A. Definisi
Skizofrenia adalah sindrom klinis yang bervariasi, namun sangat mengganggu,
psikopatologi yang melibatkan kognisi, emosi, persepsi, dan aspek lain dari perilaku.
Ekspresi dari manifestasi ini bervariasi di seluruh pasien dan dari waktu ke waktu, tetapi
efek dari penyakit ini selalu berat dan biasanya bertahan lama.
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umunya ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted), kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu
dapat berkembang kemudian.
Gejala skizofrenia secara garis besar dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu
gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran,
gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan
(afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, ‘miskin’ kontak
emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir
abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif.
B. Epidemiologi
C. Etiologi
D. Manifestasi Klinik
Gejala yang dialami pasien skizofrenia mencakup gangguan dalam beberapa hal
penting pikiran, persepsi, dan perhatian. Perilaku motorik , afek, atau emosi, dan
keberfungsian hidup. Rentang masalah orang-orang yang didiagnosis menderita
skizofrenia sangat luas, meskipun dalam satu waktu pasien umumnya mengalami hanya
beberapa dari masalah tersebut. Dalam hal ini akan diuraikan beberapa simtom-simtom
utama skizofrenia dalam tiga kategori. Simtom positif, simtom negatif, dan simtom
disorganisasi.
1. Gejala positif.
Mencakup hal–hal yag berlebihan dan distorsi, seperti halusinasi dan waham,
simtom–simtom ini, sebagian terbesarnya, menjadi ciri episode akut skizofrenia.
Delusi (waham), yaitu keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan semacam itu
merupakan simtom–simtom positif yang umum pada skizofrenia.
Halusinasi, para pasien skizofrenia seringkali menuturkan bahwa dunia tampak
berbeda dalam satu atau lain cara atau bahkan tidak nyata bagi mereka. Dan distorsi
persepsi yang paling dramatis adalah halusinasi yaitu diamana pengalaman indrawi
tanpa adanya stimulasi dari lingkuangan.
2. Gejala negatif.
Gejala negatif skizofrenia mencakup berbagai devisit behavioral, seperti
avolition, alogia, anhedonia, afek datar dan asosiolitas. Gejala-gejala ini cenderung
bertahan melampaui suatu episode akut dan memiliki afek parah terhadap kehidupan
para pasien skizofrenia.
3. Gejala disorganisasi.
Gejala-gejala disorganisasi mencakup disorganisasi pembicaraan dan perilaku
aneh (bizarre). Disorganisasi pembicaraan juga dikenal sebagai gangguan berfikir
formal, disorganisasi pembicaraan merujuk pada masalah dalam mengorganisasi
berbagai pemikiran dan dalam berbicara sehingga pendengar dapat memahaminya.
Perilaku aneh terwujud dalam banyak bentuk, pasien dapat meledak dalam kemarahan
atau konfrontasi singkat yang tidak dapat dimengerti, memakai pakaian yang tidak
biasa, bertingkah seperti anak–anak, atau dengan gaya yang konyol, menyimpan
makanan, mengumpulkan sampah atau melakukan perilaku seksual yang tidak pantas.
E. Diagnosis
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
1.a.“Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kulitasnya berbeda; atau
b.“Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam
pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
(withdrawal); dan
c.“Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
2.a. “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dati luar; atau
c.“delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang ‘dirinya”: secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaankhusus);
d. “delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat
khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
3. Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu,
atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai olehide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
(b)Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(d) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri
dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan
atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall
quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri
(self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
F. Klasifikasi
Mendiagnosis skizofrenia dapat di bagi menurut klasifikasi nya seperti:
F20.0 Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Halusinasi dan/atau waham harus meninjol
o Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah
o Halusinasi pembauan, atau pengecap rasa atau bersifat seksual
o Halusinasi visual tapi jarang menonjol
o Waham yang hampir semua jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau delusion of passivity,
keyakinan seperti dikejar-kejar yang beraneka ragam
Gangguan afketif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol
5. Pikiran
Gangguan pemikiran adalah gejala yang paling sulit bagi banyak dokter, tetapi
mereka mungkin gejala inti skizofrenia. Membagi gangguan pemikiran ke gangguan
isi pikiran, bentuk dan proses pikiran.
Gangguan isi mencerminkan ide pasien, keyakinan, interpretasi dari stimuli. Delusi
sering menjadi gangguan isi pikiran pada skizofrenia.
Gangguan bentuk pikiran meliputi asosiasi longgar, derailment, inkohern,
tangentiality, neologisms, word salad, echolalia, erbigeration, dan mutisms.
Gangguan proses piker termasuk flights of ideas, though blocking, gangguan
perhatian, isi pikiran kurang, perseverasi, overinclusi, circumstantiality. Berpikir
control dimana kekuatan luar megendalikan apa yang dipikirkan oleh pasien atau
dirasakan seperti yang diperkirakan penyiaran, pasien berpikir orang lain membaca
pikiran mereka dan berpikir bahwa mereka disiarkan melalui televisi atau radio
6. Impulsif, Kekerasan, bunuh diri dan pembunuhan
Pasien dengan skizofrenia mungkin gelisah dan memiliki sediit control impuls
ketika sakit. Mereka juga mengalami penurunan kepekaan social dan tampak impulsive
misalnya mereka mengambil rokok pasien lain, merubah saluran televise tiba-tiba,
membuang makanan di lantai. Upaya bunuh diri atau membunuh dalam menanggapi
perintah halusinasi.
Kekerasan umum di antara pasien skizofrenia. Manajemen termasuk obat
antipsikotik yang tepat. Perawatan darurat terdiri dari hambatan dan pengasingan,
pemberian sedasi akut dengan lorazepam 1-2 mg IM, diulang setiap jam yang
diperlukan mungkin perlu untuk mencegah pasien merugikan orang lain.
Kasus bunuh diri merupakan penyebab utama tunggal kematian dini dikalangan
orang skizofrenia yang dilakukan 20-50% pasien. Factor penting adalah adanya
episode depresi utama. Obat antidepresan adjuvant telah terbukti efektif dalam
mengurangi kasus tersebut.
Pembunuhan oleh pasien skizofrenia terjadi akibat riwayat kekerasan sebelumnya,
perilaku berbahaya saat dirawat dirumah sakit, halusinasi, delusi yang melibatkan
kekerasan.
H. Penatalaksanaan
1. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola
fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis
antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-
benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan
merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mngobati Skizofrenia.
Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik
konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
a.) Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional
antara lain :
Haldol (haloperidol)
Mellaril (thioridazine)
Navane (thiothixene)
Prolixin (fluphenazine)
Stelazine ( trifluoperazine)
Thorazine ( chlorpromazine)
Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya
para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler.
Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting)
dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan
secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada
newer atypic antipsycotic.
b.) Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic
yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien
dengan Skizofrenia.
c.) Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal
yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon
(berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus
yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna
untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan
penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman
tidak berhasil.
2. Terapi Psikososial
a.) Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan
praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian
atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa
dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur
tubuh aneh dapat diturunkan.
b.) Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan
relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka
relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi
keluarga.
c.) Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi
pasien skizofrenia.
d.) Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan
menambah efek terapi farmakologis.
Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman.
Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional
antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan
oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan
kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih
disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang
merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak
tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.
I. Prognosis
Baik : onset akut, mempunyai faktor pencetus yang jelas, mempunyai riwayat pramorbid
yang baik dalam sosial, seksual, dan pekerjaan.dijumpai gejala depresi, riwayat keluarga
dengan gangguan mood, gambaran klinis adalah simptom positif.
Buruk : usia muda, onset perlahan-lahan dan tidak jelas, tidak ada faktor pencetus,
riwayat pramorbid jelek, dijumpai perilaku menarik diri, belum menikah atau cerai, ada
riwayat keluarga schizophrenia, banyak relaps.
DAFTAR PUSTAKA
Elvira, Sylvia. 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI.
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-
5. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. 2007. Kaplan and Sadock’s Synopsis
of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th Edition. New York : Wolters
Kluwer.
Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott; Ruiz, Pedro. 2015. Kaplan and
Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11 th Edition.
New York : Wolters Kluwer.