Dosen Pengampu:
Di susun Oleh:
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau sebagai anggota family
Leguminosae memiliki kemampuan membentuk bintil akar dan menambat nitrogen
udara melalui hubungan simbiosis dengan bakteri rhizobium. Tanaman kacang-
kacangan ini berfungsi sebagai inang, menyediakan tempat bagi rhizobium dalam
bintil akar, dan energi untuk menambat nitrogen. Sebaliknya tanaman menerima
nitrogen yang ditambat dari bintil untuk nutrien dan bahan baku protein. Nitrogen
merupakan salah satu unsur pokok dalam produksi tanaman pangan khususnya
kacang-kacangan, dengan penambatan nitrogen secara simbiotik, didapatkan sumber
yang murah dan dapat membantu mengurangi biaya produksi terutama pada tanah
yang tidak subur. Kacang tanah memiliki kapasitas penambatan nitrogen yang tinggi.
Menurut Boogerd dan van Rossum (2006) jumlah nitrogen yang diakumulasi
oleh kacang tanah lebih tinggi dibanding kacang-kacangan tropis lainnya. Giller
(2001) melaporkan bahwa potensi penambatan nitrogen pada kacang tanah sekitar
21–206 kg N/ha/tahun, tergantung pada varietas, efisiensi rhizobium, kondisi tanah
dan iklim. Penambatan nitrogen pada kacang-kacangan tergantung pada pembentukan
bintil oleh rhizobium. Tanpa adanya massa bintil yang berisi strain rhizobium yang
efektif menambat nitrogen, maka penambatan nitrogen tidak akan terjadi.
1. Untuk melihat dan mengamati ada atau tidaknya bintil akar pada tanaman
kacang tanah, kacang hijau, dan kacang kedelai.
2. Untuk mengatahui prosedur pembuatan MOL (Mikro Organisme Lokal).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bintil akar terbentuk melalui serangkaian proses, yang diawali dari kehadiran
suatu strain bakteri Rhizobium sebagai mikrosimbion pada bulu – bulu akar tanaman
leguminosa (sebagai makrosimbion), dan selanjutnya dengan penyusupan lebih lanjut
ke jaringan akar yang lebih dalam. Saling tindak antara bakteri Rhizobium dengan
jaringan akar yang menghasilkan pembentukan bintil akar. Dalam saling tindak
tersebut, sel Rhizobium akan berubah bentuk menjadi bakteroid, sedang di bagian
tengah jaringan bintil akar akan terbentuk pigmen berwarna merah yang disebut
leghaemoglobin yang di bentuk oleh bacteriod yang merupakan komponen yang
terlibat langsung dalam proses penambatan nitrogen (Jutono, 1985).
Bintil akar yang terbentuk tidak semuanya efektif untuk menambat nitrogen
dari udara bebas. Untuk menentukan efektivitas bintil akar, tanda pertama yang dapat
dilihat adalah warna bagian dalam bintil akar.warna jingga atau kemerah-merahan
(karena leghaemoglobin) menunjukkan bahwa bintil akar itu efektif dan yang tidak
efektif berwarna hijau pucat, ukuran bintil akar yang efektif lebih besar dan berpusat
pada akar utama, sedangkan yang tidak efektif ukurannya relatif kecil dan tersebar
pada cabang akar. Kedua ukuran ini ditentukan pada satu tanaman.
Bintil akar yang telah dewasa terdiri atas daerah bakteroid yang dikelilingi
beberapa lapisan korteks. Volume jaringan bakteroid 16 – 50% lebih besar pada bintil
akar efektifdari pada bintil akar tidak efektif. Volume jaringan bakteroid pada bintil
akar efektif memiliki hubungan langsung yang positif dengan jumlah N yang
difiksasi. Nodule yang tidak efektif biasanya kecil – kecil dan jaringan bakteroidnya
tidak berkembang. Sebaiknya nodule yang efektif berukuran besar – besar dan
jaringan bakteroidnya berkembang dengan baik. Bakteroid bentuknya tidak teratur
dan tidak mempunyai flagella dan dikelilingi oleh membrane.
Pigmen merah yang mirip dengan hemoglobin darah dijumpai dalam bintil
akar antara bakteroid dengan selubung membran yang mengelilinginya. Pigmen
merah tersebut disebut “ Leghaemoglobin “. Jumlah leghaemoglobin didalam bintil
akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi dengan
legum. Leghaemoglobin pada bintil akar berfungsi sebagai pembawa elektron
khusus dalam fiksasi nitrogen, pengatur pasokan oksigen dan pembawa oksigen.
Bukti-bukti terakhir menunjukkan bahwa leghaemoglobin tidak berperan aktif dalam
fiksasi nitrogen secara simbiotik tetapi berfungsi sebagai katup biologis dalam
mengatur pemasok oksigen ke bakteroid pada tinggkat optimum yang kondusif untuk
berfungsinya secara tepat pada proses fiksasi nitrogen. Dengan demikian enzim
nitrogenase yang peka terhadap oksigen akan berfungsi secara optimal.
