Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM AGROHIDROLOGI

MENGHITUNG NERACA AIR LAHAN BULANAN

DI SUSUN OLEH: KELOMPOK 8

NAMA:

1. WAHYU RISKIYANTO (D1A017069)

2. SRI AGUSTIN (D1A017070)

3. PUTRI ELVIDA (D1A017087)

KELAS: AGROEKOTEKNOLOGI C

DOSEN PENGANMPU : Ir. ENDRIANI, M.P.

ASISTEN DOSEN:

1. Beben Julian

2. Savitri Khairunnisa Putri

AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
Materi praktikum : Curah Hujan dan Klasifikasi Iklim

Hari / Tanggal : Senin / 1 April 2019

Praktikum : -6- (enam)

Di setujui Asisten : 1. Beben Julian

2. Savitri Khairunnisa Putri

Beben Julian Savitri Khairunnisa Putri


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam konsep siklus hidrologi bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu di
permukaan bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang masuk ( input) dan keluar
(output) pada jangka waktu tertentu. Neraca masukan dan keluaran air di suatu tempat
dikenal sebagai neraca air (water balance). Karena air bersifat dinamis maka nilai
neraca air selalu berubah dari waktu ke waktu sehingga di suatu tempat kemungkinan
bisa terjadi kelebihan air (suplus) ataupun kekurangan (defisit). Apabila kelebihan
dan kekurangan air ini dalam keadaan ekstrim tentu dapat menimbulkan bencana,
seperti banjir ataupun kekeringan. Bencana tersebut dapat dicegah atau ditanggulangi
bila dilakukan pengelolaan yang baik terhadap lahan dan lingkungan nya.

Neraca air lahan merupakan neraca air untuk penggunaan lahan pertanian
secara umum. Neraca ini bermanfaat dalam mempertimbangkan kesesuaian lahan
pertanian; mengatur jadwal tanam dan panen; mengatur pemberian air irigasi dalam
jumlah dan waktu yang tepat.

Dalam perhitungan neraca air lahan bulanan diperlukan data masukan yaitu
curah hujan bulanan (CH), evapotranspirasi bulanan (ETP), kapasitas lapang (KL)
dan titik layu permanen (TLP).

Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas perlu di lakukan praktikum mengenai
analisis neraca air lahan bulanan sehingga memberikan manfaat dalam mengatasi
masalah seputar air lahan bulanan.
1.2 Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu menghitung dan menganalisis neraca air lahan bulanan
dengan metode Thorthwaite.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

 Siklus Hidrologi
Kodoati dan Rustam (2008) menyatakan bahwa siklus hidrologi adalah
pergerakan air di bumi berupa cair, gas, dan padat baik proses di atmosfir, tanah dan
badan-badan air yang tidak terputus melalui proses kondensasi, presipitasi, evaporasi
dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses
siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian
jatuh sebagai presipitasi dalambentuk air, es,atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi
beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang
kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai
tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

1. Evaporasi / transpirasi Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb.
kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan.
Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya
akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
2. Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-
celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak
akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah
permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
3. Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama
dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran
permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada
daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama
yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju
laut.Dalam konsep siklus hidrologi bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu di
permukaan bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang masuk (input) dan keluar
(output) pada jangka waktu tertentu. Semakin cepat siklus hidrologi terjadi maka
tingkat neraca air nya semakin dinamis (Soewarno, 2000).
Kesetimbangan air dalam suatu sistem tanah-tanaman dapat digambarkan
melalui sejumlah proses aliran air yang kejadiannya berlangsung dalam satuan
waktu yang berbeda-beda (Soewarno, 2000).

 Neraca Air
Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu
tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut
kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui kondisi air
pada surplus dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi,
serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya (Soewarno, 2000).

Soewarno (2000) menytakan bahwa model neraca air cukup banyak, namun yang
biasa dikenal terdiri dari tiga model, antara lain:

a) Model Neraca Air Umum. Model ini menggunakan data-data klimatologis dan
bermanfaat untuk mengetahui berlangsungnya bulan-bulan basah (jumlah curah hujan
melebihi kehilangan air untuk penguapan dari permukaan tanah atau evaporasi
maupun penguapan dari sistem tanaman atau transpirasi, penggabungan keduanta
dikenal sebagai evapotranspirasi).
b) Model Neraca Air Lahan. Model ini merupakan penggabungan data-data
klimatologis dengan data-data tanah terutama data kadar air pada Kapasitas Lapang
(KL), kadar air tanah pada Titik Layu Permanen (TLP), dan Air Tersedia (WHC =
Water Holding Capacity).
- Kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan
jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Air
yang dapat ditahan tanah tersebut akan terus-menerus diserap akar tanaman atau
menguap sehingga tanah makin lama makin kering. Pada suatu saat akar tanaman
tidak lagi mampu menyerap airsehingga tanaman menjadi layu. Kandungan air pada
kapasitas lapang diukur pada tegangan 1/3 bar atau 33 kPa atau pF 2,53 atau 346 cm
kolom air.
- Titik layu permanen adalah kondisi kadar air tanah dimana akar-kar tanaman tidak
mampu lagi menyerap air tanah, sehingga tanaman layu. Tanaman akan tetap layu
pada siang atau malam hari. Kandungan air pada titik layu permanen diukur pada
tegangan 15 bar atau 1.500 kPa atau pF 4,18 atau 15.849 cm tinggi kolom air.
- Air tersedia adalah banyaknya air yang tersedia bagi tanaman yaitu selisih antara
kapasitas lapang dan titik layu permanen.
c) Model Neraca Air Tanaman. Model ini merupakan penggabungan data
klimatologis, data tanah, dan data tanaman. Neraca air ini dibuat untuk tujuan khusus
pada jenis tanaman tertentu. Data tanaman yang digunakan adalah data koefisien
tanaman pada komponen keluaran dari neraca air. Neraca air adalah gambaran
potensi dan pemanfaatan sumberdaya air dalam periode tertentu. Dari neraca air ini
dapat diketahui potensi sumberdaya air yang masih belum dimanfaatkan dengan
optimal.
Secara kuantitatif, neraca air menggambarkan prinsip bahwa selama periode
waktu tertentu masukan air total sama dengan keluaran air total ditambah dengan
perubahan air cadangan (change in storage). Nilai perubahan air cadangan ini dapat
bertanda positif atau negatif (Soewarno, 2000).

Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air
yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistem (sub sistem) tertentu.
Secara umum persamaan neraca air dirumuskan dengan (Sri, 2000).

 Kelebihan Air Tanaman


Kelebihan air pada tanaman biasanya terlihat /terjadi ketika awal musim hujan
(akhir musim kemarau) dan padsa saat pertengfahan musim hujan. Yang sangat
berdampak bagi pertumbuhan tanaman dapat di lihat sebagai berikut:” Awal musim
hujan (akhir musim kemarau) (Aak, 2000).
Ciri, sinar matahari cukup banyak, suhu udara panas, kelembaban udara
absolute (Ah) tinggi, kelembaban udara relatip (Rh) tinggi, hujan masih jarang
terjadi, dan sumber air tanah maupun air permukaan sedikit. Dampak bagi tanaman
yaitu proses transpirasi (proses pendinginan) terganggu karena tingginya nilai Rh.
Keadaan ini diperparah dengan sulitnya proses pendinginan secara konduksi lewat
daun, karena bahang panas pada fase musim ini juga tinggi. Akibatnya tanaman akan
kepanasan, daun dan batang tanaman nampak layu meski masih nampak hijau. Kalau
kondisi parah ranting dan daun akan menguning dan rontok (Aak, 2000).

Kesalahan yang sering dilakukan pada fase ini, melihat tanaman nampak layu
timbul anggapan tanaman kurang air. Padahal kelayuan muncul bukan karena
kekurangan air (seperti pada musim panas), namun akibat terganggunya proses
penyerapan air karena transpirasi terhambat. Dampak selanjutnya gampang diduga,
zona akar akan kelebihan air dan mengundang penyakit (Aak, 2000).

Pertengahan musim hujan. Ciri, sinar matahari terhalangi mendung, suhu udara
turun, kelembaban udara absolute (Ah) turun / rendah, kelembaban udara relatip (Rh)
tinggi, frekwensi hujan tinggi, dan sumber air tanah maupun air permukaan melimpah
(Aak, 2000).

