Anda di halaman 1dari 37

RESPONSI

SKABIES

Oleh :

Fahrika Luthfi Afiqoh

(2018104011002)

Pembimbing :
dr. Hasrulliana Ningsih W., Sp.KK

SMF KULIT DAN KELAMIN RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


2018
LEMBAR PENGESAHAN

RESPONSI

SKABIES

Responsi dengan judul “Skabies” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu
tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu
Kulit dan Kelamin.

Surabaya, Desember 2018

Pembimbing

dr. Hasrulliana Ningsih W., Sp.KK

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirabbilaalamiin, puji syukur kehadirat Allah Subhanuhu Wa


Ta’ala, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis telah menyelesaikan penyusunan
responsi dengan topik “Skabies”.

Penyusunan responsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan

pada program pendidikan profesi dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Malang yang dilaksanakan di RSU Haji Surabaya.

Ucapan terima kasih kepada dr. Hasrulliana Ningsih W., Sp.KK selaku dokter

pembimbing atas bimbingan, saran, petunjuk dan waktunya serta semua pihak terkait

yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan responsi ini.

Penulis menyadari penyusunan responsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Dengan kerendahan hati, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan

mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga penyusunan responsi ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Surabaya, 9 Desember 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v

BAB 1 Tinjauan Pustaka.............................................................................. 1

1.1 Pendahuluan ............................................................................. 2

1.2 Definisi ..................................................................................... 2

1.3 Sinonim...................................................................................... 2

1.4 Epidemiologi ........................................................................... 2

1.5 Etiologi ..................................................................................... 3

1.6 Patogenesis ................................................................................ 4

1.7 Gejala Klinis ............................................................................. 6

1.8 Klasifikasi ................................................................................. 8

1.9 Diagnosis .................................................................................. 10

1.10 Diagnosis Banding .................................................................. 15

1.11 Penatalaksanaan ...................................................................... 17

1.12 Komplikasi ............................................................................. 22

1.13 Prognosis ................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23

BAB 2 TINJAUAN KASUS .......................................................................... 25

FOTO KASUS ..…… .................................................................................... 31

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Sarcoptes scabiei ............................................................................... 4

Gambar 1.2 Siklus Hidup Skabies ........................................................................ 6

Gambar 1.3 Kunikulus pada Scabies .................................................................... 7

Gambar 1.4 Tempat Predileksi Scabies ................................................................ 7

Gambar 1.5 Gejala Klinis Skabies ........................................................................ 8

Gambar 1.6 Skabies Norwegia .............................................................................. 9

Gambar 1.7 Skabies Nodular ………...………………………………………...10

Gambar 1.8 Kriteria Diagnosis Skabies menurut IACS 2018……………..…...11

Gambar 1.9 Tungau Skabies Hasil Kerokan Kulit …………………………….12

Gambar 1.10 Tungau Skabies dalam Stratum Korneum …….…………...……14

Gambar 1.11 Tungau Multipel …………...……………………………………14

Gambar 1.12 Gambaran Seekor Tungau Sarcoptes scabiei…….……………...15

Gambar 1.13 Diagnosis Banding Skabies …….…………………………..…...17

Gambar 1.13 Pemberian permetrin sesuai dengan siklus hidup scabies…….....20

Gambar 1.13 Terapi Skabies…………….…….…………………………..…...21

v
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pendahuluan

Skabies merupakan salah satu infeksi parasit yang cukup banyak kejadiannya

dan menjadi isu penting terutama di daerah padat penduduk.1 Skabies merupakan

penyakit yang mendunia, dapat menyerang semua kalangan umur, ras dan level

ekonomi.2 Penyakit skabies dilaporkan lebih sering terjangkit pada lingkungan yang

tidak terawat, kurang bersih, padat, lingkungan sosial-ekonomi rendah.3 Skabies

merupakan penyakit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei, yaitu kutu parasit yang

mampu menggali terowongan di kulit dan menyebabkan rasa gatal.4 Skabies

merupakan penyakit yang identik dengan rasa gatal.3 Penyakit ini ditularkan melalui

kontak fisik langsung (skin-to-skin) maupun tak langsung (pakaian, tempat tidur, yang

dipakai bersama).2

Secara global, skabies menyerang lebih dari 130 juta penduduk di dunia tanpa

terpengaruh musim. Menurut WHO pada tahun 2018, rata-rata kejadian tertinggi

terdapat pada negara yang panas, beriklim tropis, dan endemik pada daerah yang padat

penduduk dan miskin.5 Beberapa laporan epidemiologis melaporkan prevalensi skabies

di berbagai negara. Di Brazil sebanyak 8,8% penduduk di perkampungan miskin

terkena skabies, kemudian di negara Australia pada komunitas penduduk asli

ditemukan kasus skabies sebanyak 13,4%. Di negara berkembang seperti Indonesia

prevalensi skabies mencapai 4,6-12,95%. Berdasarkan data dari dinas kesehatan

Provinsi Lampung tahun 2011 jumlah kasus baru penyakit skabies berjumlah 1135

orang dan tahun 2012 mengalami peningkatan lebih dari 2x lipat menjadi 2941 orang.6

1
Kurangnya keahlian dokter dapat meningkatkan kegagalan penemuan skabies,

keterlambatan diagnosis dan terapi yang kurang adekuat. Komplikasi yang dapat terjadi

berupa infeksi sekunder dan komplikasi lain yang berhubungan dengan stigma

masyarakat, depresi, insomnia dan dapat meningkatkan angka pengeluaran.7

1.2 Definisi

Skabies merupakan infestasi ektoparasit yang disebabkan oleh tungau

Sarcoptes scabiei var hominis.8,9 Nama Sarcoptes berasal dari bahasa Yunani “sarx”

yang berarti daging dan kata “koptein” yang berarti untuk memukul atau memotong.

Sedangkan scabiei berasal dari bahasa latin “scabere” yang berarti menggaruk.9

Infeksi pada kulit yang disebabkan oleh host-spesifik tungau yang seluruh

siklus hidupnya berada di lapisan epidermis kulit.2 Infeksi ini terjadi akibat kontak

langsung dari kulit ke kulit maupun kontak tidak langsung (melalui benda misalnya

pakaian handuk, sprei, bantal dan lain-lain).1

1.3 Sinonim

The itch, sky-bees, gudik, budukan, gatal agogo.4

1.4 Epidemiologi

Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Tidak

ada angka kejadian pasti pada kasus skabies, namun diperkirakan mencapai 300 juta

penduduk dunia yang terinfeksi.10 Daerah endemik skabies adalah di daerah tropis dan

subtropis seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara,

Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara. Prevalensi di negara

berkembang mencapai 4-100% dari populasi umum.2 Skabies endemik terutama di

lingkungan padat penduduk dan miskin. Faktor yang menunjang perkembangan

2
penyakit ini, antara lain: higiene buruk, salah diagnosis, dan perkembangan

dermografik serta ekologi. Penyakit ini dapat termasuk PHS (Penyakit akibat

Hubungan Seksual) pada orang dewasa.1

Sebuah survei terhadap anak-anak di panti asuhan di Pulau Pinang, Malaysia

menemukan bahwa infeksi skabies paling tinggi terjadi di antara anak-anak berusia 10-

12 tahun.11 Di Bangladesh, prevalensi skabies pada anak usia di bawah 6 tahun adalah

sebesar 30%. Enam pondok pesantren di daerah Lamongan Jawa Timur, prevalensi

skabies mencapai 64,2%. Di Instalasi Rawat Inap Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada 2002-2006, tercatat 1,6% penderita

skabies dari 427 penderita anak usia 0-14 tahun. 12

1.5 Etiologi

Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensititasi

terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya.4 Sarcoptes scabiei merupakan

parasite obligat yang dapat tinggal dengan membentuk terowongan di dalam epidermis

manusia.8 S. scabiei termasuk dalam kelas arthropoda, ordo acarina.9 Tungau tampak

seperti mutiara, tembus cahaya, berwarna putih, tidak mempunyai mata, dan berbentuk

oval dengan empat pasang kaki yang pendek dan gemuk.2 Dua pasang kaki anterior

merupakan elongasi pedunkulus yang berujung dengan penghisap kecil.13 Pada betina,

dua pasang kaki belakang berakhir dengan bulu (setae), dimana pada jantan, bulu

terdapat pada pasangan kaki ketiga dengan penghisap pada pasangan kaki ke 4.13

Ukuran yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan

yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron.4 Tungau skabies

dapat hidup selama tiga hari di luar host, yaitu di tabung steril dan selama tujuho hari

3
pada tempat dengan kandungan minyak mineral yang tinggi.2 Tungau tidak dapat

terbang atau melompat.2

Gambar 1.1
Sarcoptes Scabiei.13
Sumber : Gentiane Monsel, Pascal Delaunay and Olivier Chosidow. Chapter 34:
Arthropods. In: Rook’s Textbook of Dermatology Eight Edition. United Kingdom:
Wiley Blackwell. 2010; p. 1111-1117; 38.36 – 38.42.

1.6 Patogenesis

Skabies ditularkan melalui kontak (kontak kulit dengan kulit), misalnya

berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual, serta kontak tak langsung

(melalui benda) misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lain.4

Penularan skabies biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi

atau kadang-kadang oleh bentuk larva.4 Penemuan pada kulit merupakan akibat reaksi

tungau, saliva, telur dan hasil ekskresi scabiei.9 Hal yang dapat ditemukan termasuk

papul dan rasa gatal, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV (reaksi lambat).9 Oleh

karena itu, masa inkubasi berlangsung lama 4-6 minggu.4

4
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut; Setelah kopulasi (perkawinan) yang

terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat hidup

beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang

telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3

milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai

40-50 telur yang dihasilkan oleh setiap tungau betina selama rentang umur 4-6 minggu

dan selama itu tungau betina tidak meninggalkan terowongan. Setelah itu, larva berkaki

enam akan muncul dari telur setelah 3-4 hari dan keluar dari terowongan dengan

memotong atapnya. Larva kemudian menggali terowongan pendek (moulting pockets)

di mana mereka berubah menjadi nimfa. Setelah itu berkembang menjadi tungau jantan

dan betina dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa

memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.4

Tungau skabies lebih memilih area tertentu untuk membuat terowongan dan

menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus. Biasanya, pada satu

individu terdapat 5-15 tungau, kecuali pada Norwegian skabies - individu bisa didiami

lebih dari sejuta tungau ini.1 Sarcoptes scabiei bertahan hidup di suhu ruangan selama

24-36 jam, yaitu sekitar 210C, dan 40-80% tungau skabies ini hidup di lingkungan yang

relatif lembab. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, menunjukkan

bahwa tungau skabies ini banyak juga ditemukan pada benda-benda berdebu di dalam

rumah penderita skabies.13

5
Gambar 1.2
Siklus Hidup Skabies.1
Sumber: Sukmawati Tansil Tan, Jessica Angelina, Krisnataligan. Skabies : Terapi
Berdasarkan Siklus Hidup. Continuing Medical Education. 2017; 507-510.

1.7 Gejala Klinis

Terdapat empat tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu

pruritus nokturna, mengenai sekelompok orang, adanya terowongan, dan

ditemukannya Sarcoptes scabiei.4

1. Pruritus nokturna, artinya gatal di malam hari yang disebabkan oleh aktivitas

tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas;

2. Penyakit ini menyerang sekelompok manusia misalnya dalam sebuah keluarga,

sehingga seluruh keluarga terinfeksi, di asrama atau pondokan;

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna

putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok, rata-rata panjang

6
1 cm pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel. Namun biasanya

kunikulus sukar terlihat, karena sangat gatal pasien menggaruk, kunikulus dapat

rusak karenanya;

Gambar 1.3
Kunikulus pada Scabies.8
Sumber: Amy S.P. & Anthony J.M. Infestation, Bites, and Sting in Hurwitz
Clinical Pediatric Dermatology: a Textbook of Skin Disorder 5th edition. Elsevier.
2016 ; p. 428-432.

Gambar 1.4
Tempat Predileksi Scabies.14
Sumber: Center for Disease Control and Prevention (CDC). Skabies. [online]
available on: https://www.cdc.gov/parasites/scabies/biology.html, diakses pada 9
Desember 2018 pukul 16.00 WIB.

7
4. Ditemukannya Sarcoptes scabiei. Menemukan tungau merupakan hal yang

paling menunjang diagnosis. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup

tungau. Selain tungau, dapat ditemukan telur dan kotoran (skibala).4

Gambar 1.5
Gejala Klinis Skabies15
Sumber: Leonard Kristal & Neil Prose. Bites and Investation in : Weinberg’s
Color Atlas for Pediatric Dermatology 5th edition. 2008; pp. 90-92

1.8 Klasifikasi

Tidak terdapat sumber yang menyebutkan klasifikasi skabies, namun terdapat

dua varian skabies, yaitu:

8
 Skabies Norwegia

Bentuk skabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan

kaki, kuku yang distrofik, serta skuama yang generalisata. Bentuk ini sangat

menular, tetapi rasa gatalnya sangat sedikit. Tungau dapat ditemukan dalam

jumlah yang sangat banyak. Penyakit terdapat pada pasien dengan retardasi

mental, kelemahan fisik, gangguan imunologik, dan psikosis.4

Gambar 1.6
Skabies Norwegia.8
Sumber: Amy S.P. & Anthony J.M. Infestation, Bites, and Sting in
Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology: a Textbook of Skin Disorder 5th
edition. Elsevier. 2016 ; p. 428-432.

 Skabies Nodular

Skabies dapat berbentuk nodular bila lama tidak mendapat terapi, sering

terjadi pada bayi dan anak, atau pada pasien dengan immunokompromais.4

9
Gambar 1.7
Skabies Nodular.8
Sumber: Amy S.P. & Anthony J.M. Infestation, Bites, and Sting in
Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology: a Textbook of Skin Disorder 5th
edition. Elsevier. 2016 ; p. 428-432

1.9 Diagnosis

Skabies dapat menjadi penyakit yang paling sulit ataupun paling mudah untuk

di diagnosis.16 Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan dua dari empat tanda

kardinal diatas.4 International Alliance for the Control of Scabies (IACS) pada tahun

2018, mengemukakan kriteria diagnosis untuk skabies sebagai berikut:

10
Gambar 1.8
Kriteria Diagnosis Skabies menurut IACS 2018.17
Sumber: Daniel Engelman & Andrew CS. Control Strategies for Scabies. Journal
of Tropical Medicine and Infection Disease. 2018 ; p. 1-11.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menemukan Sarcoptes

scabiei, telur, ataupun kotorannya (skibala), yaitu:

1. Kerokan Kulit1

Pengujian pasti bergantung pada identifikasi tungau atau telurnya,

fragmen cangkang telur, atau skibala. Papul atau kanalikuli yang utuh

ditetesi dengan minyak mineral lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan

skalpel steril ukuran 15 yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau

kanalikuli (hindari perdarahan). Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas

objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.

Mengerok 15 atau lebih liang sering menghasilkan hanya 1 atau 2 telur atau

tungau, kecuali pada kasus crusted scabies, di mana banyak tungau akan

11
ditemukan. Untuk pemeriksaan kasus cruted scabies Tambahkan 10%

potasium hidroksida ke kulitnya. Tujuannya adalah untuk melarutkan

kelebihan keratin dan memungkinkan pemeriksaan mikroskopik yang

adekuat.11

Gambar 1.9
Tungau Skabies Hasil Kerokan Kulit di Bawah Mikroskop Perbesaran
40x.11
Sumber: Barry M, Kauffman CL, 2018, Scabies,
https://emedicine.medscape.com/article/1091037-overview, diakses pada 8
Desember 2018 pukul 17.00 WIB.

2. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)11

Terowongan dapat ditentukan lokasinya dengan menandai dengan tinta

yang dapat dihapus, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah itu, tinta

dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan

lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta di

dalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran

kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentuk S. Teknik ini sangat

12
berguna pada anak-anak dan pada individu dengan terowongan sangat

sedikit.11

3. Uji Tetrasiklin11

Solusio tetrasiklin topikal adalah alternatif untuk Burrow ink test.

Setelah diaplikasikan dan menghilangkan tetrasiklin berlebih dengan

alkohol, terowongan diperiksa di bawah lampu Wood. Tetrasiklin yang

tersisa di dalam liang itu memantulkan warna kehijauan. Cara ini lebih

disukai karena tetrasiklin adalah larutan tak berwarna dan area kulit yang luas

bisa diperiksa. 11

Uji tetrasiklin dan burrow ink test jarang dilakukan karena sering

menghasilkan negatif palsu. Hal ini terjadi karena biasanya pasien datang

dalam keadaan penyakit yang lanjut dan kebanyakan telah terjadi infeksi

sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat dimasuki

tinta atau salep.6

4. Pemeriksaan dengan Isolasi (Adhesive Tape Test)11

Isolasi diaplikasikan ke area yang dicurigai sebagai terowongan dan

kemudian lepaskan dengan kencang dan cepat. Isolasi tersebut kemudian

diaplikasikan pada slide mikroskop dan diperiksa. Adhesive Tape Test mudah

dilakukan dan memiliki nilai prediksi positif dan negatif yang tinggi,

sehingga menjadi tes skrining yang baik.11

5. Pemeriksaan Histopatologis11

Pada saat terowongan dipotong, tungau, larva, ova, dan kotoran dapat

diidentifikasi di dalam stratum korneum. Dilakukan dengan cara menjepit

13
lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan

irisan superfisial menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya

agar tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan

ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah

mikroskop. Biopsi irisan dengan pewarnaan Hematoksilin and Eosin.11

Gambar 1.10
Tungau Skabies dalam Stratum Korneum.11
Sumber: Barry M, Kauffman CL, 2018, Scabies,
https://emedicine.medscape.com/article/1091037-overview, diakses pada 8
Desember 2018 pukul 17.00 WIB.

Gambar 1.11
Tungau Multipel dalam Hiperkeratotik Stratum Korneum Pada Skabies
Norwegian.11
Sumber: Barry M, Kauffman CL, 2018, Scabies,
https://emedicine.medscape.com/article/1091037-overview, diakses pada 8
Desember 2018 pukul 17.00 WIB.

14
Infiltrat dermal superfisial dan dalam tersusun dari limfosit, histiosit, sel

mast, dan eosinofil adalah karakteristik lesi skabies. Spongiosis dan

pembentukan vesikel dengan eksositosis eosinofil dan kadang-kadang neutrofil

hadir, seperti pada gambar di bawah.11

Gambar 1.12
Gambaran Seekor Tungau Sarcoptes scabiei.11
Sumber: Barry M, Kauffman CL, 2018, Scabies,
https://emedicine.medscape.com/article/1091037-overview, diakses pada 8
Desember 2018 pukul 17.00 WIB.

1.10 Diagnosis Banding

Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan the greatest

imitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai

diagnosis banding adalah prurigo, pedikulosis korporis dan dermatitis.4

Tabel 2.1 Diagnosis Banding Skabies.4

Prurigo Hebra Etiologi : Penyebab pasti belum diketahui. Multifaktorial


(herediter, suhu, gigitan serangga, investasi parasit, faktor
atopi).
Gejala klinis : Papul-papul miliar tidak berwarna,
berbentuk kubah, lebih mudah diraba daripada dilihat. Rasa
gatal yang hebat sehingga memicu garukan terus menerus.

15
Bisa timbul erosi, ekskoriasi, krusta, hiperpigmentasi, dan
likenifikasi. Jika kronik, terdapat hiperpigmentasi dan
likenifikasi.
Predileksi : Ekstremitas bagian ekstensor dan simetrik,
dapat meluas ke pantat dan perut, wajah dapat pula terkena.
Biasanya bagian distal lengan dan tungkai lebih parah
dibandingkan bagian proksimal.

Pedikulosis Korporis Etiologi : infeksi yang disebabkan oleh Pediculus humanus


var.corporis
Predileksi : Seluruh tubuh
Gejala Klinis : umumnya hanya ditemukan kelainan
berupa bekas-bekas garukan pada badan, karena gatal baru
berkurang dengan garukan yang lebih intensif

Dermatitis Atopic Etiologi : diduga multifaktor. Faktor internal berupa


genetik
Predileksi :
< 2 th : terutama pada wajah diikuti kedua pipi dan tersebar
simetris

>2 th : fossa kubiti dan popliteal, fleksor pergelangan


tangan, kelopak mata dan leher, dan tersebar simetris.

Gejala Klinis : rasa gatal dan garukan pada tempat


predileksi

16
Gambar 1.13
Diagnosis Banding Skabies.2
Sumber: Craig N. Burkhart & Craig G. Burkhart. Chapter 208 : Scabies, Other
Mites, and Pediculosis. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine
Eight Edition, United State of America: The Mc Graw-Hill Companies; 2012. p.
2569-2572

1.11 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan umum

Penatalaksanaan secara umum berupa edukasi pada pasien scabies.1

1. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang

sama dan serentak selama 4 minggu.1

2. Pengobatan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam hari

sebelum tidur.1

3. Ganti pakaian, handuk, sprei kamar, dan sofa yang sudah digunakan, selalu cuci

dengan teratur, rendam dengan air panas dan disetrika.1

4. Jangan ulangi penggunaan skabisid dalam kurang dari seminggu walaupun rasa

gatal mungkin masih timbul selama beberapa hari.1

17
b. Penatalaksanaan khusus

Ada beberapa obat yang dapat digunakan untuk skabies, diantaranya:

1. Belerang endap (Sulfur Presipitatum)

Belerang endap dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Preparat

ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaannya tidak boleh

kurang dari 3 hari. Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian

dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang

dari 2 tahun.4

2. Emulsi benzil-benzoas (20-25%)

Benzyl benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan dalam

bentuk emulsi 25% dengan periode kontak 24 jam, diberikan setiap malam selama

3 hari. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan

anak-anak kurang dari 2 tahun, lebih efektif untuk resistant crusted scabies.1

Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat

ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah

dipakai.4

3. Gama Benzena Heksa Klorida (Gameksan/Lindane)

Merupakan insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau.

Tidak berbau, dan tidak berwarna.1 Kadarnya 1% dalam krim atau losion, gel,

termasuk obat pilihan, karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan,

dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun

dan wanita hamil, karena toksis terhadap susunan saraf pusat.4

18
Pemakaian secara tunggal dioleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah

selama 12-24 jam. Setelah pemakaian, cuci bersih, dan dapat diaplikasikan kembali

setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak

musnah oleh pengobatan sebelumnya. Tidak dianjurkan mengulangi pengobatan

dalam 7 hari, serta menggunakan konsentrasi selain 1% karena efek samping

neurotoksik SSP (ataksia, tremor, dan kejang) akibat pemakaian berlebihan.1

4. Krotamiton 10% (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)

Mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal; harus dijauhkan dari

mata, mulut, dan uretra.4 Tersedia dalam bentuk krim 10% atau lotion.1 Tingkat

keberhasilan bervariasi antara 50%-70%. Hasil terbaik diperoleh jika diaplikasikan

dua kali sehari setelah mandi selama lima hari berturut-turut. Tidak dapat

digunakan untuk wajah, disarankan mengganti semua pakaian dan sprei serta dicuci

dengan air panas setelah penggunaan Kromatiton untuk mencegah kembalinya

tungau. Efek samping iritasi bila digunakan jangka panjang; obat ini tidak

mempunyai efek sistemik.1

5. Permetrin 5%

Permetrin 5% krim merupakan skabisida yang efektif.5 Merupakan pilihan

pertama. Diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila

belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu, dan

pemberian ketiga 1 minggu setelah pemberian kedua.1

Target utama pengobatan adalah membran sel skabies. Obat membuat ion Cl

masuk ke dalam sel secara berlebihan, membuat sel saraf sulit depolarisasi dan

parasit akan paralisis/ lumpuh. Obat ini efektif membunuh parasit, tapi tidak efektif

19
untuk telur. Oleh karena itu, penggunaan permetrin hingga 3 kali pemberian sesuai

siklus hidup tungau. Pemberian kedua dan ketiga dapat membunuh tungau yang

baru menetas.1

Gambar 1.14
Pemberian permetrin sesuai dengan siklus hidup scabies.1
Sumber: Sukmawati Tansil Tan, Jessica Angelina, Krisnataligan. Skabies : Terapi
Berdasarkan Siklus Hidup. Continuing Medical Education. 2017; 507-510.

Permetrin jarang diberikan pada bayi kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan

ibu menyusui karena keamanannya belum dapat dipastikan. Wanita hamil dapat

diberikan dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam. Efek samping jarang

ditemukan, berupa rasa terbakar, perih, dan gatal, mungkin karena kulit sensitif dan

terekskoriasi.1

6. Ivemectrin

Ivemectrin mempunyai struktur yang sama dengan antibiotic golongan

makrolid, namun tidak mempunyai efek antibiotik. Ivemectrin aktif melawan

beberapa ekto maupun endoparasit.1 Ivemectrin diberikan oral, dosis tunggal 200

20
ug/kgBB untuk pasien berumur lebih dari 5 tahun. Efek samping yang sering adalah

dermatitis kontak, dapat juga terjadi hipotensi, edema laring, dan ensefalopati.1

Gambar 1.15
Terapi Skabies.1
Sumber: Sukmawati Tansil Tan, Jessica Angelina, Krisnataligan. Skabies : Terapi
Berdasarkan Siklus Hidup. Continuing Medical Education. 2017; 507-510.

Selain itu, dapat diberikan terapi simptomatik untuk mengatasi gatal, yaitu

dengan anti histamin yang dapat mengurangi gatal selama beberapa minggu setelah

terapi anti-skabies yang adekuat. Untuk bayi, dapat diberikan hidrokortison 1% pada

lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang

aktif, pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1%.1

Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang yang

kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid.

Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran skabies karena

seseorang mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang masih dalam periode

inkubasi asimptomatik.2

Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui sprei, bantal, handuk

dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan

21
dengan udara panas karena tungau skabies dapat hidup hingga 3 hari di luar kulit,

karpet dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).2

1.12 Komplikasi

Komplikasi yang paling banyak dilaporkan adalah infeksi sekunder oleh

Streptococcus grup A.10 Post streptococcal glomerulonefritis dapat terjadi akibat

skabies-induced pioderma yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes. Limfangitis

dan septikemia juga telah dilaporkan terjadi pada kasus skabies berkrusta. Investasi

skabies juga bisa memicu terjadinya pemfigoid bulosa.2

1.13 Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat

pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, antara lain higiene, serta semua

orang yang berkontak erat dengan pasien harus diobati, maka penyakit ini dapat

diberantas dan prognosis baik.4

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukmawati Tansil Tan, Jessica Angelina, Krisnataligan. Skabies : Terapi


Berdasarkan Siklus Hidup. Continuing Medical Education. 2017; 507-510.
2. Craig N. Burkhart & Craig G. Burkhart. Chapter 208 : Scabies, Other Mites, and
Pediculosis. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Eight Edition,
United State of America: The Mc Graw-Hill Companies; 2012. p. 2569-2572
3. Nindrya ZB, Sungkar S, 2014, Tingkat Pengetahuan Mengenai Gejala Klinis

Skabies dan Hubungannya Dengan Karakteristik Demografi Santri di Pesantren

X, Jakarta Timur, Literature Review FK UI, pp. 1-16.

4. Siti Aisah Boediardjo dan Ronny P. Handoko. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
edisi 7 : Skabies. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2018;
p. 137-140.
5. World Health Organization. Scabies. 2018 [internet] available on : http://www.who.
int/lymphatic filariasis/epidemiology/scabies/en/. diakses pada 8 Desember 2018
pukul 20.52 WIB.
6. Shobirin MY, Mayasari D, 2017, Penatalaksanaan Skabies pada Anak Perempuan
Usia Satu Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga, Journal Medula Unila,
Vol. 7(3), pp. 50-56.
7. Anna Banerji. Scabies. Canadian Pediatric Society. 2015; Vol. 20 [7]. p. 395
8. Amy S.P. & Anthony J.M. Infestation, Bites, and Sting in Hurwitz Clinical
Pediatric Dermatology: a Textbook of Skin Disorder 5th edition. Elsevier. 2016 ; p.
428-432
9. Luis Shimose & L. Silvia MP. Diagnosis, Prevention, and Treatment of Scabies.
Current Infectious Disease Report. 2013 ; p. 1-8.
10. R.J.Hay, A.C. Steer, D.Engelman & S. Walton. Scabies in the Developing World –
its Prevalence, Complication and Management. European Society of Clinical
Microbiology and Infectious Disease. 2012; p.313-323.

23
11. Barry M, Kauffman CL. Scabies. 2018. [online] available on: https://emedicine.
medscape.com/article/1091037-overview. Diakses pada 8 Desember 2018 pukul
19.00 WIB.
12. Kurniati, Iskandar Z, Yulianto L,. Kesesuaian Gambaran Klinis Patognomonis
Infestasi Skabies dengan Kepositifan Pemeriksaan Dermoskop dan Kerokan Kulit,
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2014; Vol. 26(1) : pp. 14-21.
13. Gentiane Monsel, Pascal Delaunay and Olivier Chosidow. Chapter 34: Arthropods.
In: Rook’s Textbook of Dermatology Eight Edition. United Kingdom: Wiley
Blackwell. 2010; p. 1111-1117; 38.36 – 38.42.
14. Center for Disease Control and Prevention (CDC). Skabies. [online] available on:
https://www.cdc.gov/parasites/scabies/biology.html. Diakses pada 9 Desember
2018 pukul 19.00 WIB.
15. Leonard Kristal & Neil Prose. Bites and Investation in : Weinberg’s Color Atlas
for Pediatric Dermatology 5th edition. 2008; pp. 90-92
16. Balasaheb BS, Kishor GR, Vasant SK, Rakesh RC. Scabies in Children and its
Outcome with Topical Permethrin and Oral Ivemectrin : a Single Center
Prospective Study. International Journal of Contemporary Pediatrics. 2017 ; p.2083-
2087.
17. Daniel Engelman & Andrew CS. Control Strategies for Scabies. Journal of
Tropical Medicine and Infection Disease. 2018 ; p. 1-11.

24
BAB 2

TINJAUAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : An. A

Umur : 11 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : Pelajar SD Surabaya

Alamat : Medayu Utara, Surabaya

No. RM : 445353

Tanggal Pemeriksaan : 6 Desember 2018

Jenis Pasien : Umum

2.2 Anamnesis

 Keluhan Utama : Gatal-gatal

 Riwayat Penyakit Sekarang : Penderita datang ke poli Kulit dan Kelamin

RSU Haji Surabaya pada, Kamis 6 Desember 2018 diantar oleh Ibunya setelah

pulang sekolah dengan keluhan gatal di kedua tangan, paha kiri, dan di alat

kelamin. Gatal sudah dirasakan sejak hari Senin atau 4 hari yang lalu. Gatal

muncul bersamaan dengan bintil-bintil di di kedua tangan, paha kiri, dan di

alat kelamin. Bintil-bintil sering digaruk sehingga terdapat luka. Gatal yang

dirasakan penderita lebih hebat pada malam hari dan kadang mengganggu

25
tidur. Pasien sekarang mengeluh merasakan badan sumer-sumer dan lemas

sejak pagi hari. Ibu pasien mengaku sudah memberikan salep mikonazole 2

hari yang lalu.

 Riwayat Penyakit Dahulu :

- Tidak pernah memiliki penyakit seperti sekarang.

 Riwayat Penyakit Keluarga

- Keluarga tidak pernah memiliki penyakit seperti sekarang.

- Ayah riwayat asma.

 Riwayat Alergi

- Alergi obat disangkal.

- Alergi makanan disangkal.

 Riwayat Pengobatan

Salep mikonazole

 Riwayat Sosial

Pasien adalah murid SD di Surabaya. Pasien mengaku bahwa teman

dekat pasien di sekolah mengalami keluhan yang sama. Pasien mempunyai

adik perempuan yang berusia 5 tahun. Pasien Mandi menggunakan sabun

antiseptik sebanyak 2x sehari di kamar mandi bersama. Air yang digunakan

adalah PDAM. Penggunaan handuk dan pakaian masing-masing

perseorangan. Handuk dicuci 1 minggu sekali dan berganti pakaian 1 kali

sehari/saat dirasa sudah berkeringat. Pakaian dicuci bersama dan disetrika

oleh Ibu pasien setiap hari. Makan 3x sehari, aktivitas kurang (hanya

26
menonton TV dan bermain gadget saat di rumah). Pasien tidur sendiri di

kamarnya. Ganti sprei 2 minggu sekali, spring bed belum pernah dijemur.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

 Keadaan umum : Tampak lemah

 Kesadaran : Compos Mentis

 BB : 38 kg

 Kepala : Dalam batas normal

 Leher : Dalam batas normal

 Thorax : dalam batas normal

 Abdomen : Dalam batas normal

 Ekstremitas : Lihat status dermatologi

 Genitalia : Lihat status dermatologi

 Gluteus : normal

Status Dermatologi

Pada regio volar dextra et sinistra, regio femoralis anterior sinistra, dan

regio genitalia, tampak papul eritematosa multipel batas tegas, vesikel, dan

ekskoriasi.

Pemeriksaan Penunjang : -

2.4 Resume

 Penderita datang ke poli Kulit dan Kelamin RSU Haji Surabaya dengan

ibunya dengan keluhan gatal di kedua tangan dan paha kiri sejak 4 hari yang

27
lalu. keluhan gatal di kedua tangan, paha kiri, dan di alat kelamin. Gatal sudah

dirasakan sejak hari Senin atau 4 hari yang lalu. Gatal muncul bersamaan

dengan bintil-bintil di di kedua tangan, paha kiri, dan di alat kelamin. Bintil-

bintil sering digaruk sehingga terdapat luka. Gatal yang dirasakan penderita

lebih hebat pada malam hari dan kadang mengganggu tidur. Saat ini pasien

mengeluh merasakan badan sumer-sumer dan lemas sejak pagi hari. Ibu

pasien mengaku sudah memberikan salep mikonazole 2 hari yang lalu namun

gatal tidak berkurang. Diketahui bahwa teman dekat di sekolah pasien juga

mengeluhkan hal yang sama.

Status dermatologi: Pada regio volar dextra et sinistra, regio femoralis

anterior sinistra, dan regio genitalia, tampak papul eritematosa multipel batas

tegas, vesikel, dan ekskoriasi.

2.5 Diagnosis

Skabies

2.6 Diagnosis Banding

Dermatitis Atopik

2.7 Planning

 Diagnosis:

Diagnosis ditegakkan dari gejala klinis yang dialami pasien (2 dari 4 cardinal

sign);

 Terapi :

a. Non medikamentosa :

28
- Pakaian, sprei, selimut dan handuk dicuci secara terpisah dengan air

panas dan disetrika.

- Seluruh anggota keluarga termasuk IRT yang tinggal dengan pasien

harus diobati secara bersamaan agar tidak terjadi penularan.

- Memakai barang pribadi sendiri tidak bergantian dengan saudara.

- Menjaga kebersihan diri dengan mandi teratur 2x sehari menggunakan

sabun mandi.

- Menjaga kebersihan bak mandi dengan menguras bak mandi 1 minggu

sekali

- Sering menjemur kasur 1-2 minggu sekali

b. Medikamentosa

- Permethrin 5% 30g krim, aplikasi hanya sekali, dioleskan pada malam

hari seluruh tubuh dari leher hingga ujung kaki dan dicuci setelah 8 –

10 jam. Bila pada pengolesan pertama belum sembuh maka dapat

diulangi lagi 1 minggu kemudian.

- Antihistamin: Cetirizine 10 mg 1x1 tab

- Paracetamol 500 mg 3x1 tab

 Monitoring

- Keluhan pasien : gatal

- Efloresensi

- Komplikasi : infeksi sekunder

- Kemajuan terapi

29
 Edukasi

- Beritahukan kepada keluarga pasien tentang penyakitnya, penyebab,

rencana pengobatan serta prognosis dan komplikasi penyakit yang dialami

pasien.

- Memberitahu ibu pasien bahwa semua anggota keluarga yang tinggal 1

rumah harus diobati.

- Jelaskan cara pemakaian obat-obatan yang diberikan dan berapa lama

pengobatannya.

- Mencuci dan mengganti sprei serta sarung bantal secara rutin

- Memberitahu pasien agar tidak memakai pakaian dan handuk bersama

dengan keluarga yang lain.

- Kontrol 1 minggu lagi.

2.8 Prognosis

Dubia ad bonam, selama pasien melakukan pengobatan dengan baik dan

mengikuti petunjuk pemakaian obat yang benar.

30
FOTO KASUS

31
32

Anda mungkin juga menyukai