
Kekurangan aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya Kolelitiasis, ini
mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi

 Infeksi
Bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu, mucus meningkatkan
viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi
Menurut Mansjoer Arif (2001, hlm. 510) ”Beberapa faktor resiko terjadinya batu
empedu antara lain jenis kelamin, umur, hormon wanita, infeksi (kolesistitis), kegemukan,
paritas, serta faktor genetik. Terjadinya batu kolesterol adalah akibat gangguan hati yang
mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya di atas nilai kritis kelarutan kolesterol
dalam empedu”.
Menurut Price, (2005, hlm. 502) “Penyebab batu empedu masih belum di ketahui
sepenuhnya, akan tetapi tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan
metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan
infeksi kandung empedu”.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam
pembentukan batu empedu. Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur tersebut.
Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter Oddi, atau keduanya dapat
menyebabkan terjadinya statis. Faktor hormonal (terutama selama kehamilan) dapat di kaitkan
dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan menyebabkan tingginya insidensi
dalam kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus
meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat
presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari terbentuknya
batu empedu, di bandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu
3. ANATOMI FISIOLOGI
1) Anatomi Empedu
Kandung empedu adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada
permukaan visceral hepar. Kantung empedu dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus
berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus
berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus
bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum
dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan
sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi
kandung empedu dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan
visceral hati.
2) Fisiologi Empedu
Kandung empedu berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar
50 ml. Kandung empedu mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Untuk membantu
proses ini, mukosanya mempunyai lipatan – lipatan permanen yang satu sama lain saling
berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel - sel thorak yang
membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian
disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini
kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya
membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat
cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
empedu sebelum disalurkan ke duodenum.
4. MANIFESTASI KLINIK
1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat
pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen
kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya
disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada
sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu
keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung
empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan.
Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien
melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala
yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh
darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning.
Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap.
Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat
yang disebut “Clay-colored ”.
4. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang
larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika
obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah
yang normal.(Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
 Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas
pengosongan kandung empedu.

 Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang
degan usia yang lebih muda.
 Berat Badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung
empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/
pengosongan kandung empedu.
 Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
 Riwayat Keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besardibandingn
dengan tanpa riwayat keluarga.
 Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis.
Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
 Penyakit Usus Halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
 Nutrisi Intravena Jangka Lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk
berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko
untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
5. PATOFISIOLOGI
Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini adalah
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan
terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna adanya enzim glokuronil tranferase
bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil
tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut.
Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa
menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Mekanisme batu pigmen
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi
Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam
pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol sangat
tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).

