Anda di halaman 1dari 50

BABI

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
pada dua kali pengukuran engan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu
lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi
secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi
dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat (Kemenkes
RI, 2013).
World Health Organization (WHO) menyebutkan jumlah penderita
hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang bertambah
pada 2025 mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia terkena hipertensi.
WHO menyebutkan negara ekonomi berkembang memiliki penderita hipertensi
sebesar 40% sedangkan negara maju hanya 35%, kawasan Afrika memegang
posisi puncak penderita hipertensi, yaitu sebesar 40%. Kawasan Amerika sebesar
35% dan Asia Tenggara 36%. Kawasan Asia penyakit ini telah membunuh 1,5
juta orang setiap tahunnya. Hal ini menandakan satu dari tiga orang menderita
hipertensi. Sedangkan di Indonesia cukup tinggi, yakni mencapai 32% dari total
jumlah penduduk (Widiyani, 2013 dalam Tarigan dkk, 2018).
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang di dapat melalui pengukuran pada
umur 18 tahun keatas sebesar 25,8%, tertinggi di Bangka Belitung (30,09%),
diikuti Kalimantan Selatan (29,6%), dan Jawa Barat (29,4%). Untuk prevalensi
provinsi Sulawesi Utara berada di posisi ke 7 dari 33 provinsi yang ada di
Indonesia yaitu sebesar 27,1%. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun
2013, kecenderungan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara pada usia 18
tahun keatas menurut provinsi di Indonesia tahun 2013, Jawa Timur berada pada
urutan ke-6 (Depkes RI, 2013 dalam Arianto dkk, 2018 ).

1
Menurut laporan Kemenkes (2013), bahwa hipertensi merupakan
penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, dimana proporsi
kematiannya mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di
Indonesia. Hasil Riskesdas (2013), menunjukkan prevalensi hipertensi secara
nasional mencapai 25,8%. Penderita hipertensi di Indonesia diperkirakan sebesar
15 juta tetapi hanya 4% yang hipertensi terkendali. Hipertensi terkendali adalah
mereka yang menderita hipertensi dan mereka tahu sedang berobat untuk itu.
Sebaliknya sebesar 50% penderita tidak menyadari diri sebagai penderita
hipertensi, sehingga mereka cenderung untuk menderita hipertensi yang lebih
berat (Tarigan dkk, 2018).
Kesehatan provinsi sumatera selatan pada tahun januari 2016 penyakit
hipertensi menduduki peringkat pertama di urutan dua puluh penyakit tidak
menular, data yang di tunjukan oleh dinas kesehatan palembang bahwa data
penderita hipertensi pada wanita mencapai 382 kasus baru dan pada laki-lagi 465
kasus baru (Dinkes, 2016). Pada tahun 2017 hipertensi menurun menjadi urutan
ke-dua dari 10 penyakit terbesar pada bulan januaru 2017 kunjungan menjadi
3982 kunjungan (Dinkes, 2017).
rata-rata tekanan darah penderita hipertensi pada kelompok eksperimen
sebelum dilakukan pijat refleksi telapak kaki untuk sesi pagi diperoleh tekanan
darah sistolik sebesar 156,5 mmHg dan diastolik sebesar 98,05 mmHg sedangkan
untuk sesi sore diperoleh tekanan darah sistolik sebesar 151,5 mmHg dan tekanan
darah diastolik sebesar 93,3 mmHg. Pada kelompok kontrol rata-rata tekanan
darah pengukuran awal penderita hipertensi untuk sesi pagi diperoleh tekanan
darah awal sistolik sebesar 150,85 mmHg dan tekanan darah awal diastolik
sebesar 95,94 mmHg sedangkan untuk sesi sore diperoleh tekanan darah awal
sistolik sebesar 146,11 mmHg dan tekanan darah diastolik awal sebesar 91,91
mmHg, Setelah dilakukan pijat refleksi telapak kaki untuk sesi pagi diperoleh
tekanan darah sistolik sebesar 151,9 mmHg dan diastolik sebesar 95,5 mmHg,
sedangkan untuk sesi sore diperoleh tekanan darah sistolik sebesar 143,5 mmHg
dan tekanan darah diastolik sebesar 88,8 mmHg.
Pada kelompok kontrol rata-rata tekanan darah pengukuran akhir penderita
hipertensi untuk sesi pagi diperoleh tekanan darah akhir sistolik sebesar 149,1

2
mmHg dan tekanan darah akhir diastolik sebesar 94,6 mmHg sedangkan untuk
sesi sore diperoleh tekanan darah akhir sistolik sebesar 143,9 mmHg dan tekanan
darah diastolik akhir sebesar 90,3 mmHg (Arianto dkk, 2018).
Berdasarkan analisa data dengan menggunakan uji paired t test untuk
tekanan darah sistolik dan uji Wilcoxon untuk tekanan darah diastolik pada sesi
pagi dan sore menunjukan bahwa masing-masing memiliki nilai p value = (0,00 <
0,050) sehingga H1 diterima yang artinya terapi pijat refleksi telapak kaki
berpengaruh terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi di RT 06
RW 07 Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Malang.(Arianto dkk, 2018)
1.2 Manfaat Study Kasus
1.2.1 Bagi pasien/keluarga

Menambah ilmu pengetahuan pada pasien /keluarga bagaimana cara


mengatasi nyeri kepala dengan refleksi kaki

1.2.2 Bagi perkembangan ilmu keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi


untuk menambah pengetahuan bagi perawat dalam ilmu kesehatan khususnya
Ilmu Keperawatan tentang pengaruh refleksi kaki untuk masalah hipertensi

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka diperoleh rumusan


masalah sebagai berikut “Apakah refleksi pada kaki dapat menghilangkan nyeri
kepala pada penderita hipetensi?”

1.4 Tujuan studi kasus

1.4.1 Tujuan umum

Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan nyeri


kepala pada klien penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas 23 ilir
palembang 2019

1.4.2 Tujuan khusus

3
1.4.2.1 Mahasiswa mampu melakukan penyuluhan kesehatan kepada
keluarga tentang penyakit hipertensi dengan masalah nyeri
kepala dan cara mengatasinya di wilayah kerja puskesmas 23
ilir palembang tahun 2019.
1.4.2.2 Mahasiswa mampu melakukan penyuluhan kesehatan kepada
keluarga tentang cara mengambil keputusan yang tepat untuk
mengatasi nyeri pada klien di wilayah kerja puskesmas 23 ilir
palembang tahun 2019.
1.4.2.3 Mahasiswa mampu melakukan penyuluhan kesehatan kepada
keluarga tentang cara merawat klien hipertensi denggan
masalah nyeri kepala di wilayah kerja puskesmas 23 ilir
palembang tahun 2019.
1.4.2.4 Mahasiswa mampu melakukan penyuluhan kesehatan kepada
keluarga tentang cara modifikasi lingkunggan yang sesuai
(aman, nyaman) untuk klien penderita hipertensi dengan
masalah nyeri kepala di wilayah kerja puskesmas 23 ilir
palembang tahun 2019.
1.4.2.5 Mahasisiwa mampu melakukan penyuluhan kesehatan kepada
keluarga tentang manfaat fasilitas kesehatan dalam pengobatan klien
hipertensi dengan masalah nyeri kepala di wilayah kerja puskesmas
23 ilir palembang tahun 2019.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 konsep hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah penyakit yang tidak menular namun menjadi


penyakit yang penting bagi seluruh dunia karena prevalansinya yang tinggi
dan terus meningkat. Hipertensi juga menjadi resiko tinggi ketiga penyebab
kematian dini (Kartikasari, 20012). Pada dasarnya tekanan sistolnya darah
normal, yaitu 120mmhg dan untuk diastolnya 80mmhg, sedangkan hipertensi
tekanan sistolnya lebih dari 140mmhg dan diastolnya lebih dari 90 mmhg
(Corwin, 2008).

Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang


mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat
sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Tubuh akan bereaksi lapar
yang mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi
kebutuhan tersebut (Sustrani et al 2005, h.12). Kasus hipertensi (essensial)
yang terjadi 90-95% tidak diketahui dengan pasti apa penyebabnya. Para
pakar menemukan hubungan antara riwayat keluarga penderita hipertensi
(genetik) dengan resiko untuk juga menderita penyakit ini. Faktor-faktor lain
yang dapat dimasukkan dalam daftar penyebab hipertensi adalah lingkungan,
kelainan metabolisme intra seluler dan faktor-faktor yang meningkatkan
risikonya seperti obesitas, konsumsi alkohol, merokok, dan kelainan darah.
Pada 5-10% kasus diatas, penyebab spesifikasinya sudah diketahui, yaitu
gangguan hormonal, penyakit jantung, diabetes, ginjal, penyakit pembuluh
darah atau berhubungan dengan kehamilan. Mereka yang mengidap hipertensi
dapat diselamatkan bila lebih awal memeriksakan diri dan selanjutnya
melakukan upaya untuk mengendalikannya. Setelah terdiagnosa, penderita
hipertensi perlu melakukan pemeriksaan tekanan darah rutin sedikitnya
sebulan sekali. Kemudian berusaha mengurangi asupan garam, lemak dan

5
melakukan olahraga secara teratur beberapa kali dalam seminggu, dan
diperlukan dukungan sosial keluarga untuk mencegah dan mengontrol
hipertensi (Sustrani et al 2005, h. 9) dalam (Nizmah dkk, 2016).

Hipertensi merupakan the silent killer sehingga pengobatannya


seringkali terlambat. Berdasarkan laporan WHO, dari 50% penderita
hipertensi yang diketahui, 25% di antaranya mendapat pengobatan, tetapi
hanya 12,5% di antaranya diobati dengan baik. Di Indonesia jumlah penderita
hipertensi diperkirakan 15 juta orang, tetapi hanya 4% di antaranya
merupakan hipertensi terkontrol (Suryadi, 2014).

2.1.2 Etiologi

Penyebab terjainya hipertesi adalah terdiri dari berbagai faktor di


antaranya (Reeves & lochart, 2001:114) mengemukakan bahwa faktor-faktor
resiko yang dapat menyebabkan hipertensi adalah stres, kegemukan,
merokok, hipernatriumia atau tingginya kadar ion pada dalam darah.

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan,


yang pertama hipertensi primer (esensial), disebut juga hipertensi idiopatik
karena tidak diketahui penyebabnua. Faktor yang mempengaruhi yaitu:
genetik, lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem renin. Angiotensin
dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor–faktor yang meningkatkan
resiko : obesitas, merokok, alkohol dan polistemia. Dan yang kedua hipertensi
sekunder adapun penyebabnya, yaitu : penggunaan entrogen, penyakit ginjal,
sindrom cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Adapun hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : 1. hipertensi dimana
tekanan sistolik sama atau lebih besar sari 140 mmhg dan tekanan diastolok
sama atau lebih dari 90 mmhg, 2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan
sistolik lebih besar dari 160 mmhg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90
mmhg. Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada : 1. Elastisitas dinding aorta menurun, 2. Katub
jantung menebal dan menjadi kaku, 3. Kemampuan jantung memompa

6
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunya kontraksi dan volume, 4.
Kehilangan elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah prifer untuk oksigenasi, dan 5. Meningkatnya
resistensi prifer untuk oksigenasi. (Nanda NIC-NOC, 2015)

2.1.3 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi banyak diungkapkan oleh parah ahli, diantaranya WHO


menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat I tekanan darah
meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan atau kerusakan sistem
kardiovaskuler. Tingkat II tekanan darah dengan gejala hipertrofi dengan
kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan
dari alat atau organ lain. Tingkat III tekanan darah meningkat dengan gejala-
gejala yang jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari target organ lain
(Sarif, 2012)

7
2.1.4 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Nurhidayat, 2015).

Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi


respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi yang menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjalmenjadi berkurang /menurun atau
akibatnya diproduksinya rennin, rennin akan merangsang pembentukan
angiotensai I yang kemungkinan diubah menjadi angiotensis II yang
merupakan vasokonstriktor yang kuat yang merangsang sekresi aldoseteron
oleh cortex adrenal dimana hormon aldosteron ini menyebabkan peningkatan
volume cairan intra vaskuler yang menyebabkan hipertensi. (Nanda NIC-
NOC, 2015).

Pathway Hipertensi

Umur Jenis
kelamin Gaya hidup Obesitas

Elastisitas
arterioklerosis

Hipertensi

Kerusakan vaskuler
pembuluh darah

Perubahan
struktur
8
Perubahan
struktur

Penyumbatan pembulu darah

Vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Otak ginjal Retina


Pembulu Darah

Resistensi Vasokontrik Spasmearter


Suplai O2 Sistemik Koriner
pembuluh si iole
darah otak otak pembuluh
menurun darah ginjal Vasokontrik
Iskemi
si Diplopia
miocard

Nyeri kepala Gangguan Sinkop


Afterlod
pola tidur Nyeri dada Resti injuri
Blood flow meningkat
munurun

Penuru Fati-
Respon RAA
nan que
curah Intoleransi
Rangsang jantung aktifitas
aldosteron

Retina RA
Kelebihan
volume cairan

(Nasa Rico,2010)

9
2.1.5 Manifesrasi Klinis

Menurut TIM POKJA TS Harapan Kita (2003:64) mengemukakan


manifestasi klinik yang sering tidak tampak. Pada beberapa pasien
mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran
menurun, mual, gelisah, muntah, kelemahan otot, epitaksisi bahkan ada
yang mengalami kelemahan mental.

Sedangkan menurut Fkimbul FKUI (1990:210) dan DR. Budi


Setianto (Depkes, 2007) hipertensi esnsial kadang tanpa gejala dan baru
timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada
ginjal, mata, otak, dan jantung. Namun terdapat pasien yang mengalami
gejala dengan sakit kepala,epitaksis.

Adapun menurut (Nanda NIC-NOC, 2015), Hipertensi dibedakan


dari tanda dan gejalanya menjadi : Tidak ada gejala yang spesifik yang
dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan
tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arteri
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur. Adapun
gejala yang lazimnya seringkali dikatakan bahwa gejala terlazim yang
menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan lekelahan. Dalam kenyataan
ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencarti pertolongan medis.

2.1.6 Penatalaksanan

Menurut FKUI (1990: 214-129) Hipertensi memiliki 2 cra


penanggulaangan yaitu dengan car non farmakoogis dan dengan
farmakologis. Cara farmakologis dengan menurunkan berat badan pada
penderita yang gemuk, diet rendah garam dan rendh lemak, mengubah
kebiasaan hidup, olaraga secara teratur dan kontrol tekanan dara secara
teratur. Sedangkan dengan cara farmakologis, yaitu dengan cara
memberikan obat-obatan anti hipertensi seperti diuretik seperti HCT,

10
higroton, lasix. Beta bloker seperti propanol. Alfa bloker seperti
phentolamin, prozazine, nitroprusside catapril. Simphatolitic seperti
hidralazine, diazoxine. Antagoobatan kalsium seperti nefedipine (adalat).

Pengobatan hipertensi harus dilandari oleh beberapa prinsip menurut


FKUI (1990), yaitu pengobatan hipertensi sekunder harus lebih
mendahulukan pengobatan kusual, pengobatan hipertensi esensial
ditunjukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan
memperpanjang umur dan mengurangitimbulnya komplikasi, upaya
menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti
hipertensi, pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang bahkan
mungkin seumur hidup, pengobatan dngan menggunakan standar triple
therapy (STT) menjadi dasar pengobatan hipertensi.

Tujuan pengobatan dari hipertensi adalah menurunkan angka


morbilitas sehingga upaya dalam menemukan obat anti hipertensi yang
memenuhi harapan terus ditambahkan.

2.1.7 Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi


menurut TIMPOKJA RS Harapan Kita (2003:34) dan Dr. Budi setianto
(Depkes, 2007) adalah diantaranya: penyakit pembulu darah otak seperti
stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA). Penyakit jantung
seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA). Penyakit
ginjal dengan gagal gimjal. Penyakit mata dengan perdarahan retina,
penebalan retina,dan oedema pupil.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Doen fakultas


kedokteran USU, Madjid (2004), meliputi pemeriksaan laborotorium rutin

11
yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya
kerusakan organ dan faktor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi.
Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,
natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolestrol total, HDL, LDL, dan
pemeriksaan EKG. Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain,
seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.

Adapun menurut (Nanda NIC-NOC, 2015), Pemeriksaan penunjang


ada lima yaitu yang pertama, Pemeriksaan laboratorium Hb/Ht : untuk
mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
BUN/ kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
pengeluaran kadar ketokolamin. Urinalisa : darah, protein, glukosa,
mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM. Yang ke-dua, CTScen :
mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati. Yang ke-tiga, EKG : Dapat
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah
satu tada dini penyakit jantung hipertensi. Adapun yang ke-empat, IUP :
mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan
ginjal. Dan yang terakhir Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi
pada area katup, pembesaran jantung.

2.2 KONSEP KELUARGA

2.2.1 Definisi dan Batasan Keluarga

Keluarga sebagai bagian subsistem didalam masyarakat


memiliki karakteristik yang unik dalam kehidupan keluarga tersebut.
Banyak ahli menguraikan pengertian keluarga sesuai dengan perkembangan
sosial masyarakat. Berikut dikemukakan beberapa pengertian keluarga
(Susanto,2012).

12
1. Bailon dan maglaya (1997), keluarga adalah kumpulan dua
orang atau lebih yang bergabung karena hubungan darah, pekawinan, atau
adopsi, hidup dalam saturumah tangga, berinteraksi satu sama lainnya dalam
peranya dan menciptakan dan mempertahankan satu budaya dalam Susanto
(2012).

2. Stanhope dan Lancester (1996), keluarga adalah dua atau


lebih individu yang berasal dari kelompok keluarga yang sama atau yang
berbeda dan saling mengikut sertakan dalam kehidupan yang terus menerus,
biasanya bertempat tinggal dalam satu rumah, mempunyai ikatan emosional
dan adanya pembagian tugas antara satu dengan yang lainnya.

3. Allender dan Sprandley (2001), keluarga adalah satu atau


lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan
emosional, dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.
Dari beberapa pengertian tentang keluarga maka dapat disimpulkan bahwa
karakteristik keluarga adalah (Depkes,2000) :

a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan
darah, perkawinan atau adopsi.

b. Angota keluarga biasanya hidup bersama atau jika berpisah


mereka tetap memperhatikan satu sama lain.

c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-


masing mempunyai peran sosial, seperti : suami, istri, anak, kakak, adik.

d. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan


budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikoligis dan sosial anggota.

2.2.2 TIPE KELUARGA

keluarga memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai


macam pola kehidupan.sesuai dengan perkembangngan sosial, maka tipe
keluarga juga akan berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan

13
peran serta keluarga dalam mengingatkan derajat kesehatan maka perawat
perlu mengetahui berbagai tipe keluarga (Friedman dkk, 2003).

1. Tradisional
a. The nuclear family (keluarga inti)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.
b. The dyad family
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang
hidup bersama dalam satu rumah
c. Keluarga usila
Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan
anak sudah memisahkan diri
d. The childless family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk
mendapatkan anak terlambat waktunya, yang disebabkan karena
mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita
e. The extended family (keluarga luas/besar)
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama
dalam satu rumah seperti nuclear family disertai : paman, tante,
orang tua kakek-nenek, keponakan, dll.
f. The single-parent family (keluarga duda/janda)
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan
anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian
dan ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan)
g. Commuter family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu
kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja
diluar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir
pekan (week-end)
h. Multigenerational family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang
tinggal bersama dalam satu rumah
i. Kin-network family

14
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau
saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan
pelayanan yang sama. Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi,
telpon, dll)
j. Blended family
Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah
kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya
k. The single adult living alone / single-adult family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri
karena pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti : perceraian
atau ditinggal mati

2. Non-Tradisional

a. The unmarried teenage mother

Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak
dari hubungan tanpa nikah

b. The stepparent family

Keluarga dengan orangtua tiri

c. Commune family

Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada


hubungan saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah,
sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama,
sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok /
membesarkan anak bersama

d. The nonmarital heterosexual cohabiting family

Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa


melalui pernikahan.

e. Gay and lesbian families

15
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama
sebagaimana pasangan suami-istri (marital partners)

f. Cohabitating couple

Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan


karena beberapa alasan tertentu

g. Group-marriage family

Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah


tangga bersama, yang merasa telah saling menikah satu dengan
yang lainnya, berbagi sesuatu, termasuk sexual dan membesarkan
anaknya

h. Group network family

Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup


berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang
rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab
membesarkan anaknya

i. Foster family

Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan


keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orangtua anak
tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali
keluarga yang aslinya

j. Homeless family

Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan


yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan
keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental

k. Gang

16
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang
muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang
mempunyai perhatian, tetapi berkembang dalam kekerasan dan
kriminal dalam kehidupannya.

2.2.3 Struktur Dan Fungsi Keluarga

Struktur dan fungsi keluarga merupakan hubungan yang dekat dan


adanya interaksi yag terus menerus antara satu dengan yang lainnya.
Struktur didasari oleh organisasi keanggotaan dan pola hubungan yang terus
menerus. Hubngan dapat banyak dan komplek seperti seorang wanita bisa
sebagai istri, sebagai ibu, sebagai menantu dan lain-lain yang semua itu
mampunyai kebutuhan, peran dan harapan dan berbeda struktur keluarga
dapat di perluas dan di persenpit tergantung dari kemampuan keluarga
tersebut untuk merespon stressor yang ada dalam keluarga. Struktur di
dalam keluarga yang sangat kaku dan fleksibel akan dapat meneruskan
fungsi di dalam keluarga (Friedman dkk, 2003).

Friedman dkk (2003), fungsi dalam keluarga merupakan apa yang


dikerjakan dalam keluarga, sedangkan struktur keluarga meliputi proses
yang digunakan dalam keluarga untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Proses ini meliputi komunikasi antar anggota keluarga, tujuan, pemecahan
konflik, pemeliharaan, dan pengunaan sumper internal dan eksternal. Tujuan
reproduksi, seksual, ekonomi,dan pendidikan dalam keluarga, apabila
dukungan tersebut tidak didapatkan maka akan menimbulkan konsekuensi
emosional seperti marah, depresi, dan perilaku yang menyimpang. Tujuan
yang ada di dalam keluarga akan lebih muda dicapai apabila terjada
komunikasi yang jelas dan secara langsug. Komunikasi tersebut akan
mempermudah menyelesaikan konflik dan pemecah masalah. Struktur
keluarga didasari oleh organisasi meliputi keanggotaan dan pola hubungan
yang terus menerus. Friedman dkk, (2003), membagi struktur keluarga

17
menjadi empat elemen, yaitu pola komunikasi, peran keluarga, nilai dan
norma keluarga, dan kekuatan keluarga.

a. Pola Komunikasi Keluarga

Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang tidak,
hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang ada dalam komponen
komunikasi seperti sender, chanel-media, massage, environment dan
receiver. Komunikasi dalam keluarga dapat berupa komunikasi secara
emosional, komunikasi verbal dan non verbal, komunikasi sirkuler (Wright
& Leaher, 2000). Komunikasi emosional memungkinkan setiap individu
dalam keluarga dapat mengekspresikan perasaan seperti bahagia, sedih,atau
marah diantar para anggota keluarga. Pada komunikasi verba individu dalam
keluarga dapat mengungkapkan sesuatu yang diinginkan melalui kata-kata
yang dapat diiringi dengan adanya komunikasi non verbal yang dapat
berupa gerakan tubuh dalam penekanan sesuatu hal yang diucapkan dalam
keluarga. Komunikasi sirkular mencakup sesuatu yang melingkar dua arah
dalam keluarga, misalnya apa bila istri marah pada suami, maka suami akan
melakukan klarifikasi kepada istri tentang sesuatu yang membuat istri marah
kepada suami ( Wright & Leahey. 2000)

b. Pola Peran Keluarga

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan


posisi sosial yang diberikan dehinga pada struktur peran biasa bersifat
formalatau informal. Posisi atau status dalam keluarga adalah posisi
individu dalam keluarga yang dapat dipandang oleh masyarakat sebagai
istri, suami atau anak. Peran pormal didalam keluarga merupakan
kesepakatan bersama yang dibentuk dalam suatu norma keluarga. Peran
didalam keluarga menunjukan pola tingkah laku dari semua anggota
didalam keluarga (Wriht,1984). Aldous (1978) dalam Wright & Leahey
(2000), peran dalam keluarga merupakan pola tingkah laku yang konsisten
terhadap suatu situasi didalam keluarga yang terjadi akibat interaksi diantara
angggota keluarga, seperti menyapu membersihkan rumah. Peran didalam

18
keluarga sekarang ini terjadiperubahan. Peran di dalam keluarga dapat juga
terjadi peran ganda sehinga anggota keluarga dapat menyesuaikan peran
tersebut. Peran didalam keluarga dapat fleksibel sehingga anggota keluarga
dapat berhadaptasi terhadp perubagan yang terjadi.

c. Pola Norma Dan Nilai Keluarga

Nilai merupakan persepsi seseorang tentang sesuatu hal apakah baik


atau bermanfaat bagi dirinya. Norma adalah peran-peran yang dilakukan
manusia, berasal dari nilai budaya terkait. Norma mengarah sesuatu dengan
nilai yang di anut oles masyarakat, dimana norma-norma dipelajari sejak
kecil (DeLaune,2002). Persepsi seseorang tentang nilai dipengaruhi nilai.
Nilai mengarahkan respon seseorang terhadap nilai orang lain. Nilai
merefleksi identitas seseorang sebagai bentuk dasar evaluasi diri. Nilai
memberikan dasar untuk posisi seseorang pada berbagai isue personal,
profesional, sosial, politik. Nilai yang merupakan perilaku motifasi
diekspresikan melalui perasaan, tindakan dan pengaruh. Nilai-nilai
merupakan tujuan dari kepribadian nilai individu. Nilai memberikan makna
kehidupan dan meningkatkan harga diri (DeLaune, 2002). Nilai merupakan
suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak,
mempersatukan anggota keluarga dalam suatu budaya. Nilai keluarga juga
merupakan suatu pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan
norma dan peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut
masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.

d. Pola Kekuatan Keluarga

Friedman dkk (2003), kekuatan keluarga merupakan kemampuan


(potensial atau aktual) dari individu untuk mengendalikan atau
mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain ke arah positif. Tipe
struktur kekuatan keluarga kekuatan dalam keluarga antara lain : legitimate
power/ authority (hak untuk mengontrol) seperti orang tua terhadap anak,
refernt power (seorang yang ditiru), resource or expert power ( pendapat
ahli dan lain-lain), reward power (pengaruh kekuatan karena adanya

19
harapan yang akan diterima), coercive power (pengaruh yang dipaksakan
sesuai keinginannya), informational power (pengaruh yang dilalui
melaluipersuasi), affective power (pengaruh yang diberikan melalaui
manipulasi cinta kasih misalnya hubungan seksual). Hasil dari kekuatan
tersbut yang akan mendasari suatu proses dalam pengambilan keputusan
dalam keluarga seperti konsesus, tawar menawar atau akomondasi,
kompromi atau de facto, dan paksaan.

2.2.3.1 Fungsi keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman dkk (2003), dibagi menjadi


lima yaitu :
a. Fungsi afektifitas dan koping: keluarga memberikan
kenyamanan emosional anggota, membantu angota dalam membentuk
identitas dan mempertahankan saat terjadi stres.
b. Fungsi sosialisasi: keluarga sebagai guru, menambahkan
kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme koping; memberikan feed back;
dan memberikan petunjukdalam pemecahan masalah.
c. Fungsi reproduksi: keluarga melahirkan anaknya.
d. Fungsi ekonomi: keluarga memberikan financial untuk anggota
keluarganya dan kepentingan di masyarakat.
e. Fungsi fisik atau perawatan kesehatan: keluarga memberikan
keamanan, kenyamanan lingkungnan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
dan perkembangan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit.

2.2.4. proses dan strategi koping kelarga


Srtressor merupakan agen penctus stress atau penyebeb yang
mengaktifkan seteres seperi kejadian-kejdian dalam hidup yang cukup serius
(lingkungan, ekonomi, sosial, budaya) yang menimbulkan perubahan-
perubahan dalam sistem keluarga (Hill dalam Friedman,Bowden, & Jones
(2003). Setress adalah respon atau keadaan yang dihasilkan oleh stressor
atau oleh tuntutan-tuntutan nyata yang belum tertangani. Stress merupakan
tekanan darahdiri seseorang atau sistem sosial (individu, keluarga) (Burgess

20
dalam Friendman, Bowden, & Jones (2003). Adaptar merupakan suatu
proses penyesuayan terhadap perubahan yang dapat positif atau negatig
yang dapat mempengaruhi meningkat atau menurunnya kesehatan keluarga
(Burgess dalam Friedman, Bowden, & Jones (2003).

Ada tiga strategi untuk adaptasi menurut White ( dalam Friendman,


Bowden, & Jones (2003), yaitu :

a. Mekanisme pertahanan

Merupakan cara-cara yang dipelajari, kebiasaan, otomatis untuk


berespon yang tertujuan untuk menghindari masalah-masalah yang dimiliki
stressor dan biasanya digunakan apabila tidak ada penyelesaian yang jelas
dalam keluarga

b. Strategi koping

Merupakan perilaku koping atau upaya-upaya koping dan


merupakan strategi yang positif, aktif serta khusus untuk masalah, yang
disesuaikan untuk pemecahan suatu masalah yang diharapkan keluarga.

c. Penguasaan

Merupakan strategi adaptasi yang paling positif karena keadaan


koping benar-benar diatasi sebagai hasil dari upaya-upaya koping yang
efektif dan diperaktikkan dengan baik yang didasarkan pada kompetensi
keluarga.

Sumber koping keluarga yang internal terdiri dari kemampuan


keluarga yang menyatu seingga dalam suatu keluarga yang mempunyai
koping internal yang baik apabila keluarga tersebut mempunyai ciri seperti
pengontrolan, subsistem, pola komunikasi dan terintegrasi dengan baik.
Sedangkan sumber koping eksternal berhubungan dengan penggunaan
sistem pendukung sosial oleh keluarga.

21
2.2.5. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
Ada 5 pokok tugas keluarga dalam bidang kesehatan menurut
Friedman (1998) dalam Dion & Betan (2013) adalalah sebagai berikut :

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan


perubahanperubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil
apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi
perhatian keluarga dan orang tua.Sejauh mana keluarga mengetahui dan
mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian,
tanda dan gejala, faktor penyebab yang mempengaruhinya, serta persepsi
keluarga terhadap masalah.

b. Membuat keputusan tindakan yang tepat


Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai
masalah kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji keadaan
keluarga tersebut agar dapat menfasilitasi keluarga dalam membuat
keputusan.

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

Ketika memberiakn perawatan kepada anggota keluarga yang


sakit, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :

1) Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis


dan perawatannya).

2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.

3) Keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan.

4)Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga


yang bertanggung jawab, sumber keuangan dan financial, fasilitas fisik,
psikososial).

5) Sikap keluarga terhadap yang sakit.

22
d. Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah yang sehat

Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana


rumah yang sehat, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :

1) Sumber-sumber yang dimilki oleh keluarga.

2) Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan.

3) Pentingnya hiegine sanitasi.

4) Upaya pencegahan penyakit.

5) Sikap atau pandangan keluarga terhadap hiegine sanitasi.

6) Kekompakan antar anggota kelompok.

e. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di


masyarakat

Ketika merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan,


keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :

1) Keberadaan fasilitas keluarga.

2) Keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh fasilitas


kesehatan.

3) Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan.

4) Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.

(Fajri Yolanda Septina,2016)

2.3 Asuhan Keperawatan Keluarga


2.3.1. Pengkajian Keperawatan Keluarga

Tahap pengkajian merupakan tahapan awal untuk memulai suatu


asuhan keperawatan . Pengakajian adalah suatu tahapan dimana seorang

23
perawat mengambil informasi secara terus menerus terhadap anggota
keluarga yang dibinanya (Muhlisin, 2012).

Proses pengkajian membutuhkan keluarga untuk dapat terbuka


dalam memberikan data – data yang dibutuhkan. Perawat juga memerlukan
metode yang tepat untuk mendapatkan data yang akurat . Metode yang bisa
ditempuh adalah dengan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh pihak
keluarga yang dilakukan pengkajian, lugas, dan sederhana .Cara ini dapat
dilakukan untuk menghilangkan skat formal dan kekakuan sehingga
terjadilah kedekatan antara perawat dan keluarga tersebut.( Maria,n.d )

Hal – hal yang perlu dikaji yaitu :

a. Data Umum
1) Nama kepala keluarga ( KK ).
2) Alamat dan telepon.
3) Pekerjaan kepala keluarga.
4) Pendidikan kepala keluarga.
5) Komposisi keluarga dan genogram.
6) Tipe keluarga.
7) Suku bangsa.
8) Agama.
9) Status sosial ekonomi keluarga.
10) Aktifitas rekreasi keluarga . ( Padila, 2012 )
b. Genogram

Genogram/silsilah keluarga adalah data yang berisi silsilah


keluarga minimal terdiri dari tiga generasi yang disajikan dalam bentuk
bagan dengan menggunakan simbol simbol atau sesuai dengan dormat
pengkajian yang dipakai( Widyanto, 2014 ).

24
Gambar 2.4

Simbol-simbol Dalam Genogram

Laki-laki Perempuan Kawin

Pisah Cerai

Klien yang di Identifikasi Tidak Menikah

Anak Adopsi/Angkat Anggota Serumah

Kembar Meninggal
Sumber: Harmoko, 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga,
hal.108

c. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga


1) Tahap pekembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua
dari keluarga inti.
2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

25
Menjelaskan perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
oleh keluarga serta kendala-kendala mengapa tugas
perkembangan tersebut belum terpenuhi.
3) Riwayat keluarga inti
Menjelaskan riwayat kesehatan keluarga inti mulai dari
penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing masing anggota
keluarga, perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit
termasuk status imunisasi, sumber pelayanan kesehatan dan
pengalaman pelayanan kesehatan.
4) Riwayat keluarga sebelumnya
Menjelaskan mengenai riwayat kesehtan pada keluarga dari
pihak suami istri ( Padilah, 2012 ).
d. Pengkajian lingkungan
1). Karakteristik rumah
1.1) Gambaran tipe tempat tinggal (rumah, apartemen, sewa
kamar, kontrak atau lainnya)
1.2) Gambaran kondisi rumah meliputi bagian interior dan
eksterior. Interior rumah meliputi : jumlah dan tipe kamar (kamar
tamu, kamar tidur), penggunaan–penggunaan kamar tersebut,
bagaimana kamar tersebut diatur, bagaimana kondisi dan
kecukupan perabot, penerangan, ventilasi, laintai,tangga rumah,
susunan, dan kondisi bangunan tempat tinggal. Termasuk
perasaan perasaan subjektif keluarga terhadap rumah tinggalnya,
apakah keluarga menganggap rumahnya memadai bagi mereka.
1.3 ) Dapur, suplai air minum, penggunaan alat-alat masak,
apakah ada fasilitas pengaman bahaya kebakaran.
1.4 ) kamar mandi, santiasi , air, fasilitas toilet, ada tidaknya
sabun dan handuk.
1.5 ) Kamar tidur. Bagaimana pengaturan kamarr tidur.
Apakah memadai bagi anggota keluarga dengan pertimbangan
usia mereka , hubungan dan kebutuhan-kebutuhan khusus mereka
lainnya.

26
1.6) kebersihan dan sanitasi rumah , apakah banyak serangga-
serangga kecil (khususnya di dalam) dan amsalah-masalah
sanitasi yang disebabkan akibat binatang-binatang peliharaan
lainnya seperti ayam, kambing, kerbau, dan hewan peliharaan
lainnya.
1.7 ) pengaturan privasi. Bagaimana dengan perasaan
keluarga terhadap pengaturan privasi rumah mereka atau tidak.
Termasuk bahaya-bahaya terhadap keamanan rumah atau
lingkungan.
1.8 ) perasaan secara keseluruhan dengan pengaturan atau
penataan rumah mereka.
2). Karakteristik lingkungan dan tempat tinggal.
2.1 ) tipe lingkungan tempat tinggal komunitas desa atau kota.
2.2 ) tipe tempat tinggal (hunian, industry,campuran hunian, dan
industri kecil, agraris).
2.3 ) keadaan tempat tinggal dan jalan raya (terpelihara, rusak,
dalam perbaikan, atau lainnya).
2.4 ) sanitasi jalan dan rumah. bagaimana cara kebersihannya,
cara penanganan sampahnya, dan lain lain .
2.5 ) adakah jenis jenis industri dilingkungan rumah
(kebisingan, polusi air dan udara)
2.6 ) Kelas sosial dan karakteristik etnik penghuni
2.7 ) Lembaga pelayanan kesehatan dan sosial, apa yang ada
dalam lingkungan dan komunitas (klinik, rumah sakit, penanganan
keadaan kegawatdaruratan, kesejahteraan, konseling, pekerjaan).
2.8 ) Kemudahan pendidikan dilingkungan dan komunitas,
apakah mudah diakses, dan bagaimana kondisinya.
2.9 ) Fasilitas rekreasi yang dimiliki oleh komunitas tersebut.
2.10 ) fasilitas ekonomi, warung,toko, apotek, pasar, wartel, dll
2.11 ) Transportasi umum. Bagaimana pelayanan dan fasilitas
tersebut dapat diakses.
2.12 ) kejadian tingkat kejahatan dilingkungan dan komunitas .

27
3) Mobilitas ggeografis keluarga
Mobilitas geografis keluarga yang ditentukan, lama keluarga
tinggal didaerah tersebut, apakah memiliki kebiasaan berpindah-
pindah tempat tinggal.
4 ) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
5) Sistem pendukung keluarga meliputi :
a) Jumlah anggota yang sehat, fasilitas yang dimiliki keluarga
untuk menunjang kesehatan.
b) Sumber dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial
atau dukungan dari masyarakat setempat.
c) Jaminan pemeliharaan kesehatan yang dimiliki keluarga
(Mubarak dkk, 2012)
e. Struktur keluarga
1) Sistem pendukung keluarga
Jumlah anggota keluarga yang sehat termasuk sistem
pendukung keluarga.
2) Pola komunikasi keluarga
Menjelaskan cara berkomunikasi pada antar anggota keluarga
3) Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga untuk mengendalikan dan
mempengarui orang lain untuk mengubah perilaku.
4) Struktru peran
Menjelaskan peran masing masing anggota keluarga baik
secara formal maupun informal.
5) Nilai atau norma keluarga
Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh
keluarga yang berhubungan dengan kesehatan.
f. Fungsi keluarga
1) Fungsi efektif
Hal yang perlu dikaji adalah gambaran diri anggota keluarga,
perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga
terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana kehangatan dalam

28
keluarga, serta bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling
menghargai.
2) Fungsi sosialisasi
Yang dikaji ialah bagaimana interaksi dalam keluarga , sejauh
mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta
perilaku.
3) Fungsi perawatan kesehatan
Menjelaskan sejauh manakeluarga menyediakan makanan ,
pakaian, pelindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit,
sejauh mana pemahaman anggota keluarga terhadap sehat
sakit,kesanggupan keluarga dalam melaksanakan perawatan
kesehatan, menciptakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan
dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia .
4) Fungsi reproduksi
Hal yang perlu dikaji adalah :
4.1) Berapa jumlah anak?
4.2) Apa rencana keluarga berkaitan dengan jumlah anggota
keluarga?
4.3) Metode yang digunakan keluarga dalam upaya
mengendalikan jumlah anggota keluarga?
5) Fungsi ekonomi
Hal yang perlu dikaji adalah :
5.1 ) Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang,
pangan, dan papan?
5.2 ) sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang yang
ada dimasyarakat dalam upaya peningkatan status
kesehatan keluarga?
g. Stressor dan koping keluarga
1) Stressor jangka pendek dan panjang
1.1) Stressor jangka pendek yaitu stressor yang dialami
keluarga yang memeerlukan penyelesaian dalam waktu
kurang dari enam bulan.

29
1.2) Stressor jangka panjang yaitu stressor yang dialami
keluarga yang memerlukan penyelesaian dakam
waktu lebih dari enam bulan.
2) Kemampuan keluarga berespon terhadap stessor jika dikaji
sejauh mana keleiarga berespons terhadap stressor.
3) Strategi koping yang digunakan
Dikaji strategi koping yang digunakan keluarga bial
menghadapi masalah .
4) Strategi atau disfungsional
Dijelaskan mengenai strategi adaptas disfungsional yang
digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.
h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga.
Metode yang digunakan sama dengan pemeriksaan fisik klinik.
i. Harapan keluarga
Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga
terhadap petugas kesehatan yang ada. ( Padila, 2012 )

2.3.2. Perumusan Diagnosa Keperawatan

Diagnose keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu,


keluarga, atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses
pengumpulan data atau analisa data secara cermat, memberikan dasar untuk
menetapkan tindakan tindakan dimana perawat bertanggung jawab untuk
melaksanakannya. Diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan
data yang didapatkan pada pengkajian. Komponen daignosa keperawatan
meliputi problem atau masalah, etiologi atau penyebab, dan sign atau tanda
yang selanjutnya dikenal dengan pes.

1. Problem atau masalah ( P )


2. Etiologi atau penyebab ( E )
3. Sign atau tanda ( S ) ( Harmoko, 2012 )
Masalah yang muncul dalam hipertensi yakni :

30
1. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload,
vasokonstruksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
2. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan
iskemia.
3. Kelebihan volume cairan.
4. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan , ketidak seimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
5. Ketidakefektifan koping.
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak .
7. Risiko cedera.
8. Defisiensi pengetahuan.
9. Ansietas ( NANDA, 2015 ).
Tipologi diagnosis keperawatan keluarga dibedakan menjadi tiga
kelompok yaitu :
a. Diagnosis actual ( terjadi devisit atau gangguan kesehatan )
Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda dan
gejala dari gangguan kesehatan , mana masalah kesehatan yang
dialami oleh keluarga memerlukan bantuan untuk segera ditangani
dengan cepat. Faktor yang berhubungan merupakan etiologi dan faktor
tersebut dapat dikelompokkan kedalam empat kategori :
1. Patofisiologi (biologi)
2. Tindakan yang berhubungan.
3. Situasional (lingkungan, personal).
4. Maturasional .
Secara umum factor-faktor yang berhubungan atau etiologi
dari diagnosis keperawatan keluarga adalah:
1. Ketidaktahuan (kurangnya pengetahuan , pemahaman, dan
kesalahan persepsi).
2. Ketidakmauan (sikap dan motivasi).
3. Ketidakmauan (kurangnya keterampilan terhadap suatu
prosedur atau tindakan, kurangnya sumber daya keluarga, baik

31
financial, fasilitas, sistem pendukung, lingkungan fisik, dan
psikologis.
b. Diagnosis resiko tinggi (Ancaman kesehatan)
Diagnosis resiko tinggi terjadi apabila suudah ada data yang
menunjang namun belum terjadi gangguan, tetapi tanda tersebut dapat
menjadi masalah actual apabila tidak mendapatkan bantuan pemecahan dari
tim kesehatan dan keperawatan.
c. Diagnosis Potensial
Suatu keadaan apabila keluarga dalam keadaan sejahtera, kesehatan
keluarga dapat ditingkatkan. ( Harmoko, 2012 )
Diagnosa yang mukin muncul pada keluarga yang menderita
hipertensi sebagai berikut:
1. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload,
vasokonstruksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia
miokard.
2. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan
iskemia.
3. Kelebihan volume cairan.
4. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan, ketidak seimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
5. Ketidakefektifan koping.
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak .
7. Risiko cedera.
8. Defisiensi pengetahuan.
9. Ansietas. ( NANDA, 2015 )
Adapun diagnosis hipertensi dalam keperawatan keluarga sebagai
berikut :

a. Nyeri (akut), sakit kepala berhubungan dengan ketidakmampuan


keluarga merawat anggota keluarga yang sakit hipertensi.

b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga mengenal masalah hipertensi.

32
c. Resiko injury (jatuh) berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga mengenal penyakit hipertensi.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakmampuan


keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.

e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan


keluarga merawat anggota keluarga yang sakit hipertensi
(Doengoes, Nanda dan Friedman, dalam Lestari,2014).

Tabel 2.3Skala Prioritas Masalah Keluarga

N S Bo
Kriteria
o. kor bot
1 Sifat masalah:
- Tidak atau kurang sehat 3
- Ancaman kesehatan 2 1
- Krisis atau keadaan 1
sejahtera
2 Kemungkinan masalah dapat diubah
- Dengan mudah 2
2
- Hanya Sebagian 1
- Tidak dapat 0
3 Potensial masalah untuk dicegah
- Tinggi 3
1
- Cukup 2
- Rendah 1
4 Menonjolnya masalah
- Masalah berat, harus segera 2
ditangani
1
- Ada masalah, tetapi tidak 1
perlu segera ditangani
- Masalah tidak dirasakan 0
Sumber: Baylon & Maglaya dalam Harmoko.2012. Hal. 91

33
Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan dengan
cara berikut ini :

a. Tentukan skor untuk setiap kriteria


b. Skor di bagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot

𝑆𝑘𝑜𝑟
= 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡
𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖

c. Jumlahkan skor untuk semua kriteria , skor tertinggi adalah 5


sama dengan seluruh bobot.

2.3.3. Intervensi

Intervensi atau perencanaan keperawatan keluarga adalah


kumpulan tindakan yang direncanakan perawat untuk dilaksanakan Dalam
menyelesaikan atau mengatasi masalah kesehatan/masalah keperawatan
yang telah diidentifikasi. Rencana keperawatan yang berkualitas akan
menjamin keberhasilan dalam mencapai tujuan serta menyelesaikan masalah
(` Harmoko, 2012 ).

a. Ciri-ciri rencana perawatan keluarga :


1) Berpusat pada tindakan-tindakan yang dapat memecahkan
atau meringankan masalah yang dihadapi.
2) Merupakan hasil dari proses yang sistematis dan telah
dipelajari dan pikiran yang logis.
3) Renncana perawatan keluarga berhubungan dengan masa
yang akan datang .
4) Berkaitan dengan masalah kesehatan dan masalah
keperawatan yang diidentifikasi.
5) Rencana perawatan merupakan cara untuk mencapai tujuan.
6) Merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus
menerus. (Nasrul Efendi, 1998).
b. Klasifikasi intervensi keperawatan,
1) Intervensi Suplemental

34
Perawat sebagai pemberi perawatan langsung dengan
mengintervensi bidang-bidang yang keluarga tidak dapat
melakukannya.
2) Intervensi Fasilitatif
Perawat berusaha memfasilitasi pelayanan yang diperlukan
keluarga seperti pelayanan medis, kesejahteraan sosial,
transportasi, dan pelayanan kesehatan dirumah.
3) Intervensi perkembangan.
Perawat melakukan tindakan dengan tujuan memperbaiki dan
meningkatkan kapasitas keluarga dalam perawatan diri dan
tanggung jawab pribadi. ( Feeman dalam Friedman dalam
Padila, 2012).

2.3.4 Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan salah satu tahap dari proses keperawatan


keluarga dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk membangkitkan
minat keluarga dalam mengadakan perbaikan kearah perilaku hidup sehat.
Guna membangkitkan minat keluarga dalam berperilaku hidup sehat, maka
perawat harus memahami tekhnik-tekhnik motivasi, tindakan keperawatan
keluarga mencakup hal-hal dibawah ini :

a. Menstimulasi kesehatan atau penerimaan keluarga mengenal


kebutuhan kesehatan dengan cara memberikan informasi ,
mengidentifikasi kebutuhan dan hatapan tentang kesehatan, serta
mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.
b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang
tepat dengan cara perawatan yang tepat dengan cara
mengidentifikasi konsekuensi untuk tidak melakukan
tindakan,mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki
keluarga, dan mendiskusikan konsekuensi setiap tindakan.
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga
yang sakit dengan cara mendemonstrasikan cara perawatan ,

35
menggunakan alat dan fasilitas yang ada dirumah, dan
mengawasi keluarga melakukan perawatan.
d. Membantu keluarga untuk menentukan cara membuat
lingkungan menjadi sehat dengan menemukan sumber-sumber
yang dapat di gunakan keluarga dan melakukan perubahan
perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.
e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan
dengan cara menegnalkan fasilitas kesehatan yang ada
dilingkungan dengan cara menggunakan fasilitas
tersebut(Harmoko, 2012).

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap integral pada proses keperawatan. Apa


yang kurang dapat ditambahkan dan apabila mendapati kasus baru dan
mampu diselesaikan dengan baik , maka hal itu disebut sebagai
keberhasilan atau temuan sebuah penelitian (Maria, 2016) .

Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, tahap


penilaian diberikan untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak / belum
berhasil , maka perliu disusun rencana baru yang sesuai. Semua tindakan
keperawatan mungkin tidak dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan
keluarga . oleh karena itu, kunjungan dapat dilaksanakan secara bertahap
sesuai dengan waktu dan ketersediaan keluarga (Harmoko, 2012). Evaluasi
atau penilaian dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan SOAP (
subjektif, obyektif, analisa, dan planning).

S : Hal – hal yang bisa dikemukakan keluarga , misalnya keluarga


anak P nafsu makannya lebih baik.

O : Hal – hal yang dilakukan perawat yang dapat diukur, misalnya


anak P naik BB nya 0,5.

A : Analisa hasil yang telah dicapai , mengacu pada tujuan dan


diagnosa.

36
P : Perencanaan yang akan datang setelah melihat respon keluarga . (
Padila,2012)

Evaluasi keperawatan dibagi menjadi dua yaitu evaluasi


keperawatan kuantitatif, dan evaluasi kualitatif.

a. Evaluasi kuantitatif
Evaluasi kuantitatif dilaksanakan dalam kuantitas, jumlah
pelayanan, atau kegiatan yang telah dikerjakan. Evaluasi kuantitatif sering
digunakan dengan evaluasi kualitatif. Pada evaluasi kualitatif jumlah
kegiatan dianggap dapat memberikan hasil yang memuaskan.
b. Evaluasi kualitatif
Evaluasi kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat
difokuskan pada salah satu dari tiga dimensi yang terkait .

1) Struktur atau sumber


Evaluasi struktur atau sumber terkait dengan tenaga manusia
atau bahan-bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan.
2) Proses
Evaluasi proses berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan.

3) Hasil
Evaluasi ini difokuskan kepada bertambahnya kesanggupan
keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas kesehatan. (Dodi,
2018)

2.4. Konsep Nyesi


2.4.1 NYERI KEPALA

Nyeri kepala merupakan gejala umum yang pernah dialami hampir


semua orang, setidak- tidaknya secara episodik selama hidupnya.Nyeri
kepala adalah semua nyeri yang berlokasi di kepala. Struktur-struktur yang
terletak di kepala, dibagi menjadi 2, yaitu :

37
a. Struktur yang sensitif nyeri,yaitu kulit kepala, otot, jaringan
subkutan, arteria ekstra kranial periosteum tulang tengkorak, mata, telinga,
cavum nasal, gigi, oropharynx, sinus kranial, sinus vena intrakranial, dan
cabang-cabang vena, bagian dura yang terdapat pada dasar otak dan arteria
dalam dura, saraf kranial trigeminus, fasialis, vagus, dan glossofaringeus,
serta saraf saraf servikal (C1, C2 dan C3).

b. Struktur- struktur yang tidak sensitif terhadap nyeri, yaitu


parenkim otak, sebagian besar jaringan meningeal tengkorak (kecuali
periosteum), ependim, pleksus khoroid. (Neil H. Raskin, Harrison’s,
Principles of Internal Medicine, 16th edition)

Di bawah ini adalah klasifikasi nyeri kepala berdasarkan Internatonal


Headache Society, yaitu

a. Nyeri kepala primer

1.Migraine

2.Tension Type Headache

3.Nyeri kepala kluster dan hemicrania paroksismal kronik

4.Nyeri kepala lain yang tidak berhubungan dengan lesi struktural

b. Nyeri kepala sekunder

1.Nyeri kepala karena trauma kepala

2.Nyeri kepala karena kelainan vaskular

3.Nyeri kepala karena kelainan intrakranial nonvaskular

4.Nyeri kepala karena penggunaan suatu zat

5.Nyeri kepala karena infeksi

6.Nyeri kepala karena kelainan metabolik

7.Nyeri kepala atau nyeri wajah karena kelainan wajah atau

38
struktur kranial

8.Nyeri kepala atau wajah karena kelainan saraf (Neil H.

Raskin, Harrison’s, Principles of Internal Medicine, 16 th

edition)

Karena luasnya penyebab nyeri kepala, maka kami


menitikberatkan pada nyeri kepala primer, yang meliputi migraine,
cluster headache, dan tension- type headache.

24.2 Transmisi Nyeri


Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang
membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi
melibatkan saraf aferen ang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke
sedang serta yangberdiameter besar (Davis, 2003). Saraf aferen akan ber-
axon pada dorsal horn dispinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan
melalui sistem contralateral spinalthalamic melalui ventral lateral dari
thalamus menuju cortex serebral.

2.4.3 Jenis Nyeri


a. Dua rasa nyeri utama yaitu :

1. nyeri cepat: bila diberikan stimulus nyeri maka rasa nyeri


cepat timbul dalam waktu kira-kira 0,1 detik. Rasa nyeri cepat juga
digambarkan dengan banyak mengganti seperti : rasa nyeri tajam, rasa nyeri
tertusuk, rasa nyeri akut, dan rasa nyeri elektrik

2. nyeri lambat: timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian


secara perlahan bertambah selama beberapa detik dan kadang kala bahkan
beberapa menit. Rasa nyeri lambat juga mempunyai banyak nama tambahan
seperti rasa nyeri terbakar lambat, nyeri pegal, nyeri berdenyut, nyeri mual
dan nyeri kronik.

39
b. Waktu nyeri

1. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi tiba-tiba, intensitasnya


bervariasi dari sedang sampai dengan berat dan berakhir dalam periode
singkat sampai dengan kurang dari 6 bulan.

2. Nyeri kronis adalah : nyeri yang intermitten atau persisiten dan


berakhir lebih dari 6 bulan misalnya nyeri pada penyakit kanker.

2.4.4. Penilaian Nyeri


Sebelum melakukan manajemen nyeri, perlu dilakukan penilaian
atau asesmen intesitasnya. Banyak cara untuk menentukan intensitas nyeri,
namun yang paling sederhana ada 3 macam yakni; Visual Analog Scale
(VAS), Numeric Rating Scale (NRS) dan Faces Scale dari Wong-Backer.
1.Visual Analog Scale (VAS) / Skala analog Visual
Skala ini bersifat satu dimensi yang banyak dilakukan pada orang
dewasa untuk mengukur intensitas nyeri pascabedah. Berbentuk penggaris
yang panjangnya 10 cm atau 100 mm. Titik 0 adalah tidak nyeri dan titik
100 jika nyerinya tidak tertahankan. Disebut tidak nyeri jika pasien
menunjuk pada skala 0-4 mm, nyeri ringan 5-44mm, nyeri sedang 45-
74mm, nyeri berat 75-100 mm. Sisi yang berangka pada pemeriksa sedang
yang tidak berangka pada sisi penderita.

2. Numerical Rating Scale (NRS) (Skala numerik angka)

Pasien menyebutkan intensitas nyeri berdasarkan angka 0 – 10.


Titik 0 berarti tidak nyeri, 5 nyeri sedang, dan 10 adalah nyeri berat yang
tidak tertahankan. NRS digunakan jika ingin menentukan berbagai
perubahan pada skala nyeri, dan juga menilai respon turunnya nyeri pasien

40
terhadap terapi yang diberikan. Jika pasien mengalami disleksia , autism,
atau geriatri yang demensia maka ini bukan metode yang cocok.

3. Faces Scale (Skala Wajah)

Pasien disuruh melihat skala gambar wajah. Gambar pertama


tidak nyeri (anak tenang) kedua sedikit nyeri dan selanjutnya lebih nyeri dan
gambar paling akhir, adalah orang dengan ekpresi nyeri yang sangat berat.
Setelah itu, pasien disuruh menunjuk gambar yang cocok dengan nyerinya.
Metode ini digunakan untuk pediatri, tetapi juga dapat digunakan pada
geriatri dengan gangguan kognitif.

2.5. Implementasi Keperawatan Keluarga Dengan Nyeri


1. Penatalaksanaan Nyeri
Penatalaksanaan Nyeri

a. Kaji faktor yang menyebabkan nyeri

b. Kurangi faktor-faktor yang menyebabkan nyeri

c. Lakukan teknik relaksasi

41
d. Berikan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi

e. Ajarkan beberapa teknik pilihan pada klien dan keluarga

f. Kolaborasi pemberian analgesik. (Prasetyo, 2010 dalam Dodi,

2018)

2.6 Implementasi Keperawatan


2.6.1 Memberi Promosi Kesehatan

2.6.2 Mengenal masalah kesehatan keluarga

Pemenuhan pengetahuan masyarakat tentang hipertensi salah


satunya dengan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah upaya
untuk mempengaruhi dan atau mempengaruhi orang lain, baik individu,
kelompok, atau masyarakat, agar melaksanakan perilaku hidup sehat,
sedangkan secara operasional, pendidikan kesehatan merupakan suatu
kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap dan
praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
sendiri (Husada, 2015).

2.6.3 Membuat keputusan tindakan yang tepat

Pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan


alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk
ditindaklanjuti (digunakan) sebagai suatu cara pemecahan masalah. Menurut
Davis (1979: 5), keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang
dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang pasti
terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan
tentang apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan perencanaan.
Keputusan dapat pula berupa tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat
menyimpang dari rencana semula (sumaryanto, 2011).

2.6.3 Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

42
Ketika memberiakn perawatan kepada anggota keluarga yang
sakit, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut : Keadaan
penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis dan perawatannya).
Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan. Keberadaan fasilitas
yang dibutuhkan untuk perawatan. Sumber-sumber yang ada dalam keluarga
(anggota keluarga yang bertanggung jawab, sumber keuangan dan
financial, fasilitas fisik, psikososial). Sikap keluarga terhadap yang sakit.

2.6.4 Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah


yang sehat

Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana


rumah yang sehat, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :
Sumber-sumber yang dimilki oleh keluarga, keuntungan atau manfaat
pemeliharaan lingkungan, pentingnya hiegine sanitasi, uupaya pencegahan
penyakit, sikap atau pandangan keluarga terhadap hiegine sanitasi, dan
kekompakan antar anggota kelompok.

2.6.5 Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di

masyarakat

Ketika merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan,


keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut : Keberadaan fasilitas
keluarga, keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh fasilitas kesehatan,
pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan, Fasilitas
kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga (Fajri Yolanda Septina,2016).

2.7 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN NYERI

2.7.1 Nafas Dalam

Relaksasi napas dalam adalah pernafasan pada abdomen dengan


frekuensi lambat serta perlahan, berirama, dan nyaman dengan cara
memejamkan mata saat menarik nafas. Efek dari terapi ini ialah distraksi
atau pengalihan perhatian (Setyoadi dkk 2011, h.127). Studi dokumen pada

43
tahun 2012 prevalensi hipertensi di Puskesmas Kesesi I berjumlah 329
orang, tahun 2013 prevalensi hipertensi berjumlah 419 orang dan pada tahun
2014 prevalensi hipertensi berjumlah 534 orang. Berdasarkan data yang
didapatkan dari studi dokumen sebagian besar orang dengan hipertensi
tersebut mengkonsumsi obat anti hipertensi. (Dwi, 2016)

2.7.2. Refleksi Kaki

Pijat refleksi merupakan suatu metode memijat titik-titik tertentu


pada tangan dan kaki. Manfaat pijat refleksi untuk kesehatan sudah tidak
perlu diragukan lagi. Salah satu khasiatnya yang paling populer adalah
untuk mengurangi rasa sakit pada tubuh. Manfaat lainnya adalah mencegah
berbagai penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, membantu mengatasi
stress, meringankan gejala migrain, membantu penyembuhan penyakit
kronis, dan mengurangi ketergantungan terhadap obat obatan.

44
BAB III

METODELOGI STUDI KASUSU

3.1 Rencana Studi Kasus

Rencana studi kasus yang akan dilakukan adalah deskriptif dalam


bentuk studi kasus untuk dipaparkan dan mengetahui implementasi keperawatan
yang akan dilakukan pada klien yang menderita penyakit hipertensi di Puskesmas
23 Ilir Palembang tahun 2019. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

3.2 Kerangka Konsep

Gambar 3.2 kerangka konsep Implementasi keperawatan

1. Penyuluhan kesehatan
tentang penyakithipertensi
dengan masalah nyeri
kepala.
Sesak nafas 2. Penyuluhan kesehatan
tentang cara mengambil
keputusan yang tepat.
Nyeri pada
hipertensi 3. Penyulihan kesehatan
kepala
tentang cara merawat
keluarga.
Gelisah
4. Penyuluhan kesehatan
tentang memodifiasi
Intoleransi lingkungan yang sesuai
aktifitas bagi keluarga.

5. Penyuluhan kesehatan
tentang manfat penggunaan
pelayanan kesehatan
keluarga.

45
3.3 Definisi istilah

3.3.1 Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan


darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran engan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang

3.3.2 Nyeri kepala merupakan gejala umum yang pernah dialami


hampir semua orang, setidak- tidaknya secara episodik selama
hidupnya.Nyeri kepala adalah semua nyeri yang berlokasi di
kepala.

3.3.3 Penyuluhan kesehatan tentang penyakit hipertensi dengan masalah


nyeri pada kepala adalah memberikan informasi dan pendidikan
tentang penyakit hipertensi pada keluarga.

3.3.4 Penyuluhan kesehatan tentang pengambilan keputusan yang tepat


adalah memberi informasi dalam pertimbangan, agar tidak
terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan.

3.3.5 Penyuluhan kesehatan tentang cara merawat keluarga adalah


keluarga harus tahu dan aktif dalam merawat dan mengerti cara
merawat klie hipertensi.

3.3.6 Penyuluhan kesehatan tentang manfaat memodifikasi lingkungan


yang sesuai (aman, nyaman) bagi keluarga adalah menjaga
kesehatan lingkungan agar bisa dijadikan sebagai pendukung
kesehatan keluarga .

3.3.7 Penyuluhan tentang manfaat penggunaan pelayanan kesehatan


bagi keluarga adalah mengetahui informasi bahwa pentingnya
pelayanan kesehatan dalam perawatan dan pengobatan klien
hipertensi.

3.4 Subyek Studi Kasus

46
Subyek dalam penelitian implementasi keperawatan ini akan melakukan
penelitian pada dua orang yang berbed dengan kasus yang sama dengan hipertensi
nyeri di bagian kepala dan ketetapan tekanan darah diatas 140/90 mmhg dan ada
angota keluarga usia diatas 16 tahun untuk melanjutkan implementasi
keperawatan.

3.5 Fokus Studi Kasusu

Fokus studi kasus ini meliputi implementasi keperawatan pada keluarga


penderita hipertensi dengan nyeri dibagian kepala.

3.6 Waktu dan tempat studi kasus

Studi kasus ini akan dilakukan di wilayah kerja puskesmas 23 ilir


palembang pada bulan february 2019 selama 3 hari.

3.7 instrumen dan metode pengumpulan data

1. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu :

a. Wawancara

Hasil wawancara berisi tentang identitas klien, keluhan utama


klien, riwayat penyakit terdahulu keluarga sampai sekarang dan lainnya,
sumber data berasal dari klien dan keluarga klien.

b. Observasi dan pemeriksan klien

Dengan melakukan pendekatan IPPA : inspeksi, palpasi, perkusi


dan auskultasi pada sistem tubuh klien.

c. Tindakan

Melakukan implementasi untuk mengatasi nyeri akut

47
d. Dokimentasi hasil dari pengkajian

2. Instrumen pengumpulan data

Alat atau instrumen pengumpulan data menggunakan format


pengkajian asuhan keperawatan keluarga sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

3.8 Analisa penyajian data

3.8.1 Analisa Data

Teknik analisa data merupakan suatumetode atau cara yang


dugunakan untuk mengolah sebuah data menjadi informasi sehingga
karakteristik data tersebut mudah untuk dipahami. Studi kasusini terdapat
dua jenis data yaitu data subjektif dan data objektif, data subjektif
berdasarkan apa yang ditemukan peneliti pada klien sedangkan sedangkan
data dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnosa kemudian
dibandingkan denggan ilai normal.

3.8.2 Penyajian Data

Teknik penyajian data adalah cara yang digunakan untuk menyajikan


data sebaik-baiknya yang bertujuan untuk mudah dipahami oleh pembaca.
Kasus ini akan menyajikan data dalam bentuk narasi yang disertai dengan
ungkapan verbal dari pasien sebagai data pendukungnya . kerahasiaan
responden akan dijamin dengan menyamarkan identitas dari responden itu
sendiri (Dody, 2018)

3.9 Etika studi kasus

48
Peneliti terlebih dahulu mengajukan proposal penelitian untuk
mendapatkan rekomendasi dari dosen pembimbing sebelum melakukan
penelitian. Setelah mendapatkan rekomendasi dari dosen pembimbing,
selanjutnya peneliti mengajukan ijin kepada pihak rumah sakit serta kepada
partisipan untuk mendapatkan persetujuan menjadi partisipan penelitian.
Setelah mendapatkan perijinan dan persetujuan partisipan terpenuhi, maka
peneliti melakukan penelitian menggunakan aspek etika sebagai berikut.

1. Autonomy (tanpa nama)

Prinsip yang terkait dengan kebebasan seseorang dalam menentukan


nasibnya sendiri (independen). Setiap orang berhak untuk memilih apakah
dia akan disertakan atau tidak dalam sebuah penelitian dengan sebuah
persetujuan maupun tidak memberikan persetujuan secara tertulis dalam
inform consent. Inform consent ialah bentuk persetujuan dari penjelasan
mengenai intervensi dan dampak yang timbul pada sebuah penelitian yang
dilaksanakan. Pemaksaan kepada klien tidak diperbolehkan. Hal ini
melanggar kode etik penelitian, apalagi dibawah tekanan dan ancaman.

2. Beneficence and nonmaleficence


Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian
agar mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subjek
penelitian/partisipan dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi.
Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek. Penelitian ini
tidak memiliki dampak yang merugikan bagi subjek melainkan memiliki
manfaat bagi subjek untuk meningkatkan kualitas diri sebagai perawat
profesional.
3. Confidentialy (kerahasiaan)
Prinsip yang terkait menjaga kerahasiaan data milik klien.
Kerahasiaan ini wajib dijaga oleh peneliti karena beberapa klien tidak ingin
dirinya diekspose kepada khalayak ramai. Sehingga jawaban tanpa nama
dapat dipakai dan sangat dianjurkan klien tidak menyebutkan identitasnya.
Apabila sifat penelitian mengharuskan peneliti mengetahui identitas subjek,
ia harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu serta mengambil langkah

49
lain guna melindungi kerahasian dan jawaban tersebut. Peneliti berusaha
untuk menjaga kerahasiaan responden melalui penggunaan inisial saja dan
menyatakan kepada responden dan saksi dari rumah sakit bahwasanya data
ini hanya akan di gunakan sebagai penelitian saja.
4. Veracity
Peneliti menjelaskan secara jujur mengenai manfaat, efek, dan
apapun yang akan didapatkan oleh klien jika terlibat dalam penelitian
tersebut. Penjelasan ini harus disampaikan karena responden memiliki hak
guna mengetahui segala informasi kesehatannya secara periodik.
5. Justice
Penelitian yang dilakukan dijelaskan dengan jujur, hati-hati,
profesional, berperikemanusiaan tentang tujuan, manfaat dan apa yang
didapat partisipan dilibatkan dalam penelitian tersebut. Penjelasan tersebut
harus disampaikan kepada partisipan karena mempunyai hak untuk
mengetahui segala informasi dari peneliti. Prinsip keadilan menekankan
sejauh mana kebijakan penelitian membagikan keuntungan dan beban secara
merata atau menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas
masyarakat. Pada penelitian ini peneliti memilih partisipan sesuai dengan
kriteria inklusi dan menjelaskan tujuan, manfaat dengan jujur dan
menanyakan pertanyaan dengan hati-hati supaya tidak menyinggung
perasaan partisipan. (Yunita, 2017)

50

Anda mungkin juga menyukai