Anda di halaman 1dari 2

Aku masih disini Ainin , menunggumu dengan setia .Hujan tetap turun .

Andai kau
bersamaku Ainin , pasti malam ini kita akan sama – sama menikmati hujan tengah malam.
Beberapa tahun saja anak kita sudah dua belas . Orang bilang satu lusin . Dan kita malah tertawa
bangga.

Lihatlah anak pertama kita Ainin , anak pertama kita . Tekun sekali ia belajar . katanya Ia
mau jadi guru , pahlawan tanpa tanda jasa . Di zaman seperti ini , masih saja ia bermimpi tentang .

Anak yang nomor dua lain lagi . Ia sangat disiplin . Semua aturan selalau ia patuhi . Ia mau
jadi penegak hukum yang hebat. Katanya ia malu dengan keadaan bangsanya sekarang

Yang ketiga dan keempat selalu saja ribut . Kalau tidak ada merek tentunya rumah ini terasa
sepi. Jika besar nanti mereka ingin mendirikan partai politik

Anak kelima , keenam , ketujuh , sungguh tampak rukun . Mereka juga hemat . Kau tahu ,
uang saku sekolahnya tidak pernah digunakan untuk jajan tapi mereka tabung , Katanya untuk
mendirikan pabrik raksasa yang menyerap banyak tenaga kerja .

Mereka semua lucu Ainin . Belum anak kedelapan manis , pendiam , dan pintar . Kau tahu ,
ia mau jadi istri presiden paling tidak ia bisa memengaruhi kebijakan negara yang akan diambil oleh
suaminya.

Yang kesembilan mau jadi dokter . Ia ingin mendirikan rumah sakit yang fasilitasnya lengkap .
Bila ada orang miskin yang mau berobat , ia tidak akan memungut biaya satu rupiah pun.

Yang kesepuluh sampai keduabelas , nanti saja ceritanya . Nunggu hujan tengah malam reda
. Karena anak – anak itu , semuanya kedinginan Ainin , mereka menginginkan pelukmu . Aku juga
Ainin!

Hujan terus menderas , langit sempurna hitam . Hanya lampu templek yang tampak terus
bergoyang . Kalau nanti mati lampu padam , semua akan hilang . Hanya sunyi yang bertahan . Hidup
sendiri – sendiri , seperti mati tak ada yang menemaninya.

Sampai saat ini aku masih belum mengerti apa maksud suratmu Ainin , kata – kata itu encer
menurut orang lain , tapi bagi ku gelap dan padat . Sebenarnya Kau bisa terus terang mengatakan
“Aku mencintaimu!” atau “ Selamat tinggal , semoga kau dapat yang lebih baik dari ku !“ .

Apa maksudmu , Ainin ? Bisakah kau sederhanakan kata – katamu? Dengan muka marah ,
aku tahu kau marah padaku , Ainin . Sebentar setelah kau menghirup nafas panjang dan
menghembuskannya kembali kau mulai berkata – kata . Pelan kata perkata.

“Aku mencintaimu , tapi biarkan aku pergi dengan orang lain . Mungkin kebersamaan kita
harus berakhir sampai di sini. Dan biarkan kenangan menjadi harta yang tak terbeli . Sudah lah
Ikhlaskan aku pergi!”

Sepenangkapku Ainin , kau masih mencintaiku . Tapi kenapa aku tidak boleh , tahu alasan
kenapa kau pergi meninggalkanku bersama orang lain ?. Aku tidak tahu dengan anak – anak ini ,
Ainin.
Anak – anak berdekapan satu sama lain , sambil membayangkan kalau – kalau ibunya datang
membawa 13 cangkir teh hanggat untuk kita semua . Sulit bagi ku menikah lagi dan menghianati diri
sendiri . Melupakan mu berjalan beriringan dengan orang lain , bagiku seperti berjalan telanjang
diatas babatuan .

Ainin , kalau kau tidak mau datang untukku , obatilah kerinduan anak – anak kita . Mereka
juga ingin bercerita tentang hujan yang turun deras pada malam hari dan mereka semua tidak bisa
tidur . Dingin . Telinga membuka lebar dan berharap ada suara orang berjalan mendekat . Hati
mereka bersama – sama berteriak “Ibu!!”

Sejak kepergian Ainin , hari – hari yusuf dilewati dalam kamar berukuran sembilan meter
persegi , dengan kaki dipasung . Malam hari , Jika hujan turun , ia bercerita tentang keluh kesahnya
pada huka . Masayarakat Desa Kulon sudah tidak merasa terganggu lagi dengan teriakannya . Seperti
lolongan srigala di malam buta . Yusuf suah gila.

Kalau hujan malam menderas lagi , Yusuf akan bertemu Ainin untuk bermalam pertama
dalam kamar berukuran sembilan meter persegi dengan kaki di pasung . Lalu Yusuf bercerita pada
hujan kalau anaknya sudah duabelas , kemudain tertawa bangga. Yusuf telah gila!.

Anda mungkin juga menyukai