Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI TANAH

PENGAMATAN BINTIL AKAR PADA TANAMAN KACANG


KEDELAI, KACANG TANAH, DAN KACANG HIJAU, SERTA
PROSEDUR PEMBUATAN MOL (Mikro Organisme Lokal)

Dosen Pengampu:

Ir. Suryanto, M.S.

Di susun Oleh:

SRI AGUSTIN (D1A017070)

SUMBER DAYA LAHAN (M)

PROGRAM STUDY AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Pengamatan Bintil Akar

Kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau sebagai anggota family
Leguminosae memiliki kemampuan membentuk bintil akar dan menambat nitrogen
udara melalui hubungan simbiosis dengan bakteri rhizobium. Tanaman kacang-
kacangan ini berfungsi sebagai inang, menyediakan tempat bagi rhizobium dalam
bintil akar, dan energi untuk menambat nitrogen. Sebaliknya tanaman menerima
nitrogen yang ditambat dari bintil untuk nutrien dan bahan baku protein. Nitrogen
merupakan salah satu unsur pokok dalam produksi tanaman pangan khususnya
kacang-kacangan, dengan penambatan nitrogen secara simbiotik, didapatkan sumber
yang murah dan dapat membantu mengurangi biaya produksi terutama pada tanah
yang tidak subur. Kacang tanah memiliki kapasitas penambatan nitrogen yang tinggi.

Menurut Boogerd dan van Rossum (2006) jumlah nitrogen yang diakumulasi
oleh kacang tanah lebih tinggi dibanding kacang-kacangan tropis lainnya. Giller
(2001) melaporkan bahwa potensi penambatan nitrogen pada kacang tanah sekitar
21–206 kg N/ha/tahun, tergantung pada varietas, efisiensi rhizobium, kondisi tanah
dan iklim. Penambatan nitrogen pada kacang-kacangan tergantung pada pembentukan
bintil oleh rhizobium. Tanpa adanya massa bintil yang berisi strain rhizobium yang
efektif menambat nitrogen, maka penambatan nitrogen tidak akan terjadi.

Kacang-kacangan menghasilkan senyawa aromatik yang mampu menginduksi


struktur gen-Nod rhizobia melalui regulator NodD protein (van Rhijn dan
Vanderleyden 1995; Göttfert 1993). Sebagian besar zat ini secara kolektif dikenal
antara lain sebagai flavonoid; mereka termasuk isoflavon, chalcones, flavonol, flavon,
dan antosianidin. Demikian pula coumarines dan betain memiliki aktivitas yang dapat
menginduksi gen-Nod. Selain induksi gen-Nod, flavonoid juga memiliki peran ganda
dalam beberapa tahapan perkembangan bintil (Miller et al. 1994) dan tanaman (Koes
et al. 1994).

Sebagian besar strain Bradyrhizobium yang membentuk bintil pada kacang


tanah mampu menggunakan produk degradasi flavonoid sebagai sumber karbon
tunggal dan energi bebas. Setelah diinduksi dengan flavonoid oleh tanaman, bakteri
mengkatalisis lipochitin-oligosakarida (faktor Nod). Pada gilirannya, faktor Nod
menimbulkan berbagai respons pada akar, termasuk depolarisasi membran sel rambut
akar, deformasi akar rambut, mengeritingnya rambut akar, pembentukan benang pra-
infeksi, awal transkripsi gen nodulin, meningkatnya biosintesis flavonoid,
pembelahan sel kortikal akar, dan kadang-kadang bahkan pembentukan bintil (van
Rhijn dan Vanderleyden 1995; Spaink 1995).

1.1.2 Prosedur Pembuatan MOL

Sektor pertanian telah lama diandalkan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup


manusia didunia. Pemenuhan kebutuhan hidup manusia seiring meningkat namun
tidak diikuti dengan kecukupan kebutuhan pangan global. Hal ini yang memicu
terjadinya intensifikasi pertanian mengarah pada penggunaan bahan kimia untuk
dapat memperoleh produksi pertanian yang maksimal. Namun pada sisi lain,
penggunaan bahan kimia secara intensif berdampak negatif bagi ekosistem lahan
pertanian. Perubahan lingkungan kearah pemerosotan keseimbangan ekosistem akibat
dari penggunaan bahan kimia pada bidang pertanian memicu perubahan konsep
pertanian modern. Pertanian konvensional yang mengandalkan bahan kimia dalam
menunjang produksi, mulai diarahkan pada konsep pertanian yang ramah lingkungan
dengan tetap menjaga kualitas dan kuantitas produksi pertanian.
Konsep pertanian organik merupakan teknik budidaya tanaman dengan
mengandalkan bahan-bahan organik atau alami yang mudah terurai oleh alam. Salah
satu teknik yang digunakan dalam konsep pertanian organik adalah dengan
penggunaan pupuk organik. Pupuk organik dalam pertanian organik adalah nutrisi
tambahan bagi tanaman yang diberikan pembudidaya tanaman yang dibuat dari
bahan-bahan alami maupun limbah organik. Pupuk organik dapat dibuat dengan
berbagai macam cara dan bahan. Bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk
organik diperoleh dengan mudah karena bahan pembuatan pupuk organik adalah
berupa limbah. Limbah yang dapat digunakan dalam pembuatan pupuk organik
adalah salah satunya dengan limbah rumah tangga maupun limbahan pertanian
maupun limbah peternakan.
Limbah yang digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk organik mengandung
mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk organik.
Mikroorganisme yang terkandung didalam limbah bahan pembuatan pupuk dapat
dikembangkan sehingga limbah yang dihasilkan oleh manusia dapat berkurang dan
menjadikan limbah sebagai barang yang memiliki nilai jual dibandingkan jika limbah
yang tidak dimanfaatkan. Mikroorganisme berperan sebagai dekomposer bahan-
bahan alami sehingga terurai menjadi bagian-bagain yang kecil kemudian menjadi
tanah kembali. Mikroorganisme yang terkandung dalam limbah berperan sebagai
pengurai sehingga mempercepat penguraian bahan-bahan alami dalam pembuatan
pupuk organik. Oleh karena itu, penting untuk dapat mengetahui dan mengkaji lebih
dalam tentang mikroorganisme lokal yang terkandung dalam limbah dan membuat
mikroorganisme lokal secara mandiri.
1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu:

1. Untuk melihat dan mengamati ada atau tidaknya bintil akar pada tanaman
kacang tanah, kacang hijau, dan kacang kedelai.
2. Untuk mengatahui prosedur pembuatan MOL (Mikro Organisme Lokal).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengamatan Bintil Akar

2.1.1 Simbiosis Tanaman Legum dengan Rhizobium

Kedelai merupakan salah satu tanaman leguminosa yang dapat bersimbiosis


dengan bakteri Rhizobium untuk menambat N2 dari udara. Dengan kenyataan ini
maka tanaman leguminosa khususnya kedelai mendapat N dari tanah dalam bentuk
NH4+ dan NO3- dan juga di peroleh dari hasil simbiosis tersebut. Apabila tanaman
kacangkacangan dan Rhizobium di tumbuhkan secara terpisah, keduanya tidak dapat
menambat N baik tanaman kacang-kacangan maupun Rhizobium, akan tetapi
keduanya mempunyai sifat interaksi. Hal ini merupakan inti simbiosis yang keduanya
mempunyai keuntungan dari asosiasi. Tanaman kacang-kacangan menyediakan
energi dari sumber karbon kepada bakteri, dan bakteri memberi N kepada tanaman.

Simbiosis di cirikan dengan terbentuknya dengan bintil akar pada sistem


perakaran tanaman legum. Bintil akar tersebut merupakan organ simbiosis dan tempat
berlangsungnya proses penambatan nitrogen dari udara, sehingga tanaman mampu
memenuhi sebagian besar kebutuhan nitrogennya dari proses penambatan tersebut.
Kemenpuan untuk menambat nitrogen bebas dari udara, merupaka ciri khas dari
tanaman leguminosa khususnya kedelai, yang perlu dipertimbangkan dalam
pembudidayaannya dan upaya meningkatkan produksinya.

Asosiasi antara bakteri Rhizobium dengan tanaman inang bersifat spesifik


(khas). Faktor penentu yang berperan dalam spesifikasi asosiasi ini adalah Lektin
(Phytohemaglutinin) yang dihasilkan oleh sistem perakaran legum yang membentuk
bintil akar. Berbagai jenis tanaman legum dapat menghasilkan Lektin dengan
kekhususan yang berbeda terhadap berbagai spesies Rhizobium. Sebagai contoh,
sejenis Lektin yang di hasilkan oleh perakaran tanaman Clover (Trifolium sp) yang
disebut trifolii tidak dapat terikat dengan polisakarida yang ada pada permukaan sel
Rhizobium japanicum atau spesies Rhizobium yang lain (Rao, 1982).

Kesesuaian hubungan antara strain Rhizobium dan varietas kedelai yang


berbintil akar akan mementukan efektivitas penambatan nitrogennya. Agar
menghasilkan penambatan nitrogen yang maksimum, bintil akar yang efektif
memerlukan dukungan faktor-faktor tertentu dalam tanah dan faktor-faktor yang
mendukung pertumbuhan tanaman.

Bintil akar terbentuk melalui serangkaian proses, yang diawali dari kehadiran
suatu strain bakteri Rhizobium sebagai mikrosimbion pada bulu – bulu akar tanaman
leguminosa (sebagai makrosimbion), dan selanjutnya dengan penyusupan lebih lanjut
ke jaringan akar yang lebih dalam. Saling tindak antara bakteri Rhizobium dengan
jaringan akar yang menghasilkan pembentukan bintil akar. Dalam saling tindak
tersebut, sel Rhizobium akan berubah bentuk menjadi bakteroid, sedang di bagian
tengah jaringan bintil akar akan terbentuk pigmen berwarna merah yang disebut
leghaemoglobin yang di bentuk oleh bacteriod yang merupakan komponen yang
terlibat langsung dalam proses penambatan nitrogen (Jutono, 1985).

Bintil akar dalam sistem perakaran tanaman legum merupakan struktur


pelindung, sedang bakteroid merupakan site dari proses penambatan nitrogen. Bintil
akar tersebut mempunyai keanekaragaman yang luas dalam ukuran, bentuk, warna,
lokasi dan jumlahnya. Keanekaragaman ini ditentukan oleh saling tindak antara
tanaman inang dan spesies Rhizobium-nya. Hasil beberapa penelitian menunjukkan
bahwa jumlah, ukuran beberapa lokasi bintil akar mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan kemampuan untuk menambat nitrogen udara.

2.1.2 Proses Pembentukan Bintil Akar (Nodule)

Bakteri Rhizobium tanpa bersimbiosis dengan tanaman leguminosa tidak dapat


menambat N2 udara, dengan demikian kebutuhan N-nya didapat dari dalam tanah.
Tanda pertama yang dapat dilihat untuk menentukan apakah terjadi simbiosis antara
Rhizobium dengan leguminosa adalah adanya bintil akar (Nodul) pada sistem
perakaran legum tersebut

Proses pembentukan bintil akar ini terjadi, diawali dengan diekskresikannya


sejenis faktor tumbuh dan zat – zat makanan antara lain tryptophan oleh sistem
perakaran leguminosa. Sebagai akibatnya bakteri Rhizobium yang kebetulan ada di
sekitar akar atau yang sengaja diinokulasikan pada saat tanaman akan terangsang
untuk berkembang biak dengan cepat mengeluarkan sekresi tandingan yang di duga
berupa asam 3-indol asetat (3-indol acetic acid). Sekresi ini menyebabkan terjadinya
benangbenang infeksi (saluran infeksi) pada akar leguminosa sampai jauh ke jaringan
kortek dan sekaligus diikuti dengan infiltrasi bakteri Rhizobium melalui benang-
benang infeksi tersebut. Bakteri Rhizobium kemudian berkembang didalam sel
kortek, yang menyebabkan sel kortek tersebut berkembang secara abnormal dan
akhirnya terbentuklah suatu bengkakan yang disebut bintil akar atau “nodule”.
Didalam bintil akar inilah Rhizobium berkembang dan mengadakan fiksasi nitrogen
bebas dari udara

Bintil akar yang terbentuk tidak semuanya efektif untuk menambat nitrogen
dari udara bebas. Untuk menentukan efektivitas bintil akar, tanda pertama yang dapat
dilihat adalah warna bagian dalam bintil akar.warna jingga atau kemerah-merahan
(karena leghaemoglobin) menunjukkan bahwa bintil akar itu efektif dan yang tidak
efektif berwarna hijau pucat, ukuran bintil akar yang efektif lebih besar dan berpusat
pada akar utama, sedangkan yang tidak efektif ukurannya relatif kecil dan tersebar
pada cabang akar. Kedua ukuran ini ditentukan pada satu tanaman.

Bintil akar yang telah dewasa terdiri atas daerah bakteroid yang dikelilingi
beberapa lapisan korteks. Volume jaringan bakteroid 16 – 50% lebih besar pada bintil
akar efektifdari pada bintil akar tidak efektif. Volume jaringan bakteroid pada bintil
akar efektif memiliki hubungan langsung yang positif dengan jumlah N yang
difiksasi. Nodule yang tidak efektif biasanya kecil – kecil dan jaringan bakteroidnya
tidak berkembang. Sebaiknya nodule yang efektif berukuran besar – besar dan
jaringan bakteroidnya berkembang dengan baik. Bakteroid bentuknya tidak teratur
dan tidak mempunyai flagella dan dikelilingi oleh membrane.

Pigmen merah yang mirip dengan hemoglobin darah dijumpai dalam bintil
akar antara bakteroid dengan selubung membran yang mengelilinginya. Pigmen
merah tersebut disebut “ Leghaemoglobin “. Jumlah leghaemoglobin didalam bintil
akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi dengan
legum. Leghaemoglobin pada bintil akar berfungsi sebagai pembawa elektron
khusus dalam fiksasi nitrogen, pengatur pasokan oksigen dan pembawa oksigen.
Bukti-bukti terakhir menunjukkan bahwa leghaemoglobin tidak berperan aktif dalam
fiksasi nitrogen secara simbiotik tetapi berfungsi sebagai katup biologis dalam
mengatur pemasok oksigen ke bakteroid pada tinggkat optimum yang kondusif untuk
berfungsinya secara tepat pada proses fiksasi nitrogen. Dengan demikian enzim
nitrogenase yang peka terhadap oksigen akan berfungsi secara optimal.

2.2 Prosedur Pembuatan MOL

Pemupukan tanaman adalah salah satu kegiatan penting dalam usaha budidaya
tanaman. Pemupukan tanaman pada konsep pertanian konvensional adalah dengan
mengandalkan penggunaan pupuk kimia sintetik. Penggunaan pupuk sintetik
menyebabkan permasalahan bagi lingkungan dalam jangka yang panjang.
Permasalahan penggunaan pupuk kimia sintetik juga menyebabkan peningkatan
permasalahan populasi hama pada lahan pertanian. Menurut Hasan dan Solaiman
(2012), penggunaan bahan kimia pada sektor pertanian dapat menyebabkan dan
meningkatkan permasalahan pada lahan pertanian, yaitu permasalahan hama tanaman
dan menyebabkan kematian bagi tanaman bukan hama serta menurunkan kualitas
tanah pada lahan pertanian jangka panjang.
Pupuk kimia dapat digantikan dengan pupuk organik yang berasal dari limbah.
Bahan untuk membuat pupuk organik diperoleh dari limbah seperti limbah
peternakan sapi maupun limbah padat. Menurut Kochakinezhad et al. (2012), pupuk
organik yang berasal dari limbah pertanian maupun limbah rumah tangga memiliki
kandungan nutrisi N dan P serta hara organik lain dalam jumlah yang tinggi, sehingga
penggunaan limbah sebagai bahan pembuatan pupuk merupakan alternatif yang
sesuai untuk menggantikan peran pupuk sintetik. Menurut Sutanto (2002),
penambahan unsur hara tambahan yang berbahan dasar organik akan menambah
unsur N. P, K dan unsur mikro esensial lainnya. Menurut Badar dan Qureshi (2015),
aplikasi pupuk organik yang berasal dali limbah organik dan bahan yang dapat terurai
alami dapat meningkatkan tiga aspek penting tanah yaitu aspek fisik tanah, kimia
tanah, dan biologi tanah. Penggunaan pupuk organik harus digunakan pada jumlah
atau takaran yang sesuai agar memperoleh hasil produksi pertanian yang optimum.
Mikro organisme lokal dapat dimanfaatkan pada berbagai kebutuhan.
Implementasi mikro organisme lokal salah satunya yaitu sebagai bahan awalan untuk
membuat pupuk organik. Menurut Direktorat Pengelolaan Lahan (2007) dalam
Mamilianti (2012), mikro organisme lokal (MOL) merupakan bahan cair yang terbuat
atau terbentuk dari berbagai bahan alami disukai tanaman sebagai media hidup dan
berkembang yang dicampurkan agar mikro organisme dapat berkembang. Mikro
organisme lokal yang dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk organik berguna dalam
mempercepat penguraian bahan organik agar lebih mudah hancur. Mikro organisme
lokal dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk kompos sebagai bahan awal agar
mempercepat penguraian bahan organik.
Menurut Rahmah et al (2014), pembuatan pupuk berbahan dasar limbah
sayuran dapat diolah menjadi pupuk organik cair. Bahan yang baik bagi pembuatan
pupuk organik cair adalah bahan organik basah seperti limbah buah sayuran. Limbah
sayuran dan buah tidak memiliki selulosa yang banyak sehingga mudah terurai dan
tinggi akan kandungan hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Tidak hanya berbahan
sayuran, pembuatan MOL juga membutuhkan bahan-bahan lain yang mengandung
karbohidrat, glukosa dan bakteri. Karbohidrat pada pembuatan MOL didapatkan
dengan menggunakan air cucian beras, nasi basi, singkong, dan bahan lain yang
mengandung karbohidrat. Kandungan glukosa pada pembuatan MOL didapatkan dari
gula merah yang dicairkan dengan air sampai halus, gula pasir cair, gula batu yang
dicairkan dan air kelapa, sedangkan komponen bakteri didapatkan dari limbah apapun
yang mengandung bakteri seperti limbah buah atau sayur dan kotoran hewan serta air
kencing hewan.
Proses pembuatan MOL membutuhkan waktu yang cukup agar kualitasnya
optimum atau sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Juanda et al.
(2011), metode dan lamanya fermentasi pembuatan MOL mempengaruhi mutu MOL
yang dihasilkan. Mutu MOL terbaik dihasilkan dengan pembuatan MOL dalam
wadah yang tertutup rapat dan kuat tidak menggunakan selang udara karena gas yang
dihasilkan dari proses fermentasi akan hilang dan membuat mutu MOL berkurang.
Lamanya waktu fermentasi pembuatan MOL yang baik adalah selama 3 minggu.
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas


Pertanian Universitas Jambi dari tanggal

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Pengamatan Bintil Akar

 Alat : Cangkul
 Bahan : Tanah yang belum pernah di pupuk dengan kedalaman 0 – 20 cm,
bibit kacang-kacangan (kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau),
pupuk NPK, dan polybag.

3.2.2 Prosedur Pembuatan MOL

 Alat : Tanpa alat


 Bahan : Air cucian beras, air tebu, air sumur, gula merah, ragi, dan botol aqua
1 L.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Pengamatan Bintil Akar

1. Isi polybag dengan tanah ± 25 cm masing-masing 3 polybag tanpa


menggunakan pupuk NPK.
2. Isi polybag dengan tanah ± 25 cm masing-masing 3 polybag dengan ditambah
pupuk NPK.
3. Masukkan bibit kacang tanah, kacang hijau, dan kacang kedelai ke dalam
masing-masing polybag.
4. Amati pertumbuhannya setiap 1 minggu sekali bandingkan pertumbuhan pada
tanah yang diberi pupuk dengan tanah yang tidak diberi pupuk.

3.3.2 Prosedur Pembuatan MOL

1. Larutkan ragi kedalam air cucian beras, lalu kocok.


2. Larutkan ragi kedalam air tebu, lalu kocok.
3. Larutkan ragi kedalam air sumur yang telah diberi gula merah, lalu kocok.
4. Amati prerubahan yang terjadi pada airnya setelah beberapa minggu.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Pengamatan Bintil Akar

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dapat diambil beberapa hasil sebagai


berikut.

Tabel 1.1 Pengamatan tinggi tanaman kacang hijau, kacang tanah, dan kacang kedelai
pada tanggal 9 Oktober 2019.

Jenis Tanaman Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3


Diberi Tanpa Diberi Tanpa Diberi Tanpa
pupuk pupuk pupuk pupuk pupuk pupuk
Kacang tanah 13 cm 12 cm 14 cm Mati Mati Mati
Kacang hijau 22 cm Mati 16 cm Mati 15 cm Mati
Kacang kedelai 34 cm Mati 30 cm 28 cm 37 cm 38 cm

Tabel 1.2 Hasil pengamatan kelompok 3 ada atau tidaknya bintil akar yang terbentuk
pada tanaman.

NO. Jenis Tanaman Bintil Akar


1 Kacang hijau (tanpa pupuk) Tidak ada
2 Kacang hijau (NPK) Tidak ada
3 Kacang kedelai (tanpa pupuk) Tidak ada
4 Kacang kedelai (NPK) Tidak ada
5 Kacang tanah (tanpa pupuk) Tidak ada
6 Kacang tanah (NPK) Tidak ada
4.1.2 Prosedur Pembuatan MOL

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengamatan Bintil Akar

4.2.2 Prosedur Pembuatan MOL

Pembuatan MOL perlu memperhatikan beberapa hal agar didapatkan MOL


yang sesuia dan dapat diaplikasikan pada tanaman. Kesalahan dalam pembuatan
MOL berakibat pada gagalnya pembuatan MOL dan dapat berdampak negatif bagi
tanaman apabila diaplikasikan. Salah satu penyebab dampak negatif akibat adanya
kegagalan pembuatan MOL ialah terjadi kontminasi dan pertumbuhan bakteri yang
tidak diharapkan. Kegagalan pembuatan MOL juga dapat disebabkan oleh tidak
berkembangnya mikroorganisme sehingga hara tidak tersedia. Menurut Nappu et al.
(2011), MOL memiliki konsentrasi sel hidup yang beragam. Kontaminasi pada MOL
dapat terjadi oleh tutup media pembuatan MOL yang kurang rapat. Hal tersebut
menyebabkan masuknya bakteri yang tidak diinginkan sehingga kandungan MOL
menjadi berbahaya apabila diaplikasikan pada tanaman.
Larutan MOL merupakan larutan yang berasal dari hasil fermentasi berbagai
bahan dasar dari berbagai sumberdaya yang tersedia seperti limbah rumah tangga.
Larutan MOL dibuat dengan memanfaatkan bahan yang telah menjadi limbah. MOL
merupakan salah satu produk limbah yang baik bagi lingkungan karena MOL
mengandung unsur hara makro dan mikro serta mengandung berbagai jenis bakteri
yang baik bagi tanaman maupun lingkungan. Bakteri yang terkandung pada MOL
berperan sebagai perombak bahan organik tanaman, perangsang tumbuhan dan
berpotensi sebagai agens pengendali hama dan penyakit tumbuhan. Hal tersebut
sesuai dengan definisi pertanian berkelanjutan yaitu dengan menjalankan
keseimbangan aliran energi dengan mengaplikasikan prinsip pertanian berkelanjutan
yaitu mengoptimalkan sumber daya alam yang tersedia. Menurut Nappu et al. (2011),
pertanian yang berwawasan lingkungan merupakan sistem pertanian yang
mengoptimalkan sumberdaya dan penggunaan pupuk alami hasil dekomposisi
mikrobia.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran Gambar

Anda mungkin juga menyukai