Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN

Studi Intervensi mengenai Pencahayaan, Tidur dan Ritme sirkadian di Unit


Perawatan Intensif atau Intensive Care Unit (ICU)

DISUSUN OLEH:
NAILA FAJRI ARTI 1811040030
TOTO RAHARJO 1811040060
CAHYATI 1811040083
WINDA MUNAJAT S 1811040086
RIZKY AULIA MAHDI 1811040093
ROSI ASTUTI 1811040105
UMI KURNIA 1811040115
SYIFA LISTIANI 1811040123

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018/2019
LAPORAN ANALISIS JURNAL
RESUME JURNAL
Hasil telaah kritis penelitian kuantitatif menurut Polit & Beck (2006) dengan
menggunakan format IMRAD (Introduction, Method, Results, and Discussion).
I. ASPEK LAPORAN
1. Judul: judul sudah mewakili konten dan masalah penelitian.
2. Abstak: abstrak sudah megandung ringkasan dan hasil utama dari laporan.
II. INTRODACTION
1. Pernyataa masalah: pernyataan masalah dalam pendahuluan jurnal sudah jelas
dan mudah diidentifikasi, masalah menjelaskan konsep dan populasi dalam
penelitian, masalah mempunyai hubungan dengan keperawatan, pendekatan
kuantitatif sesuai untuk mendapatkan tujuan penelitian.
2. Review literatur: literatur yang dipakai sudah sesuai dengan pustaka yang
diperlukan, berasal dari sumber yang terutama dan terbaru.
3. Kerangka konseptual/teori: kerangka konsep secara adekuat sudah dijabarkan
secara konseptual.
4. Hipotesis/ pertanyaan penelitian: jurnal tidak menyampaikan hipotesis secara
jelas.
III. METODE
1. Desain penelitian: desain penelitian yang digunakan sudah tepat sesuai dengan
tujuan penelitian.
2. Populasi dan sampel: populasi dalam penelitian sudah diidentifikasi dan
digambarkan serta sampel digambarkan cukup detil, desain sampling yang
digunakan sudah sesuai dan sampel sudah cukup mewakili populasi, power
anlysis yang digunakan yaitu desain deskriptif komparatif (kuesioner)
(wawancara) pada bagian I dan desain eksplorasi serta deskriptif pada bagian
II.
3. Pengumpulan data dan perhitungan: devinisi operasional tidak dijelaskan
dengan detil tetapi pengumpulan data sudah jelas dengan Bagian I
pengumpulan data dengan pembagian kuesioner terdiri dari 17 dikotomis dan
Bagian II menggunakan teknik wawancara semi-terstruktur.
4. Prosedur: prosedur yang diguanakn dalam penelitian sudah tepat dan menjamin
hak-hak dari responden penelitian.
IV. HASIL (RESULTS)
1. Analisa data: analisis sudah dilakukan pada tiap pertanyaan penelitian,
metode statistic yang duganakan sudah sesuai.
2. Temuan: temuan sudah secara adekuat diringkas dan disajikan dalam tabel
serta menghasilkan fakta yang kuat dalam menjawab pertanyaan penelitian.
V. DISKUSI
1. Interpretasi dari temuan: semua temuan mayor sudah diinterpretasikan dan
didiskusikan dalam konteks penelitian.
2. Implikasi/rekomendasi: peneliti sudah membahas tentang implikasi dari
penelitian untuk praktik klinik secara lengkap dan realistis.
VI. GLOBAL ISSUES
1. Presentation: laporan tertulis dengan baik, terorganisir dengan baik da cukup
detil, laporan mudah dipahami pembaca.
2. Ringkasan pengkajian: terlepas dari kekurangan dan keterbatasan penelitian,
hasil penelitian terlihat valid dan dapat diuji kebenarannya. Hasil penelitian
juga menyumbangkan fakta yang berarti yang dapat diterapkan dalam praktik
keperawatan yang berguna bagi disiplin ilmu keperawatan.
KORELASI ANTARA ISI JURNAL DENGAN REALITA KLINIS
Hasil penelitian dari kedua jurnal menggunakan uji yang berbeda pada Tidur
Dan Ritme Sirkadian Antara Intervensi Pencahayaan Dan Penyumbat Telinga Dan
Masker Mata Dikombinasikan Dengan 30 Menit Music Di Unit Perawatan Intensif
Atau Intensive Care Unit (ICU) menunjukkan bahwa intervensi dari kedua penelitian
tersebut keduanya terbukti andal dapat mengukur tidur dan ritme sirkardian pada
pasien ruang Intensive Care Unit.

Kodisi riil klinis di ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Banyumas masih
menggunakan system pencayahaan sepenuhnya atau fullday light di ruang Intensive
Care Unit (ICU). Pada ruang rawat pasien ICU di RSUD Banyumas tidak langsung
terkena cahaya dari luar karena kondisi bangunan yang terhalang oleh ruang tunggu
keluarga pasien ICU sehingga pencahayaan dilakukan sepenuhnya dengan lampu.

PERBANDINGAN ISI JURNAL DENGAN TEORI ATAU HASIL


PENELITIAN YANG SUDAH ADA
Isi jurnal sesuai dengan teori yang sudah ada.hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan hasil dari kedua jurnal menggunakan uji yang berbeda pada Tidur
Dan Ritme Sirkadian Antara Intervensi Pencahayaan Dan Penyumbat Telinga Dan
Masker Mata Dikombinasikan Dengan 30 Menit Music Di Unit Perawatan Intensif
Atau Intensive Care Unit (ICU) menunjukkan bahwa intervensi dari kedua penelitian
tersebut keduanya terbukti handal dapat mengukur tidur dan ritme sirkardian pada
pasien ruang Intensive Care Unit.
ANALISIS KRITIK JURNAL

AspekAnalisisJurnal Hasil analisis jurnal Kelompok


Judul Studi Intervensi mengenai Pencahayaan, Tidur dan Ritme
sirkadian di Unit Perawatan Intensif atau Intensive Care Unit
(ICU)
Abstrak Pasien yang berada di unit perawatan intensif (ICU) dapat
berisiko terkena gangguan irama sirkadian. Dalam proyek
penelitian intervensi ini menggunakan sistem sikuls
pencahayaan. Bagian I bertujuan untuk membandingkan
pengalaman lingkungan pencahayaan di dua kamar dengan
lingkungan pencahayaan yang berbeda dengan kuesioner
pengalaman pencahayaan. Hasil menunjukkan bahwa tedapat
perbedaan keuntungan bagi pasien di ruang intervensi (n = 48),
dipersepsi kecerahan siang hari (p = 0,004). Pada saat malam
hari, variasi pencahayaan yang lebih besar (p = 0,005) ditemukan
di ruang biasa (n = 52). Bagian II bertujuan untuk
menggambarkan pengalaman pencahayaan di Indonesia kamar
yang dilengkapi dengan siklus lingkungan pencahayaan. Pasien
(n = 19) diwawancarai dan hasilnya disajikan dalam kategori:
‘‘Lingkungan pencahayaan dinamis” , “Dampak pencahayaan
pada pasien tidu” , ‘‘ Dampak pencahayaan / lampu pada ritme
sirkadian dan penerangan yang tenang . Sebagian besar memiliki
pengalaman dari gangguan tidur dan setengahnya mengalami
mimpi buruk / pemandangan dan gangguan ritme sirkadian.
Hampir semua senang dengan siklus lingkungan pencahayaan,
yang dilakukan pada siang hari dalam mendukung ritme
sirkadian mereka. Di tingkat pencahayaan aktual malam hari
membantu pasien dan staf untuk menghubungkan perasaan
tenang yang ditimbulkan.
Introduction
Pernyataan masalah Studi ini berfokus pada pengalaman dan laporan pasien
tentang perawatan di ruang unit perawatan intensif (ICU),
dilengkapi dengan intervensi siklus pencahayaan yang
bertujuan untuk mendukung ritme sirkadian dan kesehatan
pasien. Sebagai pasien dengan kondisi paling kritis yang
dirawat di ruang ICU itu merupakan hal yang paling penting
untuk kelangsungan hidup mereka dan proses pemulihan
kesehatan pasien yang mendukung. Sayangnya lingkungan
cahaya dalam ruangan ICU tidak selalu mendukung irama
sirkadian pasien. Pencahayaan tingkat tinggi kadang-kadang
digunakan pada saat malam hari, selama perawatan,
pemeriksaan serta kegiatan keperawatan yang dapat berisiko
mengganggu ritme sirkadian (Dunn et al., 2010). Pengukuran
ini menyoroti dua masalah utama, sebuah pola tingkat
pencahayaan rendah di siang hari dan tingkat tinggi di malam
hari. Tidur malam pasien ICU digambarkan abnormal dan
terfragmentasi dengan berkurangnya periode tidur REM
(Elliott et al., 2013). Cahaya di malam hari adalah salah satu
faktor yang diketahui memicu gangguan tidur (Kamdar et al.,
2012). Selanjutnya, kurang tidur merupakan salah satu faktor
risiko penting untuk delirium ICU (Girard et al., 2008).
Kerentanan pasien yang mengalami gangguan tidur meningkat
meningkat ditandai oleh peningkatan sensitivitas terhadap
cahaya, kebisingan dan aktivitas (McKinley et al., 2002).
Review Literatur Tidak ada
Kerangka konseptual / teori Bagian I adalah penelitian deskriptif komparatif dengan
menggunakan kuesioner untuk membandingkan dua kelompok
pasien, yang satu terkena sistem pencahayaan cycled dan yang
lainnya sistem pencahayaan biasa. Bagian II memiliki desain
eksploratif dan deskriptif berdasarkan data yang diperoleh dari
wawancara sembilan belas, sasaran analisis isi berisi data
kualitatif dan kuantitatif
Hipotesis/pertanyaanpenelitia Tidak ada.
n
Methods
Desainpenelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang lebih besar
mengenai pengalaman pasien dari lingkungan ICU berkaitan
dengan tidur, istirahat dan ritme sirkadian ( Engwall et al, 2014.;
Johansson et al., 2012 ). Bagian I adalah penelitian deskriptif
komparatif yang termasuk data dari kuesioner yang digunakan
untuk membandingkan dua kelompok pasien, satu terkena sistem
pencahayaan cycled dan yang lainnya untuk sistem pencahayaan
biasa. Bagian II memiliki desain eksploratif dan deskriptif
berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara sembilan belas,
sasaran analisis isi kualitatif dan kuantitatif.
Populasidansampel Populoasi dalam penelitian 381. 187 masuk kriteria eksklusi dan
194 masuk kriteria inklusi,di kriteria inklusi masih di bagi dari
pasien yang berpartisipasi menjawab kuesioner dlam part 1 100
orang 48 dalam kamar intervensi dan 52 kamar biasa. 19 orang
yang hanya mau di wawancarai dalam part 2.
Pengumpulan data Bagian 1 pengumpulan data dengan pembagian kuesioner terdiri
danperhitungan dari 17 dikotomis, semantik, sisik tujuh kelas dan ketika
menggunakan kata sifat yang berbeda berfokus pada pengalaman
dari lingkungan pencahayaan. dan bagian 2 menggunakan
tekhnik wawancara, wawancara semi-terstruktur didukung oleh
pedoman wawancara digunakan untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih pengalaman pasien dari lingkungan cahaya dan ritme
sirkadian.
Prosedur Pasien yang dirawat di ICU, ditugaskan untuk salah satu dari dua
kamar sesuai dengan pasien flow. Jika tempat tidur di kedua
kamar yang tersedia, pasien ditugaskan secara acak. Dalam
beberapa kasus, kondisi kesehatan dan khusus kebutuhan pasien
serta jumlah staf ditentukan ruang yang pasien dialokasikan
untuk penelitian. Kriteria inklusi untuk menyelesaikan kuesioner
(BagianI) adalah kompetensi dalam bahasa Swedia dan kondisi
kesehatan yang stabil. Kriteria eksklusi adalah kehadiran
psikosis, demensia, kebutaan, cedera otak berat atau pengujian
positif pada Kebingungan Metode Penilaian untuk ICU (CAM-
ICU). Data demografi disajikan dalam tabel 3 . Kriteria inklusi
untuk berpartisipasi dalam studi wawancara (Bagian II) adalah
penempatan di ruang intervensi untuk setidaknya dua malam,
kompetensi dalam bahasa Swedia, kemampuan untuk mengingat
malam sebelumnya dan menjadi cukup sehat untuk mengatasi
sebuah wawancara. Kriteria eksklusi adalah sama seperti
dijelaskan di atas. Penulis pertama mengunjungi pasien di ICU
atau segera setelah debit di bangsal umum. Pasien cukup sehat
untuk mengatasi sebuah wawancara diminta untuk berpartisipasi.
Sebanyak 19 pasien mengambil bagian; dua menolak partisipasi (
tabel 4 ). Dua belas dari 19 pasien baik berpartisipasi dalam
wawancara dan menjawab kuesioner.Tujuh dari 19 pasien hanya
mampu berpartisipasi dalam wawancara, yang dilakukan setelah
keluar dari ICU. Situasi kesehatan mereka yang buruk mencegah
mereka dari menyelesaikan kuesioner penelitian. Selama periode
pengumpulan data protokol selesai, termasuk semua pasien
mengaku salah satu dari dua kamar tidur. Dikecualikan dan
termasuk pasien, demografi, jenis pengumpulan data, tempat dan
waktu perawatan, kematian, persetujuan dan debit semua dicatat.
Ada signi fi perbedaan tidak bisa ( tabel 5 ) Antara pasien
dimasukkan dalam penelitian ini dan mereka yang dikeluarkan
sehubungan dengan Simpli fi ed akut Fisiologi Score (SAPS) dan
jumlah pasien ventilasi mekanik.
Results
Analisis Data Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan signifikan
untuk pasien di ruang intervensi (n = 48), dalam persepsi
kecerahan siang hari (p = 0,004). Di malam hari, variasi
pencahayaan yang lebih besar (p = 0,005) ditemukan di
ruangan biasa (n = 52).Bagian II bertujuan untuk
menggambarkan pengalaman pencahayaan di ruang dilengkapi
dengan lingkungan pencahayaan cycled. pasien ( n = 19)
diwawancarai dan hasilnya disajikandalam kategori: ''
Lingkungan pencahayaan yang dinamis '', '' Dampak
pencahayaan di pasien tidur'', '' Dampak dari lampu / lampu
pada ritmesirkadian '' dan '' The pencahayaan menenangkan ''.
Temuan Penelitian ini menunjukkan bahwa pada Part I yaitu
membandingkan pengalaman dari lingkungan pencahayaan di
dua kamar dengan lingkungan pencahayaan yang berbeda
dengan pengalaman kuesioner. Pada intervensi pencahayaan
sepenuhnya menunjukkan hasil pasien mengalami mimpi buruk
dan mengalami gangguan sirkardian, sedangkan yang
menggunakan intervensi pencahayaan cycled menunjukkan
hasil pasien merasa lebih nyaman. Dan pada Part II untuk
menggambarkan pengalaman pencahayaan di ruang dilengkapi
dengan lingkungan pencahayaan cycled.dengan pasien
diwawancarai sebagian besar memiliki pengalaman dari
gangguan tidur dan setengah bermimpi buruk /pemandangan
dan gangguan ritme sirkadian. Hampir semua senang dengan
lingkungan pencahayaan cycled, yang bersama-sama
dengandaylight didukung ritme sirkadian mereka.
Discussion
Interpretasidaritemuan Cahaya merupakan salah satu faktor penting dalam hal ini dan
temuan kami yang bermakna. Perubahan-perubahan dalam
aktivitas hormon karena tingkat cahaya adalah salah satu
bagian penting dari irama sirkadian yang sangat mendukung
kesehatan. Mengembangkan pengetahuan tentang pengalaman
pasien tentang lingkungan cahaya dan hubungannya dengan
ritme sirkadian dan kesehatan merupakan titik awal yang
penting. Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien bisa
memikirkan dan menilai lingkungan cahaya meskipun penyakit
parah dan perawatan kompleks. Temuan kami menunjukkan
sistem pencahayaan cycled menguntungkan dan bahwa orang-
orang terus menerus berinteraksi dengan lingkungan sekitar
mereka. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk
mengetahui dengan jelas bahwa intervensi cahaya saat terkena
faktor-faktor seperti pemeliharaan ritme sirkadian dengan
berikutnya manfaat bagi kesembuhan pasien.
Implikasi/ rekomendasi Cahaya merupakan salah satu faktor penting dalam hal ini dan
temuan kami yang bermakna. Perubahan-perubahan dalam
aktivitas hormon karena tingkat cahaya adalah salah satu
bagian penting dari irama sirkadian yang sangat mendukung
kesehatan. Mengembangkan pengetahuan tentang pengalaman
pasien tentang lingkungan cahaya dan hubungannya dengan
ritme sirkadian dan kesehatan merupakan titik awal yang
penting. Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien bisa
memikirkan dan menilai lingkungan cahaya meskipun penyakit
parah dan perawatan kompleks. Temuan kami menunjukkan
sistem pencahayaan cycled menguntungkan dan bahwa orang-
orang terus menerus berinteraksi dengan lingkungan sekitar
mereka. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk
mengetahui dengan jelas bahwa intervensi cahaya saat terkena
faktor-faktor seperti pemeliharaan ritme sirkadian dengan
berikutnya manfaat bagi kesembuhan pasien.
III. KORELASI ANTARA ISI JURNAL DENGAN REALITA KLINIS
N Hasil Penelitian di jurnal Kondisi riil diklinis/lapangan
o
Analisis Perbandingan Tidur Dan Ritme Sirkadian Antara Menurut kelompok kami , di RSUD Banyumas belum
Intervensi Pencahayaan Dan Penyumbat Telinga Dan Masker menggunakan siklus pencahayaan untuk mengukur mengenai
Mata Dikombinasikan Dengan 30 Menit Music kualitas Tidur dan Ritme sirkadian pasien di Unit Perawatan
Berdasarkan hasil penelitian dari kedua jurnal menggunakan uji Intensif atau Intensive Care Unit (ICU). RSUD Banyumas masih
yang berbeda pada Tidur Dan Ritme Sirkadian Antara Intervensi menggunakan system pencayahaan sepenuhnya atau fullday
Pencahayaan Dan Penyumbat Telinga Dan Masker Mata light di ruang Intensive Care Unit (ICU).
Jika hasil penelitian ini di terapkan pada ruang ICU RSUD
Dikombinasikan Dengan 30 Menit Music Di Unit Perawatan
banyumas menurut kelompok kami pada kondisi ruangan ICU
Intensif Atau Intensive Care Unit (ICU) menunjukkan bahwa
belum dapat diterapkan sepenuhnya , karena pada penggunaan
intervensi dari kedua penelitian tersebut keduanya terbukti handal
siklus pencahayaan, ruangan tersebut harus mendapatkan
dapat mengukur tidur dan ritme sirkardian pada pasien ruang
pencahayaan di siang hari secara alami. Sedangkan pada ruang
Intensive Care Unit.
rawat pasien ICU untuk mendapatkan cahaya matahari alami
Korelasi Pengukuran Tidur Dan Ritme Sirkadian Antara
dapat terhalang oleh adanya ruang penunggu pasien, sehingga
Intervensi Pencahayaan Dan Penyumbat Telinga Dan Masker
masuknya pencahayaan alami siang hari menjadi terhalang.
Mata Dikombinasikan Dengan 30 Menit Music
Berdasarkan, pada uji korelasi penelitian intervensi pencahayaan
menunjukkan bahwa perbedaan signifikan untuk pasien di ruang
intervensi (n = 48), dengan keseluruhan nilai (p <0,05) dalam
persepsi kecerahan siang hari (p = 0,004). Di malam hari, variasi
pencahayaan yang lebih besar (p = 0,005) ditemukan di ruangan
biasa (n = 52).Bagian II bertujuan untuk menggambarkan
pengalaman pencahayaan di ruang dilengkapi dengan lingkungan
pencahayaan cycled. pasien ( n = 19) diwawancarai dan hasilnya
disajikandalam kategori: '' Lingkungan pencahayaan yang dinamis '',
'' Dampak pencahayaan di pasien tidur'', '' Dampak dari lampu /
lampu pada ritmesirkadian '' dan '' The pencahayaan menenangkan ''.
Hasil dari penelitian Penyumbat Telinga Dan Masker Mata
Dikombinasikan Dengan 30 Menit Music dari 45 pasien (20 di
kelompok intervensi, 25 di kelompok kontrol) dianalisis. perbedaan
signifikan yang ditemukan antara kelompok-kelompok di
kedalaman tidur, tertidur, terbangun, tidur lagi setelah bangun dan
kualitas tidur secara keseluruhan ( P < 0,05). kualitas tidur yang
dirasakan lebih baik pada kelompok intervensi. Tidak ada perbedaan
kelompok yang ditemukan di urin tingkat melatonin dan kortisol
untuk malam sebelum operasi, dan malam pertama dan kedua pasca
operasi ( P> 0,05). Tingkat melatonin urin malam pasca operasi
pertama dan kedua secara signifikan lebih rendah daripada malam
sebelum operasi ( P = 0,01). Pola berlawanan terlihat dengan tingkat
kortisol urin ( P = 0.00). Berdasarkan pada uji korelasi alat ukur
Intervensi Pencahayaan Dan Penyumbat Telinga Dan Masker Mata
Dikombinasikan Dengan 30 Menit Music
diperoleh nilaip = 0,000 yang menunjukkan bahwa korelasi hasil
pengukuran dengan menggunakan alat ukur Intervensi Pencahayaan
Dan Penyumbat Telinga Dan Masker Mata Dikombinasikan Dengan
30 Menit Music
adalah bermakna (p<0,05). Nilai korelasi keduan penelitian
menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi
kuat. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa tinggi
rendahnya hasil pengukuran dengan menggunakan alat ukur
intervensi pencahayaan memiliki korelasi yang sangat kuat dengan
tinggi rendahnya hasil pengukuran dengan menggunakan alat ukur
penyumbat telinga dan masker mata di kombinasikan dengan 30
menit music.pada kondisi yang sama.
Kesesuaian (Agreement) Alat Ukur Tidur Dan Ritme Sirkadian
Antara Intervensi Pencahayaan Dan Penyumbat Telinga Dan
Masker Mata Dikombinasikan Dengan 30 Menit Music
Hasil kedua penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian hasil
pengukuran dengan menggunakan alat ukur Pencahayaan Dan
Penyumbat Telinga Dan Masker Mata Dikombinasikan Dengan 30
Menit Music adalah bermakna (p < 0, 05), menunjukkan tingkat
agreement cukup baik (fair agreement).
IV. PERBANDINGAN ISI JURNAL DENGAN TEORI ATAU HASIL PENELITIAN YANG SUDAH ADA
Isi Jurnal Hasil Penelitian Lain (metodenya Teori yang sudah ada di teks Book
bagaiaman dan tempatnya ) (tuliskan )
Hasil: Data dari 45 pasien (20 di kelompok intervensi, Metode: Pasien yang dirawat di ruang
25 di kelompok kontrol) dianalisis. perbedaan signifikan Lima puluh pasien yang menjalani operasi Intensive Care Unit (ICU),
yang ditemukan antara kelompok-kelompok di jantung terjadwal dan diharapkan untuk merupakan pasien-pasien yang
kedalaman tidur, tertidur, terbangun, tidur lagi setelah tinggal minimal 2 malam di Jantung Bedah mengalami gangguan fungsi tubuh
bangun dan kualitas tidur secara keseluruhan ( P < ICU (CSICU) dimasukkan. Mereka secara yang dapat mengancam kehidupannya,
0,05). kualitas tidur yang dirasakan lebih baik pada acak untuk tidur dengan atau tanpa dengan kondisi tidak stabil, sangat
kelompok intervensi. Tidak ada perbedaan kelompok penyumbat telinga dan masker mata rentan terhadap serangan ataupun
yang ditemukan di urin tingkat melatonin dan kortisol dikombinasikan dengan 30 menit music stresor, dan juga berbagai macam
untuk malam sebelum operasi, dan malam pertama dan santai selama malam pasca operasi di masalah karena biasanya pasien
kedua pasca operasi ( P> 0,05). Tingkat melatonin urin CSICU. Urine dianalisis untuk melatonin mengalami gangguan lebih dari satu
malam pasca operasi pertama dan kedua secara dan kortisol tingkat nokturnal. kualitas tidur sistem di tubuhnya serta kondisi
signifikan lebih rendah daripada malam sebelum operasi subjektif dievaluasi menggunakan versi pasien sendiri yang sulit untuk
( P = 0,01). Pola berlawanan terlihat dengan tingkat Cina Richards-Campbell Sleep diprediksi (Alspach, 2006). Pasien
kortisol urin ( P = 0.00).metode: Lima puluh pasien Questionnaire (skala analog visual, mulai 0 - dengan kondisi tersebut disebut juga
yang menjalani operasi jantung terjadwal dan 100). Studi ini dilakukan sesuai dengan dengan pasien kritis. Ruang perawatan
diharapkan untuk tinggal minimal 2 malam di Jantung rencana analisis prespecified dan Pelaporan intensif merupakan bagian dari rumah
Bedah ICU (CSICU) dimasukkan. Mereka secara acak Preferred Komponen untuk sistematis sakit, dengan staf khusus dan
untuk tidur dengan atau tanpa penyumbat telinga dan Ulasan dan Meta-Analisis (PRISMA) peralatan khusus, ditujukan untuk
masker mata dikombinasikan dengan 30 menit musik pedoman (17). Sebuah lengkap PRISMA observasi dan terapi pasien penyakit
santai selama malam pasca operasi di CSICU. Urine 2009 checklist kritis yang dapat mengancam jiwa
dianalisis untuk melatonin dan kortisol tingkat disediakan di Lampiran 1 ( Tambahan apabila tidak
nokturnal. kualitas tidur subjektif dievaluasi Digital Content 1, mendapatkan intervensi medis. Pasien
menggunakan versi Cina Richards-Campbell Sleep kritis biasanya mengalami gangguan
Questionnaire (skala analog visual, mulai 0 - pada multi sistem yang melibatkan
gangguan pada organ pernapasan,
100).Menggunakan penyumbat telinga dan masker mata
kardiovaskuler dan neurologi
dengan latar belakang musik santai berguna untuk
(Robertson & Al-Haddads, 2013).
mempromosikan persepsi tidur pasien. Menggunakan
Berdasarkan definisi tersebut maka
penyumbat telinga dan masker mata dengan santai
pasien yang dirawat diruang intensif
musik latar belakang tidak mempengaruhi nocturnal
adalah pasien– pasien dengan kondisi
melatonin atau kortisol tingkat singkatan (SEBUAH):
pembobotan yang berkaitan dengan pengukuran tingkat kritis, penyakit yang kompleks dan
tekanan suara; 6-SMT: 6-sulphatoxymelatonin; rentan terhadap berbagai stressor.
ANOVA: satu arah berulang analisis tindakan varians; Pasien yang dirawat di ruang ICU
APACHE: fisiologi akut dan sistem penilaian evaluasi mengalami perubahan pada tidurnya
kesehatan kronis; CABG: operasi bypass arteri koroner; dimana pasien yang mengalami sakit
CSICU: unit perawatan intensif bedah jantung; ELISA: kritis mengalami jam tidur singkat
enzyme-linked immunosorbent assay; GCS: Glasgow sehingga membuat pasien mengalami
koma skor; PSG: polisomnografi; PSQI: Pittsburgh kesulitan pencapaian REM dan tidur
Indeks kualitas tidur; RCSQ: Richards-Campbell tidur yang dalam, mengakibatkan pasien
kuesioner; RCT: percobaan terkontrol acak; REM: mudah terbangun (Weinhouse &
gerakan mata cepat; WHO: Organisasi Kesehatan Schwab, 2006). Pada pasien yang
Dunia. Penelitian ini sebagian didanai oleh National mengalami perawatan di ruang ICU
Science Foundation Alam Cina (81201500) dan banyak pasien yang memiliki
Kementerian Pendidikan Nasional China pengalaman gangguan tidur,
(11YJC190008). Para penulis menyatakan bahwa penyebabnya diantaranya akibat
mereka tidak memiliki kepentingan kebisingan, intervensi yang diberikan
bersaing.Singkatnya, hasil kami jelas menunjukkan serta pengobatan (Elliott, McKinley,
kombinasi menggunakan penyumbat telinga dan masker Cistulli & Fien, 2013). Pasien sakit
mata dengan latar belakang musik santai berguna untuk kritis menunjukkan fragmentasi tidur
mempromosikan tidur pada pasien dewasa CSICU, dimana efek yang ditimbulkan akan
tetapi mekanisme yang mendasari lebih kompleks memengaruhi fungsi kekebalan tubuh,
daripada perubahan sederhana dalam tingkat 6-SMT system metabolisme, regulasi sistem
saraf pusat, dan kondisi psikologis.
dan kortisol. studi percontohan kami memberikan dasar
Sehingga tidur penting untuk proses
memadai untuk mempromosikan intervensi non-
pemulihan homeostasis integral
farmakologis untuk pasien ICU. desain studi di masa
(Weinhouse & Schwab, 2006).
depan untuk meniru hasil kami harus
Masalah gangguan tidur pada pasien
mempertimbangkan termasuk sampel yang lebih besar,
kritis dapat menyebabkan konsekuensi
termasuk populasi ICU lebih beragam, memperpanjang
serius. Konsekuensi dari kualitas tidur
jangka waktu untuk pengumpulan data dan pasca- yang buruk diantaranya meningkatkan
discharge menindaklanjuti untuk menentukan manfaat gangguan pada kardiovaskular yaitu
jangka panjang dari intervensi ini.Penelitian ini adalah penyakit jantung koroner dan stroke,
calon tunggal-pusat terkontrol acak kelompok paralel pada pernafasan dapat mengakibatkan
uji klinis yang dilakukan dalam 21-tidur Jantung Bedah hiperkapnia hingga hipoventilasi,
Intensive Care Unit (CSICU) dari Union Hospital Fujian gangguan metabolik yang terjadi
Medical University, Fuzhou, China. Hal itu disetujui terhadap toleransi glukosa, pelepasan
oleh Rumah Sakit dan Fujian University Medical insulin, sekresi hormon pertumbuhan
Penelitian Etika Dewan. Sidang ini terdaftar di Cina dan kortisol, pengaturan nafsu makan
Clinical Trials Registry (ChiCTR-IOR-14.005.511). oleh leptin dan gerlin, dan
Informed consent tertulis untuk berpartisipasi dalam mempengaruhi kualitas tidur.
penelitian ini diperoleh sebelum operasi. Pengaruh yang terjadi pada sistem
imun dapat meningkatkan resiko
infeksi karena perubahan pada fungsi
sel limfosit, sel polinuklear sel-sel
pembunuh alami, dan inflamasi
sitokonin (seperti IL-1, IL-6 dan TNF)
hal ini dapat menyebabkan dampak
kerusakan organ dan peningkatan
mordibitas (Romero-Bermejo, 2014).
Tidur merupakan salah satu kebutuhan
dasar manusia dimana kepentingannya
sama dengan kebutuhan dasar lainnya.
Tidur yang berkualitas baik dapat
meningkatkan kesejahteraan
psikologis dan sangat penting untuk
penyembuhan dan kelangsungan hidup
pasien dengan penyakit kritis
(Richard, Crow, Codhill, & Turnock,
2007; Kozier, Erb, Berman, & Snyder,
2010).
Menurut National Hearth, Lung
and
Blood Institute (2011), tidur
memberikan istirahat yang dibutuhkan
oleh jantung dan sistem vaskuler.
Selama tidur non-REM, detak jantung
dan tekanan darah semakin
lambat begitu juga ketika masuk
kedalam kondisi tidur lebih dalam.
Kualitas tidur tidak selalu
berhubungan dengan kuantitas tidur
dimana kualitas tidur dikaitkan dengan
sesuatu yang dirasakan secara
subjektif yaitu kemudahan pasien
untuk tidur, kemampuan memelihara
tidur, total waktu tidur, bangun tidur
diawal. Selain itu, beberapa hal yang
dilaporkan terkait dengan kualitas
tidur diantaranya perasaan gelisah di
malam hari, perasaan cemas dan
tegang, membutuhkan ketenangan saat
mencoba untuk tidur. Kualitas tidur
yang baik berhubungan dengan
berbagai hasil positif seperti kesehatan
yang lebih baik, kurang kantuk di
siang hari, kesejahteraan yang
lebih besar dan fungsi psikologis yang
lebih
baik. Kualitas tidur yang buruk salah
satunya
menggambarkan gejala insomnia
kronis
(Harvey, Stinson, Whitaker,
Moskovitz &
Virk, 2008).
Seseorang yang mengalami kurang
tidur
memiliki banyak konsekuensi
neurobiologis.
Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot
Message terhadap Kualitas Tidur Pasien
88 JKP - Volume 5 Nomor 1 April
2017
Jika dalam satu malam seseorang
melewati
hari tanpa tidur maka terjadi
penurunan
kemampuan otak, perubahan perilaku
yang paling terlihat adalah
meningkatnya
kecenderungan untuk jatuh tertidur,
bahkan
ketika orang tersebut berjuang untuk
tetap
terjaga. Sebaliknya, jika pada malam
berikutnya kekurangan tidur
dimodifikasi dan
mengembalikan waktu tidur seperti
biasanya
maka yang terjadi memicu
pemanjangan tidur
malam hari, peningkatan tidur
gelombang
lambat, dan peningkatan tidur REM
(Drouot
& Quentin, 2015).
Gangguan tidur di ICU disebabkan
oleh
banyak faktor, diantaranya
lingkungan,
kebisingan, pencahayaan, kegiatan
perawat,
penyakit yang diderita, tindakan
keperawatan,
terapi obat, dan ventilasi mekanik
(Weinhouse
& Schwab, 2006; Talwar, Liman,
Greenberg,
Feinsilver, & Vijayan, 2008).
Untuk mendapatkan kualitas tidur
yang memadai, pasien bisa
mendapatkan
pengobatan baik farmakologi maupun
non
farmakologi. Penggunaan obat-obatan
pada
pasien di ICU diketahui memiliki
dampak
yang dapat mengganggu pada tidur
dan
pola sirkadian, dimana ketika malam
hari
mengalami penurunan kualitas tidur.
Beberapa
hal yang mengakibatkan gangguan
tidur pada
pasien di ICU diantaranya lingkungan,
obatobatan,
penggunaan ventilator, penyakit
yang diderita oleh pasien (Hardin,
2009).
Pada pasien kritis yang menjalani
perawatan
di ruang ICU dan mengalami
gangguan
tidur, umumnya digunakan sedasi
untuk
meminimalkan kegelisahan dan nyeri
yang
dapat mengganggu kebutuhan tidur
pasien
tersebut.
Penanganan gangguan tidur pada
pasien
kritis dengan farmakoterapi menurut
Asnis,
Thomas, dan Henderson (2016) dan
Food
and Drug Administration (FDA)
sejak tahun
2005 menyetujui penggunaan semua
hipnotik
tanpa membatasi durasinya,
diantaranya
adalah benzodiazepin,
nonbenzodiazepine,
ramelteon, sinequan dosis rendah, dan
suvorexant. Pada umumnya yang
digunakan
di ICU adalah golongan
benzodiazepin,
diantaranya lorazepam, midazolam,
dan
diazepam (Oldham & Pisani, 2015).
Terapi lain yang digunakan adalah
terapi komplementer, yang merupakan
terapi tambahan umtuk membantu
terapi
konvensional yang direkomendasikan
oleh penyelenggara kesehatan, seperti
akupunktur, teknik pijatan pada tubuh,
mind
body techniques, pijat, dan
metode lain
yang dapat membantu meringankan
gejala
dan meningkatkan fisik serta mental.
Selain
itu, pijatan kaki selama 10 menit dapat
memberikan efek yang baik pada
tubuh
(Deng & Cassileth, 2005; Potter &
Perry,
2011).
Penanganan gangguan tidur pasien di
ICU dapat diatasi dengan mengatur
sistem
pencahayaan, dengan tingkat
pencahayaan
lingkungan yang tepat dalam
membantu
pasien menimbulkan perasaan tenang
dan nyaman (Engwall, Fridh,
Johansson,
Bergbom & Lindhal, 2015). Cara lain
yang
digunakan untuk meningkatkan
kualitas tidur
dapat dilakukan dengan cara
memodifikasi
lingkungan yaitu menurunkan suara
percakapan staf, menurunkan
pencahayaan,
mengatur kegiatan rutin perawatan
dimalam
hari (Hardin, 2009).
Massage therapy (MT) adalah
suatu
teknik yang dapat meningkatkan
pergerakan
beberapa struktur dari kedua otot dan
jaringan
subkutan, dengan menerapkan
kekuatan
mekanik ke jaringan. Pergerakan ini
dapat
meningkatkan aliran getah bening dan
aliran
balik vena, mengurangi
pembengkakan
dan memobilisasi serat otot, tendon
dengan
kulit. Dengan demikian, massage
therapy
dapat digunakan untuk meningkatkan
relaksasi otot untuk mengurangi rasa
sakit,
stres, dan kecemasan yang membantu
pasien meningkatkan kualitas tidur
dan
kecepatan pemulihan. Selain itu,
massage
therapy dapat meningkatkan
pergerakan
pasien dan pemulihan setelah operasi,
yang
memungkinkan pasien untuk
melakukan
aktivitas sehari-hari (Anderson &
Cutshall,
2007). Massage tidak hanya
mengurangi
emosi, gugup, tapi juga
mempertahankan
keseimbangan yang baik dari saraf
vagus
dan simpatik. Hal ini baik untuk
mencegah
stres dengan mengurangi kecemasan
(Zhou,
Zhang, & Li, 2013)
Dari beberapa penelitian
menggambarkan
bahwa foot massage adalah salah
satu metode
yang paling umum dari terapi
komplementer.
Terapi pijat dan refleksi merupakan
pendekatan terapi manual yang
digunakan
untuk memfasilitasi penyembuhan,
Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot
Message terhadap Kualitas Tidur Pasien
JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017
89
kesehatan, dan dapat digunakan oleh
perawat
di hampir setiap pelayan perawatan
(Kaur,
Kaur, & Bhardwaj, 2012).
Mekanisme foot massage yang
dilakukan
pada kaki bagian bawah selama 10
menit
dimulai dari pemijatan pada kaki yang
diakhiri pada telapak kaki diawali
dengan
memberikan gosokan pada permukaan
punggung kaki, dimana gosokan yang
berulang
menimbulkan peningkatan suhu diarea
gosokan yang mengaktifkan sensor
syaraf
kaki sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh
darah dan getah bening yang
mempengaruhi
aliran darah meningkat, sirkulasi darah
menjadi lancar (Aditya, Sukarendra &
Putu,
2013). Foot massage
mengaktifkan aktifitas
parasimpatik kemudian memberikan
sinyal
neurotransmiter ke otak, organ dalam
tubuh,
dan bioelektrik ke seluruh tubuh.
