Meningoesofalitis Fiksss
Meningoesofalitis Fiksss
DI RUANG MELATI
OLEH :
Nirmala
01345167
FAKULTAS KEPERAWATAN
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
2. Klasifikasi
a. Klasifikasi Meningitis :
1) Meningitis Serosa (Meningitis Tuberculosis Generalisata). Meningitis serosa
ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan
serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah
kuman Tuberculosis dan virus.
2) Meningitis Purulenta. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah
meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta
bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis
Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
b. Ensefalitis :
1) Ensefalitis Supuratif Akut
Ensefalitis Supuratif Akut disebabkan oleh Bakteri penyebab ensefalitis
supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli dan
M.tuberculosa. Ensefalitis disebabkan karena peradangan yang dapat menjalar
ke jaringan otak dari otitis media,mastoiditis,sinusitis,atau dari piema yang
berasl dari radang, abses di dalam paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis
cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan
tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang
adalah edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan
abses. Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan
astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang
masuk ventrikel. Manifestasi klinis Secara umum gejala berupa trias
ensefalitis ; Demam , Kejang dan Kesadaran menurun Bila berkembang
menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda
meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan
progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada
pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.Tanda-tanda deficit neurologist
tergantung pada lokasi dan luas abses.
2) Ensefalitis Sifilis
Ensefalitis Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui
permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui
epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui kelenjar limfe
kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung
beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat. Treponema pallidum
akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian- bagian lain susunan saraf
pusat. Manifestasi klinis Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian : (1)
Gejala-gejala neurologist Kejang-kejang yang datang dalam serangan-
serangan, afasia, apraksia, hemianopsia, kesadaran mungkin menurun,sering
dijumpai pupil Agryll- Robertson,nervus opticus dapat mengalami atrofi. Pada
stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik yang progresif. (2)
Gejala-gejala mental Timbulnya proses dimensia yang progresif, intelgensia
yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya
kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian
terganggu.
3. Etiologi
Agen penyebab umum meningoensefalitis sebagai berikut:
a. Virus
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri di tempat terjadinya infeksi awal
(misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar ke sistem
saraf pusat melalui sistem vaskuler. Virus : Toxoplasma Gondhi, Ricketsia.
- Flaviviridae : Virus Ensefalitis St. Louis , Virus Powassan
Bunyaviridae Virus Ensefalitis California, Virus LaCrosse , Virus Jamestown
Canyon
- Paramyxoviridae : Virus Parotitis dan Virus Parainfluenza
- Morbilivirus : Virus Campak
- Orthomyxoviridae : Influenza A dan Influenza B
- Arenaviridae : Virus khoriomeningitis limfostik
- Reoviridae : Orbivirus: Virus demam tengu Colorado
- Rhabdoviridae : Virus Rabies
- Retroviridae : Lentivirus Virus imunodefisiensi manusia tipe 1 dan
tipe 2
- Onkornavirus : virus limfotropik T manusia tipe 1, Virus limfotropik
T manusia tipe 2
- Herpesviridae : Herpes virus :Virus Herpes simpleks tipe 1 ,Virus
Herpes simpleks tipe 2 ,Virus Varisela zoster , Virus Epstein Barr
- Sitomegalovirus : Sitomegalovirus manusia
b. Bakteri
Haemophilus influenza, Neisseria menigitidis, Streptococcus pneumonia,
Streptococcus grup B, Listeria monocytogenes, Escherichia coli , Staphylococcus
aureus, Mycobacterium tuberkulosa
c. Parasit
- Protozoa : Plasmodium falciparum, Toxoplasma gondii, Naegleria fowleri
(Primary amebic meningoencephalitis), Granulomatous amebic encephalitis
- Helminthes : Taenia solium, Angiostrongylus cantonensis
- Rickettsia : Rickettsia ( Rocky Mountain)
d. Fungi
Criptococcus neoformans , Coccidiodes immitis , Histoplasma capsulatum,
Candida species , Aspergillus Paracoccidiodes
e. Faktor prediposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dari wanita.
f. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.
g. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobuin, anak
yang mendapat obat imunosupresi.
h. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan.
b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang
berhubungan dengan prognosis yang buruk
c. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan
lebih sering dengan meningitis pneumokokus.
2. Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan
mengeluhkan sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis,
saraf cerebral keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea
adalah tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak.
Papilledema jarang terjadi, kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau
abses otak.
3. Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari
gejala spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan
perut, yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan
defisit neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan
ensefalitis juga mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah,
seperti fulminant coma, transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like
illness), atau peripheral neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum
ditemukan pada ensefalitis adalah demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi
neurologis. Penurunan fungsi saraf termasuk berubah status mental, fungsi
neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan ini dapat membantu
mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat infeksi virus West
Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk demam, malaise,
nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat beberapa temuan
fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous; kelemahan otot
proksimal, dan flaccid paralysis.
Dari pemaparan diatas ciri khas dari penderita meningoensefalitis yang tampak
adalah demam akut yang tinggi, kesadaran menurun (lethargi atau gaduh,gelisah),
nyeri kepala,muntah dan kaku kuduk.
manifestasi dari meningitis berdasarkan golongan usia sebagai berikut:
1) Anak dan Remaja
Awitan biasanya tiba-tiba demam mengigil sakit kepala muntah perubahan
pada sensoriumkejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal ) peka
rangsang agitasi dapat terjadi: fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif
atau maniak, mengantuk, stupor, koma. kekakuan nukal, dapat berlanjut
menjadi opistotonustanda kernig dan brudzinski positif hiperaktif tetapi
respons refleks bervariasi tanda dan gejala bersifat khas untuk setiap
organisme ruam ptekial atau purpurik (infeksi meningokokal), terutama bila
berhubungan dengan status seperti syok. keterlibatan sendi (infeksi
meningokokal dan h. influenzae) drain telinga kronis (meningitis
pneumokokal)
2) Bayi dan Anak Kecil
Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak antara usia 3 bulan hingga 2
tahun : muntah peka rangsangan yang nyata sering kejang (seringkali disertai
dengan menangis nada tinggi), fontanel menonjol kaku kuduk dapat terjadi
dapat juga tidak tanda brudzinski dan kernig bersifat tidak membantu dalam
diagnose sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi dalam kelompok usia
empihema subdural (infeksi haemophilus influenza)
3) Neonatus
Tanda-tanda spesifik : secara khusus sulit untuk didiagnosa manifestasi tidak
jelas dan tidak spesifik baik pada saat lahir tetapi mulai terlihat menyedihkan
dan berperilaku buruk dalam beberapa hari menolak untuk makan kemampuan
menghisap buruk muntah atau diar tonus buruk kurang gerakan menangis
buruk fontanel penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir
perjalanan penyakit k. leher biasanya lemas.
5. Patofisiologi
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran
darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal.
Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang
fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebilitis,
osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah, dan sinus paranasales. Mula-mula terjadi
peradangan supuratif pada selaput/jaringan otak. Proses peradangan ini membentuk
eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang
sudah mati. Di daerah yang mengalami peradangan timbul edema, perlunakan, dan
kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian melunak
dan membentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang kosentris. Di sekeliling
abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh
proses ini memakan waktu kurang dari 2 minggu. Abses dapat membesar, kemudian
pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat
mengakibatkan meningitis.
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus
yang melalui parotitis, morbili, varisela, dll. Masuk ke dalam tubuh manusia melalui
saluran pernapasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, virus herpes simpleks
melalui mulut atau mukosa kelamin. Virus-virus yang lain masuk ke tubuh melalui
inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan
mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubela atau cytomegalovirus. Di dalam
tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal, kemudian terjadi viremia yang
menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah
melalui saraf perifer atau secara retrograde axoplasmic spread misalnya oleh virus-
virus herpes simpleks, rabies dan herpes zoster. Di dalam susunan saraf pusat virus
menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler. Infeksi virus dalam otak
dapat menyebabkan meningitis aseptik dan ensefalitis (kecuali rabies). Pada
ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana terjadi peradangan otak, edema
otak, peradangan pada pembuluh darah kecil, trombosis, dan mikroglia.
Bakteri meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk, oleh karena
parasit penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam. Kemungkinan
besar infeksi terjadi melalui saluran pernapasan pada waktu penderita berenang di air
yang bertemperatur hangat. Infeksi yang disebabkan oleh protozoa jenis toksoplasma
dapat timbul dari penularan ibu-fetus. Mungkin juga manusia mendapat toksoplasma
karena makan daging yang tidak matang. Dalam tubuh manusia, parasit ini dapat
bertahan dalam bentuk kista, terutama otot dan jaringan susunan saraf pusat. Pada
fetus yang mendapat toksoplasma melalui penularan ibu-fetus dapat timbul berbagai
manifestasi serebral akibat gangguan pertumbuhan otak, ginjal dan bagian tubuh
lainnya. Maka manifestasi dari toksoplasma kongenital dapat berupa: fetus meninggal
dalam kandungan, neonatus menunjukkan kelainan kongenital yang nyata misalnya
mikrosefalus.
6. Pemeriksaan Penunjang
Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan.
Fungsi lumbal harus dihindari dengan adanya ketidakstabilan kardiovaskular atau
tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat.
a. Pemeriksaan cairan serebrospinal rutin termasuk hitung WBC, diferensial, kadar
protein dan glukosa, dan gram stain. Bakteri meningitis ditandai dengan
pleositosis neutrophilic, cukup dengan protein tinggi nyata, dan glukosa rendah.
Viral meningitis ditandai dengan protein pleositosis limfositik ringan sampai
sedang, normal atau sedikit lebih tinggi, dan glukosa normal. Sedangkan pada
encephalitis menunjukkan pleositosis limfositik, ketinggian sedikit kadar protein,
dan kadar glukosa normal. Peningkatan eritrosit dan protein CSF dapat terjadi
dengan HSV. Extreme peningkatan protein dan rendahnya kadar glukosa
menunjukan infeksi tuberkulosis, infeksi kriptokokus, atau carcinomatosis
meningeal. Cairan serebrospinal harus dikultur untuk mengetahui bakteri, jamur,
virus, dan mikobakteri yang menginfeksi. PCR digunakan untuk mendiagnosis
enterovirus dan HSV karena lebih sensitif dan lebih cepat dari biakan virus.
Leukositosis adalah umum ditemukan. Kultur darah positif pada 90% kasus.
b. Pemeriksaan Electroencephalogram (EEG) dapat mengkonfirmasi komponen
ensefalitis. EEG adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang
lambat, walaupun perubahan fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin
normal atau mungkin menunjukkan pembengkakan otak difus parenkim atau
kelainan fokal.
c. Serologi studi harus diperoleh untuk arbovirus, EBV, Mycoplasma pneumoniae,
cat-scratch disease, dan penyakit Lyme. Sebuah uji IgM serum atau CSF untuk
infeksi virus West Nile tersedia, tetapi reaktivitas silang dengan flaviviruses lain
(St Louis ensefalitis) dapat terjadi. pengujian serologi tambahan untuk patogen
kurang umum harus dilakukan seperti yang ditunjukkan oleh perjalanan, sosial,
atau sejarah medis. Selain pengujian serologi, sampel CSF dan tinja dan usap
nasofaring harus diperoleh untuk biakan virus. Dalam kebanyakan kasus
ensefalitis virus, virus ini sulit untuk mengisolasi dari CSF. Bahkan dengan
pengujian ekstensif dan penggunaan tes PCR, penyebab ensefalitis masih belum
ditentukan di satu pertiga dari kasus.
d. Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab
ensefalitis, terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak
mungkin cocok untuk pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan
perbaikan klinis jika diagnosis tetap tidak jelas. HSV, rabies ensefalitis, penyakit
prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob penyakit dan kuru) dapat didiagnosis dengan
pemeriksaan rutin kultur atau biopsi patologis jaringan otak. Biopsi otak mungkin
penting untuk mengidentifikasi arbovirus dan infeksi Enterovirus, tuberkulosis,
infeksi jamur, dan penyakit non-menular, terutama primer SSP vasculopathies
atau keganasan.
e. MRI/ scan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
f. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
7. Penatalaksaan
Pengobatan suportif dalam kebanyakan kasus meningitis virus dan ensefalitis.
Satu-satunya pengobatan spesifik adalah asiklovir 10 mg/kg iv setiap 8 jam selama
10-14 hari untuk infeksi herpes simpleks. Asiklovir juga efektif terhadap virus
Varicella zoster. Tidak ada manfaat yang terbukti untuk kortikosteroid, interferon,
atau terapi ajuvan lain pada ensefalitis virus dan yang disebabkan oleh bakteri dapat
diberikan klorampinikol 50-75 mg/kg bb/hari maksimum 4 gr/hari.
Meningitis pada neonatus (organisme yang mungkin adalah E.Coli, Steptococcus
grup B, dan Listeria) diobati dengan sefotaksim dan aminoglikosida, dengan
menambahkan ampisilin jika Listeria dicurigai. Akibat Haemophilus memerlukan
pengobatan sefotaksim. Meningitis tuberkulosis diobati dengan rifampisin,
pirazinamid, isoniazid, dan etambuto. Herpetik meningoensefalitis diobati dengan
asiklovir intravenous, cytarabin atau antimetabolit lainnya. Pengobatan amuba
meningoensefalitis dilakukan dengan memberikan amfoterisin B secara intravena,
intrateka atau intraventrikula. Pemberian obat ini dapat mengurangi angka kematian
akibat infeksi Naegleria fowleri, tetapi tidak berhasil mengobati meningoensefalitis
yang disebabkan oleh amuba lainnya.
8. Komplikasi
a) Sindrom hormon antidiuretik dapat mempersulit meningitis dan memerlukan
monitoring output urin dan administrasi cairan yang bijaksana, menyeimbangkan
kebutuhan pemberian cairan untuk hipotensi dan hipoperfusi.
b) Demam persisten umum terjadi selama pengobatan meningitis, tetapi juga
mungkin terkait dengan infeksi atau kekebalan efusi perikardial atau immune
complex-mediated, tromboflebitis, demam obat, atau infeksi nosokomial.
c) Di antara korban, gejala biasanya menyelesaikan selama beberapa hari untuk 2
sampai 3 minggu. Meskipun kebanyakan pasien dengan bentuk epidemi ensefalitis
menular (St Louis, California, dan infeksi Enterovirus) di AS sembuh tanpa gejala
sisa, kasus yang parah menyebabkan kematian atau gejala sisa neurologis yang
substansial dapat terjadi dengan hampir semua virus ini Neurotropik. Angka
kematian keseluruhan untuk ensefalitis menular adalah sekitar 5%. Sekitar dua
pertiga dari pasien sembuh sebelum dibuang dari rumah sakit. Sisanya
menunjukkan residua klinis yang signifikan, termasuk kelumpuhan atau
spastisitas, gangguan kognitif, kelemahan, ataksia, dan kejang berulang.
Kebanyakan pasien dengan gejala sisa neurologis ensefalitis menular pada saat
dikeluarkan dari rumah sakit secara bertahap memulihkan beberapa atau semua
fungsi mereka.
Pola aktifitas : Aktifitas tirah baring, pola istirahat terganggu dengan adanya
dan istirahat kejang / konvulsif
2. Diagnosa Keperawatan
a) Hipertermia b.d proses infeksi
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis
c) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d edema serebral/ penyumbatan
aliran darah.
d) Nyeri akut b.d proses penyakit
e) Risiko cidera b.d aktifitas kejang umum.
f) Risiko infeksi b.d paningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah.
DAFTAR PUSTAKA