0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
4 tayangan3 halaman
Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan pemberlakuan untuk memperkuat norma penataan ruang yang dahulunya diatur dalam Undang-Undang No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
Pada bab I, UU RI NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG ini membahas tentang ketentuan umum yang biasa di pakai dalam penataan ruang yang menjelaskan secara umum istilah tersebut, mulai dari pengertian ruang, tata ruang, struktur, pola ruang, penataan dan masih banyak lagi istilah yang umum seri
Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan pemberlakuan untuk memperkuat norma penataan ruang yang dahulunya diatur dalam Undang-Undang No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
Pada bab I, UU RI NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG ini membahas tentang ketentuan umum yang biasa di pakai dalam penataan ruang yang menjelaskan secara umum istilah tersebut, mulai dari pengertian ruang, tata ruang, struktur, pola ruang, penataan dan masih banyak lagi istilah yang umum seri
Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan pemberlakuan untuk memperkuat norma penataan ruang yang dahulunya diatur dalam Undang-Undang No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
Pada bab I, UU RI NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG ini membahas tentang ketentuan umum yang biasa di pakai dalam penataan ruang yang menjelaskan secara umum istilah tersebut, mulai dari pengertian ruang, tata ruang, struktur, pola ruang, penataan dan masih banyak lagi istilah yang umum seri
TENTANG PENATAAN RUANG Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan pemberlakuan untuk memperkuat norma penataan ruang yang dahulunya diatur dalam Undang-Undang No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Pada bab I, UU RI NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG ini membahas tentang ketentuan umum yang biasa di pakai dalam penataan ruang yang menjelaskan secara umum istilah tersebut, mulai dari pengertian ruang, tata ruang, struktur, pola ruang, penataan dan masih banyak lagi istilah yang umum sering dipakai yang berkaitan dengan penataan ruang dan berbagai pengertian tentang kawasan dan pemerintah serta kenbijakan dan cara pembinaan. Pada BAB II ini kurang lebih membahas tentang asas yang dipakai dalam penataan ruang menurut yang terdapat dalam kerangkag NKRI, yaitu asas keterpaduan, keseimbangan, keberlanjutan, keberdayaan dan keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan, perlindungan dan kepentingan umum, kapastian hukum dan keadilan dan akuntabilitas. Selain asas yang dibahas dalam bab ini, akan tetapi tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang ini yaitu untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Pada BAB III membahas tentang pengklasifikasian penataan ruang yang dalam pasal 4 membahas tentang sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan yang kemudian dirincikan secara umum dalam pasal 5 dan pasal 6. Pemerintah daerah provinsi mengambil langkah penyelesaian dalam bentuk pemenuhan standar pelayanan minimal apabila setelah melakukan pembinaan, pemerintah daerah kabupaten/kota belum juga dapat meningkatkan kinerjanya dalam penyelenggaraan penataan ruang tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang otonomi daerah. Kemudian pada BAB IV, membahas dan menjelaskan tentang tugas dan wewenang pemerintah dalam mengatur, melaksakan, dan menyelenggaran system penataan ruang yang bukan hanya membahas tugas dan wewenang pemerintah pusat saja, akan tetapi sampai pada pemerintah kota/kabupaten. Pada BAB V ini, menjelaskan tentang pengaturan dan pembinaan penataan ruang melalui penetapan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang termasuk pedoman bidang penataan ruang. Dalam BAB ini menjelaskan tentang bagaimana pemrintah harus bersikap untuk mengatur dan membina jalannya peraturan ini. Pendidikan dan pelatihan dimaksudkan, antara lain, untuk meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah dan masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana umum tata ruang dibedakan menurut wilayah administrasi pemerintahan karena kewenangan mengatur pemanfaatan ruang dibagi sesuai dengan pembagian administrasi pemerintahan. Pada BAB VI membahas tentang pelaksanaan penataan ruang yang seharusnya dilakukan yang dimulai dari perencanaan, peninjauan hingga penentuan pembangunan tata ruang mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten kota. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Efektivitas penerapan rencana tata ruang sangat dipengaruhi oleh tingkat ketelitian atau kedalaman pengaturan dan skala peta dalam rencana tata ruang. Perencanaan tata ruang yang mencakup wilayah yang luas pada umumnya memiliki tingkat ketelitian atau kedalaman pengaturan dan skala peta yang tidak rinci. Oleh karena itu, dalam penerapannya masih diperlukan perencanaan yang lebih rinci. Apabila perencanaan tata ruang yang mencakup wilayah yang luasnya memungkinkan pengaturan dan penyediaan peta dengan tingkat ketelitian tinggi, rencana rinci tidak diperlukan. Dalam sistem wilayah, pusat permukiman adalah kawasan perkotaan yang merupakan pusat kegiatan social ekonomi masyarakat, baik pada kawasan perkotaan maupun pada kawasan perdesaan. Dalam sistem internal perkotaan, pusat permukiman adalah pusat pelayanan kegiatan perkotaan. Sistem jaringan prasarana, antara lain, mencakup system jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, system persampahan dan sanitasi, serta sistem jaringan sumber daya air. Pada BAB VII menjelaskan tentang pengawasan penataan ruang yang sebaiknya dilakukan agar tujuan dari penyelenggaran seperti yng tercantum pada pasal 3 dalam berjalan dengan baik dan terkendali. Pengawasan ini pula dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional Pengawasan terhadap penataan ruang pada setiap tingkat wilayah dilakukan dengan menggunakan pedoman bidang penataan ruang. Pada VIII membahas mengenai hak, yaitu penjelasan tentang hak dan kewajiban seluruh komponen negara termasuk masyarakat harus terlibat dalam hal ini. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, dikenai sanksi administratif. Pelanggaran yang di maksud ini dalam pelanggaran kewajiban yang dilakukan. Pada BAB IX mendeskripsikan mengenai penyelesaian sengketa. Dalam hal ini setiap permasalahan sengketa yang terjadi harus diselesaikan dengan mencari cara yang musyawarah dan mufakat yang telah disetujui oleh semua pihak. Pada BAB X menjelaskan mengenai penyidikan, aturan ini menyebutkan bahwa banyak pihak yang dilibatkan dalam proses penyidikan. Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruangan diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pada BAB XI menjelaskan mengenai ketentuan pidana, yaitu penjelasan tentang tingkat hukuman yang bervariasi yang diberikan kepada pelaku pidana baik itu berupa hukuman penjara atau pun denda. Pada BAB XII menjelaskan mengenai ketentuan peralihan, menjelaskan tentang penetapan pemberlakuan undang-undang ini yang harus dilaksankan dengan melalui penyesuaian pemanfaatan Ruang. Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang. Pada BAB XIII membahas terperinci tentang ketentuan penutup, berisi tentang jangka waktu penyelesaian undang-undang berdasarkan peraturan pemerintah, presiden dan menteri.