6. PENATALAKSANAAN
a) Non Bedah, yaitu :
 Therapi Konservatif
- Pendukung diit : Cairan rendah lemak
- Cairan Infus : menjaga kestabilan asupan cairan
- Analgetik : meringankan rasa nyeri yang timbul akibat gejala penyakit
- Antibiotik : mencegah adanya infeksi pada saluran kemih
- Istirahat
 Farmako Therapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan batu
empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang karena
sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena terdapat kelebihan kolesterol
yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu
empedu tersedia Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan
penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu
dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan baru
dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien
dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
 Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk kedalam susu skim. Makanan
berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau ketela,
daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi
atau teh. Makanan seperti telur, krim, daging babi, gorengan, keju dan bumbu-bumbu yang
berlemak, sayuran yang membentuk gasserta alkohol harus dihindari. Penatalaksanaan diet
merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap
makanan berlemak dan mengeluarkan gejala gastrointestinal ringan.
 Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Prosedur nononvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock wafes) yang
diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau doktus koledokus dengan
maksud untuk mencegah batu tersebut menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan
dalam media cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelelektrik, atau oleh muatan
elektromagnetik. Energy ini di salurkan ke dalam tubuh lewat redaman air atau kantong yang
berisi cairan. Gelombang kejut yang dikonvergensikan tersebut diarahkan kepada batu empedu
yang akan dipecah.Setelah batu dipecah secara bertahap, pecahannya akan bergeraj spontan
dikandung empedu atau doktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan
dengan pelarut atau asam empedu yang diberikan peroral.
 Litotripsi Intrakorporeal.
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau doktus koledokus
dapat dipecah dengan menggunakan grlombang ultrasound, laser berpulsa atau litotripsi
hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen
batu atau derbis dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi. Prosedur tersebut dapat diikuti
dengan pengangkatan kandung empedu melalui luka insisi atau laparoskopi. Jika kandung
empedu tidak di angkat, sebuah drain dapat dipasang selama 7 hari.
b) Pembedahan
1. Cholesistektomy
Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau pada
cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif .
Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy :
- Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur operasi.
- Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis
- Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang akan dilakukan pada post
operasi.
 Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy
- Posisi semi Fowler
- Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya
- Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri
2. Kolesistektomi
Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus
diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar kasus kolesistis akut dan kronis. Sebuah
drain (Penrose) ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka
operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa
absorben.
3. Minikolesistektomi
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi
selebar 4cm. kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik), dilakukan lewat luka insisi yang
kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilicus. Pada prosedur kolesistektomi
endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) umtuk
membantu pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen.
Sebuah endoskop serat optic dipasang melalui luka insisi umbilicus yang kecil. Beberapa luka
tusukan atau insisi kecil tambahan dibuat pada dinding abdomen untuk memasukkan instrumen
bedah lainnya ke dalam bidang operasi.
4. Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan
batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke dalam duktus tersebut
untuk drainase getah empedu sampai edema mereda. Keteter ini dihubungkan dengan selang
drainase gravitas. Kandung empedu biasanya juga mengandung batu, dan umumnya
koledokostomi dilakukan bersama-sama kolesistektomi.
7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:
a. Asimtomatik.
b. Obstruksi duktus sistikus.
c. Kolik bilier.
d.Kolesistitis akut.
a) Empiem.
b) Perikolesistitis.
c) Perforasi.
e.Kolesistitis kronis.
a) Hidrop kandung empedu.
b) Empiema kandung empedu.
c) Fistel kolesistoenterik.
d) Ileus batu empedu (gallstone ileus).

BAB III
ASKEP TEORITIS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data
mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2. Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung
jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
3. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran
kanan atas.
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu
bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana,
Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa
nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah klien pernah dirawat atau diobati sebelumnya dengan penyakit yang
sama.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Kaji pola makan kebiasaan keluarga yang kurang baik seperti menyimpan dan
menyiapkan makanan, pola diet, pola sanitasi yang kurang (cuci tangan) dan pola memasak
makanan.
5. Pemeriksaan Fisik
a) Aktifitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Gelisah
b) Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat
c) Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feses
Tanda : Distensi abdomen.
d) Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia,mual.
Tanda : adanya penurunan berat badan.
e) Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau bahu kanan. Kolik epigastrium
tengah sehubungan dengan makan.
Tanda :Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas ditekan; tanda murphy
positif.
f) Keamanan
Tanda :Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).Kecenderungan perdarahan
(kekurangan vitamin K).
g) Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.Adanya kehamilan/melahirkan;
riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias darah.
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.
Rencana pemulangan:Memerlukan dukungan dalam perubahan diet/penurunan berat badan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
 Ultrasonografi digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis kolelitiasis dan
membedakan antara obstruktif dan non obstruktif ikterus (Ignatavicius, 1991).
 Pemeriksaan diagnostik tambahan menurut LeMone, 2000, yaitu:
 Darah lengkap : Menunjukkan WBC (sel darah putih) tinggi akibat infeksi dan
peradangan
 Kadar bilirubin serum diukur untuk memastikan obstruksi adanya dalam sistem saluran
empedu
 X-ray perut, yang disebut plat datar, dilakukan untuk batu yang divisualisasikan ke
layar monitor.
 Kolesistogram oral dilakukan dalam situasi darurat.
 Gallbladder nonacute scan, juga disebut HIDA scan, dilakukan melalui teknik
kedokteran nuklir untuk menilai kolesistitis akut

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut b.d agen injuri fisik (obstruksi,proses pembedahan).
2) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk ingesti
dan absorpsi.
3) Resiko defisit volume cairan b.d kehilangan cairan berlebihan (mual,muntah,drainase selan
yang berlebihan)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
 Dx 1 :
Nyeri akut b.d agen injuri fisik (obstruksi,proses pembedahan).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria hasil :
Melaporkan nyeri berkurang
Menunjukkan keterampilan relaksasi mempertahankan ekspresi yang rileks.
Intervensi :
1. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala0-10) dan karakter nyeri (menetap, hilang timbul,
kolik).
Rasional:
Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan
informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya
komplikasi, dan keefektifan intervensi
2. Dorong menggunakan teknik relaksasi, contoh bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan
napas dalam.
Rasional:
Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat
meningkatkan koping.
3. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
Rasional:
Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intraabdomen.
 DX II :
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk ingesti
dan absorpsi
INTERVENSI
1. Pertahankan masukan dan haluaran akurat,perhatikan haluaran kurang dari masukan,
peningkatan berat jenis urine.Kaji membrane mukosa/kulit, nadi perifer, dan pengisian kapiler.
Rasional :
Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
2. Awasi tanda/gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen, kelemahan,
kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif atau tak adanya bising usus,
depresi pernapasan.
Rasional:
Muntah berkepanjangn, aspirasi gaster, dan pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan
deficit natrium, kalium dan klorida.
 DX III :
Resiko defisit volume cairan b.d kehilangan cairan berlebihan (mual,muntah,drainase selan
yang berlebihan)

INTERVENSI
1. Kaji distensi abdomen, sering bertahak, berhati-hati,menolak bergerak.
Rasional:
Tanda non-verbal ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan pencernaan, nyeri gas.
2. Perkirakan/hitung pemasukan kalori juga komentar tentang napsu makan sampai minimal.
Rasional :
Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi. Berfokus pada masalah membuat suasana
negative dan mempengaruhi masukan.
3. Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan berbau.
Rasional :
Untuk meningkatkan napsu makan/menurunkan mual
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah fase ketika perawat melakukan proses asuhan keperawatan yang sesuai
dengan tujuan yang spesifik.
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah fase akhir proses keperawatan. Evaluasi dapat dilakukan denganmenggunakan
pendekatan SOAP.
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon Objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau
muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Batu Empedu(kolelitiasis) adalah adanya batu yang terdapat pada kandung empedu.
Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu yang disebabkan
oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam-garam empedu, pigmen empedu dan kolestrol,
serta timbulnya peradangan pada kandung empedu ( Barbara C. Long, 1996 )
Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli,batu empedu) biasanya terbentuk dalam kantung empedu
dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memilki ukuran, bentuk
dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan
dewasa muda tetapi insidensnya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun.
Sesudah itu, insidens kolelitiasis semakin meningkat hingga suatu tingkat yang
diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan memiliki batu empedu (Brunner,
2003).
B. Saran
Peran perawat dalam penanganan kolelitiasis mencegah terjadinyakolelitiasis adalah
dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk
klien kolelitiasis harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang
dapat terjadi seiring dengan kejadian kolelitiasis
Posted by pradhita hendriyeni at 8:17 PM
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

2 comments:
1.

Ace MaxsJune 8, 2015 at 6:52 PM

Terimakasih untuk artikelnya, informasi yang bermanfaat.

http://obattraditional.com/obat-tradisional-batu-empedu/
Reply

2.

UnknownSeptember 2, 2018 at 11:56 PM

Apakah ada Obat Penghancur Batu Empedu yang ampuh tanpa harus
operasi ?
Reply
Newer PostOlder PostHome
Subscribe to: Post Comments (Atom)
About Me

pradhita hendriyeni
View my complete profile
Blog Archive

 ▼ 2014 (10)
o ▼ May (8)
 ANATOMI TUBUH MANUSIA
 6 LANGKAH CUCI TANGAN
 Media Pembelajaran SD SISTEM PEREDARAN DARAH MANU...
 ASKEP BATU EMPEDU
 ASUHAN KEPERAWATAN ANAK KONGENITAL DISJOIN LABIOGN...
 ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS "KATARAK"
 ASUHAN KEPERAWATAN ANAK "DIFTERI"
 ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS "ASMA BRONCHIAL"
o ► April (2)
o
Simple theme. Theme images by luoman. Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai