Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i

Daftar isi ............................................................................................................... 1

Bab 1 Pendahuluan ................................................................................................ 2


1.1 Latar Belakang ................................................................................... 2
1.2 Tujuan ................................................................................................. 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 4


2.1 Definisi ............................................................................................... 4
2.2 Epidemiologi ...................................................................................... 4
2.3 Etiologi ............................................................................................... 5
2.4 Faktor Predisposisi .............................................................................. 6
2.5 Jenis Mioma Uteri ............................................................................... 7
2.6 Gejala Klinis........................................................................................ 9
2.7 Diagnosis ............................................................................................. 11
2.8 Tatalaksana ......................................................................................... 12
2.9 Komplikasi ......................................................................................... 14
2.10 Prognosis ............................................................................................ 14

Bab 3 Kasus .......................................................................................................... 15


3.1 Identitas .............................................................................................. 15
3.2 Data Dasar .......................................................................................... 15
3.3 Pemeriksaan Fisik .............................................................................. 18
3.4 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 19
3.5 Diagnosis ............................................................................................. 19
3.6 Planning .............................................................................................. 19

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 21

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot

rahim dan jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan sebelum

terjadinya menarkhe, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma

yang masih tumbuh (Guyton, 2002). Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar

20%-30% dari seluruh wanita. Di Indonesia mioma ditemukan 2,39% - 11,7%

pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Baziad, 2003).

Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun (kurang

lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita

yang sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma

ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil.

Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak

pernah hamil atau hanya hamil satu kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan

riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara (Schorge et al., 2008).

Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi

yang efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi

mioma uteri itu sendiri. Walaupun jarang menyebabkan mortalitas, namun

morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma

uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta

diperrkirakan dapat menyebabkan kesuburan rendah. (Bailliere, 2006). Beberapa

2
teori menunjukkan bahwa mioma bertanggung jawab terhadap rendahnya

kesuburan. Adanya hubungan antara mioma dan rendahnya kesuburan ini telah

dilaporkan oleh dua survei observasional (Marshall et al., 1998). Dilaporkan

sebesar 27 – 40 % wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas.

Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik umumnya adalah tindakan

operasi yaitu histerektomi ( pengangkatan rahim ) atau pada wanita yan ingin

mempertahankan kesuburannya, miomektomi ( pengangkatan mioma ) dapat

menjadi pilihan (Djuwantono, 2004).

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui gejala gejala dari

mioma uteri, serta penyebab dan faktor resikonya sehingga dapat melakukan

diagnosis dan tatalaksana yang tepat untuk kasus seperti ini.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos rahim yang terdiri dari sel-sel

jaringan otot polos, jaringan fibroid dan kolagen. Mioma uteri memiliki beberapa

istilah diantaranya fibromioma, miofibroma, leiomiofibroma, fibroleiomioma,

fibroma, dan fibroid. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari

otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika

jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang

dominan (Memarzadeh S., 2003).

2.2 Epidemiologi

Mioma uteri terjadi pada 20% - 25% perempuan diusia produktif, tetapi

faktor penyebabnya tidak diketahui secara pasti. Insidensnya 3-9 kali lebih banyak

pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih (Prawirohardjo,

2011). Kejadian mioma uteri sebelum terjadinya menarche belum pernah

ditemukan, sedangkan setelah menopause angka kejadiannya sekitar 10% (Guyton

AC, 2008). Di Indonesia mioma ditemukan 2,39% - 11,7% pada semua penderita

ginekologi yang dirawat (Baziad A, 2003). Wanita yang sering melahirkan,

kemungkinan untuk berkembangannya mioma lebih sedikit dibandingkan dengan

wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Statistik menunjukkan

60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya

4
hamil satu kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras,

kegemukan dan nullipara (Schorge et al, 2008).

2.3 Etiologi

Penyebab mioma uteri masih belum diketahui secara pasti. Ada yang

beranggapan bahwa awal mula pembentukan mioma karena terjadinya mutasi

somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan

kromosom baik secara parsial maupun keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan

pada 23-50% dari mioma uteri yang diperiksa dan yang terbanyak (36,6%)

ditemukan pada kromosom 7. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor

monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik

tunggal yang berada di antara otot polos miometrium. Sel-sel mioma mempunyai

abnormalitas kromosom. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mioma,

disamping faktor predisposisi genetik, adalah beberapa hormon seperti estrogen,

progesteron, dan human growth hormon.( Thomason Philip, 2008).

Tidak didapatkan bukti bahwa esterogen berperan sebagai penyebab mioma,

namun esterogen diketahui berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma

terdiri dari reseptor esterogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding

miometrium sekitarnya namun konsentrasinya masih lebih rendah dibanding

endometrium. Sehingga esterogen berperan dalam pembesaran tumor dengan

meningkatkan produksi matriks ekstraseluler. Sedangkan progesteron

meningkatkan aktifitas mitotik pada wanita muda namun mekanisme dan faktor

pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron

5
memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari

tumor (Memarzadeh S., 2003).

2.4 Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaaruhi timbulnya mioma uteri,

yaitu:

a. Umur

Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun

yaitu mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20

tahun (Wiknjosastro, 2005). Hal itu disebabkan karena pada usia sebelum

menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi, serta

akan turun pada usia menopause (Ganong, 2008).

b. Genetik

Wanita dengan keturunan mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan

untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan

penderita mioma uteri (Okolo,2008).

c. Obesitas

Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin

berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi esterogen oleh

enzim aromatease di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah

esterogen tubuh (Marquard,2008).

d. Paritas

Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita nullipara atau wanita yang

hanya mempunyai satu anak (Swine,2009). Pada wanita nullipara, kejadian

6
mioma lebih sering ditemui salah satunya diduga karena: sekresi estrogen

wanita hamil sifatnya sangat berbeda dari sekresi oleh ovarium pada wanita

yang tidak hamil. Hampir semuanya adalah estriol, suatu estrogen yang relatif

lemah daripada estradiol yang disekresikan ovarium. Hal ini berbeda dengan

wanita yang tidak pernah hamil dan melahirkan, estrogen yang ada di tubuhnya

adalah murni estrogen yang dihasilkan oleh ovarium yang semuanya

digunakan untuk proliferasi jaringan uterus (Guyton,1995).

e. Kehamilan

Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah

dilakukan ditemukan sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan. Kehamilan dapat

mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen dalam

kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus (Bromer,2008).

2.5 Jenis Mioma Uteri

Gambar 1. Gambar Jenis-Jenis Mioma Uteri

7
Menurut letaknya di uterus, mioma dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Mioma Submukosa

Mioma submukosa berada di bawah endometrium dan menonjol ke

dalam rongga uterus. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan

perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan

keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering

memberikan keluhan gangguan perdarahan.

Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase,

dengan adanya benjolan waktu kuret. Mioma jenis ini dapat keluar dari rongga

rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang

dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark (Wiknjosastro,

2005).

b. Mioma Intramural

Mioma intramural terdapat di dinding uterus di antara serabut

miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan

terdesak. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma jenis ini, maka

uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi

yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam

pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas,

sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.

c. Mioma Subserosa

Mioma subserosa adalah mioma yang tumbuh keluar dinding uterus

sehingga menonjol pada permukaan uterus yang diliputi oleh serosa. Mioma

8
subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi

mioma intraligamenter.

2.6 Gejala Klinis

Mioma uteri menimbulkan gejala hanya pada 35-50% kasus. Sebagian besar

penderita mioma uteri tidak menunjukkan adanya gejala. Gejala mioma uteri

tergantung pada lokasi, ukuran, jenis dan adanya kehamilan. (Decherney, 2007).

a. Massa di Perut Bawah

Pada mioma uteri , biasanya penderita mengeluhkan adanya massa atau

benjolan di perut bagian bawah.

b. Perdarahan Abnormal

Menorrhagi adalah pola perdarahan uterus abnormal yang paling umum

karena mioma. Mioma submukosa bertangkai sering menyebabkan gejala

menorrhagi sebagai akibat ulserasi atau nekrosis. Mioma intramural juga dapat

menyebabkan perdarahan yang lama dan disertai dengan peningkatan jumlah

perdarahan (hipermenorrhoe) oleh karena adanya gangguan kontraksi otot

uterus. Perdarahan oleh mioma dapat menyebabkan anemia berat

(Thomason,2008).

c. Nyeri Perut

Gejala nyeri bukan merupakan gejala khas untuk mioma. Hal ini timbul

karena gangguan sirkulasi darah pada mioma yang disertai dengan nekrosis

setampat dan peradangan. Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi pada

mioma uteri bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa mual

9
dan muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan

karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, yang menjalar ke

pinggang dan tungkai bawah (Wiknjosastro, 2005).

d. Pressure Effects

Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada

organ-organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan

sulit untuk dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung

kemih dapat menyebabkan kerentanan kandung kemih, pollakisuria dan

dysuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan retensio urine. Bila berlarut-

larut dapat menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum juga

dapat terjadi namun biasanya tekanan tidak begitu besar, hal tersebut yang

terkadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi (Decherney,

2007).

e. Infertilitas dan Abortus

Infertilitas dapat terjadi apabila mioma menutup atau menekan pars

interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan

terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Apabila penyebab lain

infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab infertilitas

tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi

(Wiknjosastro, 2005).

10
2.7 Diagnosis

a. Anamnesis

Saat anamnesis, dokter sebisamungkin menggali keluhan utama serta

gejala klinis mioma lainnya, faktor risiko serta kemungkinan komplikasi yang

sudah terjadi.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat

diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak

teratur, gerakan bebas, tidak sakit.

c. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Laboratorium

Akibat yang sering terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat

perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan

laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama

untuk mencari kadar Hemoglobin. Pemeriksaaan laboratorium lain

disesuaikan dengan keluhan pasien.

 USG

Pemeriksaaan dengan USG ( Ultrasonografi ) transabdominal dan

transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri.

Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil.

Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui

ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan

11
gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur

maupun pembesaran uterus.

 MRI

Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma

tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap

berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat

mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas,

termasuk mioma (Decherney,2007).

 Histerosalfingografi

Digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke arah kavum

uteri pada pasien infertil.

 Histeroskopi

Digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika mioma

kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat diangkat.

2.8 Tatalaksana

a. Tatalaksana Medisinal

Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormon (GnRH) agonis

memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan

oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonis bertujuan untuk mengurangi

ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium.

Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron

12
akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal namun tidak dapat

mengurangi ukuran dari mioma.

b. Tatalaksana Bedah

Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang

menimbulkan gejala. Menurut American College of Obstetricians and

Gynecologists (ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine

(ASRM) indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah :

 Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.

 Sangkaan adanya keganasan.

 Pertumbuhan mioma pada masa menopause.

 Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba.

 Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu.

 Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.

 Anemia akibat perdarahan.

Adapun jenis operasi yang dapat dilakukan adalah:

 Miomektomi: pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan

uterus,dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi

reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi.

 Histerektomi: Tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus.

13
2.9 Komplikasi

a. Berubah menjadi ganas

Sekitar 0,32%-0,6 % mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma.

Keganasan baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah

diangkat. Kecurigaan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar.

b. Torsio

Mioma yang bertangkai dapat mengalami ganggauan sirkulasi akut akan

mengakibatkan nekrosis. Dengan demkian akan terjadi akut abdomen.

2.10 Prognosis

Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adaah kuratif, sehingga

tidak akan kambuh kembali. Mioma uteri dapat kambuh kembali (rekurens)

setelah myomectomy, yang terjadi sekitar 15-40 % pasien. Serta 2/3nya

memerlukan tindakan lebih lanjut

14
BAB III

KASUS

3.1 Identitas

Nama : Ny. S

Usia : 41 tahun

Alamat : Surabaya

Pekerjaan : IRT

Pendidikan : SD

Suku / Bangsa : Jawa/Indonesia

Agama : Islam

Status Pernikahan : Menikah

No. RM : 12.74.11.77

Tanggal pemeriksaan : 2 April 2019

3.2 Data Dasar

3.2.1 Keluhan Utama:

Nyeri perut bagian bawah.

15
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah yang hilang

timbul. Keluhan dirasakan sejak akhir tahun 2017. Pasien merasakan nyeri

perut semakin hebat saat pasien menstruasi. Sejak pasien merasakan nyeri

perut tersebut, darah yang keluar saat pasien menstruasi lebih banyak dari

sebelum pasien merasakah keluhan nyeri perutnya. Pasien hanya

memeriksakan keluhannya ke BPM dan diberi obat penghilang nyeri (pasien

lupa nama obatnya), namun tidak ada perubahan yang dirasakan.

Riwayat Perjalanan Singkat

 September 2018

Pasien mengeluhkan perutnya semakin membesar dan nyeri perut bagian

bawah yang semakin sering. Pasien memeriksakan diri ke RS Al Irsyad,

kemudian dilakukan pemeriksaan USG. Pasien rutin kontrol ke RS Al

Irsyad untuk evaluasi, namun pasien merasakan keluhannya tidak

membaik.

 Februari 2019

Pasien dirujuk ke RS Soewandi untuk dilakukan kuret karena menstruasi

dengan jumlah yang banyak hingga pasien menggunakan pampers. Saat

itu, pasien mengalami menstruasi selama 9-12 hari. Darah yang keluar

berwarna merah dan bergumpal. Setelah dilakukan kuret, pasien masih

16
merasakan nyeri perut bagian bawah, sehingga akhirnya pasien dirujuk

ke RSUD Dr. Soetomo.

3.2.3 Riwayat Pernikahan

Pasien menikah 1 kali dengan lama pernikahan 27 tahun

3.2.4 Riwayat Haid

 Menarche : 9 tahun  Siklus : 28-30 hari

 Siklus haid : teratur  Jumlah : 2-3 pembalut/hari

 Lama : ± 5-7 hari  Nyeri : (+)

3.2.5 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat hipertensi namun hanya mengonsumsi obat

saat ada keluhan seperti nyeri kepala.

3.2.6 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti ini.

3.2.7 Riwayat Sosial

Pasien sehari-hari sebagai ibu rumah tangga. Pasien tidak memiliki

kebiasaan merokok, minum-minuman keras maupun jamu.

17
3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Status Umum

GCS:456 TD : 160/100 N: 108 RR: 18 T: 36,8

TB :157cm BB: 65kg BMI: 26,4 (overweight)

Kepala/Leher: anemia (-) icterus (-) sianosis (-) dyspnea (-)

Thorax

Pulmo : ves+/+, rhonki -/-, wheezing-/-

Cor : S1/S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: Soepel, BU (+) Teraba massa 3 jari atas symphisis

Inguinal: Tidak teraba massa

Extremitas: akral hangat, kering, merah, CRT <2”, edema -/-

3.3.2 Status Obstetri

v/v : flx (-), flx (-)

p : tertutup, licin

cu : AF~membesar~12/14 minggu

AP D/S : massa (-)

Inspekulo : portio licin

fluksus (-)

18
3.4 Pemeriksaan Penunjang

3.4.1 Hasil USG

(02/03/2019)

Hasil : multiple mioma uteri intramural

3.5 Diagnosis

Mioma uteri intramural

3.6 Planning

a. Diagnosis: Cek lab lengkap. Kontrol jika hasil lab telah ada.

b. Terapi: -

19
DAFTAR PUSTAKA

Bailliere. 2006. The epidemiology of uterin leiomyomas. 12: 169-176.

Baziad A. 2003. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta: Media Aesculapius, pp: 151- 157.

Baziad A. 2003. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta: Media Aesculapius. Hal. 151-157.

Baziad A. Endokrinologi ginekologi. Edisi kedua. Media Aesculapius, Jakarta, 2003.

p: 151 – 57.

Bromer, Jason G; Arici, Aydin. 2008. Impact of Uterine Myomas of IVF Outcome.

Expert Rev of Obstet Gynecol. 2008;3(4):515-521.

Decherney, Alan.H. Goodwin, T.Murphy. 2007. Current Diagnosis and Therapy, 10th

Edition. New York: Mc Graw Hill Medical Publishing

Djuwantono T. 2004. Terapi GnRH agonis sebelum histerektomi. Mioma: Farmacia

3:38-41.

Ganong, William.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 22. Jakarta: EGC

Guyton AC. 2002. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC

Guyton AC. 2008. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.

Guyton, et al. 1995. Obstetri Williams. Jakarta: EGC

20
Hurst BS, Matthews ML, Marshburn PB. Laparoscopic myomectomy for symptomatic

uterine myomas. Fertil Steril 2005;83(1): 1 – 22.

Marquard, KL. 2008. Gynecologic Myomectomi. http://emedicine.medscape.com.

Diakses tanggal 1 April 2019

Marshall LM, Spiegelman D, Goldman MB. 1998. Sebuah studi prospektif faktor

reproduksi dan penggunaan kontrasepsi oral dalam kaitannya dengan risiko

leiomyoma rahim. 70: 432 – 439.

Memarzadeh, S. dkk. 2003. Leiomyoma of the uterus. In: Current obstetric &

Gynecologic diagnostic & treatment. Ninth edition. New York: Lange medical

books. Hal. 693-701

Okolo, Stanley. 2008. Incidence, Aetiology and Epidemiology of Uterine Fibroid.

Volume 22. issue 4. Hal. 571-588.

Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Edisi ketiga. Jakarta: PT Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Schorge et al. 2008. Menopause dalam Williams Gynecology edisi 23. New York: The

McGraw-Hill Companies

Swine, Smith. 2009. Uterine Fibroids. http://www.emedicinehealth.com. Diakses

taggal 1 April 2019

Thomason, Philip. 2008. Leiomyoma uterus (fibroid). http://emedicine.medscape.com.

Diakses tanggal 1 April 2019

Wiknjosastro, H., et.al. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka. Hal: 338-344.

21

Anda mungkin juga menyukai