Anda di halaman 1dari 29

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM KEBIJAKAN

PELAYANAN BARANG DAN JASA


MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Pelayanan Publik

Dosen pengampu Drs. Mubarok, M. Si

Disusun oleh:

Kelompok IX

Administrasi Publik- C/ semt IV

Ghina wasillah 1178010092

Karina Syilmi Warass 1178010117

Kibtiyah Mega Utami 1178010118

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Esa, karena-Nya kami
bisa menyelesaikan Makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Adapun judul dari makalah ini adalah Penerapan Good Governance dalam Kebijakan
Pelayanan Barang Dan Jasa. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teori Pelayanan Publik dengan Dosen pengampu Drs. Mubarok, M. Si. Kami telah berusaha
melakukan yang terbaik dalam pembuatan makalah ini. Pastilah banyak kekurangan didalamnya,
dikarenakan kurangnya pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan kami dalam mengolah serta
menyajikan makalah ini. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembimbing dan
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua orang, khususnya untuk diri kami
pribadi.

Bandung, Februari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
C. Identifikasi Masalah .......................................................................................................... 1
D. Tujuan ............................................................................................................................... 2
E. Manfaat ............................................................................................................................. 2
F. Sistematika ........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 3

A. Pergeseran Paradigma Good Governance ......................................................................... 4


B. Pengertian Barang dan Jasa serta Klasifikasinya .............................................................. 9
C. Kelembagaan Penyedia Barang dan Jasa .......................................................................... 12
D. Macam- Macam dan Pola Penyelenggaraan Pelayanan Public ........................................ 17

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 25

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi
kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang, jasa, dan
pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Di
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada negara agar
memenuhi kebutuhan dasar setiap warganya demi kesejahteraannya, sehingga
efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya
penyelenggaraan pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik di Indonesia
adalah semua organ negara seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Provinsi,
Kabupaten, Kota).
Dalam hal ini, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pun pada aliena ke-4
secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikan Negara Republik
Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan publik dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Faktor yang mempengaruhi tidak berjalannya pelayanan publik
dengan baik yaitu: Masalah struktural birokrasi yang menyangkut penganggaran
untuk pelayanan publik. Yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik adalah
adanya kendala kultural di dalam birokrasi. Selain itu ada pula faktor dari perilaku
aparat yang tidak mencerminkan perilaku melayani, dan sebaliknya cenderung
menunjukkan perilaku ingin dilayani.
Good Governance, dewasa ini merasuk di dalam pikiran sebagian besar stake
holder pemerintahan di pusat dan daerah, dampaknya menumbuhkan semangat
memperbaiki dan meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan menuangkannya ke dalam berbagai
kebijakan pemerintahan daerah. Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik pada
dasarnya menuntut keterlibatan seluruh komponen pemangku kepentingan baik di
lingkungan birokrasi maupun di lingkungan masyarakat.

1
B. Identifikasi Masalah
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada aliena ke-4 secara tegas
menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikan Negara Republik Indonesia adalah
untuk memajukan kesejahteraan publik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Faktor
yang mempengaruhi tidak berjalannya pelayanan publik dengan baik yaitu: Masalah
struktural birokrasi yang menyangkut penganggaran untuk pelayanan publik. Yang
mempengaruhi kualitas pelayanan publik adalah adanya kendala kultural di dalam
birokrasi. Selain itu ada pula faktor dari perilaku aparat yang tidak mencerminkan
perilaku melayani, dan sebaliknya cenderung menunjukkan perilaku ingin dilayani.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pergeseran paradigma good governance?
2. Apa pengertian dan klasifikasi barang dan jasa?
3. Siapa penyedia barang dan jasa publik?
4. Bagaimana macam- macam dan pola penyelenggaraan pelayanan publik?

D. Tujuan
1. Mengetahui pergeseran paradigma pelayanan publik dalam pemerintahan.
2. Memahami pengertian dan klasifikasi barang dan jasa.
3. Mengetahui penyedia barang dan jasa publik.
4. Memahami macam- macam dan pola penyelenggaraan pelayanan publik.

E. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini untuk menambah
wawasan dan pemahaman pembaca juga penulis mengenai penerapam good
governance dalam kebijakan pelayanan barang dan jasa.

F. Sistematika
Untuk memahami makalah ini maka materi- materi yang tertera pada makalah ini
dikelompokan menjadi beberapa sub bab, dengan sistematika penulisan sebagai
berikut:

2
 Bab I Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, identifikasi masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, dan sistematika.
 Bab II Pembahasan
Bab ini berisi tentang pergeseran paradigma pelayanan publik dalam
pemerintahan, pengertian dan klasifikasi barang dan jasa, penyedia barang dan
jasa public serta macam- macam dan pola penyelenggaraan pelayanan publik.
 Bab III Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
 Daftar Pustaka

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pergeseran Paradigma Good Governance

Paradigma kebijakan di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam


penyelenggaraan pemerintahan mengalami pergeseran, di mana pada masa orde baru dan
orde lama bidang pembangunan dan pelayanan publik memiliki paradigma rule
government, namun pada masa transisi sekarang ini telah bergeser ke paradigma Good
governance.
Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik yang
dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, selama ini didasarkan pada
pendekatan paradigma rule government (legalitas) yang dalam prosesnya senantiasa
menyandarkan atau berlindung pada peraturan perundang-undangan, atau mendasarkan
pada pendekatan legalitas. Penggunaan paradigma rule government atau pendekatan
legalitas, dewasa ini cenderung mengedepankan prosedur, urusan dan kewenangan, dan
kurang memperhatikan proses, serta tidak melibatkan stakeholder baik di lingkungan
birokrasi, maupun masyarakat yang berkepentingan. Contoh: permasalahan pasar
tradisional sangat komplek, berbagai kepentingan ada disana, yaitu kepentingan
pemerintah daerah, pedagang, dunia usaha dan perbankan, serta kepentingan masyarakat
umum lainnya.
Dalam rangka meingkatkan pelayanan Pimpinan Daerah (KDH) menghendaki
untuk melakukan penataan atau pemugaran pasar tradisional tersebut. Tujuannya agar
pasar tradisional lebih baik, mampu menampung pedagang dengan lingkungan pasar
tertib, bersih, sehat, nyaman dan aman, dan untuk mendorong pengembangan
perekonomian masyarakat dan daerah, memperluas lapangan kerja dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Tindak lanjutnya, menimbulkan masalah dan penolakan dari
pedagang pasar, penyebabnya, dalam proses perumusan dan penyusunan rencana dan
kebijakan penataan atau pemugaran pasar, lebih didasarkan pada pada pendekatan rule
government, dengan lebih mengutamakan hak, wewenang dan kepentingan pemerintahan

4
daerah. Pelibatan stake holder di lingkungan birokrasi dilakukan bersifat formalitas,
hanya untuk memenuhi persyaratan koorinasi dan tidak mencerminkan adanya kerjasama
dan integrasi kewajiban dan tanggungjawab.
Disamping itu, selain tidak melibatkan masyarakat pasar, juga tidak
memperhatikan dan atau mempertimbangkan konsep pembinaan pelayanan pasar dan
pemberdayaan pedagang tradisional, serta prinsip-prinsip Good Governance, seperti ;
akuntabilitas, transparansi, keadilan dan kesetaraan menjadi barang langka. Keterlibatan
masyarakat pasar umumnya dilakukan dengan beberapa tokoh pedagang tertentu, dan
dianggap memenuhi syarat telah mewakili seluruh masyarakat pasar. Sedangkan
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik, menurut paradigma
Good Governance, prosesnya tidak semata-mata dilakukan oleh pemerintah/ pemerintah
daerah (pendekatan legalitas) tetapi mengedepankan kebersamaan dalam merumuskan
dan melaksanakan kebijakan pelayanan publik. Pelibatan elemen pemangku kepentingan
di lingkungan birokrasi, karena merekalah (jajaran pejabat di bawah koordinasi Sekda)
yang memiliki kompetensi untuk mendukung pelaksanaan kebijakan. Keterlibatan
masyarakat dilakukan tidak formalitas, penjaringan aspiasi masyarakat (jaring asmara)
kepada para pemangku kepentingan dilakukan secara optimal melalui berbagai teknik dan
kegiatan, termasuk di dalam proses perumusannya.
Good Governance, dewasa ini merasuk di dalam pikiran sebagian besar stake
holder pemerintahan di pusat dan daerah, dampaknya menumbuhkan semangat
memperbaiki dan meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik, dan menuangkannya ke dalam berbagai kebijakan
pemerintahan daerah. Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik pada dasarnya
menuntut keterlibatan seluruh komponen pemangku kepentingan baik di lingkungan
birokrasi maupun di lingkungan masyarakat.
Penyelenggaran pemerintahan yang baik, adalah pemerintah yang dekat dengan
masyarakat dan dalam meberikan pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Oleh karena itu, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah diperlakukan dan relevan
untuk mendekatkan pemerintahan dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada
masyarakat dan meberdayakannya.

5
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kebijakan penyelenggaraan pemerintahan nasional, dan menjadi
komitmen nasional yang diatur dan diamanatkan dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945. Pelaksanaanya diatur dengan Undang-undang Nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diubah dengan Undang-Undang nomor
8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Esensi kepemerintahan yang baik dicirikan dengan terselenggarnnya pelayanan
publik yang baik, sejalan dengan esensi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang
ditujukan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah mengatur dan mengurus
masyarakat setempat dan meningkatkan pelayanaan publik di era otonomi daerah sangat
strategis dalam upaya mewujudkan kepemerintahan yang baik.
Dengan demikian pelayanan publik memiliki nilai strategis dan menjadi prioritas
untuk dilaksanakan. Menjadi pertanyaan, apakah fungsi pemerintahan yang lainnya tidak
srategis dan tidak prioritas? Bukankah dalam penyelenggaraan pemerintahan juga
banyak masalah yang mendesak yang harus ditangani ? jawabannya tidak sederhana,
tetapi kalau kita memahami esensi kepemerintahan yang baik dan hubungannya dengan
tujuan pemberian otonomi daerah, arahnya jelas yaitu sesuai dengan fungsinya untuk
menyelenggarakan pelayanan publik yang baik.
Beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik (khususnya di bidang
perizinan dan non perizinan) menjadi strategis, dan menjadi prioritas sebagai kunci
masuk untuk melaksanakan kepemerintahan yang baik di Indonesia. Salah satu
pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis dan prioritas untuk ditangani
adalah karena buruknya penyelenggaraan Good Governance. Dampak pelayanan publik
yang buruk sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat luas dan menimbulkan
ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kinerja pelayanan pemerintah. Buruknya
pelayanan publik, mengindikasikan kinerja manajemen pemerintahan yang kurang baik.
Kinerja manajemen pemerintahan yang buruk, dapat disebabkan bebagai faktor
antara lain: ketidakpedulian dan rendahnya komitmen aparatur penyelenggara
pemerintahan terhadap keberhasilan tujuan otonomi daerah, yaitu meningkatkan

6
pelayanan publik untuk menyejahterakan masyarakat. Perubahan signifikan pada
pelayanan publik, dengan sendirinya akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan
berepengaruh terhadap meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Terselenggaranya pelayanan publik yang baik menunjukan indikasi membaiknya kinerja
manajemen pemerintahan, dan di sisi lain menunjukkan adanya perubahan sikap mental
dan perilaku aparat pemerintahan menjadi lebih baik. Meningkatnya kualitas pelayanan
publik, sangat dipengaruhi oleh kepedulian dan komitmen pimpinan/top manager dan
aparat penyelnggaraan pemerintahan untuk menyelenggarakan kepemerintahan yang
baik.
Tidak kalah pentingnya, pelayanan publik yang baik akan berpengaruh
menurunkan atau mempersempit terjadinya KKN dan pungli yang dewasa ini telah
merebak di semua lini ranah pelayanan publik, serta menghilangkan diskriminasi
pelayanan. Dalam konteks pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, perbaikan atau
peningkatan pelayanan publik yang dilakukan pada jalur yang benar, memiliki nilai
strategis dan bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan investasi dan
pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat luas (masyarakat dan swasta).
Pelayanan publik sangat strategis sebagai entry point untuk mewujudkan Good
Governance. Perbaikan dan peningkatan pelayanan publik dianggap memiliki dampak
luas dan berpengaruh terhadap; perbaikan manajemen kinerja, sikap mental, perilaku dan
menumbuhkan kepedulian dan komitmen aparat daerah maupun pusat untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat.
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan teknologi yang
berkemebnag dengan sangat pesat. Pesatnya perkembangan TIK akan membukan peluang
dan tantangan untuk menciptakan (to crate), mengakses (to access), mengolah (to
process), dan manfaatkan (to utilize) informasi secara tepat dan akurat. Informasi
merupakan suatu komoditi yang sangat berharga di era globalisasi untuk dikuasai dalam
rangka meningkatkan daya saing pelayanan suatu organisasi termasuk Pemerintahan
Daerah secara berkelanjutan. Untuk menjawab tantangan tersebut, Pemerintah Republik
Indonesia telh berinisiatif membuat kebijakan untuk memanfaatkan TIK untuk
membangun Electronic Government for Good Governance yang terintegrasi mulai dari
tingkat pemerintahan daerah hingga ke pusat. Tujuannya adalah agar infrastruktur TIK

7
yang akan dibangun dapat dimanfaatkan secara bersama untuk berkoordinasi oleh seluruh
instansi, baik di pusat maupun di daerah.
Kebijakan pemerintah tersebut antara lain dituangkan dalam bentuk Inpres Nomor
3 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Komunikasi Dan Informasi tentang
Pengembangan e-Gov yang merupakan wujud keinginan pemerintah dalam upaya
mendorong bangsa Indonesia menuju masyarakat yang berbasis pengetahuan
(knowledge-based society). Instruksi Presiden No 3 Tahun 2003 tentang “kebijakan dan
startegi nasional pengembangan e-Gov Indonesia “ antara lain berisikan panduan yang
sudah disosialisasikan, seperti:
1. Panduan pembangunan infrastruktur portal pemerintah.
2. Panduan manajemen sistem dokumen elektronik.
3. Panduan penyusunan rencana induk pengembangan e-Gov lembaga.
4. Panduan penyelenggaraan situs web pemerintah daerah.
5. Panduan tentang pendidikan dan pelatihan SDM e-Gov.

Dari berbagai panduan tersebut, kebutuhan akan tersedianya informasi sekurang-


kurangnya akan memiliki sifat-sifat sebagai berikut: cakupannya luas, mudah digunakan,
terkini, aman, serta murah.

E-Government pada dasarnya memberikan layanan informasi kepada sesama


institusi pemerintah (Government to Government ), kepada dunia bisnis (Government to
Business) dan kepada masyarakat (Government to Citizen), dengan tujuan sbb;

1. Mampu memberikan informasi lengkapmengenai lembaga atau daerah untuk


kemajuan ekonomi dan pembangunan daerah, dan peningkatan kinerja proses
pelayanan(peningkatan efektivitas dan produktivitas).
2. Mampu mengoptimalkan penggunaan sumberdaya (resources) seperti waktu,
tenaga, budget,dan fasilitas lainnya (peningkatan efisiensi).

Dari pengertian dan tujuannya, dapat disimpulkan bahwa e-Gov bisa


dikembangkan secara bertahap dan proposional sesuai dengan kemampuan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah. Yang penting, kerangka pengembangan nya tidak bisa
lepas pengertian dan tujuan tersebut.

8
Dengan begitu Penerapan Good Governance menjadi relevan dan menjiwai
kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang diarahkan untuk meningkatkan
kinerja manajemen pemerintahan, mengubah sikap mental, kepedulian dan komitmen
bersama serta membangun dapat membangun daya saing nasional pelayanan publik yang
baik dan berkualitas.

B. Pengertian Barang dan Jasa serta Klasifikasinya

1. Barang
Barang merupakan dalam pengertian ekonomi adalah suatu objek yang memiliki
nilai. Nilai suatu barang ditentukan karena mempunyai kemampuan untuk dapat
memenuhi kebutuhan. Dengan kata lain, Barang merupakan hasil atau keluaran
(output) berwujud fisik (tangible) dari proses transformasi sumber daya, sehingga
bisa dilihat, diraba/disentuh, dirasa, disimpan, dipindahkan, dan mendapatkan
perlakuan fisik lainnya. Ditinjau dari aspek daya tahannya, terdapat dua macam
barang, yaitu:
a. Barang tidak tahan lama (Nondurable Goods)
Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis
dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian.
Dengan kata lain, umur ekonomisnya dalam kondisi pemakaian normal kurang
dari satu tahun. Contohnya adalah sabun, minuman, dan makanan ringan, kapur
tulis, gula dan garam.
b. Barang tahan lama (Durable Goods)
Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang biasanya bisa
bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian
normal adalah satu tahun atau lebih). Contohnya antara lain TV, Lemari es,
mobil, komputer, dll.
2. Jasa
Merupakan aktivitas manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual.
Contohnya bengkel reparasi, kursus, lembaga pendidikan, jasa telekomunikasi,
transportasi, dll. Dalam ilmu ekonomi, jasa atau layanan adalah aktivitas ekonomi

9
yang melibatkan sejumlah interaksi dengan konsumen atau dengan barang-barang
milik, tetapi tidak menghasilkan transfer kepemilikan.
Menurut Kotler, et al. (1996) mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau
perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada
dasarnya bersifat intangible ( tidak berwujud fisik ) dan tidak menghasilkan
kepemilikan sesuatu. Produksi jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun
tidak.
Barang publik dan jasa publik dapat dipahami dengan menggunakan taksonomi
barang dan jasa yang dikemukakan oleh Howlett dan Ramesh ( 1995: 33-34 ).
Berdasarkan derajat eksklusifnya ( apakah suatu barang/jasa hanya dapat dinikmati
secara eksklusif oleh suatu orang saja) dan derajat keterhabisannya ( apakah suatu
barang/jasa habis terkonsumsi atau tidak setelah terjadinya transaksi ekonomi). Ada
beberapa macam atau klasifikasi barang/jasa, yaitu:

1) Barang/Jasa Publik (Public Goods)


Dalam perkembangan teori ekonomi dewasa ini dikenal dengan teori yang
disebut the neoclassical counterrevolution yang mendasarkan teorinya pada free
market analysis, publik choice theory atau new political economy approach yang
menganggap campur tangan pemerintah sebagai sebab dari kegagalan
pembangunan di negara-negara berkembang (Todaro, 2000).
Tetapi di pihak lain, ada pendapat yang mengakui ada aspek-aspek
tertentu yang tidak dapat ditangani melalui pasar bebas (market failure). Karena
itu campur tangan pemerintah dianggap wajar, yakni dalam penanganan apa yang
dikenal dengan istilah public goods, yakni barang atau jasa yang tidak dapat
diatur melalui pasar, baik dalam produksi dan distribusi maupun dalam penentuan
harga. Ciri pokok dari publik goods tersebut adalah, pertama konsumsinya tidak
dapat dipisahkan (non-exclusive) antara orang yang membayar dengan orang yang
tidak membayar. Kedua, konsumsi dari barang-barang tersebut terjadi secara
kolektif/tidak dapat diketeng (E.S. Savas, 1987; dan Browning, 1983).
Dengan kata lain, Public Goods ( Barang/Jasa publik) adalah barang/jasa
yang derajat eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat rendah, atau dapat

10
juga diartikan barang/jasa yang dihasilkan oleh Pemerintah yang mana sifat
penggunanya tidak bisa dilakukan pemisahan untuk orang-orang tertentu saja.
Contoh: Jalan raya kecuali jalan tol, penerangan jalan, dan keamanan.
Biasanya barang-barang publik tidak diperjualbelikan melalui mekanisme
pasar yaitu tidak ada titik temu penjual (supply) dan pembeli (demand).

2) Common Pool Goods ( Barang/Jasa Milik Bersama )


Barang/Jasa milik bersama, yakni barang/jasa yang eksklusifitasnya
rendah, tetapi tingkat keterhabisannya tinggi. Atau dengan kata lain, barang yang
tidak dapat dibedakan antara yang membayar dengan yang tidak membayar, tetapi
dapat dikonsumsi sendiri-sendiri. Contoh barang/jasa milik bersama adalah ikan
dilaut yang kuantitasnya berkurang setelah terjadinya pemakaian, tetapi tidak
mungkin untuk dilakukan penarikan biaya secara langsung kepada orang yang
menikmatinya.

3) Barang/Jasa Privat ( Private Goods)


Barang/Jasa privat ialah barang/jasa yang derajat eksklusifitasnya dan
derajat keterhabisannya sangat tinggi. Dengan kata lain barang/jasa yang dapat
dikonsumsi sendiri-sendiri secara individual dan dapat dikecualikan atau
dipisahkan antara yang membeli dengan yang tidak. Sebagai contoh: makanan
dan jasa potong rambut yang dapat dibagi-bagi untuk beberapa pengguna, tetapi
yang kemudian tidak tersedia lagi untuk orang lain apabila telah dikonsumsi oleh
seorang pengguna.

4) Barang Tool ( Tool Goods)


Layaknya private goods, tool goods dapat disuplai melalui mekanisme
pasar. Akan tetapi, karakteristiknya yang sangat eksklusif membuat para
pengguna harus membayar terlebih dahulu sebelum memanfaatkannya. Barang
atau jasa yang termasuk ke dalam tool goods dapat dimiliki atau dibeli baik secara
pribadi tapi penggunanya secara bersama-sama. Contoh tool goods adalah fasilitas
rekreasi dan perpustakaan.

11
5) Peralatan Publik
Peralatan publik ini kadang-kadang disebut juga sebagai barang/jasa semi
publik, yaitu barang/jasa yang tingkat eksklusifitasnya tinggi, tetapi tingkat
keterhabisannya rendah. Contoh barang/jasa semi publik adalah jembatan atau
jalan raya yang tetap masih dipakai oleh pengguna lain setelah dipakai oleh
seseorang pengguna tetapi yang memungkinkan untuk dilakukan penarikan biaya
kepada setiap pemakai.
Perbedaan antara lima jenis barang/jasa tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah
ini :
Tingkat Eksklusivitas

Tingkat Keterhabisan Rendah Tinggi

Tinggi Barang milik bersama Barang/jasa privat

Rendah Barang/jasa publik Peralatan publik


Barang/jasa semi publik

C. Kelembagaan Penyedia Barang dan Jasa

1. Pemerintah sebagai Provider/Arranger


Menurut E. S. Savas (1982: 58 dan 1987: 62 dalam Budiarto dkk, 2005: 113),
pelayanan pemerintah ( government service ) menunjuk pada penyediaan pelayanan
oleh agen yang mempergunakan pegawai-pegawainya sendiri; dalam hal ini
pemerintah bertindak sebagai penyedia pelayanan ( service arranger ) sekaligus
penghasil pelayanan ( service provider ). Selanjutnya tugas pokok pemerintah adalah
bagaimana memberikan pelayanan dapat membuahkan keadilan, pembinaan yang
membuahkan kemandirian, serta pembangunan yang menciptakan kemakmuran.
Dalam kegiatan pembangunan, pemerintah sebagai provider/arranger memiliki
tugas dan fungsi sebagai berikut :

12
a) Bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pembangunan dan pelayanan
umum (public service) yang berkualitas, dalam arti pelayanan umum yang mudah,
murah, aman, nyaman, dan cepat.
b) Menyusun peraturan perundangan yang mengatur mekanisme kegiatan
pembangunan dan pelayanan di segala bidang yang implementasinya dapat
melibatkan dunia usaha dan masyarakat.
c) Menciptakan iklim investasi yang kondusif, dengan melakukan kemudahan
perijinan. Mengembangkan system insentif dan disinsentif, sehingga mampu
mendorong peran aktif dunia usaha dalam pembangunan dan pelayanan umum.
d) Mampu mengintegrasikan pembangunan di seluruh sektor bidang pembangunan,
sehingga dapat mendukung kegiatan pembangunan pada umumnya, dan secara
khusus mengupayakan pemerataan serta laju pembangunan pada wilayah
potensial.
e) Meningkatkan standar pelayanan, pengawasan, kelengkapan fasilitas dan
pendukung aspek-aspek lainnya.

Dalam kaitan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat


( pelayanan publik ) itu, Pamudji (1994: 21) mengartikan pelayanan publik adalah
berbagai kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-
barang dan jasa. Kehadiran pemerintah adalah untuk melayani segala aspek
kebutuhan dan kepentingan masyarakat. pemerintah berkewajiban untuk
menyediakan dan mendistribusikan pelayanannya itu secara merata dan adil sehingga
masyarakat tanpa terkecuali dapat merasakan dan menikmati bahkan merasa puas
dengan pelayanan pemerintah itu.

Agar pelayanan itu dapat menjangkau dan memenuhi kebutuhan masyarakat maka
pemerintah membutuhkan sistem dan prosedur serta metode sehingga pelayanan
pendidikan dapat terselenggara secara transparan dan akuntabel. Pemahaman
transparan dalam konteks pendidikan dapat meliputi aspek keterbukaan, kemudahan
dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara
memadai. Sedangkan akuntabel dalam arti dapat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.

13
Salah satu instrumen pemerintah dalam penyediaan barang/jasa yaitu melalui
korporasi publik atau badan usaha milik negara/daerah. Korporasi publik merupakan
institusi publik yang berada pada area non budget sector, dan beroperasi secara lebih
independen dari sistem pemerintahan umum.

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, telah


jelas tercantum bahwa barang/jasa publik disediakan oleh Pemerintah dengan
menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan
dan belanja daerah. Pemerintah juga dapat menyediakan jasa publik, dalam hal ini
sebagai contoh, antara lain pelayanan kesehatan, ( rumah sakit dan puskesmas ),
pelayanan pendidikan, pelayanan peradilan, pelayanan keamanan, dll.

Berkaitan dengan tugas pemerintah menyediakan barang/jasa kepada masyarakat,


maka pemerintah juga berperan sebagai penyusun regulasi atau kebijakan yang
mengatur tentang kelembagaan penyediaan barang atau jasa, agar pemanfaatannya
bagi masyarakat lebih efektif dan efisien.

2. Masyarakat dan Dunia Usaha sebagai Provider/Arranger


Perubahan Besar Peranan Negara dalam Manajemen Pembangunan, digambarkan
adanya pergeseran penting peranan negara yang dominan melalui perencanaan
ekonomi, ke arah pemanfaatan ekonomi dan mekanisme pasar sebagai dasar
pengambilan kebijakan pemerintahan dan keputusan (transaksi ) ekonomi oleh
masyarakat sendiri. Yang semula sebagai Agent of Development- yaitu semula
strategi dan kebijaksanaan mendorong pembangunan sosial ekonomi dilakukan oleh
Pemerintah-berkembang ke arah upaya utama pembangunan melalui peran sektor
swasta. Ini juga disebut perkembangan dari publik Sector Led ke arah Private Sector
Led Development. Suatu perkembangan daripada manajemen pembangunan yang
lebih mendasarkan pada upaya pertumbuhan pembangunan oleh sektor masyarakat
swasta, melalui pemanfaatan mekanisme pasar melalui proses market driven growth.
Perkembangan ini juga terjadi bersamaan dengan perkembangan dari kebijaksanaan
substitusi impor ke arah ekspor ke pasar dunia. Dari manajemen ekonomi yang
inward looking- ke manajemen ekonomi yang outward looking. Dalam hubungan
dengan atau negeripun tidak hanya dilakukan oleh pemerintah melainkan oleh sektor

14
swasta dan organisasi masyarakat. Kenyataan ini juga mendorong berkembangnya
Good Governance. Sebagai suatu kasus empiris Bank Dunia Asia Miracle Economic
Growth and Public Policy. Buku ini membahas the appropriate rote of public policy
in economic development. “The success of many of the economics in East Asia in
achieving rapid and equitable growth. Often in the context of activist publik policies,
raises complex questions about the relationship between the government, the private
sector, and the market”. Jadi dengan sendirinya dalam Good Governance bukan
Pemerintah dengan birokrasi besar yang diperlukan. Perlu reinventing government
menurut Osborne dan Geabler “Steering rather than rowing”, laveraging change
through the market”.
Clean Goverment merupakan bagian dari Good Governance. Karena partisipasi/
koordinasi Pemerintah-Organisasi, Masyarakat-Swasta itu juga jangan KKN. Good
Governance, adalah dimana birokrasi berperan enabling, empowering bukan justru
membebani dengan bureaucratic cost. Sektor publik (pemerintah), melakukan
koordinasi/sinergi dengan sektor masyarakat (private sector), sektor masyarakat
terutama dunia usaha ke arah output transaksional yang diharapkan the most efficient,
yang paling ekonomis melalui mekanisme pasar yang sehat (the less social cost).
Mengacu pada istilah Oliver Williamson dan Barney dan Oucki, dikemukakan bahwa
“Good Governance” dapat dicapai melalui pengaturan yang tepat dari fungsi pasar
dengan fungsi organisasi termasuk organisasi publik sehingga dicapai transaksi-
transaksi dengan biaya transaksi paling rendah.
Mekanisme pasar dan demokrasi menjadi saringan pengambilan keputusan
masyarakat yang memberikan a level playing field, medan persaingan yang sama bagi
semua, untuk melakukan kegiatan (usaha/hidup bermasyarakat) bukan karena
keputusan pilih kasih. Penunjukan sepihak, monopoli untuk kepentingan untung
sendiri. Tipe ideal Good Governance adalah dimana terjadi suatu pengurusan yang
compatible/yang saling mendukung dengan: Ekonomi Pasar (Mekanisme pasar yang
fair/sehat): Rule of Law dan Concern for the Environment.
Good Governance juga termasuk clean government (dalam literatur terutama
Bank Dunia disebut against corruption and patronage) kalau di Indonesia anti KKN.
Ini karena prinsip penting Good Governance adalah akuntabilitas dan Tranparency

15
(Akuntabilitas dan Good Governance LANBPKP). Masalahnya ekonomi pasar yang
sehat itu perlu didukung competition law dan regulatory policies yang transparan dan
adil ( tidak ada monopoli, discriminatory measure, dll). Jangan sampai lebih favor the
well connected over the efficient. Di Indonesia telah dikembangkan UU tentang
Perseroan Terbatas, UU tentang Larangan Usaha Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, UU Perlindungan Konsumen, dll. Sekarang ada Masyarakat
Transparency, Indonesia Corruption Watch, Ombudsman dan lain sebagainya. Tetapi
kesemuanya itu baru mulai, Proses perlu dilanjutkan.
Untuk terjadinya koordinasi/sinergi yang baik antara Pemerintah dan sektor
swasta maka perlu private sector governance menjadi bagian penting Good
Governance. Misalnya corporate governance, banking sector governance yang sehat.
Dalam kedua-duanya perlu kualitas manajer yang baik, dan sebaiknya melalui “fit
and proper test” pemilihannya, ensuring accountability of management (ini meliputi
visi, keahlian, pengalaman track record, moral dan akhlak). Penyebab krisis moneter
Indonesia antara lain tapi terutama bahwa batas kemampuan, dan menggunakannya
untuk investasi-investasi mark up dan yang kurang sehat.
Untuk corporate governance kualitas manajemen harus dapat memenuhi
pengujian-pengujian, seperti penilaian akuntansi dan audit dengan standar-standar
yang baku, penerapan yang tepat dari bankrupted laws. Dalam lingkup organisasi
masyarakat/profesional juga bisa dikembangkan kriteria-kriteria Good Governance
yang baik. Misalnya kode etik profesionalisme para profesional tertentu, seperti
dokter, akuntan, jurnalistik, dsb. Juga kriteria-kriteria pengelolaan lingkungan fisik,
pelayanan umum,dll.
Dalam word development report 1997 “the state in a changing world”, diberikan
satu diberikan satu chapter pembahasan khusus tentang “bringing the state closer to
the people”. Ini dilakukan melalui terutama suatu pemerintah yang demokratis
(termasuk perwakilan- perwakilan rakyat daerah/ lokal) dan desentralisasi.
Demokratis, aspiratif closer to the people. Desentralisasi mendekatkan dan
menyesuaikan pelayanan dengan kebutuhan local (misal izin investasi, perdagangan
luar negeri dan antar daerah, izin usaha). Dekonsentrasi mendekatkan dan
menyesuaikan pelayanan dengan kebutuhan local (misal izin investasi, perdagangan

16
luar negeri dan antar daerah, izin usaha). Dekonsentrasi- desentralisasi- otonomi tidak
saja dalam tingkatan pemerintahan tetapi juga pada organisasi masyarakat. Jadi tidak
saja decentralized government tetapi juga dezentralized to the citizen organization.
Program Kb dilakukan oleh kelompok- kelompok KB masyarakat, program- program
sosial oleh organisasi/ LSM sosial, Pengawasan etika pers oleh masyarakat informasi,
Kelayakan usaha oleh asosiasi usaha, meningkatkan akuntabilitas dan kepekaan sosial
melalui partisipasi serta mendapatkan masukan dari opini public tentang kebutuhan
dan pelaksanaan pelayanan.
Mekanisme partisipasi masyarakat di daerah (LSM, kelompok-kelompok
kepentingan, organisasi buruh, asosiasi produsen dan paguyuban daerah). Satu aspek
penting dari otonomi daerah adalah kemampuan pembiayaan/ pendanaan. Daerah
perlu diberi cukup taxing power (kekuasaan pemajakan) pajak daerah dan diberi
cukup tax share (perimbangan penerimaan keuangan). Bentuk- bentuk swadana bagi
kegiatan usaha masyarakat. Tentu saja peningkatan capacity SDM ditingkat daerah/
local/ lihat Gambhir Bhatta “capacity building at the local level for effective
governance, empowerment without capacity is meaningless”.

D. Macam- Macam dan Pola Penyelenggaraan Pelayanan Public


Pelayanan public dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan
orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan
aturan pokok dan tata cara yang telah di tetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan
terlebih dahulu bahwa pemerintah pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat.
Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat
serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat
mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid,
1998).
Kewajiban pemerintah adalah memberikan pelayanan public yang menjadi hak
setiap warga Negara ataupun memberikan pelayanan kepada warga Negara yang
memenuhi kewajibannya terhadap Negara. Kewajiban pemerintah maupun hak setiap
warga Negara pada umumnya disebutkan dalam konstitusi suatu Negara.

17
Karenanya birokrasi public berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan
layanan baik dan professional. Pelayanan public oleh birokrasi public tadi adalah salah
satu perwujudan dari fungsi aparatur Negara sebagai abdi masyarakat. Tibulnya
pelayanan umum atau public dikarenakan adanya kepentingan dan kepentingan tersebut
bermacam- macam bentuknya sehingga pelayanan public yang dilakukan juga ada
beberapa macam. Ada beberapa jenis pelayanan public, antara lain:
1. Pelayanan adminsitratif
Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang
dibutuhkan oleh public, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi,
kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-
dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Kelahiran, Akte
Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Izin Mengemudi
(SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan
(IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan atau Penguasaan Tanah dsb.
2. Pelayanan Barang
Yaitu pelayanan yang mengasilkan berbagai bentuk atau jenis barang yang
digunakan oleh public, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air
bersih dll.
3. Pelayanan jasa
Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang di
butuhkan oleh public, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan,
penyelenggaraan transportasi, pos dsb.

Disamping itu untuk menciptakan kegiatan pelayanan public yang berkulaitas, maka
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara menerbitkan keputusan No. 63/ KEP/ M.PAN/
7/ 2003 mengenai pola penyelenggaraan pelayanan public, antara lain:

1. Fungsional
Pola pelayanan public diberikan oleh penyelenggara pelayanan sesuai dengan
fungsi, tugas dan kewenangannya.
2. Terpusat

18
Pola pelayanan public diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan
berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelengggara pelayanan terkait lainnya
yan bersangkutan.
3. Terpadu
a. Terpadu satu atap
Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang
meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan
dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat
dengan masyarakat tidak perlu disatu atapkan.
b. Terpadu satu pintu
Pola pelayanan satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi
berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui
satu pintu.
c. Gugus tugas
Petugas pelayanan secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas
ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan
tertentu.

New public service (NPS) sebagai paradigma terbaru dari Administrasi Negara
meletakan pelayanan public sebagai kegiatan utama para administrator Negara.
Pelayanan disini berbeda dengan pelyanan berbasis konsumen sebagaimana digagas
dalam paradigma new public manajement (NPM). NPM menurut kamensky dalam
Denhardt dan denhardt didasarkan pada public choice theory, dimana teori tersebut
menekankan pada kemampuan individu seseorang dibandingkan dengan kemampuan
public secara bersama- sama. Lebih lanjut kamensky mengutarakan “public choice
theories have tended to reject concepts like ‘public spirits’, ‘public service’, and so
forth” and this are not ideas we can afford to ignore in a democratic society”. Dengan
demikian penerapan NPM sulit untuk diterapkan di Indonesia sebagai salah satu Negara
demokratis terbesar di Indonesia.

Salah satu inti sari dari prinsip NPS ini adalah bagaimana administrator public
mengartikulasikan dan membagi kepentingan (shared interest) warga Negara (Denhardt

19
dan denhardt: 2003). Agar kepentingan warga Negara tersebut terbagi rata, diperlukan
media pertemuan antara pemerintah dengan warga masyarakat, sehingga semua
kepentingan warga masyarakat dapat diakomodasi. Beberapa kegiatan sudah dilakukan
pemerintah dengan menerapkan perencanaan dengan melibatkan masyarakat, baik di
tingkat kelurahan dengan musyawarah pembangunan kelurahan (musbangkel) sampai
dengan musyawarah pembangunan nasional (musbangnas). Meskipun demikian kegiatan
tersebut tidak dapat diselenggarakan sewaktu- waktu, sehingga kepentingan masyarakat
dalam bentuk kebutuhan tidak dapat ditangkap dengan cepat oleh pemerintah. Padahal
kebutuhan masyarakat, seperti jalan yang berlubang, kebutuhan akan kesehatan bisa
terjadi sewaktu- waktu. Agar kebutuhan masyarakat dapat segera ditangkap oleh
pemerintah maka diperlukan media komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) mampu menjadi media
komunikasi tersebut dengan cepat.

Electronic government (E- Gov) adalah salah satu cara untuk menjalankan fungsi
pemerintah dengan memanfaatkan berbagai perangkat TIK, sebagaimana diutarakan oleh
Kushu dan Kuscu berikut ini: E- Government effort aim to benefit from the use of most
innovative forms of information technologies, particulary web- based internet
applications, in improving government fundamental fungtions (2003). Penggunaan e-Gov
ini setidaknya mampu mengubah pola interaksi antara pemerintah dengan masyaarakat.
Pelayanan yang semula berorientasi pada antrian (in line) di depan meja Pegawai
Birokrasi dan tergantung pada jam kerja berubah menjadi layanan online yang dapat
diakses website pemerintah melalui computer yang terhubung ke internet, selama 24 jam
per hari. Sehingga muncul istilah don’t stay inline get online (Holmes:2000)

Pelayanan public yang baik hanya akan dapat diwujudkan apabila penguatan
posisi tawaran pengguna jasa pelayanan mendapatkan prioritas utama. Dengan demikian,
pengguna jasa diletakkan di pusat yang mendapat dukungan dari :

1. System pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat, khususnya


pengguna jasa.
2. Kultul pelayanan dalam organisasi penyelenggara pelayanan.
3. Sumber daya manusia yang berorientasi pada kepentingan pengguna jasa.

20
Tuntutan masyarakat pada era reformasi terhadap pelayanan public yang
berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat
ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga
mampu menyediakan pelayanan public yang memuaskan masyarakat sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

1. Penetapan Standar Pelayanan, yaitu standar pelayanan memiliki arti yang


sangat penting dalam pelayanan public. Standar pelayanan merupakan suatu
komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu
kualitas tertentu yang ditentukan atas perpaduan harapan-harapan masyarakat dan
kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang
dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan,
identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis
proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini
tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus
ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung
terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah
informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya yang
dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP), yaitu untuk
memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan
adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses
pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan
sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten.
3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan, yaitu untuk menjaga kepuasan
masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan
masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan
public. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai
apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi

21
kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan
memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan public.
4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan, yaitu pengaduan masyarakat
merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara
pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, perlu didesain suatu system
pengelolaan pengaduan yang secara dapat efektif dan efisien mengolah berbagai
pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas
pelayanan.

Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan public yang pengelolaannya


dapat dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model
yang sudah banyak diperkenalkan antara lain : contacting out, dalam hal ini pelayanan
public dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang
peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta
untuk dapat menyediakan pelayanan public tertentu yang diikuti dengan price regularity
untuk mengatur harga maksimum. Di samping itu, peningkatan kualitas pelayanan public
juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai
kompleksitas pelayanan public menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks
menjadi lading bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan.

22
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Rule government, Penggunaan paradigma rule government atau pendekatan legalitas,


cenderung mengedepankan prosedur, urusan dan kewenangan, dan kurang
memperhatikan proses, serta tidak melibatkan stakeholder (kelompok masyarakat) baik di
lingkungan birokrasi, maupun masyarakat yang berkepentingan. Sedangkan Good
governance adalah penyelenggaran pemerintahan yang baik, adalah pemerintah yang
dekat dengan masyarakat dan dalam meberikan pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
2. Lahirnya wacana good governance berakar dari penyimpangan yang terjadi dalam
praktek pemerintahan seperti KKN. Masyarakat sangat tidak puas dengan kinerja
pemerintah yang selama ini sebagai penyelenggara urusan public. Berbagai
ketidakpuasan dan kekecewaan akhirnya melahirkan tuntutan dari masyarakat untuk
mengembalikan dan melaksanakan penyelengaraan pemerintah yang ideal, sehingga good
governance tampil sebagai upaya untuk menjawab berbagai keluhan masyarakat atas
kinerja birokrasi yang telah berlangsung.
3. Klasifikasi barang/jasa yaitu Barang/Jasa Publik (Public Good, Common Pool Goods (
Barang/Jasa Milik Bersama ), Barang/Jasa Privat ( Private Goods), Barang Tool ( Tool
Goods) dan Peralatan publik
4. Kelembagaan Penyedia Barang dan Jasa yaitu Pemerintah sebagai Provider/Arranger dan
Masyarakat dan Dunia Usaha sebagai Provider/Arranger
5. Macam- Macam dan Pola Penyelenggaraan Pelayanan Public
a. Jenis- jenis pelayanan public yaitu Pelayanan adminsitratif, Pelayanan Barang dan
Pelayanan jasa
b. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara menerbitkan keputusan No. 63/ KEP/
M.PAN/ 7/ 2003 mengenai pola penyelenggaraan pelayanan public, antara lain:

23
Fungsional, Terpusat dan Terpadu (Terpadu satu atap, Terpadu satu pintu dan
Gugus tugas)
6. New public service (NPS)
Salah satu inti sari dari prinsip NPS ini adalah bagaimana administrator public
mengartikulasikan dan membagi kepentingan (shared interest) warga Negara. Agar
kebutuhan masyarakat dapat segera ditangkap oleh pemerintah maka diperlukan
media komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) mampu menjadi media komunikasi tersebut dengan
cepat. Electronic government (E- Gov) adalah salah satu cara untuk menjalankan
fungsi pemerintah dengan memanfaatkan berbagai perangkat TIK.

SARAN

Pelayanan public hendaknya mengadopsi manajemen pelayanan sektor swata, dengan


memberikan pelayanan yang lebih berkualitas dan meningkatkan teknologi pelayanan berupa E-
Governance agar pelayanan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Mengubah paradigm good
government menjadi good governance dalam penyediaan barang dan jasa bagi masyarakat, agar
tercapainya tujuan pelayan public berupa pemenuhan kebutuhan masyarakat dan kesejahteraan
umum.

24
DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi, Dedi. 2016. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung: Alfabeta.

25

Anda mungkin juga menyukai