Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

S
DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI UPT REHABILITAS BINA LARAS
KEDIRI TAHUN 2018

OLEH

RINI TEFBANA
14620974

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku kekerassan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrem dari marah atau
ketakutan/panik. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan sering dipandang sebagai rentang
dimana agresiv verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) disisi yang lain. Suatu
keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi, benci atau marah. Hal ini kan
mempengaruhi perilaku seseorang berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut
terkadang perillaku menjadi agresif atau melukai karena penggunaan koping yang kurang
bagus (Wati, 2010).

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang di ekspresikan dengan
melakukan ancaman mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan. Respon tersebut
biasanya muncul akibat adanya stressor.Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik pada diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan.Melihat dampak dari kerugian yang di timbulkan, maka
penanganan pasien dengan perilaku kekerasan perlu di lakukan secara cepat dan tepat oleh
tenaga-tenaga professional (Keliat, Model praktik keperawatan profesional jiwa, 2012).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
orang lain atau secara fisik maupun psikologis ( Berkowitz dalam Hernawati 1993.
Hasil riset WHO dan World Bank menyimpulkan bahwa gangguan jiwa dapat
mengakibatkan penurunan produktivitas sampai dengan 8,5 %, saat ini gangguan jiwa
menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi dengan 11,5 % (Dayly lost (1998) dalam
Rasmun,2001).
WHO menyatakan satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental atau jiwa.Who
memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Dalam hal ini, Azrul Azwar (Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes) mengatakan angka
itu menunjukan jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi,
yakni satu dari empat penduduk indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, setress,
depresi, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja, sampai skizofrenia (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal dan fisik
( Ketner et al., 1995 dalam Keliat, Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas, 2012).
Melihat dampak dari kerugian yang ditimbulkan, maka penanganan pasien dengan perilaku
kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan tepat oleh tenaga-tenaga profesional. .
Tidak sedikit masyarakat yang beranggapan bahwa individu yang sakit jiwa adalah aib dan
memalukan, tidak bermoral bahkan tidak beriman.Pada umumnya pasien gangguan jiwa di
bawa keluarga ke rumah sakit jiwa atau unit pelayanan kesehatan jiwa lainnya karena keluarga
tidak mampu merawat dan terganggu perilaku pasien.
Masalah tindakan kekerasan perilaku agresi merupakan kejadian kompleks yang bukan
hanya mencakup aspaek perilaku (behavior) tapi merupakan suatu problema kesehatan jiwa
yang dapat dialami oleh siapapun. Fenomena social yang terjadi beberapa tahun belakangan
ini seperti krisis berkepanjangan, adakan penduduk yang tidak merata karena sulitnya mencari
kehidupan layak sehingga penduduk melakukan migrasi (urbanisasi) ke wilayah yang lebih
menjanjikan pendapatan layak secara ekonomi seperti di negara Indonesia banyak terjadi PHK,
antara lapangan pekerjaan yang sedikit .
Berdasarkan latar belakang di atas mengenai gangguan kesehatan jiwa yang salah
satunya merupakan perilaku kekerasan maka penulis tertarik untuk menulis makalah dengan
judul asuhan keperawatan dengan perilaku kekerasan, guna membantu klien dan keluarga
dalam menangani masalah kesehatan yang di hadapi melalui penerapan asuhan keperawatan
jiwa.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori dan memberikanAsuhan Keperawatan
dan Strategi Pelaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasan.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan pengertian perilaku kekerasan
b. Mahasiswa mampu mengetahui Etiologi dari Perilaku Kekerasan
c. Mahasiswa mampu mengetahui Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
d. Mahasiswa mampu memberikan Asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku
kekerasan meliputi pengkajian, pohon masalah, diagnosa keperawatan serta tindakan
keperawatan
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang dimana melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Wati, 2010).Perilaku kekerasan
adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang, baik secara fisik maupun
psikologis.Berdasarkan definisi ini, perilaku kekerasan dapat di lakukan secara verbal di
arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam
dua bentuk yaitu perilaku kekrasan saat sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu
(riwayat perilaku kekerasan).(Keliat, Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012)
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh seseorang
yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri orang lain
maupun lingkungan secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain
secara fisik maupun psikologis (Menurut Berkowizt dalam buku Yosep 2011). Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami perilaku yang dapat
melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain ( Menurut Towsend dalam buku
Yosep 2011).Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang
dapat membahayakan di klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang
(Menurut Maramis dalam buku Yosep 2011).
B. Tanda dan Gejala
Data subyektif :
1. mengatakan mudah kesal dan jengkel ,
2. merasa semua barang tidak ada harganya sehingga dibanting-banting.
( keliat, proses keperawatan kesehatan jiwa, 1998 )
Data obyektif :
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Menegepalkan tangan
5. Jalan mondar-mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Melempar atau memukul benda/ orang lain
10. Merusak barang atau benda
11. Tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan perilaku kekerasan
(Keliat, Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012).
Menurut Fitria (2009) tanda dan gejala perilaku kekerasan diantaranya adalah :
1. Fisik : mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
2. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada keras, kasar
dan ketus.
3. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri, atau orang lain, merusak lingkungan,
amuk atau agresif.
4. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan
kreatifitas terhambat.
7. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
8. Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala pada pasien data yang perlu dikaji adalah :
masalah keperawatan data yang perlu dikaji
Perilaku kekerasan Subjektif
1. Klien mengancam.

2. Klien mengumpat dengan kata-kata kotor.


3. Klien mengatakan dendam dan jengkel.
4. Klien mengatakan ingin berkelahi.
5. Klien menyalahkan dan menuntut.
6. Klien meremehkan.
Objektif
1. Mata melotot/pandangan tajam.

2. Tangan mengepal.
3. Rahang mengatup.
4. Wajah memerah dan tegang.
5. Postur tubuh kaku.
6. Suara keras.
C. Etiologi

. Faktor predisposisi
a) Teori biologi
Beardasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris ringan pada
hipotalamus ternyata menimbulkan prilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbic
(untuk emosi dan perilaku) lobus frontal (untuk pemikiran rasional), lobius temporal (untuk
interprestasi indra penciuman dan memori) akan menimbulakn mata terbuka lebar, pupil
berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada disekitarnya.
1) Neurologic faktor, beragam komponen dari sistem saraf seperti synap,
neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau
menghambat rangsangan dan pesan-pesan yamg akan mempengaruhi sifat agresif.
Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respons agresif.
2) Genetic faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi
perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat
dormant (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh
faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karkotype XYY, pada umumnya
dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut
hukum akibat perilaku agresif.
3) Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu.
Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia menghalangi peningkatan cortisol
terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang
berakhirnya pkerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah
terstimulasi untul bersikap agresif.
4) Biochemistry faktor (Faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmiter di otak
(epinephrin, norepinephrin, dopamin, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari
luar tubuh yang di anggap mengancam atau membahayakan akan dihantar melalui
implus neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent.
Peningkatan hormon androgen dan norephinephrin serta penurunan serotonin dan
GABA pada cairan cerebospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
perilaku agresif.
5) Brain Area dirsorder, gangguan pada sistem imbik dan lobus temporal, sindrom otak
organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilesi ditemukan sangat berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

b) Faktor psikologis
1) Teori Psikoanalisa
Agresif dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang (life
span hystori).Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpusan fase oral antara usia 0-2 tahun
dimana anak tidak mendapatkan kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup
cendurung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompesasi
adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman
dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang
rendah.Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaanya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
2) Imitation, modeling, and information processing theory:
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang menolelir
kekerasan.Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari madia atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak
dikumpulkan untuk menonton tayangan pamukulan pada boneka dengan raward positif (makin
keras pukulanya akan diberi coklat), anak lain menonton tayangan cara mengasihii dan
mencium boneka tersebut dengan reward positif pula (makin baik belainya mendapat hadiah
coklat). Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku
sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
3) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan terdekatnya.Ia
mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana
respons ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresifitas lingkungan sekitar menjadi
peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk
diperhitungkan.

Menurut Farida (2010)faktor predisposisi berdasarkan faktor psikologis perilaku kekerasan


meliputi :
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan untuk maengalami
hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi PK.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak
menyanangkan.
3) Frustasi
4) Kekerasan dalam rumah atau keluarga.
c) Factor sosial budaya.
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau kotoran kerbau
di keraton, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah pada kemusyrikan secara tidak
langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri.Kontrol masyarakat yang
rendah dan kecenderungan menerima merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan. Hal ini dipicu dengan maraknya demontrasi,film-film kekerasan, mistik tahayul dan
perdukunan (santet, teluh) dalam tayangan televisi (Yosep, 2011).
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai dengan
respons yang dipelajari. Sesuai dengan teori menurut bandura bahwa agresi tidak berbeda
dengan respon-respon yang lain. Factor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan
potdapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan
ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.(Wati, 2010).

c) Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresifitas merupakan dorongan dan bisikan syetan
yang menyukai kerusakan agar menusia menyesal (devil support). Semua bentuk kekerasan
adalah bisikan syetan yang dituruti masunia sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan
dirinya terancam dan segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan norma agama
(super ego) (Yosep, 2011).

2. Faktor presipitasi
Menurut Yosep (2011) Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan:
a) Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c) kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuati dalam keluarga serta tidak membisakan
dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan
konflik.
d) ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e) adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan
tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f) kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa reancam, baik berupa imjury secara
fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa factor pencetus injury perilkau kekerassan
adalah sebagai berikut(Wati, 2010) :
a) Klien: kelemahan fisik, keputasasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan
agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, mersa terancam
baik internal dari permasalan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
c) Lingkungan: panas, padat, dan bising.

Pohon masalah

Resiko mencederai diri sendiri,orang lain, dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah


D. Penatalaksanaan Umum
a. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat
digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga
maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi
meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan
kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi
segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan media yang
penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb
harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan
ditentukan program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung
pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan
lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan
kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga
yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai
kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan
primer), menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan
perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan
klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal
adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi
fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui
elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untukmenangani
skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari
sekali (seminggu 2 kali).

Anda mungkin juga menyukai