Chapter PDF
Chapter PDF
BAB 1
PENDAHULUAN
Faal paru berarti kerja atau fungsi paru dan uji faal paru mempunyai arti menguji
apakah fungsi paru seseorang berada dalam keadaaan normal atau abnormal. Pemeriksaan
faal paru biasanya dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu. Penurunan
fungsi paru yang terjadi secara mendadak dapat menimbulkan keadaan yang disebut gagal
napas dan dapat mendatangan kematian kepada penderita. ( Blondshine,2000)
Sejumlah gangguan dapat menyebabkan perubahan yang berbahaya di paru-paru dan
saluran pernafasan. Efek yang paling penting adalah pada saluran napas dan elastisitas
paru-paru. Pengujian Spirometri adalah penting dalam mendeteksi beberapa kelainan yang
berhubungan dengan gangguan pernapasan. Spirometri merupakan alat skrining untuk
penyakit paru dan paling sering dilakukan untuk menguji fungsi paru serta mendeteksi
kelainan pada saluran pernapasan. Spirometri adalah tes fungsi paru yang paling sering
digunakan untuk menapis (screening) penyakit paru. Indikasi lain penggunaan spirometri
adalah untuk menentukan kekuatan dan fungsi dada, mendeteksi berbagai penyakit saluran
pernapasan terutama akibat pencemaran lingkungan dan asap rokok.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menentukan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai beratnya obstruksi, berat restriksi dan efek pengobatan. Banyak
penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi atau
restriksi dan hal ini dapat dijadikan peringatan dini terhadap gangguan fungsi paru yang
kemungkinan dapat terjadi sehingga dapat ditentukan tindakan pencegahan secepatnya.
Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital
paksa.( Alasagaff,2005)
Mengetahui profil pasien yang menjalani pemeriksaan spirometri di Poli Faal Paru
dan Instalasi Diagnostik Terpadu, Rumah Sakit Umum Hajii Adam Malik, Medan dan
karakteristik pasien dari periode Januari 2012 sampai Juni 2012
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan
kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing
yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal
yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka
yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang
disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput
lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.(
Evelyn, Pearce, 1992)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan
sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh
cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi
menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Batang tenggorok
(trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorok
bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang
tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus.
Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus).
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada
diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring
disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh
membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat
untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah
menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara. Pangkal tenggorok
disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat
ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup
tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada
pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru,
misalnya pada waktu kita bicara.
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan
bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang
rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi
bronkiolus. Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah
kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi
bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus
lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah
dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus
adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru ( Evelyn, Pierce,
1992).
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal
terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah
bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di
bawah tekanan atmosfer. Paru-paru teregang dan berkembang pada waktu bayi baru lahir. Pada
akhir ekspirasi tenang, cenderung terjadi “recoil” dinding dada yang diimbangi oleh
kecenderungan dinding dada berkerut kearah yang berlawanan (Guyton, 2006).
Otot diafragma yang terletak di bagian dalam dan luar interkostalis kontraksinya
bertambah dalam. Rongga toraks menutup dan mengeras ketika udara masuk ke dalam paru-
paru, diluar muskulus interkostalis menekan tulang iga dan mengendalikan luas rongga toraks
yang menyokong pada saat ekspirasi sehingga bagian luar interkostalis dari ekspirasi menekan
bagian perut. Kekuatan diafragma kearah atas membantu mengembalikan volume rongga pleura
(Guyton, 2006).
Pada waktu menarik napas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran
pernapasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan napas melalui
isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma
dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi
gerak tulang rusuk sewaktu bernapas dalam dan volume udara bertambah (Syaifuddin, 2001).
Paru-paru merupakan struktur elastik yang mengempis seperti balon yang
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan
pengembangannya, tidak terdapat perlengketan antara paru-paru dan dinding rongga dada. Paru-
paru mengapung dalam rongga dada dan dikelilingi lapisan tipis berisi cairan pleura yang
menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru dalam rongga dada. Ketika melakukan pengembangan
dan berkontraksi maka paru-paru dapat bergeser secara bebas karena terlumas dengan rata
(Ganong, 2005).
dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke
posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam
jalan pernapasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru
(Syaifuddin, 2001).
Pada saat inspirasi, pengaliran udara ke rongga pleura dan paru-paru berhenti
sebentar ketika tekanan dalam paru-paru bersamaan bergerak mengelilingi atmosfer. Pada waktu
penguapan, pernapasan volume sebuah paru-paru berkurang karena naiknya tekanan udara untuk
memperoleh dorongan keluar pada sistem pernapasan (Syaifuddin, 2001).
Selama pernapasan tenang, ekspirasi adalah pasif, dalam arti bahwa tidak ada otot-
otot yang menurunkan volume unuk toraks berkontraksi. Pada permulaan ekspirasi, kontraksi ini
menimbulkan kerja yang menahan kekuatan recoil dan melambatkan ekspirasi. Insiprasi yang
kuat berusaha mengurangi tekanan intrapleura sampai 30mmHg sehingga menimbulkan
pengembangan paru-paru dengan derajat yang lebih besar. Bila ventilasi meningkat seluas deflasi
maka paru-paru meningkat dengan kontraksi otot-otot pernapasan yang menurunkan volume
intratoraks (Syaifuddin, 2001).
Uji faal paru bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang individu
dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan berdasarkan
indikasi atau keperluan tertentu, misalnya untuk menegakkan diagnosis penyakit paru tertentu,
evaluasi pengobatan asma, evaluasi rehabilitasi penyakit paru, evaluasi fungsi paru bagi
seseorang yang akan mengalami pembedahan toraks atau abdomen bagian atas, penderita
penyakit paru obstruktif menahun, akan mengalami anestasi umum sedangkan yang bersangkutan
menderita penyakit paru atau jantung dan keperluan lainnya.
Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi gas,
perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran darah. Fungsi pam disebut
normal apabila PaO2 lebih dari 50mmHg dan PaCO2 kurang dari 50mmHg dan disebut gagal
napas apabila PaCO2 kurang dari 50mmHg dan PaCO2 lebih dari 50mmHg. Apabila PaO2 lebih
dari 50mmHg dan PaCO2 kurang dari 50mmHg, dikatakan bahwa fungsi difusi gas berlangsung
normal.
Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilian faal paru seseorang cukup
dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi ventilasi nilainya baik, dapat
mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya juga baik. Penilaian
fungsi ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk menilai fungsi
ventilasi digunakan spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan
kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer (Alsagaff,dkk, 2005).
2.1.10. Spirometri
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian
terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume
ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory
Volume (FEV) adalah volume dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi
maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur
dalam 1 detik (VEP1). Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume
total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh
ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi
ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi
dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan
pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai
VEP1/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas
vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaff, dkk, 2005).
Prosedur yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas secara maksimal
dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin dan Nilai KVP dibandingkan terhadap
nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan usia, tinggi badan dan jenis kelamin. Spirometer
menggunakan prinsip salah satu hukum dalam fisika yaitu hukum Archimedes. Hal ini tercermin
pada saat spirometer ditiup, ketika itu tabung yang berisi udara akan naik turun karena adanya
gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan dari udara yang masuk ke spirometer. Spirometer juga
menggunakan hukum newton yang diterapkan dalam sebuah katrol. Bandul ini kemudian
dihubungkan lagi dengan alat pencatat yang bergerak diatas silinder berputar. Pemeriksaan
dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam.
Melalui spirometri ini, bisa diketahui gangguan obstruksi ,sumbatan dan restriksi atau
pengembangan paru. (Blondshine,2000 )
Mudah digunakan
Penyediaan mudah dibaca menampilkan real-time grafis dari manuver
Pemberian umpan balik langsung tentang kualitas penerimaan termasuk
reproduktifitas
Penyediaan laporan spirometri disesuaikan akhir
Harga dan biaya operasional
Keandalan dan kemudahan pemeliharaan
Pelatihan, pelayanan dan perbaikan spirometer disediakan
Kemampuan untuk percobaan spirometer dalam pengaturan Anda sebelum
membeli
Penyediaan sensor sekali pakai atau sirkuit pernapasan yang dapat dengan
mudah dibersihkan dan didesinfeksi
1681: Borelli mencoba untuk mengukur volume inspirasi dalam satu kali bernafas.
Dia melakukannya dengan menghisap cairan dari tabung silinder. (JPHAS,
Winter 2005)
1718: Jurin J. meniupkan udara dalam kantung dan mengukur volume udara
menggunakan prinsip arcimedes.Dia mengukur 650 ml volum tidal dan
volume ekspirasi maksimal sebanyak 3610 ml.
1788: Goodwyn E. menghisap air ke dalam bejana berisi udara yang sudah diukur
beratnya dalam skala. Dia menyebutkan bahwa kapasitas vital paru-paru
dapat mencapai 4460 ml. Dia memeriksa temperaturnya, tapi dia tidak
menggunakan nose-clip.
1793: Abernethy mencoba untuk menentukan seberapa jauh kadaluarsa gas yang
dihabiskan oksigen. Dia mengumpulkan gas-gas kadaluarsa di sekeliling
merkuri. Abernethy mengukur kapasitas vital paru-paru adalah 3150 ml.
(JPHAS, Winter 2005)
1796: Menzies R. mencelupkan seorang laki-laki ke dalam air berisi lebih dari satu
barel ke dagunya dan mengukur kenaikan dan penurunan tingkatan sekitar
1799: Pepys W.H. jun. menemukan volum tidal biasa menjadi 270 ml dengan
menggunakan dua gasometer air raksa dan sebuah gastometer biasa.
1800: Davy H. mengukur kapasitas vital paru-parunya sendiri sebesar 3110 ml.
volume tidal paru-paru sebesar 210 ml menggunakan gasometer dan volume
residu paru-paru sebesar 590-600 ml menggunakan metode pengenceran
hidrogen atau hydrogen dilution method. ( JPHAS,2005)
Diagnostik-
• Untuk menilai status kesehatan sebelum memulai aktivitas fisik berat program
Monitoring-
Dibawah ini adalah jenis-jenis volume statik dan volume dinamik yang dapat
diukur dengan menggunakan spirometri kecuali Volume Residu, Kapasitas Total paru dan
Kapasitas Residu Fungsional:
Volume Statik-
• Volume Tidal ( VT )
• Volume Residu ( VR )
• Kapasiti Vital ( KV )
Volume Dinamik-
a) Vital Capacity (VC): adalah jumlah udara (dalam liter) yang keluar dari paru
sewaktu pernapasan yang normal. Responden diinstruksi untuk menginhalasi dan
mengekspirasi secara normal untuk mendapat ekspirasi yang maksimal. Nilai
normal biasanya 80% dari jumlah total paru. Akibat dari elastisitas paru dan
keadaan toraks, jumlah udara yang kecil akan tersisa didalam paru selepas
ekspirasi maksimal. Volume ini disebut residual volume (RV). (Guyton, 2006)
cepat. KVP adalah volume udara yang diekspirasi ke dalam spirometri dengan usaha
inhalasi yang maksimum ( Ganong, 2005)
c) Forced expiratory volume (FEV: Pada awalnya maneuver KVP diukur dengan
volume udara keluar ke dalam spirometri dengan interval 0.5, 1.0, 2.0, dan 3.0 detik.
Jumlah dari semua nilai itu memberikan ukuran sebanyak 97% dari KVP. Secara
umum, VEP1 digunakkan lebih banyak yaitu volume udara yang diekspirasi ke dalam
spirometri pada 1 saat. Nilai normalnya adalah 70% dari KVP. (Ganong, 2005)
d) Maximal voluntary ventilation (MVV): Responden akan bernapas sedalam dan
secepat mungkin selama 15 detik. Rerata volume udara (dalam liter) menunjukkan
kekuatan otot respiratori. (Guyton, 2006)
2.1.15. Cara Pengunaan Spirometri
Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi saluran napas
bagian atas dan hati-hati pada penderita asma karena dapat memicu
serangan asma.
Pasien juga tidak harus merokok dalam waktu 1 jam dan menkonsumsi
alkohol dalam waktu 4 jam.
Masukkan data yang diperlukan , yaitu umur, jenis kelamin, tinggi badan,
berat badan, dan ras untuk megetahui nilai prediksi.
Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biaa tiga kali
berturut-turut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin
1. Submaksimal usaha
3. Tidak lengkap inspirasi atau ekspirasi (sebelum atau selama manuver paksa)
6. Penutupan Glotis
Sekali lagi, demonstrasi prosedur akan mencegah banyak masalah yang berkaitan dengan
pemeriksaan spirometri dan, mengingat bahwa semua upaya pengukuran tergantung akan
variabel pada pasien yang tidak kooperatif atau mencoba untuk menghasilkan nilai-nilai rendah.
Penutupan glotis harus dicurigai jika aliran berhenti tiba-tiba selama tes bukan menjadi halus
terus menerus kurva. Rekaman dengan batuk, terutama jika ini terjadi dalam hitungan detik
pertama, atau ragu-ragu di awal harus ditolak. Fokalisasi selama pengujian akan mengurangi arus
dan tidak bisa melakukan manuver dengan leher diperpanjang sering membantu. Upaya yang
kuat diperlukan untuk spirometri sering difasilitasi dengan menunjukkan tes sendiri. Instrumen-
Terkait Masalah Ini sangat tergantung pada jenis spirometer yang digunakan. Pada volume-
perpindahan spirometer mencari kebocoran pada koneksi selang; pada aliran-sensing spirometer
mencari robekan dan air mata dalam tabung konektor flowhead, di spirometer elektronik sangat
berhati-hati tentang kalibrasi, akurasi dan linearitas. Standar menyarankan memeriksa kalibrasi
setidaknya setiap hari dan diri-tes sederhana spirometer merupakan pemeriksaan, tambahan
sehari-hari berguna bahwa instrumen berfungsi dengan benar. (Johns DP, Pierce R, 2007)
Prediksi Nilai normal Untuk menginterpretasikan tes fungsi ventilasi dalam setiap
individu, bandingkan hasilnya dengan nilai-nilai referensi yang diperoleh dari yang jelas populasi
subyek normal cocok untuk jenis kelamin, umur, tinggi dan asal etnis dan menggunakan tes
serupa protokol, dan instrumen hati-hati dikalibrasi dan divalidasi. Nilai diprediksi Normal untuk
fungsi ventilasi umumnya bervariasi sebagai berikut:
1) Jenis Kelamin: Untuk ketinggian tertentu dan usia, laki-laki memiliki VEP1,
KVP, FEF25%-75% dan PEF yang lebih besar tetapi memiliki VEP1/KVP yang relatif
lebih kecil.
2) Umur: VEP1, KVP, FEF25-75% dan PEF meningkat sementara penurunan VEP1/ KVP
dengan usia sampai sekitar 20 tahun pada wanita dan 25 tahun pada pria. Setelah ini,
semua indeks bertahap turun, meskipun kadar penurunan yang tepat tidak diketahui
karena keterkaitan antara usia dan tinggi badan. Penurunan VEP1/ KVP dengan usia
pada orang dewasa karena penurunan yang lebih besar pada VEP1 dari KVP.
3) Tinggi: Semua indeks selain VEP1/ KVP meningkat.
4) Etnis asal: Polinesia termasuk yang paling rendah memiliki VEP1 dan KVP dari
berbagai kelompok etnis seperti kaukasia dan afrika. (Miller MR, Hanikinson JL,
2005)
Pengukuran fungsi ventilasi sangat berguna dalam arti diagnostik dan juga berguna
dalam mengikuti riwayat alami penyakit selama periode waktu, menilai risiko pra operasi dan
dalam mengukur dampak pengobatan. Kelainan ventilasi dapat disimpulkan jika ada VEP1, KVP,
PEF atau VEP1/KVP adalah luar kisaran normal.
• Gangguan Obstruksi: VEP1< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 70% nilai prediksi
• Gangguan Campuran: KVP< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 75% nilai prediksi
(Johns DP, Pierce, 2007).
Dari sudut pandang praktis maka perlu melakukan pemeriksaan kalibrasi pada spirometer
jarum suntik kalibrasi biasanya dibutuhkan. Frekuensi melakukan pemeriksaan akan berbeda
dengan setting klinis dan jenis instrumen yang digunakan, dan kebutuhan untuk menyesuaikan
kalibrasi akan tergantung pada apakah itu adalah di luar batas kontrol. Spirometer yang dikenali
sebagai Flow spirometer umumnya memerlukan pemeriksaan kalibrasi sehari-hari. Faktor
penting adalah stabilitas kalibrasi dari waktu ke waktu dan ini hanya dapat dibentuk dengan tabir,
setelah dilakukan pemeriksaan kalibrasi banyak pada instrumen. Semua spirometer harus
dikalibrasi ulang setelah pembersihan atau disinfeksi, atau jika hasil yang tidak biasa atau tidak
diharapkan menunjukkan masalah. Biasanya, spirometer harus akurat (volume ke dalam ± 0,05 L
atau ± 3%, mana yang lebih besar; mengalir ke dalam ± 0,2 L/detik atau ± 5%, mana yang lebih
besar) dan dikalibrasi secara berkala dengan jarum suntik (bersertifikat) yang akurat 3L. Ketika
sebuah spirometer akan dipindahkan ke lingkungan yang lebih dingin atau lebih panas, penting
untuk memberikan waktu untuk itu untuk mencapai baru suhu dan mengukurnya.
Demikian pula, kalibrasi jarum suntik harus pada suhu yang sama seperti spirometer dan
untuk alasan ini biasanya disimpan di dekat spirometer. Untuk mendeteksi perubahan kinerja
spirometer keseluruhan, fungsi ventilasi dari satu atau lebih subyek dengan fungsi pernafasan
yang stabil harus diukur dan dicatat secara teratur sebagai bagian dari kualitas yang sedang
berlangsung mengendalikan program. Rekaman pemeriksaan kalibrasi, kontrol kualitas dan
sejarah pelayanan harus disimpan dengan peralatan. Dalam operasi, menguji diri sendiri (jika
Anda memiliki fungsi stabil) pada spirometer Anda setiap minggu atau dua adalah cara yang
praktis memastikan kontrol kualitas. Sebuah variasi dari> 5% pada VEP1 atau KVP harus
mengingatkan Anda untuk masalah dan kebutuhan untuk memiliki instrumen Anda dengan benar
diperiksa dan diservis Perangkat pengukuran aliran (pneumotachographs misalnya,
turbinometers) harus diperiksa secara teratur untuk linearitas selama rentang fisiologis arus (0-14
L per detik). Sebuah tes yang baik dari linearitas adalah untuk memberikan volume tertentu
(misalnya dengan jarum suntik 3L) di berbagai arus, memastikan bahwa volume dicatat oleh
instrumen dekat dengan 3,00 L selama rentang seluruh arus. Ketika 3L dilewatkan ke dalam
spirometer harus merekam volume ke dalam ± 3,5%; yaitu, spirometer adalah akurat jika volume
tercatat adalah antara 2,895 L dan 3.105 L. Peak flow meter umumnya dapat diharapkan aus
setelah sekitar 12 sampai 24 bulan penggunaan berat, meskipun ada ini sedikit dipublikasikan
data untuk mendukung ini, sedangkan spirometer volume perpindahan akan biasanya tahun
terakhir jika benar service dan pemeliharaan. (Johns DP, Pierce, 2007)