Sinyal yang
di kirim ke otak akan mengalirkan
gelombang
alfa yang ada di dalam otak (Guyton,
2014).
Impuls saraf yang dihasilkan saat
melakukan
foot massage diteruskan menuju
hipotalamus
untuk menghasilkan Corticotropin
Releasing
Factor (CRF). CRF merangsang
kelenjar
pituitary untuk meningkatkan produksi
Proopioidmelanocortin (POMC)
sehingga
medulla adrenal memproduksi
endorfin.
Endorfin yang disekresikan ke dalam
peredaran darah dapat mempengaruhi
suasana hati menjadi rileks (Ganong,
2008).
Menurut Aziz (2014) Gelombang alfa
akan membantu stres seseorang,
sehingga
stress akan hilang dan menjadikan
orang
tersebut merasa rileks dan membantu
kontraksi otot untuk mengeluarkan zat
kimia otak (neurotransmitter)
menstimulasi
RAS (Reticular Activating
System) untuk
melepaskan seperti hormone
serotin,
asetilkolin dan endorphine yang dapat
memberikan rasa nyaman dan
merelaksasi.
Kemudian rasa rileks dan perasaan
nyaman
yang dirasakan dapat menurunkan
produksi
kortisol dalam darah sehingga
memberikan
keseimbangan emosi, ketegangan
pikiran
serta meningkatkan kualitas tidur
(Azis,
2014).
Kaur, Kaur, dan Bhardwaj (2012)
menyatakan bahwa foot massage
yang
dilakukan selama 5 menit pada pasien
sakit
kritis dapat memberikan efek
meningkatkan
relaksasi karena adanya perubahan
pada
tekanan darah sistolik, tekanan darah
diastolik,
denyut nadi, kelelahan, dan suasana
hati
setelah intervensi tersebut dilakukan.
Pada
tindakan foot massage berarti
sentuhannya
dapat merangsang oksitosin yang
merupakan
neurotransmiter di otak yang
berhubungan
dengan perilaku seseorang, dengan
kata
lain sentuhan merangsang produksi
hormon
yang menyebabkan perasaan aman dan
menurunkan stres serta kecemasan
(Mac
Donald, 2010 & Zak, 2012).
Foot Massage adalah manipulasi
jaringan
ikat melalui pukulan, gosokan atau
meremas
untuk memberikan dampak pada
peningkatan
sirkulasi, memperbaiki sifat otot dan
memberikan efek relaksasi (Potter &
Perry,
2011).
Menurut Puthusseril (2006), foot
massage mampu memberikan efek
relaksasi
yang mendalam, mengurangi
kecemasan,
mengurangi rasa sakit,
ketidaknyamanan
secara fisik, dan meningkatkan tidur
pada seseseorang. Foot massage
dapat
memberikan efek untuk mengurangi
rasa nyeri karena pijatan yang
diberikan
menghasilkan stimulus yang lebih
cepat
sampai ke otak dibandingkan dengan
rasa
sakit yang dirasakan, sehingga
meningkatan
sekresi serotonin dan dopamin.
Sedangkan
efek pijatan merangsang pengeluaran
endorfin, sehingga membuat tubuh
terasa
rileks karena aktifitas saraf simpatis
menurun
(Field, Hernandez-Reif, Diego, &
Fraser,
2007; Gunnarsdottir & Jonsdottir,
2007).
Morton dan Fonatin (2009)
menunjukkan
bahwa penanganan gangguan tidur
saat ini
bisa menggunakan terapi
nonfarmakologi.
Perawat dituntut agar dapat
memberikan
perawatan nonfarmakologi yang tidak
memiliki pengaruh negatif dan dapat
melengkapi terapi farmakologi yang
selama
ini sudah diberikan dalam perawatan
pasien.
Untuk kondisi pasien di ruang ICU
intervensi foot massage menjadi
pilihan
karena kaki mudah diakses tanpa
memerlukan
reposisi dari pasien dan juga massage
pada
kaki, selain merangsang sirkulasi
dapat
menurunkan edema dan latihan pasif
untuk sendinya, serta melalui
intervensi ini
perawat dapat memberikan rasa
nyaman dan
kesejahteraan bagi pasien (Puthuseril,
2006;
Prapti, Petpichetchian &
Chongcharoen,
2012). Tindakan foot massage
memiliki
pertimbangan biaya rendah,
kemungkinan
Nurlaily Afianti : Pengaruh Foot
Message terhadap Kualitas Tidur Pasien
90 JKP - Volume 5 Nomor 1 April
2017
komplikasi yang sedikit dan prosedur
yang
mudah sehingga foot massage
dianjurkan
untuk perbaikan kualitas tidur
(Oshvandi,
Abdi1, Karampourian, Moghimbaghi
&
Homayonfar, 2014).
Upaya memperbaiki kualitas tidur
dengan
menggunakan Foot Massage di
ruang ICU
dimana secara kultur budaya
massage
dapat diterima, dan foot massage
aman
diberikan pada pasien di ruang ICU,
selain
tidak perlu merubah posisi pasien,
massage
ini dapat memberikan rasa aman
karena
kehadiran perawat yang kontak
langsung
skin to skin terhadap pasien,
sehingga hal
tersebut melandasi penulis untuk
melakukan
penelitian tentang pengaruh foot
massage
terhadap kualitas tidur pada pasien di
ruang
ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui
pengaruh foot massage terhadap
kualitas
tidur pasien di ruang ICU RSUP Dr.
Hasan
Sadikin Bandung.

Anda mungkin juga menyukai