Anda di halaman 1dari 21

10

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Faal paru berarti kerja atau fungsi paru dan uji faal paru mempunyai arti menguji
apakah fungsi paru seseorang berada dalam keadaaan normal atau abnormal. Pemeriksaan
faal paru biasanya dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu. Penurunan
fungsi paru yang terjadi secara mendadak dapat menimbulkan keadaan yang disebut gagal
napas dan dapat mendatangan kematian kepada penderita. ( Blondshine,2000)
Sejumlah gangguan dapat menyebabkan perubahan yang berbahaya di paru-paru dan
saluran pernafasan. Efek yang paling penting adalah pada saluran napas dan elastisitas
paru-paru. Pengujian Spirometri adalah penting dalam mendeteksi beberapa kelainan yang
berhubungan dengan gangguan pernapasan. Spirometri merupakan alat skrining untuk
penyakit paru dan paling sering dilakukan untuk menguji fungsi paru serta mendeteksi
kelainan pada saluran pernapasan. Spirometri adalah tes fungsi paru yang paling sering
digunakan untuk menapis (screening) penyakit paru. Indikasi lain penggunaan spirometri
adalah untuk menentukan kekuatan dan fungsi dada, mendeteksi berbagai penyakit saluran
pernapasan terutama akibat pencemaran lingkungan dan asap rokok.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menentukan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai beratnya obstruksi, berat restriksi dan efek pengobatan. Banyak
penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi atau
restriksi dan hal ini dapat dijadikan peringatan dini terhadap gangguan fungsi paru yang
kemungkinan dapat terjadi sehingga dapat ditentukan tindakan pencegahan secepatnya.
Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital
paksa.( Alasagaff,2005)

Universitas Sumatera Utara


11

1.2. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN

Bagaimana profil dan karakteristik demografi pasien yang menjalanii pemeriksaan


spirometri di Poli Faal Paru dan Instalasi Diagnostik Terpadu, Rumah Sakit Umum Haji
Adam Malik, Medan dari periode Januari 2012 sampai Juni 2012?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui profil pasien yang menjalani pemeriksaan spirometri di Poli Faal Paru
dan Instalasi Diagnostik Terpadu, Rumah Sakit Umum Hajii Adam Malik, Medan dan
karakteristik pasien dari periode Januari 2012 sampai Juni 2012

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Mengetahui kelompok masyarakat yang lebih terdedah kepada penyakit paru
restriktif , obstruktif atau campuran dan bisa melakukan diagnose dini melalui
pemeriksaan spirometri.
2. Mengetahui karakteristik pasien yang mengalami gangguan fungsi paru dan ingin
memberikan informasi dan pengetahuan kepada dokter dan masyarakat luas tentang
hasil dari penelitian ini.

1.4. MANFAAT PENELITIAN


• Untuk memperoleh data tentang profil pasien yang melakukan pemeriksaan spirometri di
Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan dari periode Januari 2012 sampai Juni
2012.
• Untuk memberikan informasi awal tentang pentingnya pemeriksaan spirometri dan
pelayanan kesehatan bagi pasien yang diajukan indikasi pemeriksaan spirometrberdasarkan
hasil penelitian karakteristik.

Universitas Sumatera Utara


12

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Dan Fisiologi Paru

2.1.1. Sistem Pernapasan

Organ pernapasan merupakan organ yang mempunyai peranan penting dalam


memenuhi kebutuhan oksigen di dalam tubuh. Organ pernapasan dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu bagian penhantar udara dan bagian yang berperan sebagai tempat pertukaran
gas. Bagian penhantar udara terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkhi dan
bronkioli. Sedangkan bagian pertukaran gas terdiri dari bronkhiolus respiratorius, duktus
alveolaris dan alveoli. Struktur saluran udara ini berperan dalam mengatur jalannya udara,
dengan cara menghangatkan dan serta menyingkirkan benda-benda asing yang masuk
(Plopperdan Adams, 1993; Bergman et al 1996).

2.1.2. Rongga hidung

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan
kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing
yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal
yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka
yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang
disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput
lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.(
Evelyn, Pearce, 1992)

Universitas Sumatera Utara


13

2.1.3. Faring (Tenggorokan)

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2


saluran, yaitu saluran pernapasan nasofaring pada bagian depan dan saluran pencernaan
orofaring pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring
(tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara
dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan
pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar
peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga
mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi
udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring
juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan ( Evelyn, Pearce,
1992).

2.1.4 Batang Tenggorokan (Trakea)

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan
sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh
cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi
menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Batang tenggorok
(trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorok
bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang
tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus.
Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus).

2.1.5. Pangkal Tenggorokan (Laring)

Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada
diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring
disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh

Universitas Sumatera Utara


14

membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat
untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah
menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara. Pangkal tenggorok
disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat
ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup
tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada
pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru,
misalnya pada waktu kita bicara.

2.1.6. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan
bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang
rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi
bronkiolus. Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah
kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi
bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus
lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah
dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus
adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru ( Evelyn, Pierce,
1992).

Universitas Sumatera Utara


15

Gambar 2.1 : Anatomi Paru


Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun
1992, Hal 219).

Universitas Sumatera Utara


16

2.1.7. Fisiologi Pernapasan

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal
terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah
bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di
bawah tekanan atmosfer. Paru-paru teregang dan berkembang pada waktu bayi baru lahir. Pada
akhir ekspirasi tenang, cenderung terjadi “recoil” dinding dada yang diimbangi oleh
kecenderungan dinding dada berkerut kearah yang berlawanan (Guyton, 2006).
Otot diafragma yang terletak di bagian dalam dan luar interkostalis kontraksinya
bertambah dalam. Rongga toraks menutup dan mengeras ketika udara masuk ke dalam paru-
paru, diluar muskulus interkostalis menekan tulang iga dan mengendalikan luas rongga toraks
yang menyokong pada saat ekspirasi sehingga bagian luar interkostalis dari ekspirasi menekan
bagian perut. Kekuatan diafragma kearah atas membantu mengembalikan volume rongga pleura
(Guyton, 2006).
Pada waktu menarik napas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran
pernapasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan napas melalui
isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma
dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi
gerak tulang rusuk sewaktu bernapas dalam dan volume udara bertambah (Syaifuddin, 2001).
Paru-paru merupakan struktur elastik yang mengempis seperti balon yang
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan
pengembangannya, tidak terdapat perlengketan antara paru-paru dan dinding rongga dada. Paru-
paru mengapung dalam rongga dada dan dikelilingi lapisan tipis berisi cairan pleura yang
menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru dalam rongga dada. Ketika melakukan pengembangan
dan berkontraksi maka paru-paru dapat bergeser secara bebas karena terlumas dengan rata
(Ganong, 2005).

Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan


volume intratoraks. Selama bernapas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5mmHg relatif
terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke
posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif

Universitas Sumatera Utara


17

dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke
posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam
jalan pernapasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru
(Syaifuddin, 2001).
Pada saat inspirasi, pengaliran udara ke rongga pleura dan paru-paru berhenti
sebentar ketika tekanan dalam paru-paru bersamaan bergerak mengelilingi atmosfer. Pada waktu
penguapan, pernapasan volume sebuah paru-paru berkurang karena naiknya tekanan udara untuk
memperoleh dorongan keluar pada sistem pernapasan (Syaifuddin, 2001).
Selama pernapasan tenang, ekspirasi adalah pasif, dalam arti bahwa tidak ada otot-
otot yang menurunkan volume unuk toraks berkontraksi. Pada permulaan ekspirasi, kontraksi ini
menimbulkan kerja yang menahan kekuatan recoil dan melambatkan ekspirasi. Insiprasi yang
kuat berusaha mengurangi tekanan intrapleura sampai 30mmHg sehingga menimbulkan
pengembangan paru-paru dengan derajat yang lebih besar. Bila ventilasi meningkat seluas deflasi
maka paru-paru meningkat dengan kontraksi otot-otot pernapasan yang menurunkan volume
intratoraks (Syaifuddin, 2001).

2.1.9. Uji Faal Paru

Uji faal paru bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang individu
dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan berdasarkan
indikasi atau keperluan tertentu, misalnya untuk menegakkan diagnosis penyakit paru tertentu,
evaluasi pengobatan asma, evaluasi rehabilitasi penyakit paru, evaluasi fungsi paru bagi
seseorang yang akan mengalami pembedahan toraks atau abdomen bagian atas, penderita
penyakit paru obstruktif menahun, akan mengalami anestasi umum sedangkan yang bersangkutan
menderita penyakit paru atau jantung dan keperluan lainnya.
Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi gas,
perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran darah. Fungsi pam disebut
normal apabila PaO2 lebih dari 50mmHg dan PaCO2 kurang dari 50mmHg dan disebut gagal
napas apabila PaCO2 kurang dari 50mmHg dan PaCO2 lebih dari 50mmHg. Apabila PaO2 lebih
dari 50mmHg dan PaCO2 kurang dari 50mmHg, dikatakan bahwa fungsi difusi gas berlangsung
normal.

Universitas Sumatera Utara


18

Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilian faal paru seseorang cukup
dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi ventilasi nilainya baik, dapat
mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya juga baik. Penilaian
fungsi ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk menilai fungsi
ventilasi digunakan spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan
kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer (Alsagaff,dkk, 2005).

2.1.10. Spirometri
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian
terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume
ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory
Volume (FEV) adalah volume dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi
maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur
dalam 1 detik (VEP1). Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume
total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh
ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi
ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi
dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan
pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai
VEP1/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas
vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaff, dkk, 2005).

Prosedur yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas secara maksimal
dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin dan Nilai KVP dibandingkan terhadap
nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan usia, tinggi badan dan jenis kelamin. Spirometer
menggunakan prinsip salah satu hukum dalam fisika yaitu hukum Archimedes. Hal ini tercermin
pada saat spirometer ditiup, ketika itu tabung yang berisi udara akan naik turun karena adanya
gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan dari udara yang masuk ke spirometer. Spirometer juga
menggunakan hukum newton yang diterapkan dalam sebuah katrol. Bandul ini kemudian
dihubungkan lagi dengan alat pencatat yang bergerak diatas silinder berputar. Pemeriksaan
dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam.

Universitas Sumatera Utara


19

Melalui spirometri ini, bisa diketahui gangguan obstruksi ,sumbatan dan restriksi atau
pengembangan paru. (Blondshine,2000 )

Gambar 2.2: Spirometri ( Dewan Asma Nasional Australia)

2.1.11 Faktor yang perlu dipertimbangkan ketika Memilih sebuah spirometer

 Mudah digunakan
 Penyediaan mudah dibaca menampilkan real-time grafis dari manuver
 Pemberian umpan balik langsung tentang kualitas penerimaan termasuk
reproduktifitas
 Penyediaan laporan spirometri disesuaikan akhir
 Harga dan biaya operasional
 Keandalan dan kemudahan pemeliharaan
 Pelatihan, pelayanan dan perbaikan spirometer disediakan
 Kemampuan untuk percobaan spirometer dalam pengaturan Anda sebelum
membeli
 Penyediaan sensor sekali pakai atau sirkuit pernapasan yang dapat dengan
mudah dibersihkan dan didesinfeksi

Universitas Sumatera Utara


20

 Penyediaan sesuai nilai normal dengan batas bawah normal


 Penyediaan sebuah manual yang komprehensif yang menjelaskan operasi
spirometer itu pemeliharaan dan kalibrasi
 Kalibrasi persyaratan
 Kesesuaian dengan standar kinerja spirometri diterima
 Sesuai standar keselamatan listrik (Dewan Nasional Asma Australia).

2.1.12. Sejarah Terciptanya Spirometer

129-200 A.D.: Galen melakukan eksperimen ‘volumetric’ terhadap saluran udara


manusia. Dia menyuruh seorang anak menghirup dan mengeluarkan udara
dan menemukan volum gas,setelah beberapa waktu,tetap. Galen
menemukan ukuran yang mutlak dari ukuran paru-paru.

1681: Borelli mencoba untuk mengukur volume inspirasi dalam satu kali bernafas.
Dia melakukannya dengan menghisap cairan dari tabung silinder. (JPHAS,
Winter 2005)

1718: Jurin J. meniupkan udara dalam kantung dan mengukur volume udara
menggunakan prinsip arcimedes.Dia mengukur 650 ml volum tidal dan
volume ekspirasi maksimal sebanyak 3610 ml.

1788: Goodwyn E. menghisap air ke dalam bejana berisi udara yang sudah diukur
beratnya dalam skala. Dia menyebutkan bahwa kapasitas vital paru-paru
dapat mencapai 4460 ml. Dia memeriksa temperaturnya, tapi dia tidak
menggunakan nose-clip.

1793: Abernethy mencoba untuk menentukan seberapa jauh kadaluarsa gas yang
dihabiskan oksigen. Dia mengumpulkan gas-gas kadaluarsa di sekeliling
merkuri. Abernethy mengukur kapasitas vital paru-paru adalah 3150 ml.
(JPHAS, Winter 2005)

1796: Menzies R. mencelupkan seorang laki-laki ke dalam air berisi lebih dari satu
barel ke dagunya dan mengukur kenaikan dan penurunan tingkatan sekitar

Universitas Sumatera Utara


21

dagu. Dengan metode ‘body plethysmography’,dia menentukan volume tidal


paru-paru.

1799: Pepys W.H. jun. menemukan volum tidal biasa menjadi 270 ml dengan
menggunakan dua gasometer air raksa dan sebuah gastometer biasa.

1800: Davy H. mengukur kapasitas vital paru-parunya sendiri sebesar 3110 ml.
volume tidal paru-paru sebesar 210 ml menggunakan gasometer dan volume
residu paru-paru sebesar 590-600 ml menggunakan metode pengenceran
hidrogen atau hydrogen dilution method. ( JPHAS,2005)

1813: Kentish E. menggunakan pulmometer yang cukup sederhana untuk


mempelajari volum saluran udara ketika sakit.

1831: Thrackrah C.T. menggambarkan pulmometer mirip dengan Kentish, tetapi


udara memasuki botol kaca dari bawah. Disana tidak terdapat perbaikan
untuk tekanan, sehingga pengukuran mesin tidak hanya terpaku pada
volume respirasi tetapi juga kekuatan dari otot-otot ekspirasi.

1844: Maddock, A.B. mempublikasikan di Lancet, sebuah surat untuk editor


tentang “Pulmometer” nya. “Penemuan luar biasa yang saya temukan sangat
berguna untuk mengukur kekuatan dari paru-paru di dalam lingkungan dan
kondisi yang berbeda.” Maddock tidak menyebutkan Thrackrah atau
Kentish.

1845: Vierordt mempublikasikan bukunya ‘Physiologie des Athmens mit


besonderer Rücksicht auf die Auscheidung der Kohlensäure’. Walaupun
Vierordt tertarik tentang penentuan penghembusan nafas, dia telah
melakukan penentuan parameter volume dengan seksama. Dalam
percobaannya dia menggunakan ‘expirator’. Vierordt mendeskripsikan
beberapa parameter tersebut masih digunakan dewasa ini dalam spirometer
modern. Sebagai contoh volume residu (‘Rückständige Luft’), kapasitas
vital (‘vitales Atmungsvermögen’)

Universitas Sumatera Utara


22

1852: John Hutchinson mempublikasikan laporannya tentang air di spirometer


yang tetap digunakan sampai hari ini hanya dengan perubahan kecil
(perubahan besar yang terjadi sekarang adalah penambahan alat pengukur
grafik dan waktu dan reduksi masa bel). Hutchinson mencatat kapasitas
vital paru-paru 4000 orang dengan spirometernya. Dia
mengklasifikasikan manusia, sebagai contoh ‘Paupers’, ‘First Battalion
Grenadier Guards’, ‘Pugilists and Wrestlers’, ‘Giants and Dwarfs’,
‘Girls’, ‘Gentleman’, ‘Deseased cases’. Dia menunjukan bahwa kapasitas
vital paru-paru berbanding lurus dengan tinggi dan dia pun menunjukan
bahwa kapasitas vital paru-paru tidak memiliki kaitan dengan berat
badan. Hutchinson telah memulai pekerjaannya dengan spirometers pada
tahun 1844. (Tissier)

1854: Wintrich mengembangkan spirometer yang sudah diperbaharui, pengunaan


spirometer ini lebih sederhana dibandingkan dengan spirometer
Hutchinson. Wintrich menguji 4000 orang dengan spirometernya.
Terdapat 500 kasus tentang penyakit di paru-paru. Dia menyimpulkan
ada 3 parameter yang menentukan kapasitas vital paru-paru yaitu tinggi
badan, berat badan dan umur. (Tissier)

1859: E.Smith mengembangkan konsep spirometer portabel dan mencoba untuk


mengukur metabolisme gas.

1866: Salter menambahkan kymograph pada spirometer untuk merekam waktu


serta volume yang diperoleh.

1868: Bert.P memperkenalkan plethysmography total tubuh.

1879: Gad.J menerbitkan sebuah artikel tentang pneumatography yang


ditambahkan sebagai parameter dar pemeriksaan spirometer dan juga
perubahan volume rongga dada selama inspirasi dan ekspirasi.

Universitas Sumatera Utara


23

1902: Brodie.T.G adalah yang pertama mengunnakan spirometer baji bawah,


pendahulu dari spirometer fleisch yang masih digunakan saat ini.

1904: Tissor memperkenalkan spirometer sirkuit tertutup.


1974: Campbell memperkembangkan suatu peak flow meter yang ringan.

2.1.13. Indikasi Spirometri

Ada beberapa indikasi-indikasi dari pemeriksaan spirometri seperti:

Diagnostik-

• Untuk mengevaluasi gejala dan tanda

• Untuk mengukur efek penyakit pada fungsi paru

• Untuk menilai resiko pra-operasi

• Untuk menilai prognosis

• Untuk menilai status kesehatan sebelum memulai aktivitas fisik berat program

Monitoring-

• Untuk menilai intervensi terapeutik

• Untuk menggambarkan perjalanan peyakit yang mempengaruhi fungsi paru-paru

• Untuk memantau efek samping obat dengan toksisitas paru diketahui

• Untuk memantau orang terkena agen merugikan

Penurunan Nilai Evaluasi-

• Untuk menilai pasien sebagai bagian dari program rehabilitasi

• Untuk menilai resiko seb agai bagian dari evaluasi asuransi

Universitas Sumatera Utara


24

2.1.14. Volume Statik Dan Volume Dinamik

Dibawah ini adalah jenis-jenis volume statik dan volume dinamik yang dapat
diukur dengan menggunakan spirometri kecuali Volume Residu, Kapasitas Total paru dan
Kapasitas Residu Fungsional:

Volume Statik-

• Volume Tidal ( VT )

• Volume Cadangan Inspirasi ( VCI )

• Volume Cadangan Ekspirasi ( VCE )

• Volume Residu ( VR )

• Kapasiti Vital ( KV )

• Kapasiti Vital Paksa ( KVP )

• Kapasiti Residu Fungsional ( KRF )

• Kapasiti Paru Total ( KPT )

Volume Dinamik-

• Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama ( VEP1 )

• Maximal Voluntary Ventilasi ( MVV )

a) Vital Capacity (VC): adalah jumlah udara (dalam liter) yang keluar dari paru
sewaktu pernapasan yang normal. Responden diinstruksi untuk menginhalasi dan
mengekspirasi secara normal untuk mendapat ekspirasi yang maksimal. Nilai
normal biasanya 80% dari jumlah total paru. Akibat dari elastisitas paru dan
keadaan toraks, jumlah udara yang kecil akan tersisa didalam paru selepas
ekspirasi maksimal. Volume ini disebut residual volume (RV). (Guyton, 2006)

b) Forced vital capacity (FVC): Seetelah mengekspirasi secara maksimal, responden


disuruh menginspirasi dengan usaha maksimal dan mengekspirasi secara kuat dan

Universitas Sumatera Utara


25

cepat. KVP adalah volume udara yang diekspirasi ke dalam spirometri dengan usaha
inhalasi yang maksimum ( Ganong, 2005)
c) Forced expiratory volume (FEV: Pada awalnya maneuver KVP diukur dengan
volume udara keluar ke dalam spirometri dengan interval 0.5, 1.0, 2.0, dan 3.0 detik.
Jumlah dari semua nilai itu memberikan ukuran sebanyak 97% dari KVP. Secara
umum, VEP1 digunakkan lebih banyak yaitu volume udara yang diekspirasi ke dalam
spirometri pada 1 saat. Nilai normalnya adalah 70% dari KVP. (Ganong, 2005)
d) Maximal voluntary ventilation (MVV): Responden akan bernapas sedalam dan
secepat mungkin selama 15 detik. Rerata volume udara (dalam liter) menunjukkan
kekuatan otot respiratori. (Guyton, 2006)
2.1.15. Cara Pengunaan Spirometri

 Siapkan alat spirometer, dan kalibrasi harus dilakukan sebelum


pemeriksaan.

 Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi saluran napas
bagian atas dan hati-hati pada penderita asma karena dapat memicu
serangan asma.

 Pasien harus menghindari memakai pakaian yang ketat dan makan


makanan berat dalam waktu 2 jam.

 Pasien juga tidak harus merokok dalam waktu 1 jam dan menkonsumsi
alkohol dalam waktu 4 jam.

 Masukkan data yang diperlukan , yaitu umur, jenis kelamin, tinggi badan,
berat badan, dan ras untuk megetahui nilai prediksi.

 Beri pentunjuk dan demonstrasikan maneuver pada pasien, yaitu


pernafasan melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir
yang mengatup mouth piece.

 Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biaa tiga kali
berturut-turut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin

Universitas Sumatera Utara


26

udara ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan sekuat-kuatnya


dihembuskan udara melalui mouth piece.

 Manuver dilakukan 3 kali untuk mendapatkan hasil terbaik ( Johns DP,


Pierce, 2007).

Gambar 2.3: Cara Melakukan Pemeriksaan Spirometri (British Thoracic Society)

Universitas Sumatera Utara


27

2.1.16. Beberapa Masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan spirometri:

1. Submaksimal usaha

2. Kebocoran antara bibir dan mulut

3. Tidak lengkap inspirasi atau ekspirasi (sebelum atau selama manuver paksa)

4. Ragu-ragu pada awal pemeriksaan

5. Batuk (terutama dalam hitungan detik pertama ekspirasi)

6. Penutupan Glotis

7. Obstruksi corong dengan lidah

8. Fokalisasi selama manuver dipaksa

9. Buruknya postur tubuh.

Sekali lagi, demonstrasi prosedur akan mencegah banyak masalah yang berkaitan dengan
pemeriksaan spirometri dan, mengingat bahwa semua upaya pengukuran tergantung akan
variabel pada pasien yang tidak kooperatif atau mencoba untuk menghasilkan nilai-nilai rendah.
Penutupan glotis harus dicurigai jika aliran berhenti tiba-tiba selama tes bukan menjadi halus
terus menerus kurva. Rekaman dengan batuk, terutama jika ini terjadi dalam hitungan detik
pertama, atau ragu-ragu di awal harus ditolak. Fokalisasi selama pengujian akan mengurangi arus
dan tidak bisa melakukan manuver dengan leher diperpanjang sering membantu. Upaya yang
kuat diperlukan untuk spirometri sering difasilitasi dengan menunjukkan tes sendiri. Instrumen-
Terkait Masalah Ini sangat tergantung pada jenis spirometer yang digunakan. Pada volume-
perpindahan spirometer mencari kebocoran pada koneksi selang; pada aliran-sensing spirometer
mencari robekan dan air mata dalam tabung konektor flowhead, di spirometer elektronik sangat
berhati-hati tentang kalibrasi, akurasi dan linearitas. Standar menyarankan memeriksa kalibrasi
setidaknya setiap hari dan diri-tes sederhana spirometer merupakan pemeriksaan, tambahan
sehari-hari berguna bahwa instrumen berfungsi dengan benar. (Johns DP, Pierce R, 2007)

Universitas Sumatera Utara


28

2.1.16. Prediksi Normal

Prediksi Nilai normal Untuk menginterpretasikan tes fungsi ventilasi dalam setiap
individu, bandingkan hasilnya dengan nilai-nilai referensi yang diperoleh dari yang jelas populasi
subyek normal cocok untuk jenis kelamin, umur, tinggi dan asal etnis dan menggunakan tes
serupa protokol, dan instrumen hati-hati dikalibrasi dan divalidasi. Nilai diprediksi Normal untuk
fungsi ventilasi umumnya bervariasi sebagai berikut:

1) Jenis Kelamin: Untuk ketinggian tertentu dan usia, laki-laki memiliki VEP1,
KVP, FEF25%-75% dan PEF yang lebih besar tetapi memiliki VEP1/KVP yang relatif
lebih kecil.

2) Umur: VEP1, KVP, FEF25-75% dan PEF meningkat sementara penurunan VEP1/ KVP
dengan usia sampai sekitar 20 tahun pada wanita dan 25 tahun pada pria. Setelah ini,
semua indeks bertahap turun, meskipun kadar penurunan yang tepat tidak diketahui
karena keterkaitan antara usia dan tinggi badan. Penurunan VEP1/ KVP dengan usia
pada orang dewasa karena penurunan yang lebih besar pada VEP1 dari KVP.
3) Tinggi: Semua indeks selain VEP1/ KVP meningkat.
4) Etnis asal: Polinesia termasuk yang paling rendah memiliki VEP1 dan KVP dari
berbagai kelompok etnis seperti kaukasia dan afrika. (Miller MR, Hanikinson JL,
2005)

2.1.17. Interpretasi Fungsi Ventilasi

Pengukuran fungsi ventilasi sangat berguna dalam arti diagnostik dan juga berguna
dalam mengikuti riwayat alami penyakit selama periode waktu, menilai risiko pra operasi dan
dalam mengukur dampak pengobatan. Kelainan ventilasi dapat disimpulkan jika ada VEP1, KVP,
PEF atau VEP1/KVP adalah luar kisaran normal.

• Normal: KVP≥ 80%, VEP1/KVP≥75%

• Gangguan Obstruksi: VEP1< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 70% nilai prediksi

• Gangguan Restriksi: Kapasitas Vital (KV)< 80% nilai prediksi, KVP<80%

Universitas Sumatera Utara


29

• Gangguan Campuran: KVP< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 75% nilai prediksi
(Johns DP, Pierce, 2007).

2.1.18. Cek Kalibrasi

Dari sudut pandang praktis maka perlu melakukan pemeriksaan kalibrasi pada spirometer
jarum suntik kalibrasi biasanya dibutuhkan. Frekuensi melakukan pemeriksaan akan berbeda
dengan setting klinis dan jenis instrumen yang digunakan, dan kebutuhan untuk menyesuaikan
kalibrasi akan tergantung pada apakah itu adalah di luar batas kontrol. Spirometer yang dikenali
sebagai Flow spirometer umumnya memerlukan pemeriksaan kalibrasi sehari-hari. Faktor
penting adalah stabilitas kalibrasi dari waktu ke waktu dan ini hanya dapat dibentuk dengan tabir,
setelah dilakukan pemeriksaan kalibrasi banyak pada instrumen. Semua spirometer harus
dikalibrasi ulang setelah pembersihan atau disinfeksi, atau jika hasil yang tidak biasa atau tidak
diharapkan menunjukkan masalah. Biasanya, spirometer harus akurat (volume ke dalam ± 0,05 L
atau ± 3%, mana yang lebih besar; mengalir ke dalam ± 0,2 L/detik atau ± 5%, mana yang lebih
besar) dan dikalibrasi secara berkala dengan jarum suntik (bersertifikat) yang akurat 3L. Ketika
sebuah spirometer akan dipindahkan ke lingkungan yang lebih dingin atau lebih panas, penting
untuk memberikan waktu untuk itu untuk mencapai baru suhu dan mengukurnya.

Demikian pula, kalibrasi jarum suntik harus pada suhu yang sama seperti spirometer dan
untuk alasan ini biasanya disimpan di dekat spirometer. Untuk mendeteksi perubahan kinerja
spirometer keseluruhan, fungsi ventilasi dari satu atau lebih subyek dengan fungsi pernafasan
yang stabil harus diukur dan dicatat secara teratur sebagai bagian dari kualitas yang sedang
berlangsung mengendalikan program. Rekaman pemeriksaan kalibrasi, kontrol kualitas dan
sejarah pelayanan harus disimpan dengan peralatan. Dalam operasi, menguji diri sendiri (jika
Anda memiliki fungsi stabil) pada spirometer Anda setiap minggu atau dua adalah cara yang
praktis memastikan kontrol kualitas. Sebuah variasi dari> 5% pada VEP1 atau KVP harus
mengingatkan Anda untuk masalah dan kebutuhan untuk memiliki instrumen Anda dengan benar
diperiksa dan diservis Perangkat pengukuran aliran (pneumotachographs misalnya,
turbinometers) harus diperiksa secara teratur untuk linearitas selama rentang fisiologis arus (0-14
L per detik). Sebuah tes yang baik dari linearitas adalah untuk memberikan volume tertentu
(misalnya dengan jarum suntik 3L) di berbagai arus, memastikan bahwa volume dicatat oleh
instrumen dekat dengan 3,00 L selama rentang seluruh arus. Ketika 3L dilewatkan ke dalam

Universitas Sumatera Utara


30

spirometer harus merekam volume ke dalam ± 3,5%; yaitu, spirometer adalah akurat jika volume
tercatat adalah antara 2,895 L dan 3.105 L. Peak flow meter umumnya dapat diharapkan aus
setelah sekitar 12 sampai 24 bulan penggunaan berat, meskipun ada ini sedikit dipublikasikan
data untuk mendukung ini, sedangkan spirometer volume perpindahan akan biasanya tahun
terakhir jika benar service dan pemeliharaan. (Johns DP, Pierce, 2007)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai