Disusun oleh :
Kelompok 6
2019
BAB I
KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai setiap saat setelah awal
minggu gestasi ke-20 sampai akhir gestasi ke-37. (varney, 2008)
Bayi prematur semula didefinisikan sebagai bayi dengan berat badan lahir
<2500 gr atau bayi kecil. Definisi prematur berdasarkan BBLR ini pertama kali
digunakan sebagai standar oleh Nikolaus T. Niller, Dr. Kepala di De Mosco
Foundling Hospital. (Krisnadi, 2009)
Kelahiran dalam 2 minggu dari tanggal melahirkan yang diperkirakan,
diinginkan oleh, baik wanita hamil dan profesional kesehatan. Persalinan praterm
merujuk pada persalinan yang terjadi setelah janin telah mencapai periode
viabilitas(sedikitnya 20 minggu gestasi tetapi sebelum selesai minggu ke-37.
Menunggu kehamilan sampai term mungkin di kontra indikasikan bila resiko bagi
klien atau janin lebih berat daripada resiko melahirkan bayi praterm. (Doengoes,
2001)
B. KLASIFIKASI
Menurut kejadiannya, persalinan prematur digolongkan menjadi :
1) Idiopatik atau Spontan
Sekitar 50% penyebab kelainan prematur tidak diketahui, oleh karena itu
digolongkan pada kelompok idiopatik atau persalinan prematur spontan.
Termasuk ke dalam golongan ini antara lain persalinan prematur akibat
kehamilan kembar, polihidramnion atau persalinan prematur yang didasari
oleh faktor psikososial dan gaya hidup. Sekitar 12,5 % persalinan prematur
spontan didahului oleh ketuban pecah dini (KTD), yang sebagian besar
disebabkan karena faktor infeksi (Korioamnionitis).
Saat ini penggolongan idipatik dianggap berlebihan, karena ternyata setelah
diketahui banyak faktor yang terlibat dalam persalinan prematur, maka
sebagian besar penyebab persalinan prematur dapat digolongkan kedalamnya.
Apabila faktor-faktor penyebab lain tidak ada sehingga penyebab prematuritas
tidak dapat diterangkan, maka penyebab persalinan prematur ini disebut
idiopatik.
2) Latrogenik atau Elektif
Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika kedokteran
menempatkan janin sebagai individu yang mempunyai hak atas kehidupannya
(petus as a patient). Maka apabila kelanjutan kehamilan diduga dapat
membahayakan janin, janin akan dipindahkan kedalam lingkungan luar yang
di anggap lebih baik dari rahim ibunya sebagai tempat kelangsungan
hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkan persalinan prematur
buatan/latrogenik yang disebut sebagai Elektif preterm. Sekisar 25%
persalinan prematur tersebut termasuk ke dalam golongan ini.
a) Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan prematur elektif
adalah :
- Preeklamasi berat dan eklampsi
- Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta)
- Korioamionitis
- Penyakit jantung yang berat atau penyakit paru/ginjal yang berat
b) Keadaan janin yang dapat menyebabkan persalinan prematur dilakukan
adalah :
- Gawat janin, (anemia, hipoksia, asidosis/gangguan jantung janin)
- Infeksi intrauterin
- Pertumbuhan janin terhambat (IUGR)
- Isoimunisasi resus
1) Berat badan bayi 1500-2500 gram disebut bayi dengan berat badan lahir
rendah
2) Berat badan bayi 1000-1500 gram disebut bayi dengan berat badan lahir
sangat rendah
3) Berat badan bayi <1000 gram disebut bayi dengan berat badan lahir ekstrem
rendah
C. MEKANISME PERSALINAN
Pada sebagian besar kehamilan, uterus tetap relatif tenang dan hal ini berhubungan
dengan fase 0 (tenang) dari persalinan. Fase 1 (aktivitas) berhubungan dengan
peregangan uterus dan aktivitas jalur hypotalamik-pituitary-adrenal janin (fetal
hhypotalamic-pituitary-adrenal). Fase 2 (stimulasi) merujuk pada perangsangan dari
uterus yang teraktivitasi oleh berbagai macam senyawa, meliputi CRH (corticotropin-
releasing hormon), oksitoksin, dan prostaglandin. Proses-proses yang berbeda ini
mengarah pada jalur persalinan umum yang meliputi peningkatan kontraktilitis uterus,
pematangan serviks dan aktivasi lapisan desidua dan selaput janin. Fase 3 (involusi)
berhubungan dengan proses involusi uterus pasca persalinan.
1. Fase 0 : Fase Tenang
Pada sebagian besar perjalanan kehamilan, uterus tetap tenang secara relatif.
Aktivitas miometrium dihambat selama dalam kehamilan oleh berbagai
macam senyawa, meliputi progesteron, prostasiklin (PGI2), nitric oxide,
relaxin, dan hormon paratiroidrelated peptide. Fungsi senyawa-senyawa ini
berfungsi lewat berbagai macam mekanisme kerja, tetapi secara umum
senyawa-senyawa ini meningkatkan kadar siklik nukleotida didalam sel
[cyclyc adenosine monophophat (cAMP)/cyclyc guanosine monophosphat],
yang pada gilirannya menghambat pembebasan ion kalsium dari tempat
penyimpanannya didalam sel atau menurunkan aktivitas enzim myosin light-
chain kinase (MCLK). Kalsium dan MCLK memainkan peran utama dalam
proses kontraktilitas uterus. Kalsium diperlukan untuk mengaktifkan
kalmoduling, yang akan mencetuskan perubahan bentuk MLCK yang
mengakibatkan enzim tersebut diatas menfosforilasi myosin dan memulai
proses berpasangannya aktin dan myosin, yang berujung pada terjadinya
kontraksi miometrium.
Kontaksi uterus biasanya jarang terjadi pada saat fase tenang dan biasanya
memiliki frekuensi dan amplitudo yang rendah dan tidak terkoordinasi, hal ini
biasanya dikenal dengan istilah kontraktur pada hewan dan kontraksi braxton-
hicks pada wanita. Koordinasi kontraksi yang buruk ini terutama disebabkan
oleh tidak adanya gap junctions pada miometrium uterus pada masa
kehamilan. Gap junction (dan protein-protein yang berhubungan dengannya,
disebut connexins) memungkinkan terjadinya pasangan sel yang satu dengan
yang lainnya (sel to sel coupling). Peningkatan jumlah gap junctions yang
cepat terjadi pada saatmulainya proses persalinan, berakibat pada peningkatan
proses perangsangan elektris dan kontraksi yang selaras dengan amplitudo
yang tinggi ke seluruh jaringan miometrium.
2. Fase 1: aktivasi
Aktivasi miometrial pada fase 1, ditandai dengan peningkatan kadar ekspresi
CAPs( contraksion associated proteins) termasuk connection-43( CX-43) yang
merupakan senyawa protei nutama pada gap junction dimiometrium, dan
reseptor untuk oksitoxin dan prostaglandin yang memiliki efek stimulasi.
Secara normal, perangsangan pada aktivasi miometrium dapat berasal dari
peregangan uterus akibat pertumbuhan janin atau juga berasal dari pengaktifan
sumbu hypotalamic-pituitary-adrenal( HPA) janin yang berkembang matang
atau keduanya.
Peregangan uterus seperti yang diperlihatkan pada hewan percobaan akan
meningkatkan CAP dan perangsangan ekspresi gen pemventuk reseptor
oksitoxin didalam mioetrium, tetapi kemampuan ini sangat tergantung pada
kondisi humoral. Progesteron akan menghambat peningkatan kadar ekspresi
CX-43 akibat perangsangan peregangan uterus. Akan tetapi dengan
berkurangnya kadar progesteron pada saat aterm, peregangan uterrus
berhubungan dengan kadar eksresi CX-43 secara signifikan.
Penandaan aktifasi miometrium juga berasal dari sumbu HPA janin. Dugaan
terbaru dengan proses pematangan janin( mekanismenya belum diketahui),
hipotalamus janin dan placenta akan meningkatkan kadar sekresi CRH, yang
akan merangsang ACTH( adrenocorticotropic hormone) pada organ pituitari
janin dan produksi kortisol dan androgen oleh organ adrenal janin. Secara
androgen pada janin kemudian di aromatisasi menjadi esterogen oleh placenta.
Akhirnya, hal ini akan menyebabkan rangkaian proses biologis yang mengarah
pada jalur umum terjadinya proses persalinan yang di tandai oleh terjadinya
kontraksi uterus, pematangan serviks dan aktifasi desi 2 atau selaput janin
seperti yang terlihat pada fase persalinan.
3. fase 2: stimulasi
fase 2 meliputi terjadinya proses yang progresif yang berujung pada terjadinya
proses persalinan yang meliputi kontraksi uterus, pematangan serviks dan
aktivasi jaringan desisua dan selaput janin. Peristiwa-peristiwa ini ditandai
dengan pengaktifan HPA janin, kemunduran progresteron secara fungsional,
peningkatan kadar ekstrogen ibu dan janin, da naiknya kadar prostaglanding.
Rangkaian proses mulai dengan produksi CRH plasenta yang berakhir pada
penurunan kadar progresteron fungsional. Penurunan progesteron
menyebabkan peningkatan kadar eksresi reseptor estrogen dan
mempromosikan aktivitas estrogen. Peningkatan kerja estrogen akhirnya akan
menyebabkan terbentuknya banyak jenis CPAs yang tergantung pada
estrogen, seperti CX-43, reseptor-reseptor oksitosin, dan prostaglanding, yang
membantu proses kontraksi uterus.
a. CRH dan “Placental Clock”
Cortricotropin releasing hormone(CRH) diketahui bekerja secara sentral
dalam maturasi janin dan persalinan manusia. CRH adalah suatu senyawa
neuropeptida utama di hipotalamus yang juga diekspresikan dalam
jaringan dan selaput plasenta manusia yang dilepaskan kedalam
kompartemen ibu dan janin yang meningkat jumlahnya selama kehamilan.
Peningkatan kadar CRH dihubungkan dengan umur kehamilan. Secara
khusus, wanita yang mengalami persalinan prematur memiliki konsentrasi
CRH maternal yang lebih tinggi pada usia kehamilan 16 minggu dan kadar
CRH lebih cepat meningkat dari pada wanita yang melahirkan atterm.
Temuan ini telah menyebabkan beberapa peneliti untuk menyarankan
bahwa CRH plasenta mungkin bekerja sebagai “Placental Clock” yang
mengatur lamanya kehamilan.
b. Progesteron Withdrawal Functional
Pada kebanyakan kehamilan, uterus pasif dipelihara oleh kerja
progesterone. Progesteron bekerja dengan menghalangi ekspresi gen CAP
dan formasi gap junction dalam myometrium, menghambat sekresi CRH
plasenta , menghambat aktivitas estrogen, system regulasi (mis:nitric
oxide) yang mendorong relaksasi myometrium dan menekan ekspresi
sitokin dan prostaglandin. Pada akhir kehamilan kebanyakan spesies
mamalia, kadar progesteron maternal menurun secara tajam dan terjadi
peningkatan kadar estrogen.
Pada wanita hamil, kadar progesteron dan estrogen terus meningkat
sepanjang kehamilan sampai lahirnya plasenta. Data terakhir menunjukkan
bahwa progesteron withdrawal functional mungkin terjadi pada wanita
primate dengan perubahan pada kadar progesterone receptor (PR)yang
isoform. Pada wanita, fungsi reseptor PR-B. Dalam myometrium, onset
persalinan berhubungan dengan peningkatan relative kadar ekspresi PR-A
terhadap kadar ekspresi PR-B. Karena PR-A menekan kerja progesteron,
peningkatan relative kadar ekspresi PR-A terhadap PR-B menurunkan
reaksi miometrium terhadap progesteron, mengakibatkan progesteron
withdrawal functional yang memungkinkan persalinan dimulai.
c. Estrogen
Tidak seperti plasenta pada kebanyakan spesies lain, plasenta manusia
tidak dapat mengubah progesteron menjadi estrogen karena kurangnya
enzim 17-hydroxylase yang diperlukan untuk perubahan ini. Produksi
estrogen pada plasenta tergantung besarnya precursor sintesis androgen
pada fetal zone dari adrenal janin sekisar 50% sirkulasi esteron dan
estradiol maternal dikendalikan oleh aromatisasi plasenta dari androgen
janin yaitu DHEA-S. Corticotrophin Realising Hormone (CRH) plasenta
secara langsung dan tidak langsung (via skresi ACTH dari pituiry janin)
merangsang fetal zone dari adrenal janin unruk memproduksi DHEA-S.
Suplai precursor diperlukan untuk sintesis estrogen pada plasenta .
Estrogen, dalam haal ini, menguatkan ekspresi banyak CAPs estrogen
dependen, termasuk CX-43 (gap junction), reseptor oksitoksin, reseptor
prostaglandin, cyclooxygenase-2 (COX-2; yang dihasilkan dalam produksi
prostaglandin) dan MLCK (which stimulates myometrial contractility and
labor).
d. Prostaglandin
Bukti yang luas mendukung suatu peran sentral prostaglandin dalam
meningkatkan kontraktilitas uterus. Kerja prostaglandin berlangsung
melalui reseptor spesifik. PGE2 menyebabkan kontraksi miometrium
melalui pengikatan reseptor EP-1 dan EP-3, yang menengahi kontraksi
melalui mekanisme peningkatan mobilisasi kalsium dan menurunkan
tingkat produksi penghambat cAMP intra seluler. Prostaglandin juga dapat
meningkatkan produksi mattruks metalloproteinase (MMP) dalam serviks
dan desidua untuk mrningkatkan pematangan serviks serta aktivasi
membrane janin. PGF2a mengikat reseptor FP yang menyebabkan
kontraksi miometrium. Sebaliknya, pada segmen bawah uterus, PGE2
menyebabkan relaksasi miometrium melalui ikatan reseptor EP-2 dan EP-
4 yang meningkatkan pembentukaan cAMP.
Prostaglandin dibentuk dari asam arakidonat melalui PGHS. Degan
kata lain, prostaglandin dimobilisasi urntuk menjadi inaktif oleh kerja
PGDH. Cortisol, dan estrogen merangsang aktivitas PGHS dan cortisone.
CRH juga menghambat ekspresi PDGH. Peningkatan produksi hormone
steroid janin mengikuti aktivasi HPA janin yang menyebabkan
peningkatan kadar prostaglandin. Hal serupa, sitokin proinflammatory
seperti IL-1 dan TNF-a mengatur eskpresi PGHS dan mengatur ekspresi
PDGH yang menyebabkan sintesis prostaglandin, yang berhubungan
dengan persalinan prematur dalam kasus infeksi.
Kesimpulanya, semua rangkaian ini diawali oleh aktivasi HPA janin
yang meningkatkan biosintesis steroid janin dan plasenta hasil suatu
proses biologis progresif bertingkat yang mengendalikan rangkaian
persalinan, meliputi pematangan serviks, kontraktilitis uterus dan aktivasi
membrane janin.
e. Kontraksi Uterus
Kontraksi uterus dihasilkan dari aktin dan myosin yang tegantung pada
fosforlisasi myosin ole MLCK. MLCK diaktivasi oleh kalsium calmodulin
setelah peningkatan level kalsium intraselular. Kenaikan ini disebabkan
aksi dari berbagai jenis uterotonik termasuk oksitoksin-prostaglandin. Sel
–sel yang berpasangan menyebabkan miometrium berkontraksi secara
sinkron dengan amplitudo selama persalinan, hal ini dipicu oleh gap
jumetini dan protein tertentu (conyoh; connetin). Hal ini sangat ditentukan
oleh penurunan progesterone.
Desidua dan aktivasi fetal membrane. Desidua dan aktivassi membrane
fetal melibatkan rangkaian proses anatomis dan biokimia yang terjadi pada
saat pemisahan bagian bawah membrane dari desidua segmen bawah
uterin, dan pada peristiwa rupture membran spontan. Mekanisme yang
terjadi pada membrane dan aktivasi membran desidua sudah dapat
dijelaskan tetapi enzim-enzim pengurai ekstrasel seperti MMP type 1,
kolagenase interstitial, MMP-8 (kolagenase neutrophil), MMP-9
(gelatinase B), neutrophil elastase dan plasmin masih belum sepenuhnya
dimengerti. Enzim ini mengurai protein ekstrasel (spt kolagen dan
fibronektin)sehingga membuat membran menjadi rapuh dan memicu
terjadinya rupture membrane. Beberapa enzim MMP seperti MMP-9
memicu terjadinya apoptosis amnion.
4. Fase 3 Involusi
Sosial ekonomi Penyakit ibu Anatomi genital Faktor kebidanan Faktor umur
Kontraksi uterus
Kurang pengetahuan
Ansietas
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada kejadian partus preterm pada neonates adalah
adanya Sindroma Gawat Nafas. Sindroma Gawat Nafas merupakan komplikasi yang
paling sering pada persalinan preterm. Insidennya lebih baik dengan adanya terapi
yang lebih baru. Sindroma gawat nafas memegang peranan penting terhadap beberapa
kondisi lain, seperti :
a. Perdarahan Intra Ventrikuler
b. Enterokolitis Nekotizing
c. Hipertensi Pulmonal Persisten
d. Efek Samping pernafasan lainnya
H. PROGNOSIS
Saat ini kejadian partus prematur semakin sering terjadi, dimana keadaan ini
berkaitan erat dengan morbiditas dan mortalitas bayi. Sebagian bayi yang meninggal
pada 28 hari pertama memiliki bobot yang kurang dari 2500 gram pada saat lahir.
Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi-bayi prematur. Gangguan respirasi
menyebabkan 44% kematian yang terjadi pada umur kurang dari 1 bulan. Jika berat
badan bayi kurang dari1000 gram, angka mortalitas meningkat menjadi 74%. Karena
lunaknya tulang kranialis dan immaturitas jaringan otak, bayi prematur lebih rentan
terhadap kompresi kepala. Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang
optimal, bayi yang lahir dengan berat 2000-2500 gram mempunyai harapan hidup
lebih dari 97%, 1500-2000 gram lebih dari 90%, dan 1000-1500 gram sebesar 65-
80%.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan kultur urin
Pemeriksaan gas dan PH darah janin
Pemeriksaan darah tepi ibu
Jumlah leukosit: C-reactive protein (CRP) ada pada serum penderita yang
menderita infeksi akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk
mempresipitasi fraksi polisakarida somatik nonspesifik kuman Peumococcus
yang disebut fraksi C.
Amniosentesis
Hitung leukosit
Pewarnaan gram bakteri(+ pasti ammnionitis)
Kultur
Kadar glukosa cairan amnion
Pemeriksaan ultrasonografi
1. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Berisi mulai dari nama pasien, usia, jenis kelamin, diagnose medis sampai dengan
tanggal dilakukannya pengkajian.
B. Keluhan Utama
Ibu merasa ada dorongan yang kuat dan meneran, ibu merasakan regangan yang
semakin meningkat pada rektum dan vagina
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada ibu dengan riwayat penyakit hipertensi, edema patologis (tanda hipertensi
karena (HKK)), atau penyakit jantung yang pernah diderita sebelumnya dapat
meningkatkan resiko kelahiran prematur
D. Riwayat penyakit keluarga
Jika pada keluarganya terdapat riwayat terdahulu pernah melahirkan prematur,
maka dapat meningkatkan resiko kelahiran prematur pada keturunannya
E. Riwayat Persalinan
Persalinan nifas
Hamil
Umur Jenis Bayi
ke tanggal penolong Komplikasi JK BB laktasi komplikasi
kehamilan persalinan lahir
1
F. Riwayat Menstruasi
Menarche umur : 13
Siklus : 28 hari
Teratur/tidak : teratur
Lamanya : 7 hari
Banyaknya :
Disminorhoe :
HPHT :
TP :
2. objektif
4. Meningkatkan
4. Berikan periode tanpa istirahat, mencegah
interupsi untuk kelelahan dan dapat
istirahat/tidur. meningkatkan
relaksasi.
5. Membantu klien
5. Berikan aktivitas dalam koping
pengalihan seperti dengan penurunan
membaca, mendengarkan aktivitas.
radio dan menonton
televisi atau kunjungan
dengan teman yang dipilih
atau keluarga.
2. Keracunan, resiko 1. Tempatkan klien pada 1. Menurunkan
tinggi posisi lateral, tinggikan iritabilitas urin,
kepala selama pemberian meningkatkan
infuse obat IV perfusi plasenta dan
mencegah hipotensi
supine.
Kolaborasi
1. Bantu sesuai kebutuhan 1. Rasio L/S adanya
pada analisa cairaan pg, dan hasil tes
amniotic dari shake menandakan
amniosentesis atau spismen kondisi paru janin.
vaginal untuk tes jamur. Ferning
menandakan ruptur
membrane dengan
peningkatan resiko
infeksi.
Oxorn, H. (2003). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan Human of Labor
and Birth. Jakarta: Yayasan Essentia Medica.