Pemupukan tanaman adalah salah satu kegiatan penting dalam usaha budidaya
tanaman. Pemupukan tanaman pada konsep pertanian konvensional adalah dengan
mengandalkan penggunaan pupuk kimia sintetik. Penggunaan pupuk sintetik
menyebabkan permasalahan bagi lingkungan dalam jangka yang panjang.
Permasalahan penggunaan pupuk kimia sintetik juga menyebabkan peningkatan
permasalahan populasi hama pada lahan pertanian. Menurut Hasan dan Solaiman
(2012), penggunaan bahan kimia pada sektor pertanian dapat menyebabkan dan
meningkatkan permasalahan pada lahan pertanian, yaitu permasalahan hama tanaman
dan menyebabkan kematian bagi tanaman bukan hama serta menurunkan kualitas
tanah pada lahan pertanian jangka panjang.
Pupuk kimia dapat digantikan dengan pupuk organik yang berasal dari limbah.
Bahan untuk membuat pupuk organik diperoleh dari limbah seperti limbah
peternakan sapi maupun limbah padat. Menurut Kochakinezhad et al. (2012), pupuk
organik yang berasal dari limbah pertanian maupun limbah rumah tangga memiliki
kandungan nutrisi N dan P serta hara organik lain dalam jumlah yang tinggi, sehingga
penggunaan limbah sebagai bahan pembuatan pupuk merupakan alternatif yang
sesuai untuk menggantikan peran pupuk sintetik. Menurut Sutanto (2002),
penambahan unsur hara tambahan yang berbahan dasar organik akan menambah
unsur N. P, K dan unsur mikro esensial lainnya. Menurut Badar dan Qureshi (2015),
aplikasi pupuk organik yang berasal dali limbah organik dan bahan yang dapat terurai
alami dapat meningkatkan tiga aspek penting tanah yaitu aspek fisik tanah, kimia
tanah, dan biologi tanah. Penggunaan pupuk organik harus digunakan pada jumlah
atau takaran yang sesuai agar memperoleh hasil produksi pertanian yang optimum.
Mikro organisme lokal dapat dimanfaatkan pada berbagai kebutuhan.
Implementasi mikro organisme lokal salah satunya yaitu sebagai bahan awalan untuk
membuat pupuk organik. Menurut Direktorat Pengelolaan Lahan (2007) dalam
Mamilianti (2012), mikro organisme lokal (MOL) merupakan bahan cair yang terbuat
atau terbentuk dari berbagai bahan alami disukai tanaman sebagai media hidup dan
berkembang yang dicampurkan agar mikro organisme dapat berkembang. Mikro
organisme lokal yang dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk organik berguna dalam
mempercepat penguraian bahan organik agar lebih mudah hancur. Mikro organisme
lokal dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk kompos sebagai bahan awal agar
mempercepat penguraian bahan organik.
Menurut Rahmah et al (2014), pembuatan pupuk berbahan dasar limbah
sayuran dapat diolah menjadi pupuk organik cair. Bahan yang baik bagi pembuatan
pupuk organik cair adalah bahan organik basah seperti limbah buah sayuran. Limbah
sayuran dan buah tidak memiliki selulosa yang banyak sehingga mudah terurai dan
tinggi akan kandungan hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Tidak hanya berbahan
sayuran, pembuatan MOL juga membutuhkan bahan-bahan lain yang mengandung
karbohidrat, glukosa dan bakteri. Karbohidrat pada pembuatan MOL didapatkan
dengan menggunakan air cucian beras, nasi basi, singkong, dan bahan lain yang
mengandung karbohidrat. Kandungan glukosa pada pembuatan MOL didapatkan dari
gula merah yang dicairkan dengan air sampai halus, gula pasir cair, gula batu yang
dicairkan dan air kelapa, sedangkan komponen bakteri didapatkan dari limbah apapun
yang mengandung bakteri seperti limbah buah atau sayur dan kotoran hewan serta air
kencing hewan.
Proses pembuatan MOL membutuhkan waktu yang cukup agar kualitasnya
optimum atau sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Juanda et al.
(2011), metode dan lamanya fermentasi pembuatan MOL mempengaruhi mutu MOL
yang dihasilkan. Mutu MOL terbaik dihasilkan dengan pembuatan MOL dalam
wadah yang tertutup rapat dan kuat tidak menggunakan selang udara karena gas yang
dihasilkan dari proses fermentasi akan hilang dan membuat mutu MOL berkurang.
Lamanya waktu fermentasi pembuatan MOL yang baik adalah selama 3 minggu.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Alat : Cangkul
Bahan : Tanah yang belum pernah di pupuk dengan kedalaman 0 – 20 cm,
bibit kacang-kacangan (kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau),
pupuk NPK, dan polybag.
4.1 Hasil
Tabel 1.1 Pengamatan tinggi tanaman kacang hijau, kacang tanah, dan kacang kedelai
pada tanggal 9 Oktober 2019.
Tabel 1.2 Hasil pengamatan kelompok 3 ada atau tidaknya bintil akar yang terbentuk
pada tanaman.
4.2 Pembahasan
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran Gambar