Anda di halaman 1dari 20

SKIZOFRENIA

A. Definisi
Skizofrenia adalah sindrom klinis yang bervariasi, namun sangat mengganggu,
psikopatologi yang melibatkan kognisi, emosi, persepsi, dan aspek lain dari perilaku.
Ekspresi dari manifestasi ini bervariasi di seluruh pasien dan dari waktu ke waktu, tetapi
efek dari penyakit ini selalu berat dan biasanya bertahan lama.
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umunya ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted), kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu
dapat berkembang kemudian.
Gejala skizofrenia secara garis besar dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu
gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran,
gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan
(afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, ‘miskin’ kontak
emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir
abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif.

B. Epidemiologi

Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai


daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh
dunia. Di Indonesia ini dilakukan analisis diskripsi sederhana dari data hasil Riskesdas
2013 dikombinasi dengan Data Rutin dari Pusdatin dengan waktu yang disesuaikan. Secara
Nasional terdapat 0,17 % penduduk Indonesia yang mengalami Gangguan Mental Berat
(Skizofren) atau secara absolute terdapat 400 ribu jiwa lebih penduduk Indonesia.
Skizofrenia lazim pada pria dan wanita. Kedua jenis kelamin berbeda, namun dalam
onset dan perjalanan penyakit. Onset lebih cepat pada pria dibandingkan pada wanita.
Lebih dari setengah dari semua pasien skizofrenia laki-laki, tetapi hanya sepertiga dari
semua pasien skizofrenia perempuan, yang pertama dirawat di rumah sakit jiwa sebelum
usia 25 tahun. Puncak onset usia adalah 10-25 tahun untuk pria dan 25-35 tahun untuk
wanita. Tidak seperti pria, wanita menampilkan distribusi usia bimodal, dengan puncak
kedua terjadi pada usia pertengahan. Sekitar 3-10% wanita dengan skizofrenia hadir
dengan onset penyakit setelah usia 40 tahun. Sekitar 90% pasien dalam pengobatan
skizofrenia berusia antara 15-55 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 atau setelah usia
60 tahun sangat jarang. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa laki-laki lebih mungkin
terganggu oleh gejala negative daripada perempuan dan bahwa perempuan lebih cenderung
memiliki fungsi social yang lebih baik daripada laki-laki sebelum onset penyakit. Secara
umum, hasil bagi pasien skizofrenia perempuan lebih baik daripada pasien laki-laki. Ketika
onset terjadi setelah usia 45 tahun, gangguan ini ditandai sebagai akhir onset skizofrenia.
Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama
ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien
skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan
penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia
yang melakukan bunuh diri.

C. Etiologi

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab skizofrenia,


antara lain :
1. Faktor Genetik
Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah
dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama
anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi
saudara kandung 7 – 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita
skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi kembar
dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%.
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan
oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom.
Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang
yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk
mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota
keluarga yang memiliki penyakit ini.
2. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang
disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron
berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal
dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu
otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang
berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk
skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine
tampaknya juga memainkan peranan.
3. Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama
semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak
yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga. Banyak penelitian yang
mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia.
Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk
mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang
diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya. Keluarga pada masa
kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua
terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak
untuk berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak
merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.

D. Manifestasi Klinik
Gejala yang dialami pasien skizofrenia mencakup gangguan dalam beberapa hal
penting pikiran, persepsi, dan perhatian. Perilaku motorik , afek, atau emosi, dan
keberfungsian hidup. Rentang masalah orang-orang yang didiagnosis menderita
skizofrenia sangat luas, meskipun dalam satu waktu pasien umumnya mengalami hanya
beberapa dari masalah tersebut. Dalam hal ini akan diuraikan beberapa simtom-simtom
utama skizofrenia dalam tiga kategori. Simtom positif, simtom negatif, dan simtom
disorganisasi.
1. Gejala positif.
Mencakup hal–hal yag berlebihan dan distorsi, seperti halusinasi dan waham,
simtom–simtom ini, sebagian terbesarnya, menjadi ciri episode akut skizofrenia.
 Delusi (waham), yaitu keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan semacam itu
merupakan simtom–simtom positif yang umum pada skizofrenia.
 Halusinasi, para pasien skizofrenia seringkali menuturkan bahwa dunia tampak
berbeda dalam satu atau lain cara atau bahkan tidak nyata bagi mereka. Dan distorsi
persepsi yang paling dramatis adalah halusinasi yaitu diamana pengalaman indrawi
tanpa adanya stimulasi dari lingkuangan.

2. Gejala negatif.
Gejala negatif skizofrenia mencakup berbagai devisit behavioral, seperti
avolition, alogia, anhedonia, afek datar dan asosiolitas. Gejala-gejala ini cenderung
bertahan melampaui suatu episode akut dan memiliki afek parah terhadap kehidupan
para pasien skizofrenia.

3. Gejala disorganisasi.
Gejala-gejala disorganisasi mencakup disorganisasi pembicaraan dan perilaku
aneh (bizarre). Disorganisasi pembicaraan juga dikenal sebagai gangguan berfikir
formal, disorganisasi pembicaraan merujuk pada masalah dalam mengorganisasi
berbagai pemikiran dan dalam berbicara sehingga pendengar dapat memahaminya.
Perilaku aneh terwujud dalam banyak bentuk, pasien dapat meledak dalam kemarahan
atau konfrontasi singkat yang tidak dapat dimengerti, memakai pakaian yang tidak
biasa, bertingkah seperti anak–anak, atau dengan gaya yang konyol, menyimpan
makanan, mengumpulkan sampah atau melakukan perilaku seksual yang tidak pantas.

E. Diagnosis
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
1.a.“Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kulitasnya berbeda; atau

b.“Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam
pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
(withdrawal); dan

c.“Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;

2.a. “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dati luar; atau

b. “delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan


tertentu dari luar; atau

c.“delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang ‘dirinya”: secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaankhusus);

d. “delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat
khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

3. Halusinasi auditorik :

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau

- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu,
atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai olehide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
(b)Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;

(c)Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh tertentu


(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

(d) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri
dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan
atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).

 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall
quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri
(self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
F. Klasifikasi
Mendiagnosis skizofrenia dapat di bagi menurut klasifikasi nya seperti:
 F20.0 Skizofrenia Paranoid
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Halusinasi dan/atau waham harus meninjol
o Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah
o Halusinasi pembauan, atau pengecap rasa atau bersifat seksual
o Halusinasi visual tapi jarang menonjol
o Waham yang hampir semua jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau delusion of passivity,
keyakinan seperti dikejar-kejar yang beraneka ragam
 Gangguan afketif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol

 F20.1 Skizofrenia Hebefrenik


 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Diagnosis dapat ditegakkan pasa usia remaja atau dewasa 15-25 tahun
 Kepribadian premorbid dengan ciri khas: pemalu dan senang menyendir (solitary)
 Membutuhkan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan untuk memastikan
gambaran khas seperti:
o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme: ada kecenderungan untuk menyendiri (solitary), dan perilaku
hampa tujuan dan hampa perasaan
o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering
disertai cekikikan (giggling), perasaan puas diri (self-satisfied), senyum
sendiri (self absorbed smiling) atau oleh sikap tinggi hati (lofty manner),
tertawa menyeringai (grimances), mannerisme, mengibuli secara bersnda
gurau (pranks), keluhan hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-
ulang (reiterated phrases).
o Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.
 Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations).Dorongan kehendak (drive)
dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga
perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless)
dan tanpa maksud (empty of purpose).Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan
bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

 F20.2 Skizofrenia Katatonik


 Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
 Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
 Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa
gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala
katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol
dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.

 F20.3 Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated)

 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia


 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik.
 Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

 F20.4 Depresi Pasca-Skizofrenia


 Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit
kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2
minggu.
 Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi
episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

 F20.5 Skizofrenia Residual


 Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua:
(a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang
(minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.

 F20.6 Skizofrenia simpleks


 Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
- gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan
- disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu,
tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
 Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia
lainnya.

 F.20.8 Skizofrenia lainnya

1. Tipe lain dari skizofrenia:


a) Acute Delusional Psychosis : Konsep diagnosis Perancis ini berbeda dari diagnosis
skizofrenia terutama atas dasar durasi gejala kurang dari 3 bulan. Diagnosis mirip
dengan diagnosis DSM-IV-TR gangguan schizophreniform. Dokter Perancis
melaporkan bahwa sekitar 40% pasien dengan diagnosis acute delusional
psychosis memiliki kemajuan dalam penyakit mereka dan akhirnya
diklasifikasikan sebagai skizofrenia.
b) Latent : konsep skizofrenia laten dikembangkan selama waktu ketika teori
dikandung dari gangguan dalam hal diagnostic luas. Saat ini pasien harus sangat
sakit mental untuk menjamin diagnosis skizofrenia, tetapi dengan konsep
diagnostic luas skizofrenia, kondisi pasien yang saat ini tidak akan dianggap
sebagai sakit parah, bias menerima diagnosis skizofrenia. Skizofrenia laten,
misalnya sering digunakan diagnosis untuk apa yang disebut gangguan
kepribadian borderline, schizoid, dan schizotypal. Pasien ini kadang menunjukkan
perilaku aneh atau gangguan pikiran tetapi tidak konsisten dengan gejala psikotik
yang nyata. Di masa lalu, sindrom ini disebut juga borderline schizophrenia.
c) Oneiroid : mengacu pada keadaan seperti mimpi dimana pasien dapat sangat
bingung dan tidak sepenuhnya berorientasi pada waktu dan tempat. Istilah oneiroid
skizofrenia telah digunakan untuk pasien yang terlibat dalam halusinasi yang
dialami mereka dengan mengesampingkan keterlibatan dunia nyata. Ketika
sebuah keadaan oneiroid hadir, dokter harus sangat berhati-hati untuk memeriksa
pasien untuk penyebab gejala medis atau neurologis.
d) Paraphrenia : istilah ini kadang digunakan sebagai suatu sinonim untuk skizofrenia
paranoid.
e) Pseudoneurotic Schizophrenia : kadang-kadang, pasien awalnya memiliki gejala
kecemasan, fobia, obsesi dan kompulsi kemudian mengungkapkan gejala
gangguan pikiran dan psikosis. Pasien-pasien ini ditandai dengan gejala
pananxiety, panphobia, panambivalence, dan kadang seksualitas yang kacau.
Tidak seperti orang dengan gangguan kecemasan, pasien dengan gangguan ini
memiliki kecemasan yang mengambang bebas dan jarang reda.
f) Simple Deteriorative Disorder (Simple Schizophrenia) : simple skizofrenia
ditandai secara bertahap, hilangnya bahaya dari dorongan dan ambisi. Pasien
dengan gangguan biasanya tidak terang-terangan psikotik dan tidak mengalami
halusinasi persisten atau delusi. Gejala utama mereka adalah penarikan dari situasi
social dan pekerjaan yang berhubungan. Sindrom ini harus dibedakan dengan
depresi, fobia, demensia, atau eksaserbasi dari sifat kepribadian.
g) Postpsychotic Depressive Disorder of Schizophrenia : mengikuti episode
skizofrenia akut, beberapa pasien mengalami depresi. Gejala bias sangat mirip
gejala skizofrenia residual dan efek samping dari obat antipsikotik yang umum
digunakan. Timbul sebagai akibat dari penyakit skizofrenia.
h) Early-Onset Schizophrenia : sebuah minoritas kecil dari pasien menandakan
skizofrenia pada anak. Anak-anak mungkin awal menunjukkan masalah
diagnostik, terutama dengan diferensiasi dari retardasi mental dan gangguan autis.
Skizofrenia masa kanak-kanak mungkin didasarkan pada gejala yang sama
digunakan untuk skizofrenia dewasa. Onset biasanya berbahaya, tentu saja
cenderung menjadi kronis, dan prognosis kebanyakan tidak menguntungkan
i) Late-Onset Schizophrenia : tidak dapat dibedakan secara klinis dari skizofrenia
namun memiliki onset setelah usia 45 tahun. Kondisi ini cenderung muncul lebih
sering pada wanita dan juga cenderung ditandai dengan dominasi gejala paranoid.

 F.20.9 Skizofrenia YTT (Yang Tidak Terinci)

G. Pemeriksaan Status Mental


1. Gambaran Umum
Dapat berkisar yang sepenuhnya tidak rapi, menjerit, gelisah terhadap orang yang
obsesif rapi, sangat diam, dan tidak bergerak. Pasien mungkin banyak bicara dan
menunjukkan postur aneh. Perilaku mereka mungkin menjadi gelisah atau keras,
tampak secara tidak beralasan, tetapi biasanya karena menanggapi halusinasi.
Sebaliknya pada stupor katatonik, pasien tampak tak bernyawa dan menunjukkan tanda
seperti mutism, negativism, taat.waxy flexibility, setelah tanda umum di katatonik
menjadi langka karena memiliki perilaku kebiasaan. Pada subtype katatonik mungkin
menunjukkan penarikan social dan ego, kurang berbicara sponta atau gerakan, tidak
adanya perilaku yang bertujuan. Pasien dengan katatoonia dapat duduk tidak bergerak
dan berkata-kata di kursi mereka, menganggapi pertanyaan dengan jawaban pendek,
bergerak hanya ketika diarahkan.pasien dengan skizofrenia sering kurang rapi, gagal
untuk mandi, berpakaian terlalu hangat, tics, stereotypes, mannerisms, dan kadang
echopraxia dimana pasien meniru postur atau perilaku pemeriksa.
2. Kontak/Rapport
Beberapa dokter berpengalaman melaporkan pengalaman intuitif ketidakmampuan
mereka untuk membangun hubungan emosional dengan pasien.
3. Mood, Perasaan, Afek
Respon emosional kurang, kadang berat untuk menjamin label anhedonia dan
terlalu aktif dan emosi tidak sesuai seperti ekstrim kemarahan, kebahagiaan, dan
kecemasan. Afek datar atau tumpul bisa menjadi gejala dari penyakit itu sendiri,
dari efek samping obat antipsikotik, atau depresi, dan membedakan gejala ini dapat
menjadi tantangan klinis. Pasien teralalu emosional dapat digambarkan perasaan
gembira, ekstasi keagamaan, kekuasaan, terror di disintegrasi jiwa mereka, atau
kecemasan. Perasaan lainnya kebingungan, rasa isolasi, ambivalensi luar biasa, dan
depresi.
4. Persepsi
Halusinasi
Halusinasi yang paling umum, bagaimanapun pendengaran dengan suara yang
sering mengancam, cabul, menuduh, atau menghina. Dua atau lebih suara mungkin
berbicara diantara emreka sendiri, atau suara dapat mengomentari kehidupan atau
perilaku pasien. Halusinasi visuam yang umum tapi taktil, penciuman, dan halusinasi
gustatory yang tidak biasa.halusinasi cenesthetic juga dapat terjadi seperti sensari
terbakar di otak, sensasi mendorong dalam pembuluh darah, sensasi tombak pada
sumsum tulang.
Ilusi
Dapat terjadi pada pasien skizofrenia fase aktif, tetapi juga dapat terjadi pada fase
prodromal dan selama periode remisi.

5. Pikiran
Gangguan pemikiran adalah gejala yang paling sulit bagi banyak dokter, tetapi
mereka mungkin gejala inti skizofrenia. Membagi gangguan pemikiran ke gangguan
isi pikiran, bentuk dan proses pikiran.
Gangguan isi mencerminkan ide pasien, keyakinan, interpretasi dari stimuli. Delusi
sering menjadi gangguan isi pikiran pada skizofrenia.
Gangguan bentuk pikiran meliputi asosiasi longgar, derailment, inkohern,
tangentiality, neologisms, word salad, echolalia, erbigeration, dan mutisms.
Gangguan proses piker termasuk flights of ideas, though blocking, gangguan
perhatian, isi pikiran kurang, perseverasi, overinclusi, circumstantiality. Berpikir
control dimana kekuatan luar megendalikan apa yang dipikirkan oleh pasien atau
dirasakan seperti yang diperkirakan penyiaran, pasien berpikir orang lain membaca
pikiran mereka dan berpikir bahwa mereka disiarkan melalui televisi atau radio
6. Impulsif, Kekerasan, bunuh diri dan pembunuhan
Pasien dengan skizofrenia mungkin gelisah dan memiliki sediit control impuls
ketika sakit. Mereka juga mengalami penurunan kepekaan social dan tampak impulsive
misalnya mereka mengambil rokok pasien lain, merubah saluran televise tiba-tiba,
membuang makanan di lantai. Upaya bunuh diri atau membunuh dalam menanggapi
perintah halusinasi.
Kekerasan umum di antara pasien skizofrenia. Manajemen termasuk obat
antipsikotik yang tepat. Perawatan darurat terdiri dari hambatan dan pengasingan,
pemberian sedasi akut dengan lorazepam 1-2 mg IM, diulang setiap jam yang
diperlukan mungkin perlu untuk mencegah pasien merugikan orang lain.
Kasus bunuh diri merupakan penyebab utama tunggal kematian dini dikalangan
orang skizofrenia yang dilakukan 20-50% pasien. Factor penting adalah adanya
episode depresi utama. Obat antidepresan adjuvant telah terbukti efektif dalam
mengurangi kasus tersebut.
Pembunuhan oleh pasien skizofrenia terjadi akibat riwayat kekerasan sebelumnya,
perilaku berbahaya saat dirawat dirumah sakit, halusinasi, delusi yang melibatkan
kekerasan.