Dampak bagi tanaman antara lain Kelembaban (Rh) tinggi pada suhu yang
rendah merupakan kondisi ideal pertumbuhan spora jamur. Tanaman yang tidak sehat
atau bagian tanaman yang tua menjadi rentan serangan jamur. Genangan-genangan
air pada bagian batang, bonggol, dan daun (bagian-bagian yang kaya karbohidrat)
cepat atau lambat akan diserbu jamur (Aak, 2000).

 Kekurangan Air Tanaman


Kekurangan air mempengaruhi semua aspek pertumbuhan tanaman, yang
meliputi proses fisiologi, biokimia, anatomi dan morfologi. Pada saat kekurangan air,
sebagian stomata daun menutup sehingga terjadi hambatan masuknya CO2 dan
menurunkan aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis,
kekurangan air juga menghambat sintesis protein dan dinding sel (Salisbury 2006).
Tanaman yang mengalami kekurangan air secara umum mempunyai ukuran
yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal (Kurniasari
2010). Kekurangan air menyebabkan penurunan hasil yang sangat signifikan dan
bahkan menjadi penyebab kematian pada tanaman (Salisbury, 2006).

Mansfield (2008) menjelaskan bahwa respons tanaman yang mengalami


kekurangan air dapat merupakan perubahan di tingkat selular dan molekular yang
ditunjukkan dengan penurunan laju pertumbuhan, berkurangnya luas daun dan
peningkatan rasio akar : tajuk. Tingkat kerugian tanaman akibat kekurangan air
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain intensitas kekeringan yang dialami,
lamanya kekeringan dan tahap pertumbuhan saat tanaman mengalami kekeringan.

Lie (2006) menjelaskan bahwa evaluasi toleransi tanaman terhadap


kekurangan air dapat dilakukan dengan mengidentifikasi ciri-ciri morfologi, anatomi,
dan fisiologi yang berkaitan erat dengan hasil produksi tanaman di lingkungan yang
kekurangan air.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada Hari Senin tanggal 1 April 2019 di
Laboratorium Fisika Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

3.2 Alat dan Bahan

1. Data curah hujan


2. Komputer/Laptop/Notebook dengan program Software MS Excel.
3.3 Cara Kerja
Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini adalah :

1) Kolom curah hujan (CH)


Diisi dengan data curah hujan rata -rata bulanan atau curah hujan dengan
peluang tertentu yang dapat mewakili seluruh lahan.
2) Kolom evapotranspirasi potensial (ETP)
Diisi dengan nilai ETP dari stasiun setempat dengan urutan prioritas ETP dari:
Lysimeter, Panci klas A dikali dengan koefisien dan pendugaan ETP dengan
rumus empiris (Penman, Thorthwaite, Blaney -Criddle dsb).
3) Kolom CH – ETP
Diisi dengan nilai selisih CH dengan ETP
4) Kolom akumulasi potensial kehilangan air untuk penguapan (APWL)
Diisi dengan penjumlahan nilai CH-ETP yang negatif secara berurutan bulan
demi bulan.
5) Kolom kandungan air tanah (KAT)
Isi dulu nilai KAT dimana terjadi APWL dengan rumus :
KAT = TLP + [ [ 1,00041 – (1,07381/AT)]| APWL| x AT]
dimana, TLP = titik layu permanen dan KL = kapasitas lapang dan
air tersedia, AT = KL – TLP
|APWL| = nilai absolut APWL
Kemudian isi nilai KAT pada kolom dimana tidak terjadi APWL dengan cara:
KAT = KAT terakhir + CH - ETP , jika bila nilai KAT-nya mencapai
Kapasitas
Lapang (KL) maka yang diambil adalah nilai KL.
6) Kolom perubahan kadar air tanah (dKAT)
Nilai dKAT bulan tersebut adalah KAT bulan tersebut dikurangi KAT bulan
sebelumnya. Nilai positif menyatakan perubahan kandungan air tanah yang
berlangsung pada CH > ETP (musim hujan), penambahan berhenti bila
Dkat = 0 setelah KL tercapai. Sebaliknya bila CH < ETP atau dKAT
negatif, maka seluruh CH dan sebagian KAT akan di -evapotranspirasi-kan.
7) Kolom Evapotranspirasi Aktual (ETA)
Bila CH > ETP maka ETA = ETP karena ETA mencapai maksimum.
Bila CH < ETP maka ETA = CH + |dKAT|
karena seluruh CH dan dKAT seluruhnya akan dievapotranspirasikan.
8) Kolom Defisit (D)
Defisit berarti berkurangnya air untuk dievapotranspirasikan sehingga,
D = ETP – ETA , berlangsung pada musim kemarau.
9) Kolom Surplus (S)
Surplus berarti kelebihan air ketika CH >ETP sehingga,
S = CH-ETP-dKAT , berlangsung pada musim hujan.
10) Kolom Run Off
Run off (RO) merupakan aliran permukaan atau limpasan. Thornthwaite dan
Mather (1957) membagi RO menjadi dua bagian :
1. 50% dari Surplus bulan sekarang (Sn).
2. 50% dari RO bulan sebelumnya (ROn -1).
Nilai 50% adalah koefisien run off studi di Amerika. Nilai ini dapat berubah
sesuai kondisi setempat. Sehingga, RO bulan sekarang (Rn) = 50% (Sn +
ROn -1) Khusus RO bulan Januari, karena ROn -1 belum terisi maka ROn-1
diambil 50% dari surplus bulan Desember (50%)
 Analisis Neraca Air
Untuk melihat secara jelas bulan surplus dan defisit dari neraca air maka
buatlah grafik dimana sumbu-x adalah bulan dan sumbu-y adalah curah hujan,
ETP dan ETA.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil pada praktikum ini sebagai berikut :

CH-
Bulan CH ETP ETP APWL KAT dKAT ETA Defisit Surplus Run-off

Jan 321 115 206 207 -31 115 0 237 143,0

Feb 342 72 270 238 31 72 0 239 382,5

Mar 344 121 223 238 0 121 0 223 606,0

Apr 330 135 195 238 0 135 0 195 801,5

Mei 270 130 140 140 -98 130 0 238 1040,0

Juni 112 104 8 8 -132 104 0 140 1180,5

Juli 86 141 -55 -55 79 71 157 -16 0 1181,0

Agus 83 125 -42 -97 1 -78 5 120 36 1217,5

Sept 94 129 -35 -132 1 0 94 35 0 1218,0

Okt 230 117 113 114 113 117 0 0 1218,5

Nov 290 111 179 238 124 111 0 55 1274,0

Des 170 122 48 238 0 122 0 48 1322,5

Total 2672 1422 1250 -284 1740 0 1283 139 1411 11585

Kurva Neraca Air Lahan Bulanan

Kurva Neraca Air Lahan Bulanan


400
Tinggi Air (mm)

300
CH
200
ETP
100 ETA
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
4.2 Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap neraca air lahan bulanan
dengan menggunakan Metode Thornwaite. Dimana data utama yang dibutuhkan
dalam perhitungan ini adalah curah hujan dan nilai evapotranspirasi. Dilihat dari tabel
mengenai perhitungan neraca air lahan, jumlah air yang tersedia di lahan mencapai
2672 mm dengan jumlah defisit mm, evapotranspirasi aktual sebesar 1283 mm,
sehingga selama setahun terjadi surplus dan run-off masing-masing sebesar 1411 mm
dan 11585 mm.

Dari grafik diatas, dapat lihat bahwa surplus terjadi sejak bulan Januari hingga
bulan Mei. Surplus merupakan kelebihan air dimana nilai curah hujan (CH) lebih
besar dari pada penguapan/evapotranspirasi potensial (ETP). Surplus air terjadi
selama musim hujan. Surplus air tertinggi terjadi pada bulan Februari, dengan curah
hujan 342 mm. Selama bulan Januari hingga Mei, nilai CH selalu lebih besar dari
pada nilai ETP. ETA mencapai nilai maksimum. Karena itu, ETA = ETP. Pada bulan
juni hingga September terjadi defisit air dimana jumlah evapotranspirasi aktual
melebihi jumlah curah hujan. Ini berarti seluruh air hujan di evapotranspirasikan
bersama-sama dengan air yang ditarik dari tanah. Pada kondisi defisit ini kandungan
air tanah pun mengalami penurunan seiring dengan berkurangnnya curah hujan dan
air tanah dimanfaatkan untuk evapotranspirasi (ETA) maka apabila air tanah tidak
disuplai oleh hujan akan mengalami defisit dan kondisi demikian disebut musim
kemarau. Pada bulan Oktober hingga Desember, nilai CH kembali lebih besar dari
pada nilai ETP. Dan ETA kembali mencapai nilai maksimum.

Sehingga selama 8 bulan terjadi surplus air, ini membuktikan hampir selama 8
bulan terjadi musim hujan dan hanya 4 bulan musim kemarau yang menyebabkan
defisit air. Hal ini menyebebkan ketidakseimbangan antara bulan surplus air dan
bulan defisit air. Padahal pada daerah tropis biasanya musim hujan dan musim
kemarau seimbang dalam setahun, yaitu 6 bulan musim hujan dan 6 bulan musim
kemarau. Namun karena adanya perubahan iklim secara global menyebabkan
perubahan pola iklim pada daerah tropis. Seperti pada grafik bisa dilihat sepanjang
tahun terjadi musim hujan terus menerus yang membuat keadaan surplus air, tanpa
diimbangi oleh banyaknya bulan kering(defisit air).
Karena sepanjang tahun banyak terdapat bulan-bulan surplus air, maka
kemungkinan dapat terjadi bencana banjir di daerah tersebut. Setelah mengetahui data
neraca air ini, dapat dilakukan tindakan- tindakan untuk mengantisipasi bencana
banjir yang mungkin akan terjadi, seperti dengan membuat saluran drainase, dan
menentukan teknik pengendalian banjir. Jia terjadi banyak bulan defisit air, analisis
neraca air dapat digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpanan dan
pembagi air serta saluran-salurannya. Selain itu, analisis neraca air juga digunakan
sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga perikanan.

Selain surplus dan defisit, hal yang perlu diperhatikan dari hasil analisis neraca
air ini adalah terjadinya run-off yang apabila tidak ditangaini dengan baik akan dapat
menimbulkan bencana yang tidak diinginkan, tetapi apabila dilakukan penangan yang
baik dapat memberikan manfaat yang besar terutama digunakan pada saat musim
kemarau. Setiap tahun berdasarkan neraca air lahan bulanan pada tabel diatas run-off
terjadi sepanjang tahun, namun besarnya tergantung pada curah hujan. Pada periode
surplus dimana terjadinya bulan basah, run-off yaitu pada bulan Januari mencapai
143 mm dan terus meningkat hingga pada bulan Desember mencapai 1322,5 mm.
Potensi ini dapat dimanfaatkan dengan pembuatan pemanenan air hujan sehingga
pada saat terjadinya bulan kering, air tangkapan ini dapat dimanfaatkan untuk
menutupi kekurangan air. Selain mendapatkan keuntungan air untuk menutupi defisit,
dengan melakukan pemanen air hujan ini dapat memperkecil terjadinya erosi akibat
percikan air hujan, sehingga akan menjaga lapisan tanah bagian ata, top soil pada
lahan pertanian. Jika dilihat jumlah keseluruhan run-off selama setahun, maka dapat
menutupi kekurangan air selama setahun, sehingga apabila dilakukan pemanenan air
hujan ini memungkinkan dapat melakukan penanaman padi sepanjang tahun.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa:


1. Surplus terjadi dalam jangka waktu bulan Januari-Mei, Oktober-Desember
sedangkan defisit terjadi dari bulan juni hingga september.
2. Untuk melakukan penanaman sebaiknya dilakukan pada periode surplus serta
panen dilakukan pada periode defisit.
3. Pada bulan juni hingga september, seluruh air hujan mengalami evapotranspirasi
karena CH < ETA.
4. Pada periode defisit perlu dilakukan penyiraman.
DAFTAR PUSTAKA
http://4ndrian0nlii.blogspot.co.id/2011/11/laporan-praktikum-menghitung-
neraca-air.html. Diakses tanggal 28 Maret 2019

http://degonaljaya28.blogspot.co.id/2015/05/laporan-agrohidrologi-dan-
manajemen.html. Diakses tanggal 28 Maret 2019

http://edihariadibagus.blogspot.co.id/2014/07/laporan-praktikum-acara-2-
neraca-air.html. Diakses tanggal 29 Maret 2019

http://blogamrulmustanil.blogspot.co.id/2011/05/analisis-neraca-air-lahan.html.
Diakses tanggal 29 Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai