Contoh Proposal Hivaids
Contoh Proposal Hivaids
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu Indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu
masyarakat atau bangsa. Paradigma sehat dewasa ini yang dipromosikan menghendaki
terjadinya perubahan pola pikir masyarakat dari mengobati penyakit menjadi memelihara
atau menjaga kesehatan agar tidak sakit, oleh sebab itu Pemahaman mengenai penyakit dan
Salah satu aspek kesehatan pada akhir abad ke-20 yang merupakan bencana bagi
manusia adalah munculnya penyakit yang disebabkan oleh suatu virus yaitu HIV (Human
Syndrome). WHO pada tahun 2003 mengestimasikan 37,8 juta orang terinfeksi HIV/AIDS.
Pada akhir tahun 2005, estimasi menjadi 53,6 juta, dan pada tahun 2007 dengan jumlah 33
juta orang terinfeksi, tetapi yang sudah meninggal 23 juta (UNAIDS, 2008).
Kasus di Indonesia penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh ini, senantiasa
meningkat dari tahun ke tahun, bahkan Indonesia merupakan negara dengan penyebaran HIV
(PP & PL Depkes) selama sepuluh tahun terakhir, jumlah penderita AIDS terus
meningkat.Pada Desember 2007 Pengidap HIV positif berjumlah 6.066 orang dengan
penderita AIDS sebanyak 11.141 orang, dan meningkat pada September 2008 mencapai
14.928 orang. Secara kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sampai tanggal 30 Juni 2010
berjumlah 21.770 dengan jumlah kematian 4.128. Peningkatan jumlah ini sangat menonjol
pada kelompok umur 20-29 tahun dari 8.187 pada tahun 2008 menjadi 10.471 pada tahun
2010 selain itu jumlah HIV/AIDS yang tercatat di kalangan homo-biseksual (termasuk
waria) juga meningkat yaitu 609 kasus pada tahun 2008 menjadi 718 pada tahun 2010 (Ditjen
Sulawesi Selatan termasuk Provinsi yang memiliki Penularan HIV/AIDS yang tinggi.
Pada tahun 2008 menempati peringkat ke-16 secara nasional dengan 143 kasus AIDS dan
meningkat di Tahun 2010 dengan menempati posisi ke-8 dengan jumlah penderita sebanyak
HIV/AIDS sebanyak 32 kasus di tahun 2008 dan merupakan tertinggi ketiga setelah
Makassar dan Pare-pare. Di tahun 2009 jumlah penderita meningkat menjadi 69 kasus dan
AIDS yang dituangkan dalam perda No 5 Tahun 2008 tentang Penanggulangan HIV/AIDS
kelompok rawan dan berisiko tinggi, termasuk didalamnya PSK dan Waria (Harahap, 2010).
jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil daripada jumlah sebenarnya telah
menyebar di sebagian besar provinsi di Indonesia. Penularan HIV paling banyak terjadi
melalui hubungan seksual yang tidak sehat terutama seks antar lelaki, termasuk waria yang
mencapai 60%, dan penularan melalui jarum suntik 30% ( KPA, 2009).
penularan HIV. Tidak dapat dipungkiri perilaku seksual di kelompok risiko tinggi komunitas
waria memberikan kontribusi penularan HIV/AIDS yang signifikan. Penularan HIV melalui
seks anal dilaporkan memiliki risiko 10 kali lebih tinggi dari seks vaginal. Menurut Yayasan
Riset AIDS Amerika, AMFAR menyimpulkan, waria ternyata berisiko 19 kali lebih besar
35.300 orang . Pada tahun 2007, sesuai dengan data yang dimiliki Persatuan Waria Republik
Indonesia jumlah waria yang terdata dan memiliki Kartu Tanda Penduduk mencapai 3,887
juta jiwa. Menurut Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) terkait prevalensi HIV di
Tiga Kota di Indonesia tahun 2007, Di Jakarta tercatat 34% waria positif HIV, disusul
Surabaya dengan 25%, dan Bandung 14%. Hasil Penelitian sebelumnya yang dilakukan di
Kota Pontianak tahun 2007 dari 10 waria ditemukan 5 waria terinfeksi HIV (Rabudiarti,
2007).
Jumlah waria di Sulawesi-Selatan sangat sulit diketahui secara pasti karena jumlahnya terus
terdaftar menurut ketua Ikatan waria Bulukumba sampai tahun 2010 ini kurang lebih
mencapai 300 orang dan yang telah terdeteksi positif HIV melalui Voluntary Conseling and
Berdasarkan data STBP 2007 menunjukkan Tingkat pengetahuan waria terhadap upaya-
upaya pencegahan penularan HIV dan IMS menunjukkan tingkat sedang, tetapi pengetahuan
mengenai HIV/IMS ini cenderung rendah. Waria cenderung menyadari adanya manfaat dari
kondom, namun mereka tidak selalu tahu bagaimana cara menggunakannya dengan benar.
Hasil penelitian di Bandung lebih dari 90% Waria mengetahui bahwa kondom melindungi
Penelitian sebelumnya yang dilakukan di kota Abepura Papua dan Sorong diperoleh hasil
dari 15 waria yang jadi informan, hanya 3 Waria di Abe dan 2 waria disorong yang memakai
kondom ketika berhubungan seks.Begitupun dengan Data STBP 2007 menunjukkan
pemakaian kondom pada waria saat berhubungan seks tidak mencapai 50% dengan hasil di
Jakarta hanya 13% dan Bandung 48%. Salah satu hal yang mendasari adalah kenyamanan
dan kepuasan mereka berhubungan seks terganggu jika menggunakan kondom (Djoht, 2003).
Selain melalui hubungan seksual, penularan HIV/AIDS juga terjadi melalui jarum suntik
(Napza). Pada STBP 2007 diperoleh data Proporsi waria yang menggunakan napza suntik
sekitar 2% di empat kota besar yaitu Bandung, Surabaya, Malang, dan Semarang. Hal ini
didasari karena waria cenderung lebih menjaga kecantikan kulit mereka, jika harus
menggunakan narkoba suntik maka itu berarti akan meninggalkan bekas suntikan dikulit,
berbeda dengan napza suntuk, kecenderungan waria menggunakan napza non suntik lebih
besar yaitu sekitar 17% di Kota Jakarta. Pada dasarnya waria cenderung menggunakan
pemanasan hubungan seksual dengan minuman keras, hirup lem, isap ganja dan nonton VCD
porno, yang tentunya sangat berisiko terhadap kesehatan, apalagi kecenderungan berganti-
ganti pasangan lebih mudah dilakukan dalam kondisi hubungan seks yang diselingi dengan
minuman dan narkoba yang tertunya berdampak pada resiko penularan HIV/AIDS (Djoht,
2003).
Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa waria merupakan kelompok yang berisiko
terhadap peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS, khusus untuk wilayah Kabupaten Bulukumba
akan sangat berpotensi mengalami peningkatan kasus HIV/AIDS karena jumlah waria yang
relatif banyak diperkirakan mencapai 300 waria. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
menganalisis lebih lanjut tentang perilaku waria dalam Upaya pencegahan HIV/AIDS di
Kabupaten Bulukumba.
B. Rumusan Masalah
Informasi mengenai HIV/AIDS sangat penting untuk diketahui masyarakat, khususnya
bagi mereka yang memiliki resiko tinggi seperti waria. Pemahaman Waria serta akses
informasi terhadap HIV/AIDS tentunya akan berpengaruh terhadap Upaya pencegahan dari
infeksi virus tersebut. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah perilaku waria dalam
C. Tujuan Penelitian
1 Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
pencegahan HIV/AIDS.
3. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
pengambil kebijakan dalam hal ini ialah Dinas Kesehatan kabupaten Bulukumba
dalam rangka Penentuan kebijakan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS khususnya
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan bahan bacaan
bagi masyarakat dan peneliti berikutnya mengenai Perilaku Waria dalam upaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi HIV/AIDS
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan
AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak
sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan
penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya
menjadi tempat berkembang biak HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat
digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa
kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung.
Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia terkena pilek biasa (Hutapea, 2003).
Menurut Gunawan (dikutip dalam Yana, 2007) AIDS merupakan singkatan dari Acquired
Immune Deficiency Syndrome. Syndrome berarti kumpulan gejala dan tanda-tanda penyakit.
diperoleh atau didapat. Dalam hal ini ’diperoleh’ mempunyai pengertian bahwa AIDS bukan
penyakit keturunan. AIDS dapat diartikan sekumpulan tanda dan gejala penyakit akibat
Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS
dibutuhkan waktu yang lama, yaitu 5-10 Tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan.
Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus
Pada saat terinfeksi HIV, sebagian orang merasa sakit yang mirip demam. Kemudian
sebagian orang merasa sehat tanpa tanda-tanda sakit selama beberapa tahun. Bagaimanapun
HIV masih tetap berada dalam tubuh dan orang tersebut dapat menulari orang lain tanpa
orang tersebut mengetahunya. Setelah kira-kira 3 bulan kebanyakan orang yang mengidap
HIV memproduksi antibody untuk memerangi virus tersebut, tetapi mereka tidak mampu
membunuh HIV tersebut dikarenakan virus tersebut bersembunyi di dalam sel darah putih.
Tes darah dapat mengetahui antibody-antibodi ini. Dalam populasi 100 orang yang terinfeksi
HIV, kemungkinan perkembangan infeksi HIV selama satu tahun akan menyebabkan
atau setelah beberapa tahun. Tanda-tanda tersebut cukup umum bagi banyak penyakit dan
tanda-tanda itu sendiri tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa AIDS. Tanda-tanda tersebut
juga biasa terdapat pada orang yang mengalami penurunan kekebalan tubuh yang disebabkan
oleh beberapa hal selain infeksi HIV. Misalnya kurang gizi, kanker dan reaksi terhadap suatu
obat tertentu. Apabila penyebab-penyebabnya bukan hal tersebut, dokter dapat mendiagnosis
AIDS, apabila orang tersebut memperlihatkan satu atau dua tanda minor (kecil). Tanda-tanda
kecil adalah tanda-tanda yang sering muncul pada penyakitpenyakit lain juga. Orang-orang
yang memperhatikan tanda-tanda tersebut apabila memungkinkan dapat emnjalani tes darah
Tanda-tanda kecil :
2. Kulit gatal.
5. Pembengkakan kelenjar pada dua tempat atau lebih (selain pangkal paha) lebih dari tiga
HIV menular melalui cairan tubuh seperti darah, semen atau air mani, cairan vagina, air
Nurs (2008) mengemukakan bahwa penularan HIV melalui enam cara yaitu:
Penularan virus HIV dapat melalui berbagai cara seperti yang dikemukakan oleh Family
a. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi.
b. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah
tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.
c. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang
d. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan
Menurut UNAIDS (dalam AVERT, 2010) sekitar 4,7 juta orang yang hidup dengan HIV
seksual dan tingkat penggunaan kondom selama berhubungan pada beberapa negara
masih rendah. Sekitar 25-40% infeksi baru HIV di beberapa Negara Asia terjadi pada
istri dan pacar seorang pria yang telah terinfeksi dari pekerja seks, seks bebas dengan
laki-laki ataupun melalui jarum suntik (The Commission on AIDS in Asia, 2008).
b. Penggunaan NAPZA suntik. Hal ini adalah faktor paling terbesar dalam penularan
HIV di Asia, terjadi pula di China, Malaysia, Indonesia, dan Vietnam (UNAIDS,
2008).
c. Hubungan seksual antar laki-laki. Terdapat beberapa laporan kasus HIV akibat
hubungan seksual laki-laki antar laki-laki (LSL) di Asia seperti Kamboja, Cina,
Nepal, Pakistas, Thailand, dan Vietnam. LSL dapat menjadi jembatan utama
Pada awal perkembangan HIV/AIDS di dunia, pola penularannya terjadi pada kelompok
homoseksual. Hal ini tentu menimbulkan stigma negatif, bahwa HIV/AIDS terjadi akibat
AIDS Commision Republik of Indonesia, 2009) masyarakat terinfeksi melalui beberapa cara
yaitu sekitar 10,4% hubungan langsung dengan pekerja seks, 4,6% hubungan tidak langsung
dengan pekerja seks, 24,4% waria, 5,2% laki-laki seks dengan laki-laki dan 52,4% dengan
Berdasarkan data statistik kasus HIV/AIDS yang dilaporkan hingga Juni 2010 penularan
d. Pengobatan
Pengobatan yang dapat menyembuhkan HIV/AIDS hingga saat ini belum ditemukan
begitupun dengan vaksin yang dapat mencegah penularan HIV. Namun telah ditemukan
beberapa obat yang dapat menghambat infeksi HIV dan beberapa obat secara efektif yang
dapat mengatasi infeksi, yaitu kombinasi tiga obat (triple drugs) adalah obat anti retroviral
yang berfungsi untuk menurunkan jumlah HIV dalam darah, menurunkan aktivitas virus,
mengurangi kerusakan dalam sistem kekebalan tubuh dan hasilnya bisa membuat umur lebih
panjang. Namun perlu diingat bahwa obat antiretroviral tersebut mahal harganya dan harus
digunakan secara disiplin dalam jangka waktu 1,5-3 tahun, karena obat yang diminum secara
waria perlu dibekali pemahaman mengenai apa itu HIV/AIDS, bagaimana penularan dan
bagamana mereka dapat terhindar dari infeksi penyakit menular tersebut. Penelitian yang
dilakukan terhadap tiga kota besar dijawa menunjukkan 34% waria posif HIV/AIDS di
jakarta disusul dengan surabaya sebanyak 25% dan bandung 14% (STBP, 2007).
Preventif atau pencegahan penyakit adalah ilmu dan seni mencegah penyakit,
memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental dan efisiensi, untuk
berbagai kelompok dan masyarakat oleh petugas kesehatan masyarakat, untuk perorangan
dan keluarga oleh dokter umum dan dokter gigi melalui proses kegiatan perorangan dan
untuk mengatasi masalah kesehatan termasuk penyakit HIV/AIDS di kenal tiga tahap
khusus (specific protection). Pencegahan sekunder: diagnosis dini dan pengobatan segera
(early diagnosis and prompt treatment), dan pembatasan cacat (disability limitation).
1. Pencegahan primer dilakukan pada masa individu belum menderita sakit, upaya yang
dilakukan ialah:
a. Promosi kesehatan/health promotion yang ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap masalah kesehatan, seperti gaya hidup yang lebih sehat dengan berolah raga,
seks, dll seperti konsep ABCDE yang direkomendasika oleh WHO sebagai berikit :
a. Abstinent
Artinya tidak melakukan hubungan seksual . Mayoritas infeksi HIV berasal dari
hubungan seksual tanpa pelindung antar individu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan
Abstinent merupakan salah satu poin dalam seks aman yang memberikan solusi agar
terhindar dari HIV/AIDS dengan tidak berhubungan seks, meskipun sebenarnya hal ini
tidaklah mudah sebab mengingat salah satu kebutuhan biologis manusia adalah seks.
b. Be faithful
Artinya melakukan hubungan seks dengan pasangan saja. Be faithful lebih didasari
dengan kesetiaan terhadap pasangan, tidak berganti-ganti pasangan seks yang dapat
Bagi waria, memiliki pasangan seks yang setia merupakan satu tantangan tersendiri. Hal
ini dipengaruhi karena kondisi mereka yang sering hanya dijadikan sebagai tempat untuk
menghasilkan uang saja. Oleh karena itu, sebenarnya penting bagi mereka untuk
menangguhkan aktifitas seks sampai mereka menemukan pasangan yang dapat diyakini untuk
Be faithful akan mengurangi resiko tertular HIV. Di Uganda antara 1989-1995, Presiden
Museveni melaporkan 20% penurunan mitra seks sejalan dengan 11% penurunan kasus HIV.
c. Condom
Kondom oleh WHO diakui memiliki keefektifan yang tinggi dalam mencegah transmisi
HIV dan AIDS jika digunakan secara benar dan konsisten. Kegagalan kondom biasanya
disebabkan oleh penggunaan yang tidak benar atau tidak konsisten selain disamping karena
tanpa ada yang bisa membendung, Thailand memberikan satu solusi dengan
negara Asia, seperti Kamboja, Vietnam, China, Myanmar, Philipina, Mongolia dan Republik
Laos. Kondom diyakini mampu sebagai penahan laju wabah ini. Hal ini merujuk pada
pendapat beberapa ahli seperti Markus Steiner dan Willard Cates dari Family Health
International yang menyatakan bahwa kondom cukup efektif untu mencegah penularan HIV
dan AIDS. Terlebih, hampir separuh dari penderita HIV dan AIDS ini bermula dari hubungan
seksual yang tidak sehat baik homo maupun heteroseksual (Tawi, 2008) .
HIV/AIDS sebanyak 85% dibanding dengan yang tidak pernah menggunakan kondom.
Kondom tidak berfungsi untuk mematikan HIV. Kondom hanya berfungsi mencegah
terjadinya kontak penyebaran virus secara langsung melalui penghalangan oleh dinding
kondom itu. Namun dengan adanya penghalangan terjadinya kontak cairan kelamin maka
penularan virus ini juga dapat dicegah. Oleh karena itu penggunaan kondom saat
berhubungan seks tetap dianjurkan dalam rangka mencegah penularan penyakit berbahaya ini
(Kompas, 2009).
Bersarkan Penelitian yang dilakukan oleh Djoht (2003) Penggunaan kondom di kalangan
waria sangat rendah dari 15 Waria hanya 3 yang memakai kondom ketika hubungan seks. Hal
ini tentu sangat berisiko mengingat perilaku seks pada waria memiliki tingkat resiko tinggi
terjadinya Penyakit menular seksual salah satunya HIV. Penularan HIV melalui seks anal
d. Drugs
Artinya tolak penggunaan NAPZA. Laporan AIDS di Asia, yang didukung oleh Asian
Development Bank dan dikoordinasikan dengan Joint United Nations Programme on HIV
and AIDS (UNAIDS), memperingatkan bahwa pengguna narkoba, bertanggung jawab untuk
Resiko lebih lanjut terletak pada prevalensi tingi penggunaan narkoba non-suntik, seperti
amphetamine stimulan, dimana pengguna sering terlibat dalam perilaku yang menimbulkan
Pada STBP 2007 diperoleh data Proporsi waria yang menyuntik napza cukup rendah ,
yaitu hanya 2% atau kurang di empat kota besar yaitu Bandung, Surabaya, Malang, dan
Semarang. Hal ini didasari karena waria cenderung lebih menjaga kecantikan kulit mereka,
jika harus menggunakan narkoba suntik maka itu berarti akan meninggalkan bekas suntikan
dikulit mereka. Sedangkan, proporsi pemakaian napza non suntik pada waria juga tergolong
rendah, hanya berkisar 3% di Malang, dan di Jakarta sebesar 17%. Pada dasarnya waria
cenderung menggunakan pemanasan hubungan seksual dengan minuman keras, hirup lem,
isap ganja dan nonton VCD porno, serta konsumsi obat-obatan yang tentunya sangat berisiko
dalam kondisi hubungan seks yang diselingi dengan minuman dan narkoba yang tertunya
e. Equipment
Artinya hindari tindik dan tato di tubuh, karena seringkali sebelum jarum digunakan
untuk mentato/menindik seseorang yang sehat, alat itu telah dipakai pada seseorang yang
Pada saat sekarang ini tato dan tindik sudah mulai menjadi bagian dari trend kehidupan
tato atau ditindik antaralain karena pengaruh lingkungan pergaulan, anggapan sebagai bentuk
seni dan keindahan, bagian dari adat, atau karena kesenangan seseorang dalam bidang
melukis yang kemudian bereksperimen untuk menuangkan hasil karyanya dalam media
beragam antara lain lidah, hidung, pusar, putting dan telinga bagian atas. Akibat tusukan
jarum tato dan tindik, sejumlah orang terkena penyakit AIDS, hepatitis B,C, tetanus,
Pembuatan tato di badan dan tindik memberi sumbangan besar dalam penularan
HIV/AIDS, hal ini dikemukakan oleh hasil survei Dr. Bob Haley yang dipublikasikan di
journal of medicine bahwa sebelum jarum dipergunakan untuk mentato dan menindik
seseorang yang sehat, kerap kali alat itu sudah dipakai untuk merajah tubuh seseorang yang
a. Diagnosa dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment), tujuan utama
dari tindakan ini ialah mencegah penyebaran penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit
menular, dan untuk mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang
sakit dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat. Dalam HIV/AIDS terdapat satu layanan
b. Pembatasan cacat (disability limitation) pada tahap ini cacat yang terjadi diatasi, terutama
untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan terjadinya cacat yang
c. Pencegahan tersier
Rehabilitasi, pada proses ini diusahakan agar cacat yang di derita tidak menjadi
hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental dan
sosial. Adapun skema dari ketiga upaya pencegahan itu dapat di lihat pada gambar dua. Pada
gambar dua proses perjalanan penyakit dibedakan atas a) fase sebelum orang sakit: yang
ditandai dengan adanya keseimbangan antara agen (kuman penyakit, bahan berbahaya),
host/tubuh orang dan lingkungan dan b) fase orang mulai sakit: yang akhirnya sembuh atau
1. Defenisi Perilaku
Menurut Notoatmojo perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang
diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Bloom
perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan
Menurut Lewrence Green perilaku dilatarbelakangi oleh tiga faktor pokok yakni: faktor-
dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong ( reinforcing factors). Oleh sebab itu
pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan kepada ketiga
1. Bentuk-Bentuk Perilaku
a. covert behavior atau Perilaku Pasif yaitu perilaku yang terjadi di dalam diri manusia dan
tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain misalnya berfikir, tanggapan atau sikap
b. Overt behavior atau perilaku aktif yaitu yaitu perilaku yang jelas dapat diobservasi secara
2. Domain Perilaku
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
1. Tingkat C-1
Pengetahuan (Knowlegde). Bila seseorang hanya mampu menjelaskan secara garis besar apa
2. Tingkat C-2
pengetahuan dasar. Ia dapat menerangkan kembali secara mendasar ilmu pengetahuan yang
telah dipelajarinya.
3. Tingkat C-3
Penerapan ( Aplication ). Bila seseorang telah berada pada kemampuan untuk menggunakan
4. Tingkat C-4
Analisis ( Analysis ). Bila seseorang memiliki kemampuan lebih meningkat lagi .Ia telah
mampu menerangkan bagian – bagian yang menyusun suatu bentuk pengetahuan tertentu dan
6. Tingkat C -6
Evaluasi ( Evaluation ). Bila seseorang memiliki pengetahuan secara menyeluruh dari semua
bahan yang telah dipelajarinya, bahkan melalui kriteria yang ditentukan, ia mampu
pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui setelah melihat dan menyaksikan,
mengalami atau diajar. Pengetahuan juga didukung oleh kesadaran untuk hidup sehat.
Sosialisasi hidup sehat yang mengutamakan upaya pencegahan dalam bentuk promotif dan
preventif, menurut Ngatimin (2002) melalui penyadaran dengan fisiokologik dalam aspek :
a. Mengetahui dengan tepat apa arti penderitaan dan risiko bila seseorang jatuh sakit.
b. Bagaimana mencapai hidup sehat melalui konsep keseimbangan agent, host dan
environment.
c. Mampu berupaya untuk hidup sehat atas dorongan bahwa hidup sehat dan kesehatan dalam
b. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Dari berbagai batasan tentang sikap dapat disimpulkan bahwa
manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat. Newcomb salah seorang ahli psikologi
sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan
bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Notoatmojo, 2003).
1. Tingkat A – 1
Penerimaan ( reiceiving ). Bila seseorang berada pada posisi sadar adanya rangsangan dari
luar yang menyadarkan padanya bahwa setelah terjadi sesuatu. Biasanya dengan adannya
2. Tingkat A – 2
Penjawaban ( responding ). Bila seseorang berada pada posisi di mana rasa telah mampu
3. Tingkat A – 3
Memberikan nilai (valuing ). Bila seseorang berada pada posisi merasakan adanya nilai baru
dalam masyarakat . Tetapi pada tingkat ini, nilai belum merupakan nilai yang khas bagi
masyarakat bersangkutan.
4. Tingkat A – 4
Pengorganisasian ( organization ). Bila seseorang pada posisi ini serasa nilai yang ada itu
5. Tingkat A – 5
bahwa masyarakat telah memiliki suatu nilai khusus dan khas bagi mereka . Menurut
C. Tindakan (Practice)
Tindakan adalah hal-hal yang dilakukan terhadap suatu objek. Sebagai reaksi maka sikap
selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike),
2000). Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan hal
tersebut diperlukan faktor pendukung seperti fasilitas dan dukungan dari pihak lain.
ngatimin 2005)
1. Tingkat P – 1
Persepsi ( perception ). Bila seseorang berada pada posisi mampu mendeteksi kelainan
2. Tingkat P – 2
Tersusun ( Set ). Bila seseorang berada posisi mampu dalam keadan siap fisik, mental dan
3. Tingkat P – 3
Sambutan pada petunjuk bimbingan untuk meniru mencoba ( guided response by immitation
trial and error ). Bila seseorang berada pada posisi memiliki kemampuan untuk mengerkajan
4. Tingkat P – 4
Berbuat secara mekanis ( mechanism ) bila seseorang berada pada posisi telah siap bekerja
5. Tingkat P – 5
Bila seseorang telah berada pada tingkat ketrampilan tertinggi . Bekerja sangat terampil tanpa
Ketiga domain perilaku tersebut di atas menunjukkan bahwa perilaku tidak terlepas dari
pengetahuan, sikap dan tindakan. Oleh karena itu, pemahaman atau pengetahuan waria
tentang HIV/AIDS dapat menjadi pertimbangan dalam perilaku mereka. Sehingga mereka
bisa melakukan tindakan pencegahan penularan HIV/AIDS terhadap dirinya maupun orang
lain.
Hasil penelitian yang dilakukan Survey Terpadu Biologis Perilaku tahun 2007 terhadap
waria di Empat Kota besar menunjukkan, pada dasarnya waria memiliki pengetahuan yang
cukup terhadap tindakan-tindakan pencegahan penularan HIV/AIDS, namun pengetahuan
mereka dalam hal penyakit HIV cenderung rendah . Lebih dari 90% Waria di empat kota
mengetahui bahwa kondom melindungi mereka dari infeksi HIV, 80% atau lebih mengetahui
bahwa tindakan mengurangi jumlah pasangan seksual mereka akan mengurangi risiko infeksi
dan 63%-79% mengetahui bahwa seks anal mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk
terinfeksi HIV. Meskipun demikian, persepsi yang salah mengenai HIV/AIDS tersebar luas
yang ditunjukkan dengan pengetahuan tentang HIV/AIDS yang rendah hanya berkisar 11-
18%.
1. Pengertian waria
Dalam pengertian umum waria adalah seorang laki-laki yang berdandan dan berlaku
sebagai wanita.Waria dapat dikatakan sebagai homoseksual secara fisik. Waria adalah
seseorang yang berasumsi bahwa mereka merasa dirinya adalah perempuan sehingga harus
2. Sejarah Waria
Sejarah belum pernah mencatat dengan pasti kapan dan dimana kebudayaan waria mulai
muncul. Namun pada bangsa Yunani diketahui adanya kaum waria pada abad ke XVII, yaitu
munculnya beberapa waria kelas elite seperti Raja Henry III dari Prancis, Abbe de Choicy
Duta Besar Prancis di Siam, serta Gubernur New York tahun 1702, Lord Cornbury (Nadia,
2005).
Di Indonesia Kaum waria pada zaman kerajaan Jawa terdahulu termasuk dalam kelompok
yang justru memiliki daya tarik tersendiri karena kelainan yang dideritanya, sehingga mereka
tidak disingkirkan namun menjadi sebuah momentum dunia kegaiban. Kesenian gandrung
(Banyuwangi) ditarikan oleh bocah laki-laki berusia 10-12 tahun yang berpakaian
perempuan. Di Kalimantan, Suku Dayak Ngaju mengenal pendeta perantara (medium-priest)
yang mengenakan pakaian lawan jenis . Di Sulawesi selatan suku Makasar pun terdapat
fenomena serupa yaitu Bisu (laki-laki yang diberi tugas menjaga pusaka). Dan seorang Bisu
berhubungan badan dengan perempuan. Hal ini dilakukan demi sakralitas pusaka-pusaka
yang dijaganya.
3. Ciri-ciri waria
a. Identitas harus sudah menetap selama minimal dua tahun, dan harus bukan merupakan gejala
dari gangguan jiwa lain seperti berkaitan dengan kelainan genetik atau kromosom.
b. Adanya hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya,
biasanya disertai perasaan risih atau tidak serasi dengan anatomi seksualnya.
c. Adanya keinginan untuk mendapatkan terapi hormonal dan pembedahan untuk membuat
tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkan (Maslim, 2002).
Tanda-tanda untuk mengetahui adanya masalah identitas menurut Tjahjono (1995) yaitu :
lingkungannya.
4. Jenis-jenis waria
a. Waria aseksual, yaitu seorang waria yang tidak berhasrat atau tidak mempunyai gairah
yang sama.
a. Orang tua selalu mendorong anak bertingkah laku seperti wanita dan tergantung dengan
orang lain.
Perilaku seks merupakan bentuk Hubungan seksual berupa tindakan fisik atau mental
yang menstimulasi, merangsang dan memuaskan secara jasmaniah. Hubungan seksual ini
sebagai wujud ekspresi perasaan dan daya tarik seseorang terhadap orang lain. Individu yang
Nugraha (2006) dalam studinya menuliskan bahwa terdapat beberapa tipe hubungan
a. Tipe hubungan seksual yang dapat terjadi antara seorang pria dan pria lain
(homoseksual).
b. Tipe hubungan seksual yang dapat terjadi antara wanita dan wanita (lesbian).
c. Tipe hubungan seksual yang dapat terjadi antara pria dan wanita (heteroseksual).
d. Tipe hubungan seksual yang dapat terjadi antara pria dan pria lain serta wanita atau
sebaliknya (biseksual).
Dalam hubungan seks, waria tidak bisa bertindak sebagai laki-laki dan akan bahagia jika
Bentuk hubungan seks seks dikenal para Waria adalah seks Anus sambil tidur, Seks Oral,
Seks anus sambil jongkok, Cium, dan Onani. Kegiatan seksual Waria berganti pasangan
sangat tinggi. Pasangan seksualnya adalah laki-laki heteroseksual, Waria tidak pernah
hubungan seksual sesama Waria atau dengan gay (homoseks). Waria lebih tertarik pada laki-
laki. Cairan pelicin sering digunakan pada anus Waria dan penis pasangan sebelum
melakukan hubungan seksual. Pada dasarnya terdapat dua jenis hubungan seks yang paling
sering dilakukan waria yaitu Hubungan seks anus dan hubungan seks Oral. Kedua bentuk
hubungan seksual ini mempunyai dampak buruk terhadap kesehatan apalagi kalau diselingi
Seks anal adalah hubungan seksual di mana penis yang ereksi dimasukkan ke rektum
melalui anus. Selain itu penetrasi anus dengan lidah dan benda lainnya juga disebut anal sex.
Anal sex berisiko bagi kesehatan karena bakteri pada colon sigmoideum, bagian dari usus
yang dekat dengan rectum, akan terangkat dan masuk ke penis saat penis yang berukuran +/-
15 cm memasuki anus. Colon sigmoideum ini mengandung banyak bakteri yang dapat
Seks oral adalah suatu variasi seks dengan memberikan stimulasi melalui mulut dan lidah
pada organ seks / kelamin pasangannya. Aktifitas seks oral memiliki memiliki resiko tinggi
terkena penyakit menular, hal ini disebabkan karena mulut manusia rentan terhadap serangan
bakteri dan virus sehingga memudahkan terjangkitnya Penyakit Menular Seksual (PMS)
melalui organ ini. Beberapa penyakit yang dirtularkan melalui kontak mulut dan alat kelamin
di antaranya, yaitu klamidia, herpes genitalis, gonore, hepatitis B, HIV dan kutil (Bakri,
2009).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada waria di Abepura diperoleh hasil selama 14
hari kegiatan dan melakukan hubungan seks ,yang paling banyak dilakukan sperma mengalir
ke dalam anus (40,6%) dan mulut (39,5%). Sperma yang mengalir keluar seperti ke muka, ke
badan dan di dalam kondom paling sedikit terjadi dengan frekuensi masing-masing 2,2%,
Perilaku hubungan seksual yang dapat beresiko terhadap penularan HIV/AIDS dan dapat
2009):
Hasil Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) terkait prevalensi HIV di Tiga Kota di
Indonesia tahun 2007, memperoleh data jumlah waria yang positif HIV/AIDS, di Jakarta
tercatat 34%, disusul Surabaya dengan 25%, dan Bandung 14%. Hasil Penelitian sebelumnya
yang dilakukan di Kota Pontianak tahun 2007 dari 10 waria ditemukan 5 waria terinfeksi HIV
(Rabudiarti, 2007).
Pencegahan penularan virus HIV/AIDS pada waria salah satunya dengan penggunaan
dan ketidakpuasan dalam berhubungan seks membuat waria enggan menggunakan kondom.
BAB III
KERANGKA KONSEP
Berdasarkan Teori Lawrence Green (1980), Banyak faktor penyebab masalah perilaku
kesehatan yang dapat berpengaruh langsung terjadinya suatu penyakit pada masyarakat yaitu
faktor Predisposisi berupa; pengetahuan, keyakinan, nilai dan sikap, Faktor pemungkin
berupa; ketersediaan dan keterjangkauan S.D Kesehatan serta ketrampilan yang berkaitan
dengan kesehatan, selain itu faktor penguat berupa; keluarga, teman sebaya, guru, majikan
dan petugas kesehatan yang dalam hal ini sangat berperan sebagai motivator dalam suatu
masalah baik itu pengobatan maupun pencegahan terhadap suatu penyakit sehingga tidak
HIV/AIDS merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus, dimana
pada stadium dini penyakit ini tidak memperlihatkan keluhan dan gejala serta tidak disadari
oleh penderita, tetapi lambat laun dapat menyebabkan komplikasi pada organ tubuh dan dapat
Waria merupakan kelompok berisiko tinggi terkena HIV/AIDS, beberapa faktor yang
yang masih kurang terhadap HIV/AIDS, meliputi upaya pencegahan, penularan, gejala, dan
pengobatan terhadap HIV/AIDS.Selain itu, perilaku waria yang cenderung berisiko seperti
seks bebas, penggunaan kondom dan ketersediaan jarum suntuk steril merupakan salah satu
Akses terhadap informasi kesehatan yang terbatas tentunya juga merupakan fator yang
berpengaruh terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS, mengingat stigma yang kuat melekat
kelompok yang berisiko waria diberikan kemudahan dalam memperoleh pelayanan kesehatan
Variabel yang diteliti adalah perilaku waria dalam upaya pencegahan HIV/AIDS, proses
untuk merubah perilaku dapat dilakukan dengan pendidikan. Pendidikan ini diharapkan untuk
merubah cara berpikir, bersikap serta cara bertindak. Cara berpikir yang didasarkan pada
pendidikan akan menghasilkan pengetahuan yang benar demikian pula dengan cara bersikap,
jika pengetahuan ada, diharapkan dapat mempengaruhi sikap yang pada akhirnya dapat pula
Pemahaman Waria
Penyalahgunaan obat
Pencegahan HIV/AIDS
Penggunaan alat pencegah
a. HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh
manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome ( AIDS) adalah sekumpulan tanda dan
gejala penyakit akibat hilangnya atau menurunnya sistem kekebalan manusia berdasarkan
diagnosa dokter.
b. Waria adalah seorang pria yang secara psikis merasakan adanya ketidakcocokan antara jati
diri yang dimiliki dengan alat kelaminnya, sehingga akhirnya memilih dan berusaha untuk
c. Pemahaman Waria terhadap HIV/AIDS adalah pengetahuan waria yang meliputi pengertian
d. Penggunaan alat pencegah HIV/AIDS adalah pengetahuan dan sikap waria terhadap
penggunaan alat pencegah HIV/AIDS yaitu penggunaan kondom dan penggunaan jarum
e. Penyalahgunaan obat adalah tindakan waria mengkonsumsi obat-obat tertentu tanpa resep
berhubngan seks.
g. Akses Informasi adalah upaya waria dalam memperoleh informasi tentang HIV/AIDS serta
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui
wawancara mendalam (indept interview), untuk mengetahui perilaku waria dalam upaya
1. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama satu bulan yaitu terhitung mulai 15 desember sampai 20 januari
2010.
2. Lokasi penelitian
Kabupaten Bulukumba termasuk dalam 21 daerah provinsi yang telah mengeluarkan perda
AIDS yang dituangkan dalam perda No. 5 Tahun 2008 tentang penanggulangan HIV/AIDS.
Namun berdasarkan data yang dimiliki KPAD, Bulukumba merupakan daerah tertinggi
ketiga yang memilki angka kejadian HIV/AIDS di Sulawesi Selatan dengan kasus pada April
Salah satu faktor penularan HIV adalah melalui hubungan seks, baik itu heteroseksual
maupun homoseksual. Waria sebaagi kelompok berisiko haruslah mendapat perhatian dalam
suatu perkumpulan yang disebut Ikatan Waria Bulukumba dengan jumlah waria yang terdata
C. Informan
Informan dalam penelitian ini berjumlah 9, dengan jumlah waria sebanyak 7 orang,
termasuk waria yang juga menjabat sebagai Ketua Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), 1
orang bocah, serta 1 orang petugas kesehatan. informan waria dalam penelitian ini yaitu
mereka yang tinggal dan bekerja di Bulukumba dengan memenuhi kriteria berikut:
b. Dapat berbahasa Indonesia agar memudahkan proses wawancara sehingga tidak ada
d. Kooperatif atau dapat diwawancarai secara verbal (tidak bisu dan tuli).
Pengumpulan data dilakukan peneliti dengan keterlibatan ketua KDS yang juga
merupakan waria. Proses wawancara tidak langsung dilakukan peneliti saat bertemu pertama
kali dengan informan. Pada informan pertama, proses wawancara berlangsung ± 7 jam di
salon, yang telah ditentukan oleh informan sebelumnya. Tidak hanya itu, kondom juga
dijadikan salah satu alat perkenalan antara peneliti dengan informan, terutama pada mereka
yang awalnya belum terbuka dalam memberikan informasi. Hal ini dilakukan karena adanya
Informan yang diperoleh tidak hanya mereka yang beraktifitas di kota, terdapat
beberapa informan yang peneliti peroleh di daerah pedesaan yaitu Desa Palampang Kec.
Rilau Ale (±40 menit dari Kota Bulukumba) dan ditempat tersebut peneliti dibantu oleh
seorang penjual makanan yang memiliki warung didepan salon tempat informan yang
berhasil peneliti wawancara. Khusus untuk bocah, peneliti harus menginap diwarung
tersebut. Tetapi pada akhirnya wawancara dilakukan justru di rumah peneliti. Pemilihan
bocah dikarenakan beberapa responden mengaku jika tindakan ganti-ganti pasangan itu
dilakukan dengan remaja laki-laki yang memiliki usia lebih muda, bahkan menurut salah satu
informan terdapat suatu tempat khusus dimana mereka boleh memilih pasangan yang sesuai
keinginan mereka. Pemilihan Informan yang mewakili pasangan waria hanya berasal dari
bocah dan hanya 1 orang karena sulitnya memperoleh pasangan waria yang dapat
diwawancara.
Informan lain dalam penelitian ini adalah seorang Petugas kesehatan yang dianggap
penting untuk memberikan informasi terkait dengan penyalahgunaan obat yang sering
dilakukan oleh waria dan pasangan sebagai obat kuat dan penambah gairah seksual.
Tabel 2
Karakteristik Informan
No Informan Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat Ket
Mayapada
2009
7 Dahlan 37 Thn SMA Ketua KDS & Pengurus Jl. Sungai Waria
KPAD Balantieng
kesehatan
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 2 informan terdiri dari 7 orang waria, 1 orang Petugas kesehatan,
dan 1 orang laki-laki (bocah) yang dengan pendidikan terakhir SMA dan Tidak bekerja.
Waria yang dipilih memiliki variasi umur dari 19 sampai dengan 39 Tahun, 2 orang
Dalam hal pekerjaan beberapa diantara mereka memiliki pekerjaan yang tidak tetap
tergantung kesempatan yang tersedia misalnya sebagai karyawan salon yang juga berprofesi
sebagai biduan atau penata rias pengantin yang diistilahkan ‘Indo botting’. Profesi sebagai
Indo botting mereka lakukan jika terdapat orderan acara pernikahan baik itu didalam kota
maupun diluar kota. Terdapat juga waria yang berprofesi selain sebagai karyawan salon juga
berhasil memperoleh gelar sebagai waria cantik di miss waria tahun 2009. Selain itu,
informan lainnya ada yang masih menempuh pendidikan dibangku kuliah sebagai mahasiswa
Informan dalam penelitian ini tetap dijaga identitas kerahasiaan namanya yaitu dengan
memakai inisial nama bunga (melati, mawar, dll) dan bocah pada pasangan laki-laki waria
yang alamat rumahnya pun disamarkan, hal ini karena informan bocah tidak ingin alamatnya
dicantumkan. Adapun dua informan waria yaitu Dahlan dan Dea menolak namanya
disamarkan dengan alasan sebagai bentuk pengabdian terhadap ilmu pengetahuan dengan
berbagi informasi.
E. Keabsahan Data
Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
(cross check) antara informasi yang satu dengan yang lainnya. Dalam melihat akurasi
informasi yang diperoleh pada penelitian ini, sumber tidak hanya berasal dari waria, tapi juga
mereka yang bertindak sebagai bocah serta pemilihan petugas kesehatan terkait dengan
penyalahgunaan obat.
Menurut Miles dan Huberman (dikutip dalam Sugiyono, 2010), mengemukakan bahwa
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif, dan berlangsung terus-menerus sampai
tuntas. Aktifitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification.
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-
hal yang penting, dicari tema dan polanya. Data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya.
Menurut Miles dan Huberman (dikutip dalam Sugiyono, 2008) menyatakan bahwa
yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah
3. Conclusion drawing/verification
yang dikemukakan masih bersifat sementara. Apabila kesimpulan sejak awal didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti mengumpulkan data, maka kesimpulan