7. Sensorium dan Kognisi


Pasien skizofrenia biasnaya berorientasi pada orang, waktu dan tempat. Kurangnya
orientasi harus diselidiki kemungkinan gangguan medis otak atau neurologis. Beberapa
pasien dapat memberikan jawaban yang salah atau aneh tentang orientasi
Memori biasnaya utuh, tapi bisa ada kekurangan kognitif ringan. Gangguan
kognitif pada pasien rawat jalan, kerusakan kognitif adalah prediktor yang lebih baik
dari tingkat fungsi daripada keparahan gejala psikotik. Pasien dengan skizofrenia
biasanya menunjukkan disfungsi kognitif halus dalam domain perhatian, fungsi
eksekutif, memori kerja, dan memori episodik. Meskipun persentase yang besar dari
pasien memiliki quotients kecerdasan normal, ada kemungkinan bahwa setiap orang
yang memiliki skizofrenia telah disfungsi kognitif dibandingkan dengan apa yang dia
akan bisa melakukannya tanpa gangguan. Meskipun gangguan ini tidak dapat berfungsi
sebagai alat diagnostik, mereka sangat terkait dengan hasil fungsional penyakit dan,
karena alasan itu, memiliki nilai klinis sebagai variabel prognostik, serta untuk
perencanaan pengobatan. gangguan kognitif tampaknya sudah hadir ketika pasien
memiliki episode pertama mereka dan tampaknya sebagian besar untuk tetap stabil
selama perjalanan penyakit lebih awal
8. Insight
Penderita skizofrenia digambarkan memiliki wawasan yang buruk dan tingkat
keparahan gangguan mereka. Yang disebut kurangnya wawasan terkait dengan
kepatuhan dengan pengobatan. Ketika memeriksa pasien skizofrenia, dokter harus hati-
hati menentukan berbagai aspek wawasan, seperti gejala kesadaran, kesulitan
mendapatkan bersama dengan orang, dan alasan untuk masalah ini. Informasi tersebut
dapat berguna secara klinis dalam menyesuaikan strategi pengobatan dan secara teoritis
berguna dalam mendalilkan apa area otak berkontribusi pada kurangnya diamati
wawasan (misalnya, lobus parietal).
9. Bicara
Meskipun gangguan berbicara pada skizofrenia (mis, kelonggaran asosiasi) secara
klasik dianggap menunjukkan gangguan pikiran, mereka juga dapat menunjukkan
fruste forme aphasia, mungkin melibatkan lobus parietal dominan. Ketidakmampuan
pasien skizofrenia untuk memahami bicara atau berinfleksi pembicaraan mereka
sendiri dapat dilihat sebagai gejala neurologis dari gangguan di lobus parietal dominan.
Gejala lobus-seperti parietal lainnya di skizofrenia termasuk ketidakmampuan untuk
melaksanakan tugas-tugas (yaitu, apraxia), disorientasi kanan-kiri, dan kurangnya
kekhawatiran tentang gangguan.

H. Penatalaksanaan
1. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola
fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis
antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-
benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan
merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mngobati Skizofrenia.
Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik
konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
a.) Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional
antara lain :
 Haldol (haloperidol)
 Mellaril (thioridazine)
 Navane (thiothixene)
 Prolixin (fluphenazine)
 Stelazine ( trifluoperazine)
 Thorazine ( chlorpromazine)
 Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya
para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler.
Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting)
dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan
secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada
newer atypic antipsycotic.
b.) Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic
yang tersedia, antara lain :
 Risperdal (risperidone)
 Seroquel (quetiapine)
 Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien
dengan Skizofrenia.
c.) Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal
yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon
(berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus
yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna
untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan
penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman
tidak berhasil.

2. Terapi Psikososial
a.) Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan
praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian
atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa
dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur
tubuh aneh dapat diturunkan.
b.) Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan
relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka
relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi
keluarga.
c.) Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi
pasien skizofrenia.
d.) Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan
menambah efek terapi farmakologis.
Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman.
Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional
antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan
oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan
kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih
disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang
merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak
tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.

I. Prognosis
 Baik : onset akut, mempunyai faktor pencetus yang jelas, mempunyai riwayat pramorbid
yang baik dalam sosial, seksual, dan pekerjaan.dijumpai gejala depresi, riwayat keluarga
dengan gangguan mood, gambaran klinis adalah simptom positif.
 Buruk : usia muda, onset perlahan-lahan dan tidak jelas, tidak ada faktor pencetus,
riwayat pramorbid jelek, dijumpai perilaku menarik diri, belum menikah atau cerai, ada
riwayat keluarga schizophrenia, banyak relaps.
DAFTAR PUSTAKA

 Elvira, Sylvia. 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI.

 Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-
5. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

 Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. 2007. Kaplan and Sadock’s Synopsis
of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th Edition. New York : Wolters
Kluwer.

 Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott; Ruiz, Pedro. 2015. Kaplan and
Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11 th Edition.
New York : Wolters Kluwer.

Anda mungkin juga menyukai