Anda di halaman 1dari 17

BAB I

KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 DEFINISI
Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar
melalui lubang hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun
karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh. Mimisan terjadi pada
hidung karena hidung punya banyak pembuluh darah, terutama di balik lapisan
tipis cupingnya. Mimisan sendiri bukan merupakan suatu penyakit tetapi
merupakan gejala dari suatu penyakit, itu artinya mimisan bisa terjadi karena
bermacam sebab dari yang ringan sampai yang berat. Pada umumnya ini terjadi
pada anak-anak karena pembuluh darahnya masih tipis dan sensitif, selain karena
pilek. Gangguan mimisan umumnya berkurang sesuai dengan pertambahan usia.
Semakin tambah usia, pembuluh darah dan selaput lendir di hidungnya sudah
semakin kuat, hingga tak mudah berdarah.

1.2 KLASIFIKASI
Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga
hidung.
A. Epistaksis Anterior (Mimisan depan)
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan,
maka disebut mimisan depan (Epistaksis anterior). Kasus epistaksis anterior
terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari
pleksus kiesselbach. Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini.
Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun
lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat. Mimisan depan biasanya
ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik melalui satu maupun
kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang menuju ke
tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau tengadah. Pada
pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat
hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.
Mimisan depan akibat : Mengorek-ngorek hidung, terlalu lama menghirup
udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC, terlalu lama terpapar
sinar matahari, pilek atau sinusitis, Membuang ingus terlalu kuat biasanya relatif
tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti sendiri dalam
3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan
mengompres hidung dengan air dingin. Beberapa langkah untuk mengatasi
mimisan depan : (1) Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan
sedikit ke depan. Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih
tinggi dari jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan.
Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak
jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke lambung menimbulkan mual dan
muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan gagal napas dan
kematian. (2) Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan
dibawah tulang hidung. Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan
jangan berhenti menekan sampai masa 10 menit terlewati. Penderita diminta
untuk bernapas lewat mulut. (3) beri kompres dingin di daerah sekitar hidung.
Kompres dingin membantu mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan
berkurang. (4) Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung
dan menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam. (5)
Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke
rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang
digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam
perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan posisi tunduk sedikit
kedepan.
B. Epistaksis Posterior (Mimisan belakang)
Mimisan belakang (epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada
pembuluh darah rongga hidung bagian belakang. Epistaksis posterior umumnya
berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina. Mimisan
belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya. Mimisan belakang
kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan juga
mengenai anak-anak. Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat
sebab yang mengalami perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar.
Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian
tertelan masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah.
Pada beberapa kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang
hidung. Beberapa penyebab mimisan belakang : Hipertensi, demam berdarah,
Tumor ganas hidung atau nasofaring, Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia,
thalasemia dll, kekurangan vitamin c dan k, dll. Perdarahan pada mimisan
belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus segera dibawa ke
puskesmas atau RS. Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon
belakang. Caranya, kateter dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga
belakang mulut (faring), kemudian ditarik keluar melalui mulut. Pada ujung yang
keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung kateter satunya yang ada
di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan menyumbat
rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan perdarahan
berhenti. Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan
kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk
mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya.
Tindakan ini dinamakan ligasi.

1.3 ETIOLOGI
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah yang berjalan
di submukosa hidung. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan
umum atau kelainan sistemik.
A. Lokal
a) Trauma
Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya bersin, mengorek
hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan sebagainya. Iritasi gas yang
merangsang dan trauma pada saat pembedahan dapat juga menyebabkan
epistaksis.
Benda asing yang berada di kavum nasi dapat menyebabkan trauma lokal,
misalnya pada pemasangan pipa nasogastrik dan pipa nasotrakea yang
menyebabkan trauma pada mukosa hidung.
Epistaksis juga sering terjadi karena adanya deviasi septum yang tajam.
Perdarahan dapat terjadi di tempat deviasi itu sendiri atau pada mukosa konka
yang berhadapan.
Bagian anterior septum nasi yang mengalami deviasi atau perforasi, akan
terpapar aliran udara pernapasan yang dapat mengeringkan sekret hidung.
Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan
trauma digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi membran mukosa
septum dan kemudian mengakibatkan terjadinya perdarahan.
Perdarahan yang disebabkan karena laserasi minimal dari mukosa
biasanya perdarahan yang terjadi minimal, tetapi jika terjadi trauma wajah yang
berat dapat menyebabkan perdarahan masif.
b) Infeksi
Infeksi hidung seperti rinosinusitis serta granuloma spesifik, seperti lupus,
sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.
c) Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan
intermitten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah.
Neoplasma yang dapat menyebabkan epistaksis masif seperti hemangioma,
karsinoma, serta angiofibroma nasofaring.
d) Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis adalah
perdarahan telangiektasis herediter (hereditary hemorrhagic telangiectasis /
Osler’s disease). Penyakit inimerupakan kelainan pembuluh darah dimana terjadi
kerapuhan kapiler sehingga memudahkan terjadinya perdarahan.
e) Pengaruh lingkungan
Kelembaban udara yang rendah dapat menyebabkan iritasi mukosa.
Epistaksis sering terjadi pada udara yang kering dan saat musim dingin yang
disebabkan dehumidifikasi mukosa nasal. Angka kejadian epistaksis meningkat
jika terjadi kegagalan fungsi humidifikasi, atau ketika mukosa hidung terpapar
udara dingin dan kering sebagai faktor musiman. Angka kejadian meningkat
sejalan dengan penurunan suhu dan kelembaban. Pada negara dengan empat
musim, jumlah pasien biasanya meningkat di musim dingin. Kunjungan
meningkat 30% pada hari dimana temperatur dibawah 50C.
f) Operasi
Perdarahan post operatif setelah bedah endoskopik skull base juga
memerlukan perhatian khusus, bukan hanya karena potensial untuk paparan
terhadap struktur penting neurovaskuler tetapi juga karena fakta bahwa packing
dapat potensial untuk terjadinya kerusakan neurologis yang tiba-tiba.
B. Sistemik
a) Kelainan darah
 Trombositopenia adalah keadaan dimana jumlah trombosit kurang dari
150.000/μl. Trombositopenia akan memperpanjang waktu koagulasi dan
memperbesar resiko terjadinya perdarahan dalam pembuluh darah yang
lebih kecil di seluruh tubuh.
 Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan
secara Xlinked resesif, yang mana gangguan terjadi pada jalur intrinsik
mekanisme herediter, yaitu adanya defisiensi atau defek dari faktor
pembekuan VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia B). Darah pada
penderita hemofilia tidak dapat membeku secara normal, hal ini dapat
menyebabkan terjadinya epistaksis.
 Leukemia adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah
putih yang diproduksi oleh sumsum tulang. Sumsum tulang dalam tubuh
manusia memproduksi 3 tipe sel darah diantaranya lekosit, eritrosit dan
trombosit. Pada leukemia terjadi peningkatan pembentukan sel leukosit
sehingga menyebabkan penekanan pembentukan sel-sel darah lain di
sumsum tulang termasuk trombosit, sehingga terjadi trombositopenia yang
menyebabkan perdarahan mudah terjadi.
 Obat-obatan seperti:
Menyebabkan trombositopeni: Obat kemoterapi, quinidine, golongan
sulfa, H2 blockers, obat2 diabetes oral, heparin, alkohol. Mempengaruhi
proses koagulasi darah: Warfarin, Heparin. Mempengaruhi fungsi platelet:
Aspirin, clopidogrel, OAINS . Obat2an herbal: Dong quai, Danshen,
Feverfew, bawang, jahe, Gingko, Ginseng.
b) Penyakit kardiovaskuler
 Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Perdarahan yang terjadi akibat
kerapuhan pembuluh darah dan kontraksi pembuluh darah terus menerus
sehingga pembuluh darah yang rapuh mudah pecah.
 Arteriosklerosis adalah terjadinya kekakuan pembuluh darah. Jika terjadi
keadaan tekanan darah meningkat, pembuluh darah yang tidak elastis akan
mengalami ruptur.
c) Infeksi Akut
Epistaksis dapat terjadi pada infeksi-infeksi akut seperti demam berdarah,
infeksi virus dengue akan mengakibatkan reaksi kompleks antigen-antibodi yang
akan mengaktivasi sistem komplemen dan juga menyebabkan agregasi trombosit
serta mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh
darah. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan pada demam
berdarah. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks
antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran adenosine
di phospat (ADP), sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh Reticulo Endothelial system (RES)
sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif
(koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan fibrinogen
degredation product (FDP) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

1.4 MANIFESTASI KLINIS


Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang
bersangkutan. Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan
yang dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika
tidak cepat ditolong. Sumber perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun
belakang hidung. Epitaksis anterior depan dapat berasal dari pleksus kiesselbach
atau dari a. etmoid anterior. Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber
epitaksis terutama pada anak-anak dan biasanya dapat sembuh sendiri. Epitaksis
posterior belakang dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a etmoid posterior.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada
pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung.

1.5 PATOFISIOLOGI
Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan
arteri karotis eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui
percabangannya arteri fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior
merupakan salah satu cabang terminal dari arteri fasialis. Arteri ini memberikan
vaskularisasi ke nasal arterior dan septum anterior sampai ke percabangan septum.
Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa pterigomaksilaris dan memberikan
enam percabangan : a.alveolaris posterior superior, a.palatina desenden,
a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal. Arteri palatina
desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai dinding nasal
lateral, kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan di foramen
incisivus untuk menyuplai darah ke septum anterior.
Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung, arteri ini masuk
ke dalam tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa
percabangan. Arteri etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen
etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis posterior keluar dari rongga orbita, masuk
ke foramen etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus.
Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan memasuki fossa kranial anterior, lalu
turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke percabangan lateral
dan untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan septum.
Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan “little area” berada diseptum
kartilagenous anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis
anterior. Sebagian besar arteri yang memperdarahi septum beranastomosis di area
ini. Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di “little area”. Bagian septum nasi
anterior inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal
ini menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada
pembuluh darah tersebut. Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan
seperti menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan
terjadinya trauma ringan pada pembuluh darah sehingga terjadi ruptur dan
perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada membran mukosa yang sudah terlebih
dahulu mengalami in'lamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan atas, alergi atau
sinusitis.

1.6 PATHWAY

1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan laboratorium; jika perdarahan sedikit dan tidak berulang,
tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Jika perdarahan berulang
atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis
epistaksis.
b. Pemeriksaan darah tepi lengkap.
c. fungsi hemostatis
d. EKG
e. Tes fungsi hati dan ginjal
f. Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
g. CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya
rinosinusitis, benda asing dan neoplasma.

1.8 PENATALAKSANAAN
a. Terapi simptomatis $mum
1). Tenangkan penderita, jika penderita khawatir perdarahan akan bertambah
hebat, sumbat hidung dengan kapas dan cuping hidung dijepit sekitar 10
menit.
2). Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan 8askular berkurang dan
mudah membatukkan darah dari tenggorokan, menggunakan apron plastik
serta memegang suatu wadah berbentuk ginjal untuk melindungi
pemakainya.
3). Kompres dingin pada daerah tengkuk leher dan juga pangkal hidung.
4). Turunkan tekanan darah pada pend erita hipertensi.
5). Hentikan pemakaian antikoagulan.
6). Pemberian cairan elektrolit pada perdarahan hebat, dan keadaan pasien
lemah.
b. Terapi lokal
1). Buang gumpalan darah dari hidung dan tentukan lokasi perdarahan.
2). Pasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidokain
atau pantokain untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa
nyeri.
3). Setelah perdarahan berhenti, dilakukan penyumbatan sumber perdarahan
dengan menyemprotkan larutan perak nitrat 20-30% (atau asam
trikloroasetat 10%), atau dengan elektrokauter. Bila terdapat pertemuan
pembuluh darah septum anterior dan lokasi perdarahan ditemukan, maka
terbaik mengkauterisasi bagian pinggirnya dan tidak benar-benar di
pembuluh darah itu sendiri karena kauterisasi langsung pada pembuluh
darah tersebut biasanya akan menyebabkan perdarahan kembali. Harus
hati-hati agar tidak membuat luka bakar yang luas dan nekrosis jaringan
termasuk kartilago diba6ahnya sehingga terjadi per'orasi septum nasi.
4). Cara yang paling baik untuk mengontrol epistaksis anterior (setelah
dekongesti dan kokainisasi) dengan suntikan 2 ml lidokain 1% di regio
foramen incisivum pada dasar hidung. Pengontrolan perdarahan anterior
dengan cara ini dapat menghindari masalah per'orasi septum, karena
elektrokauterisasi diberikan ke tulang dasar hidung dan bukan pada
septum.
5). Bila dengan cara tersebut perdarahan masih terus berlangsung, maka
diperlukan pemasangan tampon anterior yang telah diberi vaselin atau
salep antibiotika agar tidak melekat sehingga tidak terjadi perdarahan
ulang saat tampon dilepaskan. Tampon dibuat dari lembaran kasa steril
bervaselin, berukuran 72 x 1/2 inci, dimasukkan melalui lubang hidung
depan, dipasang secara berlapis mulai dari dasar sampai puncak rongga
hidung dan harus menekan sumber perdarahan. Tampon dipasang selama
1-2 hari, sebagian dokter juga melapisi tampon dengan salep antibiotik
untuk mengurangi bakteri dan pembentukan bau.
6). Dapat juga digunakan balon intranasal yang dirancang untuk menekan
regio septum anterior (pleksus kiesselbach) atau daerah etmoidalis. Cara
ini lebih mudah diterima pasien karena lebih nyaman.
C. Medika mentosa
1). Pada pasien yang dipasang tampon anterior, berikan antibiotik profilaksis.
2). Vasokontriktor topikal :Oxymetazoline 0,05%.
a). Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi vasokonstriksi.
b). Dosis :2-3 spray pada lubang hidung setiap 12 jam
c). Kontraindikasi : hipersensitivitas
d). Hati-hati pada hipertiroid, penyakit jantung iskemik, diabetes melitus,
meningkatkan tekanan intraokular.
3). Anestesi lokal : lidokain 4%
a). Digunakan bersamaan dengan oxymetazoline
b). Menginhibisi depolarisasi, memblok transmisi impuls saraf
c). Kontraindikasi : hipersensitivitas.
d). Salep antibiotik : mopirocin 2% (Bactroban Nasal)
e). Menghambat pertumbuhan bakteri.
f). Dosis : 0,5 g pada setiap lubang hidung selama 5 hari.
g). Kontraindikasi : hipersensitivitas.
4). Perak nitrat
a). Mengkoagulasi protein seluler dan menghan#urkan jaringan granulasi.
b). Kontraindikasi : hipersensiti8itas, kulit yang terluka.
(1). Intervensi radiologi, angiografi dengan embolisasi percabangan arteri
karotis intema. Hal ini dilakukan jika epistaksis tidak dapat dihentikan
dengan tampon.
(2). Pembedahan
Ada tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu :
1. Menghentikan perdarahan
2. Mencegah komplikasi yang timbul akibat perdarahan seperti syok
atau infeksi
3. Mencegah berulangnya epistaksis
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
epistaksis antara lain yaitu :
1. Gunakan semprotan hidungatau tetes larutan garam, pada lubang
hidung dua sampai tiga kali sehari. Untuk membuat tetes larutan
ini dapat mencampur 1 sendok teh garam kedalam secangkir gelas,
kemudian didihkan selama 20 menit lalu biarkan sampai hangat
kuku.
2. Gunakan alat untuk melembabkan udara dirumah
3. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud
4. Jangan masukkan cotton bud melebihi 0,5 – 0,6 cm ke dalam
hidung
5. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras
6. Bersin melalui mulut
7. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari
8. Batasi pengguna obat-obatan yang dapat meningkatkan pendarahan
seperti aspirin atau ibuprofen
9. Konsultasikan ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani denga
n obat alergi biasa
10. Berhentilah merokok, merokok menyebabkan hidung menjadi
kering sehingga mudah iritasi
Ligasi arteri etmoid anterior dilakukan bila dengan tampon anterior
perdarahan masih terus berlangsung. Ligasi dilakukan dengan
membuat sayatan mulai dari bagian medial alis mata,lalu melengkung
ke bawah melalui pertengahan antara pangkal hidung dan daerah
kantus media. Insisi langsung diteruskan ke tulang, dimana periosteum
diangkat dengan hari-hari dan periorbita dilepaskan, lalu bola mata
ditarik ke lateral, arteri etmoid anterior merupakan cabang arteri
optalmika terletak pada sutura frontomaksilolaksimal. Pembuluh ini
dijepit dengan suatu klip hemostatik, atau suatu ligasi tunggal. Septal
dermatoplasty pada pasien osler-weber-rendusyndrome mukosa
septum diambil dan kartilago diganti dengan skin graft. Aliran darah
akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses
pembekuan darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika
pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke depan
(posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk ke
kerongkongan dan lambung. Pertolongan pertama jika terjadi mimisan
adalah dengan memencet hidung bagian depan selama tiga menit.
Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan
ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama
jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti sebaiknya
kunjungi dokter untuk bantuan. Upaya pendarahan hidung yang kronis
yang disebabkan keringnya mukosa hidung, biasanya dicegah dengan
menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari. Jika
disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan
pembuluh darah (vasokontriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat
digunakan tampon hidung. Tampon hidung dapat menghentikan
perdarahan dan media ini dipasang 1-3 hari.

1.9 KOMPLIKASI
a. Sinusitis
b. Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
c. Deformitas (kelainan bentuk) hidung
d. Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
e. Kerusakan jaringan hidung infeksi
f. Komplikasi epistaksis : Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumonia
g. Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum
h. Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok
toksik, Perforasi septum, tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis
kokain atau lidokain)
i. Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah,
hipersensiti6itas, paralisis fasialis, infark miokard.
j. Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark
miokard.
Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat
terjadi syok atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat
menimbulkan infark serebri, insufisiensi koroner, atau infark miokard,
sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini harus segera diberi
pemasangan infus untuk membantu cairan masuk lebih cepat. Pemberian
antibiotika juga dapat membantu mencegah timbulnya sinusitis, otitis media
akibat pemasangan tampon. Kematian akibat pendarahan hidung adalah
sesuatu yang jarang. Namun, jika disebabkan kerusakan pada arteri maksillaris
dapat mengakibatkan pendarahan hebat melalui hidung dan sulit untuk
disembuhkan.Tindakan pemberian tekanan, vasokonstriktor kurang efektif.
Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri

1.10 PENCEGAHAN
a. Jangan mengkorek-korek hidung.
b. Jangan membuang ingus keras-keras.
c. Hindari asap rokok atau bahan kimia lain.
d. Gunakan pelembab ruangan bila cuaca terlalu kering.
e. Gunakan tetes hidung NaCl atau air garam steril untuk membasahi hidung.
f. Oleskan vaselin atau pelembab ke bagian dalam hidung sebelum tidur,
untuk mencegah kering.
g. Hindari benturan pada hidung
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
2.1.1 Biodata Nama ,umur, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan
2.1.2 Riwayat Penyakit sekarang
2.1.3 Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas,
tenggorokan.
2.1.4 Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau
trauma
 pernah mempunyai riwayat penyakit THT
 Pernah menderita sakit gigi geraham
2.1.5 Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit klien sekarang.
2.1.6 Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
2.1.7 Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat ; untuk mengurangi flu
biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme biasanya nafsu makan klien berkurang
karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur; selama inditasi klien merasa tidak dapat
istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri; klien sering pilek terus menerus dan
berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik; daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu
akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
2.1.8 Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan
bengkak).
Data subyektif
- Mengeluh badan lemas
Data obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
- Gelisah
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan denyut nadi
- Anemia
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. PK : Perdarahan
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Cemas
4. Nyeri Akut

2.3 Intervensi Keperawatan


1. PK : Perdarahan
Tujuan : Meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda 6ital normal, tidak anemis
Intervensi
- Monitor keadaan umum pasien
- Monitor tanda vital
- Monitor jumlah perdarahan pasien
- Awasi jika terjadi anemia
- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan
perdarahan : pemberian transfusi, medikasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak
menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan
sianosis
Intervensi
Mandiri
- Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
- Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif
- Penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelektasis, ronchi dan
wheezing menunjukkan akumulasi sekret:
- Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi
- Bersihkan sekret dari mulut dan trakea
- Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali
kontraindikasi
Kolaborasi
- Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator
- Mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi
sekret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk
menurunkan ketidaknyamanan
3. Cemas
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta
pengobatannya.
Intervensi
- Kaji tingkat kecemasan klien
- Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien : Berikan penjelasan pada
klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat
yang jelas, singkat mudah dimengerti
- Observasi tanda-tanda vital.
2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan
dimana awalan kata pada intervensi ditambah dengan kata kerja.misalnya jika
pada intervensi keperawatan kaji TTV maka pada implementasi keperawatan
mengkaji TTV.

2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah hasil asuhan keperawatan yang dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai