Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN MASALAH KELAHIRAN PREMATUR

Dosen Pengampu : Catur Prasastia Lukita Dewi S.Kep,.Ns

Disusun oleh :

Kelompok 6

1. Hesti Risnasari (201704005)

2. Siti Zuanita (201704010)

3. Taurista Ismayatul L. (201704036)

4. Nilam Adelliya (201704047)

PRODI D-III KEPERAWATAN

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

2019
BAB I

KONSEP TEORI

A. DEFINISI
Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai setiap saat setelah awal
minggu gestasi ke-20 sampai akhir gestasi ke-37. (varney, 2008)
Bayi prematur semula didefinisikan sebagai bayi dengan berat badan lahir
<2500 gr atau bayi kecil. Definisi prematur berdasarkan BBLR ini pertama kali
digunakan sebagai standar oleh Nikolaus T. Niller, Dr. Kepala di De Mosco
Foundling Hospital. (Krisnadi, 2009)
Kelahiran dalam 2 minggu dari tanggal melahirkan yang diperkirakan,
diinginkan oleh, baik wanita hamil dan profesional kesehatan. Persalinan praterm
merujuk pada persalinan yang terjadi setelah janin telah mencapai periode
viabilitas(sedikitnya 20 minggu gestasi tetapi sebelum selesai minggu ke-37.
Menunggu kehamilan sampai term mungkin di kontra indikasikan bila resiko bagi
klien atau janin lebih berat daripada resiko melahirkan bayi praterm. (Doengoes,
2001)

B. KLASIFIKASI
Menurut kejadiannya, persalinan prematur digolongkan menjadi :
1) Idiopatik atau Spontan
Sekitar 50% penyebab kelainan prematur tidak diketahui, oleh karena itu
digolongkan pada kelompok idiopatik atau persalinan prematur spontan.
Termasuk ke dalam golongan ini antara lain persalinan prematur akibat
kehamilan kembar, polihidramnion atau persalinan prematur yang didasari
oleh faktor psikososial dan gaya hidup. Sekitar 12,5 % persalinan prematur
spontan didahului oleh ketuban pecah dini (KTD), yang sebagian besar
disebabkan karena faktor infeksi (Korioamnionitis).
Saat ini penggolongan idipatik dianggap berlebihan, karena ternyata setelah
diketahui banyak faktor yang terlibat dalam persalinan prematur, maka
sebagian besar penyebab persalinan prematur dapat digolongkan kedalamnya.
Apabila faktor-faktor penyebab lain tidak ada sehingga penyebab prematuritas
tidak dapat diterangkan, maka penyebab persalinan prematur ini disebut
idiopatik.
2) Latrogenik atau Elektif
Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika kedokteran
menempatkan janin sebagai individu yang mempunyai hak atas kehidupannya
(petus as a patient). Maka apabila kelanjutan kehamilan diduga dapat
membahayakan janin, janin akan dipindahkan kedalam lingkungan luar yang
di anggap lebih baik dari rahim ibunya sebagai tempat kelangsungan
hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkan persalinan prematur
buatan/latrogenik yang disebut sebagai Elektif preterm. Sekisar 25%
persalinan prematur tersebut termasuk ke dalam golongan ini.
a) Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan prematur elektif
adalah :
- Preeklamasi berat dan eklampsi
- Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta)
- Korioamionitis
- Penyakit jantung yang berat atau penyakit paru/ginjal yang berat
b) Keadaan janin yang dapat menyebabkan persalinan prematur dilakukan
adalah :
- Gawat janin, (anemia, hipoksia, asidosis/gangguan jantung janin)
- Infeksi intrauterin
- Pertumbuhan janin terhambat (IUGR)
- Isoimunisasi resus

Menurut usia kehamilannya maka klasifikasi persalinan prematur adalah sebagai


berikut :

1) Usia kehamilan 32-36 minggu disebut persalinan prematur (preterm)


2) Usia kehamilan 28-32 minggu disebut sangat prematur (very preterm)
3) Usia kehamilan antara 20-27 minggu disebut ekstrem prematur (ektremely
preterm)
Menurut berat badan lahir, maka bayi prematur dibagi dalam kelompok :

1) Berat badan bayi 1500-2500 gram disebut bayi dengan berat badan lahir
rendah
2) Berat badan bayi 1000-1500 gram disebut bayi dengan berat badan lahir
sangat rendah
3) Berat badan bayi <1000 gram disebut bayi dengan berat badan lahir ekstrem
rendah

C. MEKANISME PERSALINAN
Pada sebagian besar kehamilan, uterus tetap relatif tenang dan hal ini berhubungan
dengan fase 0 (tenang) dari persalinan. Fase 1 (aktivitas) berhubungan dengan
peregangan uterus dan aktivitas jalur hypotalamik-pituitary-adrenal janin (fetal
hhypotalamic-pituitary-adrenal). Fase 2 (stimulasi) merujuk pada perangsangan dari
uterus yang teraktivitasi oleh berbagai macam senyawa, meliputi CRH (corticotropin-
releasing hormon), oksitoksin, dan prostaglandin. Proses-proses yang berbeda ini
mengarah pada jalur persalinan umum yang meliputi peningkatan kontraktilitis uterus,
pematangan serviks dan aktivasi lapisan desidua dan selaput janin. Fase 3 (involusi)
berhubungan dengan proses involusi uterus pasca persalinan.
1. Fase 0 : Fase Tenang
Pada sebagian besar perjalanan kehamilan, uterus tetap tenang secara relatif.
Aktivitas miometrium dihambat selama dalam kehamilan oleh berbagai
macam senyawa, meliputi progesteron, prostasiklin (PGI2), nitric oxide,
relaxin, dan hormon paratiroidrelated peptide. Fungsi senyawa-senyawa ini
berfungsi lewat berbagai macam mekanisme kerja, tetapi secara umum
senyawa-senyawa ini meningkatkan kadar siklik nukleotida didalam sel
[cyclyc adenosine monophophat (cAMP)/cyclyc guanosine monophosphat],
yang pada gilirannya menghambat pembebasan ion kalsium dari tempat
penyimpanannya didalam sel atau menurunkan aktivitas enzim myosin light-
chain kinase (MCLK). Kalsium dan MCLK memainkan peran utama dalam
proses kontraktilitas uterus. Kalsium diperlukan untuk mengaktifkan
kalmoduling, yang akan mencetuskan perubahan bentuk MLCK yang
mengakibatkan enzim tersebut diatas menfosforilasi myosin dan memulai
proses berpasangannya aktin dan myosin, yang berujung pada terjadinya
kontraksi miometrium.
Kontaksi uterus biasanya jarang terjadi pada saat fase tenang dan biasanya
memiliki frekuensi dan amplitudo yang rendah dan tidak terkoordinasi, hal ini
biasanya dikenal dengan istilah kontraktur pada hewan dan kontraksi braxton-
hicks pada wanita. Koordinasi kontraksi yang buruk ini terutama disebabkan
oleh tidak adanya gap junctions pada miometrium uterus pada masa
kehamilan. Gap junction (dan protein-protein yang berhubungan dengannya,
disebut connexins) memungkinkan terjadinya pasangan sel yang satu dengan
yang lainnya (sel to sel coupling). Peningkatan jumlah gap junctions yang
cepat terjadi pada saatmulainya proses persalinan, berakibat pada peningkatan
proses perangsangan elektris dan kontraksi yang selaras dengan amplitudo
yang tinggi ke seluruh jaringan miometrium.
2. Fase 1: aktivasi
Aktivasi miometrial pada fase 1, ditandai dengan peningkatan kadar ekspresi
CAPs( contraksion associated proteins) termasuk connection-43( CX-43) yang
merupakan senyawa protei nutama pada gap junction dimiometrium, dan
reseptor untuk oksitoxin dan prostaglandin yang memiliki efek stimulasi.
Secara normal, perangsangan pada aktivasi miometrium dapat berasal dari
peregangan uterus akibat pertumbuhan janin atau juga berasal dari pengaktifan
sumbu hypotalamic-pituitary-adrenal( HPA) janin yang berkembang matang
atau keduanya.
Peregangan uterus seperti yang diperlihatkan pada hewan percobaan akan
meningkatkan CAP dan perangsangan ekspresi gen pemventuk reseptor
oksitoxin didalam mioetrium, tetapi kemampuan ini sangat tergantung pada
kondisi humoral. Progesteron akan menghambat peningkatan kadar ekspresi
CX-43 akibat perangsangan peregangan uterus. Akan tetapi dengan
berkurangnya kadar progesteron pada saat aterm, peregangan uterrus
berhubungan dengan kadar eksresi CX-43 secara signifikan.
Penandaan aktifasi miometrium juga berasal dari sumbu HPA janin. Dugaan
terbaru dengan proses pematangan janin( mekanismenya belum diketahui),
hipotalamus janin dan placenta akan meningkatkan kadar sekresi CRH, yang
akan merangsang ACTH( adrenocorticotropic hormone) pada organ pituitari
janin dan produksi kortisol dan androgen oleh organ adrenal janin. Secara
androgen pada janin kemudian di aromatisasi menjadi esterogen oleh placenta.
Akhirnya, hal ini akan menyebabkan rangkaian proses biologis yang mengarah
pada jalur umum terjadinya proses persalinan yang di tandai oleh terjadinya
kontraksi uterus, pematangan serviks dan aktifasi desi 2 atau selaput janin
seperti yang terlihat pada fase persalinan.
3. fase 2: stimulasi
fase 2 meliputi terjadinya proses yang progresif yang berujung pada terjadinya
proses persalinan yang meliputi kontraksi uterus, pematangan serviks dan
aktivasi jaringan desisua dan selaput janin. Peristiwa-peristiwa ini ditandai
dengan pengaktifan HPA janin, kemunduran progresteron secara fungsional,
peningkatan kadar ekstrogen ibu dan janin, da naiknya kadar prostaglanding.
Rangkaian proses mulai dengan produksi CRH plasenta yang berakhir pada
penurunan kadar progresteron fungsional. Penurunan progesteron
menyebabkan peningkatan kadar eksresi reseptor estrogen dan
mempromosikan aktivitas estrogen. Peningkatan kerja estrogen akhirnya akan
menyebabkan terbentuknya banyak jenis CPAs yang tergantung pada
estrogen, seperti CX-43, reseptor-reseptor oksitosin, dan prostaglanding, yang
membantu proses kontraksi uterus.
a. CRH dan “Placental Clock”
Cortricotropin releasing hormone(CRH) diketahui bekerja secara sentral
dalam maturasi janin dan persalinan manusia. CRH adalah suatu senyawa
neuropeptida utama di hipotalamus yang juga diekspresikan dalam
jaringan dan selaput plasenta manusia yang dilepaskan kedalam
kompartemen ibu dan janin yang meningkat jumlahnya selama kehamilan.
Peningkatan kadar CRH dihubungkan dengan umur kehamilan. Secara
khusus, wanita yang mengalami persalinan prematur memiliki konsentrasi
CRH maternal yang lebih tinggi pada usia kehamilan 16 minggu dan kadar
CRH lebih cepat meningkat dari pada wanita yang melahirkan atterm.
Temuan ini telah menyebabkan beberapa peneliti untuk menyarankan
bahwa CRH plasenta mungkin bekerja sebagai “Placental Clock” yang
mengatur lamanya kehamilan.
b. Progesteron Withdrawal Functional
Pada kebanyakan kehamilan, uterus pasif dipelihara oleh kerja
progesterone. Progesteron bekerja dengan menghalangi ekspresi gen CAP
dan formasi gap junction dalam myometrium, menghambat sekresi CRH
plasenta , menghambat aktivitas estrogen, system regulasi (mis:nitric
oxide) yang mendorong relaksasi myometrium dan menekan ekspresi
sitokin dan prostaglandin. Pada akhir kehamilan kebanyakan spesies
mamalia, kadar progesteron maternal menurun secara tajam dan terjadi
peningkatan kadar estrogen.
Pada wanita hamil, kadar progesteron dan estrogen terus meningkat
sepanjang kehamilan sampai lahirnya plasenta. Data terakhir menunjukkan
bahwa progesteron withdrawal functional mungkin terjadi pada wanita
primate dengan perubahan pada kadar progesterone receptor (PR)yang
isoform. Pada wanita, fungsi reseptor PR-B. Dalam myometrium, onset
persalinan berhubungan dengan peningkatan relative kadar ekspresi PR-A
terhadap kadar ekspresi PR-B. Karena PR-A menekan kerja progesteron,
peningkatan relative kadar ekspresi PR-A terhadap PR-B menurunkan
reaksi miometrium terhadap progesteron, mengakibatkan progesteron
withdrawal functional yang memungkinkan persalinan dimulai.
c. Estrogen
Tidak seperti plasenta pada kebanyakan spesies lain, plasenta manusia
tidak dapat mengubah progesteron menjadi estrogen karena kurangnya
enzim 17-hydroxylase yang diperlukan untuk perubahan ini. Produksi
estrogen pada plasenta tergantung besarnya precursor sintesis androgen
pada fetal zone dari adrenal janin sekisar 50% sirkulasi esteron dan
estradiol maternal dikendalikan oleh aromatisasi plasenta dari androgen
janin yaitu DHEA-S. Corticotrophin Realising Hormone (CRH) plasenta
secara langsung dan tidak langsung (via skresi ACTH dari pituiry janin)
merangsang fetal zone dari adrenal janin unruk memproduksi DHEA-S.
Suplai precursor diperlukan untuk sintesis estrogen pada plasenta .
Estrogen, dalam haal ini, menguatkan ekspresi banyak CAPs estrogen
dependen, termasuk CX-43 (gap junction), reseptor oksitoksin, reseptor
prostaglandin, cyclooxygenase-2 (COX-2; yang dihasilkan dalam produksi
prostaglandin) dan MLCK (which stimulates myometrial contractility and
labor).
d. Prostaglandin
Bukti yang luas mendukung suatu peran sentral prostaglandin dalam
meningkatkan kontraktilitas uterus. Kerja prostaglandin berlangsung
melalui reseptor spesifik. PGE2 menyebabkan kontraksi miometrium
melalui pengikatan reseptor EP-1 dan EP-3, yang menengahi kontraksi
melalui mekanisme peningkatan mobilisasi kalsium dan menurunkan
tingkat produksi penghambat cAMP intra seluler. Prostaglandin juga dapat
meningkatkan produksi mattruks metalloproteinase (MMP) dalam serviks
dan desidua untuk mrningkatkan pematangan serviks serta aktivasi
membrane janin. PGF2a mengikat reseptor FP yang menyebabkan
kontraksi miometrium. Sebaliknya, pada segmen bawah uterus, PGE2
menyebabkan relaksasi miometrium melalui ikatan reseptor EP-2 dan EP-
4 yang meningkatkan pembentukaan cAMP.
Prostaglandin dibentuk dari asam arakidonat melalui PGHS. Degan
kata lain, prostaglandin dimobilisasi urntuk menjadi inaktif oleh kerja
PGDH. Cortisol, dan estrogen merangsang aktivitas PGHS dan cortisone.
CRH juga menghambat ekspresi PDGH. Peningkatan produksi hormone
steroid janin mengikuti aktivasi HPA janin yang menyebabkan
peningkatan kadar prostaglandin. Hal serupa, sitokin proinflammatory
seperti IL-1 dan TNF-a mengatur eskpresi PGHS dan mengatur ekspresi
PDGH yang menyebabkan sintesis prostaglandin, yang berhubungan
dengan persalinan prematur dalam kasus infeksi.
Kesimpulanya, semua rangkaian ini diawali oleh aktivasi HPA janin
yang meningkatkan biosintesis steroid janin dan plasenta hasil suatu
proses biologis progresif bertingkat yang mengendalikan rangkaian
persalinan, meliputi pematangan serviks, kontraktilitis uterus dan aktivasi
membrane janin.
e. Kontraksi Uterus
Kontraksi uterus dihasilkan dari aktin dan myosin yang tegantung pada
fosforlisasi myosin ole MLCK. MLCK diaktivasi oleh kalsium calmodulin
setelah peningkatan level kalsium intraselular. Kenaikan ini disebabkan
aksi dari berbagai jenis uterotonik termasuk oksitoksin-prostaglandin. Sel
–sel yang berpasangan menyebabkan miometrium berkontraksi secara
sinkron dengan amplitudo selama persalinan, hal ini dipicu oleh gap
jumetini dan protein tertentu (conyoh; connetin). Hal ini sangat ditentukan
oleh penurunan progesterone.
Desidua dan aktivasi fetal membrane. Desidua dan aktivassi membrane
fetal melibatkan rangkaian proses anatomis dan biokimia yang terjadi pada
saat pemisahan bagian bawah membrane dari desidua segmen bawah
uterin, dan pada peristiwa rupture membran spontan. Mekanisme yang
terjadi pada membrane dan aktivasi membran desidua sudah dapat
dijelaskan tetapi enzim-enzim pengurai ekstrasel seperti MMP type 1,
kolagenase interstitial, MMP-8 (kolagenase neutrophil), MMP-9
(gelatinase B), neutrophil elastase dan plasmin masih belum sepenuhnya
dimengerti. Enzim ini mengurai protein ekstrasel (spt kolagen dan
fibronektin)sehingga membuat membran menjadi rapuh dan memicu
terjadinya rupture membrane. Beberapa enzim MMP seperti MMP-9
memicu terjadinya apoptosis amnion.

4. Fase 3 Involusi

Fase 3 dimulai pada tingkat 3 persalinan dan melibatkan pelepasan plasenta


dan kontraksi uterus. Pemisahan plasenta dimulai dengan terbentuknya celah
sepanjang desidua basalis. Kontraksi uterus merupakan factor penting untuk
mencegah perdarahan yang berasal dari vena-vena besar yang terbuka seolah
lahirnya plasenta dan terutama dipengaruhi oleh pksitosin.
D. FAKTOR RESIKO
Penyebab sekitar 50% kelahiran premature tidak diketahui. Namun, sepertiga
persalinan premature terjadi setelah ketuban pecah dini (PROM). Komplikasi
kehamilan lain, yang berhubungan dengan persalinan premature, meliputi kehamilan
multi janin,hidramnion, serviks tidak kompeten, plasenta lepas secara premature dan
infeksi tertentu (seperti, polinefritis dan korioamnionitis).
Faktor resiko karena kehamilan :
a. KPD
Menurut Wiknjosastro (2008) ketuban pecah dini ditandai dengan keluarnya
cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu dan dapat
dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Dari
sudut medis secara garis besar 50% persalinan preterm terjadi spontan, 30% akibat
ketuban pecah dini (KPD), dan sisanya 20% dilahirkan atas indikasi ibu/ janin.
Pecahnya kulit ketuban secara spontan sebelum kehamilan cukup bulan banyak
dihubungkan dengan amnionitis yang menyebabkan terjadinya lokus minoris pada
kulit ketuban. Amnionitis ini diduga sebagai dampak asendens infeksi saluran
kemih. Ketuban pecah dini dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti; serviks
inkompeten, peningkatan tekanan intrauterin misalnya overdistensi uterus pd
keadaan hidramnion, trauma, kelainan letak misalnya letak lintang sehingga tidak
ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
b. Infeksi
Infeksi intrauterin meliputi korioamnionitis, infeksi intraamnion, amnionitis,
merupakan infeksi akut pada cairan ketuban, janin dan selaput korion yang
disebabkan oleh bakteri. Ada sekitar 25 % infeksi intrauterin disebabkan oleh
ketuban pecah dini. Makin lama jarak antara ketuban pecah dengan persalinan,
makin tinggi pula resiko morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Hal ini ditambah
lagi dengan perubahan suasana vagina selama kehamilan yang menyebabkan
turunnya pertahanan alamiah terhadap infeksi. Pada umumnya infeksi intrauterin
merupakan infeksi yang menjalar keatas setelah ketuban pecah. Bakteri yang
potensial patogen (aerob, anaerob) masuk kedalam air ketuban, diantaranya adalah
(1) streptococcus golongan B, (2) Escherichia coli, (3) streptococcus anaerob, dan
(4) spesies bacteroides. Korioamnionitis dapat terjadi jauh sebelum persalinan
memasuki fase aktif atau malahan sebelum trimester ketiga. Antara infeksi dan
persalinan preterm terdapat interaksi: korioamnionitis-pembebasan prostaglandin-
partus prematuruspembukaan serviks uteri-korioamnionitis. Setelah terjadi invasi
mikroorganisme ke dalam cairan ketuban, janin akan terinfeksi karena janin
menelan atau teraspirasi air ketuban, ditandai dengan terjadinya takikardi yaitu
denyut jantung bayi > 160 kali permenit. (Cunningham, 2005)
c. Kelainan Uterus
Berdasarkan naskah dari American College of Obstetrician and Gynecologist
(2001) inkompetensia serviks adalah peristiwa klinis berulang yang ditandai
dengan dilatasi serviks yang berulang, persalinan spontan pada trimester II yang
tidak didahului dengan KPD, perdarahan atau infeksi. Uterus yang tidak normal
mengganggu resiko terjadinya abortus spontan dan persalinan preterm. Pada
serviks inkompeten dimana serviks tidak dapat menahan kehamilan terjadi dilatasi
serviks yang mengakibatkan kulit ketuban menonjol keluar pada trimester 2 dan
awal trimester 3 dan kemudian pecah, yang biasanya diikuti oleh persalinan.
Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa risiko terjadinya persalinan preterm
akan makin meningkat bila serviks < 30 mm, hal ini dikaitkan dengan makin
mudahnya terjadi infeksi amnion bila serviks makin pendek.
d. Vaginosis Bakterialis
Vaginosis bakterialis adalah sebuah kondisi ketika flora normal vagina
predominan-laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksida digantikan oleh
bakteri anaerob Gardnerella vaginalis, spesies Mobiluncus, dan Mycoplasma
hominis. Vaginosis bakterialis telah lama dikaitkan dengan kelahiran preterm
spontan, ketuban pecah preterm, infeksi korion dan amnion, serta infeksi cairan
amnion. (Cunningham, 2005)
e. Komplikasi medis dan obstetri
Beberapa komplikasi langsung dari kehamilan yaitu preeklampsia/eklamsia,
ketuban pecah dini, perdarahan antepartum dan lain-lain. Keadaan tersebut dapat
mengganggu kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan sehingga
meningkatkan resiko kelahiran bayi prematur. Preeklamsia/eklampsia pada ibu
hamil mempunyai pengaruh langsung terhadap kualitas janin karena terjadi
penurunan darah ke plasenta yang mengakibatkan janin kekurangan nutrisi
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin. Sedangkan, perdarahan antepartum
yaitu keadaan perdarahan yang keluar dari vagina ibu hamil pada usia kehamilan
lebih dari 28 minggu, dapat diakibatkan oleh dua hal yaitu plasenta previa
(plasenta menutupi sebagian atau seluruh mulut rahim) dan solusio plasenta
(plasenta terlepas dari tempat melekatnya) yang diakibatkan oleh suatu sebab
seperti trauma/ kecelakaan dan tekanan darah tinggi, dapat mengancam nyawa ibu
maupun janin sehingga meningkatkan indikasi untuk mengakhiri persalinan yang
berdampak terjadinya persalinan preterm.
Sekitar 28% kelahiran preterm diindikasikan disebabkan oleh preeklampsia
(43%), gawat janin (27%), pertumbuhan janin terhambat (10%), ablasio plasenta
(7%), dan kematian janin (7%). Sekitar 72% disebabkan oleh persalinan preterm
spontan dengan atau tanpa pecah ketuban. Sedangkan kehamilan ganda atau
hidroamnion juga merupakan kausa dari kelahiran preterm akibat dari distensi
uterus yang berlebihan. Usia kehamilan makin pendek pada kehamilan ganda,
25% bayi kembar 2, 50% bayi triplet, dan 75% bayi kuadriplet lahir 4 minggu
sebelum kehamilan cukup bulan. (Cunningham, 2005)
f. Penyakit sistemik kronis pada ibu: diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertensi,
penyakit ginjal dan paru kronis.

Faktor resiko karena faktor ibu antara lain :


a. Umur ibu
Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu adalah 20-35 tahun. Pada umur
kurang dari 20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna,
rahim dan panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran dewasa sehingga bila
terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi dan
pada usia lebih dari 35 tahun organ kandungan sudah tua sehingga jalan lahir telah
kaku dan mudah terjadi komplikasi
b. Paritas
Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang wanita.
Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin baik
selama kehamilan maupun selama persalinan. Pada ibu dengan primipara yaitu
wanita yang melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya, maka kemungkinan
terjadinya kelainan dan komplikasi cukup besar baik pada kekuatan his (power),
jalan lahir (passage) dan kondisi janin (passager). Menurut sebuah penelitian
Dewi Ana Sari dan Wewengkang Margaretha di Rumah Sakit WS Makassar tahun
2004-2005, persentase tertinggi karakteristik ibu dengan persalinan preterm
adalah dengan paritas 0 atau primipara yaitu sebanyak 44,93%.
c. Keadaan sosial ekonomi
Sosial ekonomi masyarakat sering dinyatakan dengan pendapatan keluarga,
mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi ekonomi dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan dan kesehatan dan pemenuhan zat gizi.
Selain itu juga sosial ekonomi seseorang mempengaruhi kemampuan ibu untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai misalnya, kemampuan untuk
melakukan kunjungan prenatal untuk memeriksakan keadaan janin, mengetahui
ada atau tidaknya komplikasi kehamilan. Wanita pada tingkat sosial ekonomi
(pekerjaan dan pendidikan) lebih rendah mempunyai kemungkinan 50% lebih
tinggi mengalami persalinan kurang bulan dibandingkan dengan tingkat sosial
ekonomi lebih tinggi. Frekuensi persalinan kurang bulan hampir 2 kali lipat pada
buruh kasar dibandingkan dengan yang terpelajar.
d. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
Riwayat persalinan preterm dan abortus merupakan faktor yang sangat erat
dengan persalinan preterm berikutnya. Risiko persalinan preterm berulang bagi
mereka yang persalinan pertamanya preterm meningkat tiga kali lipat dibanding
dengan wanita yang bayi pertamanya mencapai aterm dengan persentase
kemungkinan persalinan preterm berulang pada ibu hamil yang pernah mengalami
1 kali persalinan preterm sebesar 37%, sedangkan pada ibu yang pernah
mengalami persalinan preterm 2 kali atau lebih mempunyai resiko 70% untuk
mengalami persalinan preterm.
e. Faktor gaya hidup
Perilaku seperti merokok, gizi buruk dan penambahan berat badan yang kurang
baik selama kehamilan serta penggunaan obat seperti kokain atau alkohol telah
dilaporkan memainkan peranan penting pada kejadian dan hasil akhir bayi dengan
berat lahir rendah. Resiko kelahiran preterm meningkat, yaitu rata-rata dua kali
lipat dari wanita bukan perokok, sedangkan resiko keguguran pada usia kehamilan
antara minggu ke 28 sampai 1 minggu sebelum persalinan empat kali lebih tinggi
dari yang bukan perokok. (Cunningham, 2005)
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala kelahiran prematur adalah sebagai berikut:
1) Keram hebat seperti menstruasi, kemungkinan tertukar dengan nyeri disekitar
ligament.
2) Nyeri tumpul pada punggung bawah, berbeda dari nyeri punggung bawah
yang biasa dialami oleh wanita hamil.
3) Nyeri atau tekanan suprapubis, mungkin tertukan dengan infeksi saluran
kemih.
4) Sensasi adanya tekanan atau berat pada pelvis.
5) Perubahan karakter atau jumlah rabas vagina ( lebih kental, lebih encer, berair,
berdarah, berwarna cokelat, tidak berwarna.
6) Diare.
7) Kontraksi uterus tidak dapat di palpasi( nyeri hebat atau tidak nyeri) yang
dirasakan lebih sering dari setiap 10menit selama satu jam atau lebih dan tidak
meredah dengan tidur berbaring.
8) Ketuban pecah dini.
Tanda dan gejala persalinan prematur harus menjadi bagian rutin dalam pendidikan
pranatal wanita, yang dimulai sekitar usia gestasi minggu ke-20 sampai ke-24. Selain
penapisan rutin untuk komplikasi, tenaga kesehatan harus memberikan asuhan berikut
kepada wanita dengan riwayat persalinan atau kelahiran prematur pada kehamilan
pada saat ini:
1) Penapisan bulanan untuk bakteriuria asimptomatik.
2) Penanganan setiap infeksi vagina dan serviks.
3) Konseling tentang riwayat diet dan nutrisi.
4) Penguatan intruksi yang rutin mengenai tand dan gejala persalinan prematur
5) konseling, jika perlu, mengenai rokok, obat-obatan terlarang, dan alkohol.
6) Anjuran agar wanita berkomunikasi jika mengalami stres personal, sehingga ia
dapat memperoleh bantuan dan sesuai untuk meredahkan stressnya.

Sedangkan tanda dan gejala bayi prematur adalah :

1) Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu


2) Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram
3) Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm
4) Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm
5) Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm
6) Rambut lanugo masih banyak
7) Jaringan lemak subcutan tipis atau kurang
8) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
9) Tumit mengkilap, telapak kaki halus
10) Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora dan
klitoris menonjol (pada bayi perempuan). Testis belum turun kedalam
skrotum, pigmentasi dan rogue pada skrotum kurang (pada bayi laki-laki)
11) Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah
12) Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah
13) Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot jaringan
lemak masih kurang
14) Vernix caseosa ada atau sedikit bila ada (Ai Yeyeh Rukiyah & Lia Yulianti,
2012)
F. PATHWAY

Sosial ekonomi Penyakit ibu Anatomi genital Faktor kebidanan Faktor umur

Persalinan Prematur Resiko cedera janin

Kontraksi uterus

Terapi penunda Viskositas pembuluh


darah uterus

Pemberian obat Tirah baring Metabolisme


tokolitik anaerob

Metabolisme sel dan Penimbunan


Resti keracunan
jaringan menurun asam laktat

Energi menurun Nyeri

Kerja otot menurun Informasi tidak adekuat

Intoleran aktifitas Kesalahan interpretasi

Kurang pengetahuan

Ansietas
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada kejadian partus preterm pada neonates adalah
adanya Sindroma Gawat Nafas. Sindroma Gawat Nafas merupakan komplikasi yang
paling sering pada persalinan preterm. Insidennya lebih baik dengan adanya terapi
yang lebih baru. Sindroma gawat nafas memegang peranan penting terhadap beberapa
kondisi lain, seperti :
a. Perdarahan Intra Ventrikuler
b. Enterokolitis Nekotizing
c. Hipertensi Pulmonal Persisten
d. Efek Samping pernafasan lainnya

H. PROGNOSIS
Saat ini kejadian partus prematur semakin sering terjadi, dimana keadaan ini
berkaitan erat dengan morbiditas dan mortalitas bayi. Sebagian bayi yang meninggal
pada 28 hari pertama memiliki bobot yang kurang dari 2500 gram pada saat lahir.
Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi-bayi prematur. Gangguan respirasi
menyebabkan 44% kematian yang terjadi pada umur kurang dari 1 bulan. Jika berat
badan bayi kurang dari1000 gram, angka mortalitas meningkat menjadi 74%. Karena
lunaknya tulang kranialis dan immaturitas jaringan otak, bayi prematur lebih rentan
terhadap kompresi kepala. Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang
optimal, bayi yang lahir dengan berat 2000-2500 gram mempunyai harapan hidup
lebih dari 97%, 1500-2000 gram lebih dari 90%, dan 1000-1500 gram sebesar 65-
80%.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
 Pemeriksaan kultur urin
 Pemeriksaan gas dan PH darah janin
 Pemeriksaan darah tepi ibu
Jumlah leukosit: C-reactive protein (CRP) ada pada serum penderita yang
menderita infeksi akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk
mempresipitasi fraksi polisakarida somatik nonspesifik kuman Peumococcus
yang disebut fraksi C.

Amniosentesis

 Hitung leukosit
 Pewarnaan gram bakteri(+ pasti ammnionitis)
 Kultur
 Kadar glukosa cairan amnion

Pemeriksaan ultrasonografi

 Oligohidramnion: hubungan antara oligohidramnion dengan korioamnionitis


klinis antepartum
 Penipisan serviks: bila ketebalan serviks <3cm(USG), dapat dipastikan akan
terjadi persalinan preterm
 Cardiotokografi: kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi.
J. PENATALAKSANAAN
a. Pertimbangan Penatalaksanaan Obstetri/ perinatal
Apabila usaha untuk mempertahankan kehamilan sesuai usia kehamilan normal
sudah tidak memungkinkan untuk dilakukan lagi. Maka solusi yang ada adalah
mengambil jalan terminai kehamilan, atau melakukan partus preterm. Sebelum
melakukan jalan terminasi partus preterm, ada beberapa pertanyaan yang harus
menjadi pertimbangan, antara lain:
1) Berapa besar kemampuan klinik untuk menjaga kehidupan bayi preterm?
2) Berapa besar peluang/ kemungkinan hidup bayi dengan berat lahir dan usia
gestasi tersebut?
3) Bagaimana persalinan akan dilakukan?pervaginam atau perabdominam (Sectio
Cesarea)?
4) Komplikasi apa yang mungkin timbul? Apakah alat / sarana / kemampuan
yang ada memadai?
5) Bagaimana pertimbangan dari pihak pasien / keluarga, tentang kemungkinan
keadaan bayi yang kurang baik, konsekuensi perawatan bayi premature yang
lama dan berat, dan sebagainya?
b. Penatalaksanaan medic kasus yang terjadi pada usia kehamilan belum cukup bulan
dengan adanya resiko partus premature :
1) Infeksi
Untuk menangani terjadinya infeksi pada ibu hamil dilakukan terapi
farmakologi dengan antibiotika spectrum luas dosis tinggi. Demam/
hiperpireksia yang terjadi pada ibu juga harus mendapat perhatian untuk di
intervensi, sebab hiperpireksia dapat berakibat buruk pada sirkulasi janin.
2) Kontraksi
Kontraksi yang beresiko untuk terjadi nya persalinan preterm adalah kontraksi
(HIS) yang terjadi dengan frekuensi 3-4 kali perjam.dalam 48 jam menjelang
terjadinya partus kontraksi (HIS) akan meningkat sampai 2-4 kali tiap 10
menit dengan intensitas yang makin kuat, semakin lama frekuensi kontraksi
akan makin meningkat. Apabila kontraksi terjadi sebelum usia kehamilan
cukup bulan, maka diberikan intervensi tokolisis agar partus tidak terjadi
terlalu dini, dengan cara memberikan obat-obatan beta agonis (misalnya
salbutamol, terbutalin), sambil terus mengawasi keadaan ibu dan keadaan
janin. Pengobatan dapat diberikan dengan IV, kemudian dilanjutkan dengan
per-oral bila pasien pulang. Bila kontraksi hilang pemberian tokolisis
dihentikan.
3) Pemicu pematangan paru janin
Apabila partus preterm tidak dapat dihindari, sedangkan usia janin masih
belum cukup bulan, maka ada kemungkinan paru-paru janin belum
berkembang dengan benar. Maka untuk melakukan akselerasi pematangan
paru janin dapat diberikan preparat kortikosteroid (misalnya deksamtason,
betametason) yang akan menstimulasi produksi dan sekresi surfaktan di paru
janin. Ideal pemberian terapi farmako ini minimal selama 2 x 24 jam.
c. Metode yang digunakan untuk menghentikan kontraksi pada partus preterm
Usaha untuk menghentikan partus preterm termasuk sulit untuk dilakukan, dan
seringkali tidak efektif. Sehingga terdapat beberapa cara untuk menghambat
terjadinya partus preterm.
1) Tirah baring
Dengan ibu melakukan tirah baring posisi tubuhnya nyaman. Keberhasilan
intervensi ini diperkirakan pada perasaan tentram pada diri ibu.
2) Magnesium Sulfat
Peranan magnesium diperkirakan terletak pada sifat antagonisnya terhadap
kalsium. Untuk menghindari intoksikasi oleh magnesium sulfat maka harus
diperhatikan reflek patella tetap ada dan depresi respiratori.
3) Preparat agonis β- adrenergic
a) Isoksuprin
Preparat ini kurang begitu efektif dan bisa menimbulkan efek samping yitu
takikardia dan hipotensi
b) Ritodrin
Merupakan obat satu-satunya yang mempunyai indikasi spesifik adalah
untuk menghentikan persalinan preterm.
c) Terbutalin
Digunakan untuk menghentikan persalinan preterm dengan cara
menghambat kontraksi miometrium.
d) Fenoterol. Secara structural menyerupai ritodrin
4) Terapi Kombinasi
Dari hasil penelitian beberapa ahli, terapi ritodrin dengan magnesium sulfat
memberikan efek yang lebih ampuh dari pada satu obat saja.
5) Anti prostaglandin
Preparat ini bekerja dengan menghambat kerja prostaglandin pada organ
sasaran.
6) Preparat penghambat saluran kalsium
7) Narkotik dan sedative
d. Penanganan partus preterm
1) Penanganan umum
a) Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu.
b) Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
2) Prinsip penanganan
a) Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan, atau
b) Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya.
(Saifuddin, 2002)
3) Penanganan partus preterm
Kelahiran harus dilakukan secara hati-hati dan perlahan-lahan untuk
menghindari kompresi dan dekompresi kepala secara cepat. Oksigen diberikan
lewat masker kepada ibu selama kelahiran. Ketuban tidak boleh dipecah
secara artificial. Kantong ketuban berguna sebagai bantal bagi tengkorak
prematur yang lunak dengan sutura-suturanya yang masih terpisah lebar.
Epistomi mengurang tekanan pada cranium bayi. Forceps rendah dapat
membentu dilatasi bagian lunak jalan lahir dan mengarahkan kepala bayi lewat
perineum. Pada letak sungsang dengan partus preterm ekstraksi bokong tidak
boleh dilakukan. Bahaya tambahan pada partus preterm adalah bahwa bokong
tidak dapat menghasilkan pelebaran jalan lahir yang cukup untuk
menyediakan ruang bagi kepala bayi yang relative besar. Kelahiran prespitatus
san yang tidak ditolong berbahaya bagi bayi-bayi prematur. Seorang ahli
neonates harus hadir pada saat kelahiran (Oxorn, 2003).
KONSEP ASKEP
PADA PERSALINAN PREMATUR

1. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Berisi mulai dari nama pasien, usia, jenis kelamin, diagnose medis sampai dengan
tanggal dilakukannya pengkajian.
B. Keluhan Utama
Ibu merasa ada dorongan yang kuat dan meneran, ibu merasakan regangan yang
semakin meningkat pada rektum dan vagina
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada ibu dengan riwayat penyakit hipertensi, edema patologis (tanda hipertensi
karena (HKK)), atau penyakit jantung yang pernah diderita sebelumnya dapat
meningkatkan resiko kelahiran prematur
D. Riwayat penyakit keluarga
Jika pada keluarganya terdapat riwayat terdahulu pernah melahirkan prematur,
maka dapat meningkatkan resiko kelahiran prematur pada keturunannya
E. Riwayat Persalinan
Persalinan nifas
Hamil
Umur Jenis Bayi
ke tanggal penolong Komplikasi JK BB laktasi komplikasi
kehamilan persalinan lahir
1

Riwayat kelahiran preterm sangat berkolerasi dengan persalinan preterm


berikutnya, resiko kelahiran preterm berulang bagi mereka yang kelahiran
pertamanya preterm meningkat 3 kali lipat. Dibanding dengan wanita yang bayi
pertamanya mencapai aterm.

F. Riwayat Menstruasi
Menarche umur : 13
Siklus : 28 hari
Teratur/tidak : teratur
Lamanya : 7 hari
Banyaknya :
Disminorhoe :
HPHT :
TP :

G. Pola Fungsi Kesehatan


a. Managemen kesehatan
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan kesehatan dan bagaimana perilaku
untuk mengatasi kesehatan
b. Pola aktivitas dan latihan
Untuk mengetahui bagaimana aktivitas yang dilakukan selama kehamilan
dan apakah pasien rutin melakukan senam hamil
c. Pola istirahat tidur
Bagaimana pola istirahat tidur pasien, kuantitas dan kualitas tidur pasien
sebelum hamil dan saat hamil
d. Pola nutrisi metabolik
Ketidakadekuatan intake nutrisi dan cairan, bagaimana nafsu makan, dan
apakah ada penambahan berat badan yang berlebihan
e. Pola eliminasi alvi dan urin
Untuk mengetahui pola BAB dan BAK pada pasien serta untuk
mengetahui apakah ada masalah dengan pola eliminasi alvi dan uri
f. Pola kognitif perseptual
Bagaimana kemampuan panca indra, kemampuan bicara, dan kemampuan
memahami
g. Pola konsep diri
Untuk mengetahui bagaimana persepsi terhadap diri sendiri dan apakah
sudah puas dengan perubahan citra tubuh yang ada
h. Pola koping
Perhatikan kondisi stress pasien apabila pasien memiliki pola koping yang
baik, hal ini akan memicu aktivitas
i. Pola seksual reproduksi
Apakah ada dampak sakit terhadap seksualitas, kapan menstruasi terakhir,
apakah ada masalah
j. Pola peran berhubungan
Adakah perubahan peran saat sebelum hamil dan saat hamil
k. Pola nilai dan kepercayaan
Adakah pengaruh agama terhadap kesehatan dan kehidupan
H. Pemeriksaan Fisik
a. Data klinik
k/u baik, akral hangat kering merah
Kesadaran : composmentis
GCS : 4,5,6
TD : 100/70 mmHg S : 36ºC
N : 156 x/menit RR : 18 x/menit
b. Leher
Distensi leher (-) pembesaran kelenjar (-)
c. Torax
Payudara : mamae simetris
Putting : areola hiperpigmentasi
d. Abdomen
a) TFU : untuk menentukan berapa minggu usia kehamilan ibu
b) Leopod
Leopod 1 : untuk mengetahui TFU dan bagian apa yang ada di
fundus uterus
Leopad 2 : untuk menentukan letak punggung janin guna
dilakukannya DJJ
Leopad 3 : untuk mengetahui bagian apa yang ada dibawah rahim
dan untuk mengetahui apakah janin sudah memasuk pintu atas
panggul atau belum
Leopad 4 : mengidentifikasi seberapa jauh kepala janin masuk ke
panggul
c) DJJ : untuk memeriksa kenormalan denyut jantung janin (normal
DJJ : 120-160x/menit)
d) TBJ : untuk mengetahui taksiran berat janin
e) Kontraksi uterus tidak dapat di palpasi (nyeri hebat atau tidak nyeri
yang dirasakan tidak sering dari setiap 10menit selama 1jam atau
lebih dan tidak mereda dengan tidur berbaring)
f) Periksa adanya bekas luka operasi SC
g) Keram hebat seperti menstruasi, kemungkinan tertukar dengan
nyeri di sekitar ligamen
h) Nyeri ayau tekanan suprapubis, mungkin tertular dengan ISK
i) Sensasi adanya tekanan atau berat pada pelvis
e. Punggung dan ekstremitas
a) Nyeri tumpul pada punggung bawah, berbeda dari nyeri punggung
bawah yang biasa dialami oleh wanita hamil
b) Untuk mengetahui adanya edema atau tidak pada ekstremitas ibu
hamil
f. Genetalia dan anus
a) Tulang cervical dilatasi
b) Perdarahan mungkin terlihat
c) Membrane mungkin ruktur atau KPD
d) Pendarahan trimester ketiga
e) Absorbsi sebelumnya, persalinan atau melahirkan preterm, riwayat
biopsy konus
f) Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramnion,
makrosomia atau gestasi multiple
g) Perubahan karakter atau jumlah rabas vagina (lebih kental, lebih
encer, berair, berdarah, berwarna coklat, tidak berwarna)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1) Intoleran aktifitas b.d. hipersensitivitas otot/seluler d.d. kontraksi uterus terus
menerus atau peka rangsang
Batasan Karakteristik :
 Gejala dan tanda mayor
1. Subyektif
- Mengeluh lelah

2. objektif

- Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat

 Gejala dan tanda minor


1. subyektif
- Dispnea saat / setelah aktivitas
- Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
- merasa lemah
2. objektif
- tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat

2) Keracunan, resiko tinggi terhadap toksik yang berhubungan dosis/efek


samping tokolitik
3) Cedera, resiko tinggi terhadap jibu melahirkan bayi preterm/tidak matur
4) Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis situasional, ancaman yang
dirasakan atau aktual pada diri dan janin ditandai dengan peningkatan
tegangan, ketakutan, stimulasi simpatis, dan gerakan tidak berhubungan
 Gejala dan tanda mayor
1. subyektif
- merasa bingung
- merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang di hadapi
- sulit berkonsentrasi
2. objektif
- tampak gelisah
-Tampak tegang
- sulit tidur
 Gejala dan tanda minor
1. subyektif
- mengeluh pusing
- anoreksia
- palpitasi
- merasa tdak berdaya
2. obyektif
- frekuensi nafas meningkat
- frekuensi nadi meningkat
- tekanan darah meningkat
- diaforesis
- tremor
- mmuka tampak pucat
- suara bergetar
-kontak mata buruk
- sering berkemih
- berorientasi pada masa lalu

5) Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm berhubungan dengan


kesalahan interpretasi atau kurang informasi ditandai dengan pengungkapan
pertanyaan atau masalah, pertnyaan kesalahan konsep
 Gejala dan tanda mayor
1. subyektif
- menanyakan masalah yang dihadapi
2. obyektif
- menunjukkan perilaku yang tidak sesuai anjuran
- menunjukkan prsepsi yang kliru terhadap masalah
 Gejala dan tanda minor
1. subyektif
- tidak tersedia
2. objektif
- menjalani pemeriksaan yang tepat
- menunjukkan perilaku yang berlebihan ( miss apatis, bermusuhan,
agistatis, histeria)

6) Nyeri akut atau ketidaknyamanan berhubungan dengan kontraksi otot, efek


obat-obatan ditandai dengan laporan nyeri atau ketidaknyamanan, tegangan
otot, penyempitan fokus
 Gejala dan tanda mayor
1. subyektif
- mengeluh nyeri
2. obyektif
- tampak meringis
- bersifat protektif
- gelisah
- frekuensi nadi meningkat
- sulit tidur
 Gejala dan tanda minor
1. subyektif
- tidak tersedia
2. obyektif
- Tekanan darah meningkat
- pola nafas meningkat
- nafsu makan berubah
- pproses berfikir terganggu
- menarik diri
- berfokus pada diri sendiri
- diaforesis
1. INTERVENSI

No Diagnosa Tindakan/Intervensi Rasional

1. Aktivitas intoleran 1. Jelaskan alas an perlunya 1. Tindakan ini


tirah baring, penggunaan ditunjukan untuk
posisi rekumbenlateral kiri/ mempertahankan
miring dan penurunan janin jauh dari
aktivitas. servviks dan
meningkatkan
perfusi uterus , tirah
baring dapat
menurunkan peka
rangsang uterus.

2. Berikan tindakan 2. Menurunkan


kenyamanan seperti tegangan otot dan
gosokan punggung, kelelahan serta
perubahan posisiatau meningkatkan rasa
penurunan stimulusdalam nyaman.
ruangan (mis; lampu redup
).
3. Meningkatkan
3. Kelompokan aktivitas kesempatan klien
sebanyak mungkin, seperti untuk beristirahat
pemberian obat, tanda lebih lama diantara
vital, dan pengkajian interupsi untuk
tindakan berikutnya.

4. Meningkatkan
4. Berikan periode tanpa istirahat, mencegah
interupsi untuk kelelahan dan dapat
istirahat/tidur. meningkatkan
relaksasi.
5. Membantu klien
5. Berikan aktivitas dalam koping
pengalihan seperti dengan penurunan
membaca, mendengarkan aktivitas.
radio dan menonton
televisi atau kunjungan
dengan teman yang dipilih
atau keluarga.
2. Keracunan, resiko 1. Tempatkan klien pada 1. Menurunkan
tinggi posisi lateral, tinggikan iritabilitas urin,
kepala selama pemberian meningkatkan
infuse obat IV perfusi plasenta dan
mencegah hipotensi
supine.

2. Pantau tanda vital. 2. Komplikasi seperti


Auskultasi bunyi paru, edema pulmoner
perhatikan iregularitas disritmia
jantung dan laporkan jantung/takikardi,
dispnea/sesak dada. agitasi dispnea,
nyeri dada, dan
peningkatan pada
volume plasma
mungkin terjadi
pada pemberian
agonis terseptor
beta (rotrodin,
isoxuprin) dan
terbutalin sulfat,
yang merangsang
reseptor beta
(khususnya pada
penggunaan steroid
bersama).

3. Ukur masukan haluaran, 3. Meningkatkan


anjurkan masukkan cairan hidrasi yang
diantara 2000 dan 3000 adekuat daan
ml/hari, kecuali dibatasi mencegah kelebihan
(mis; selama pemberian cairan, khususnya
magnesium sulfat) bila diberikan
MgSO4; MgSO4
dikeluarkan melalui
ginjal sehingga
haluaran urin harus
dipertahankan .

4. Timbang klien tiap hari. 4. Memeriksa


potensial perubahan
fungsi
perkemihan/retensi
cairan.

5. Pantau adanya mengantuk, 5. Tanda depresi


kemerahan karena panas, neuromuscular
depresi pernafasan, dan menandakan
depresi refleks tendon peningkatan kadar
dalam dengan cepat. MgSO4 serum.

6. Sediakan antidote (kalsium 6. Pemberian antidote


glukonat untuk ritrodin mungkin perlu
atau ter MgSO4, untuk membalik
propranolol untuk ritrodin atau mengatasi efek
atau butaline sulfat) agen tokolitik.
Kolaborasi
1. Bantu sesuai kebutuhan 1. Untuk mengkaji
dengan pemeriksaan status serviks.
vaginal steril. Pemeriksaan
vaginal
dipertahankan
minimum, karena
hal ini dapat
menambah
kepekaan uterus.
Keamanan tokolitik
bila serviks
berdilatasi lebih dari
4cm atau menonjol
80% tidak
didokumentasikan
dan secara umum
dikontraindikasikan.

2. Berikan larutan I.V atau 2. Hidrasi dapat


bolus cairan sesuai menurunkan
indikasi. akitvitas uterus
sebelum mulai
terapi obat , hidrasi
meningkatkan
klirens ginjal dan
meminimalkan
hipotensi.

3. Berikan larutan I.V yang 3. MgSO4 bereaksi


mengandung agen tokolitik secara langsung
(MgSO4, ritodrin, pada jaringan
isoxsuprin, terbutalin miometrial untuk
sulfat) dengan pompa infus meningkatkan
atau peralatan mikrodrip, relaksasi karena
atau melalui rute subkutan. terdapat efek
(catatan: studi percobaan samping lebih
mengevaluasi penggunaan sedikiti daripada
inhibitor) sintesis pilihan obat lain.
prostaglandin seperti Sebagai contoh
indometasin (Indocin) dan tidak seperti ritrodin
simpatis beta lain seperti I.V (ini tidak
heksaprenalin. frekuensi jantung
atau curah jantung
maternal). Ritrodin
dan terbutalin sulfat
merelakskan otot
uterus seperti pada
bronkiulus dan
dinding pembuluh
darah. Hanya
ritrodin (yutopar)
yang dibuktikan
secara langsung
dibuktikan the
Food and Drug
Administration
(FDA) sebagai agen
tokolitik namun
pada beberapa
situasi, terbutalin
sulfat (brenthine)
mungkin lebih
disukai.
4. Berikan nifedipine 4. Nifedipin penyekat
(procardia) dikunyah dan saluran kalsium
ditelan dengan makanan digunakan secara
atau minuman. Nifedipine percobaan bila obat
dapat diganti dengan lain gagal untuk
terbutalin sulfat. menekan aktivitas
uterus.

5. Pantau kadar nifedipin, 5. Dosis terapeutik


perhatikan perkembangan dari nifedipin untuk
takikardia, hipotendi, persalinan preterm
edema, perifer, atau belum dibuat.
proteinuria. Pemanatauan
periodic dapat
mencegah
perkembangan efek
merugikan/toksik,
seperti gagal
jantung kongestif.

6. Pasang kaos kaki 6. Mencegah


antiembolik dan berikan pengumpulan darah
latihan rentang gerak pasif pada ekstermitas
pada kaki setiap 1-2jam. bawah yang dapat
terjadi karena
relaksasi otot halus.

7. Pantau kadar magnesium 7. Kadar terapeutik


serum setiap 6jam selama dalah 4 samapai 7
pemberian MgSO4 (Rujuk mEq/L, atau 6
pada MK; Hipertensi samapai 8 mg/dl.
Karena Kehamilan). Tanda dan gejala
toksik terjadi diatas
10mg/dl.

8. Pasang kateter 8. Haluaran urin harus


indwelling,sesuai indikasi. dipantau dan
dipertahankan bila
memberikan
MgSO4. Haluaran
harus pada
sedikitnya 30ml/jam
atau 100ml pada
periode 4jam.

9. Pantau kadar glukosa dan 9. Ritrodrin dan


kalium serum. terbutalin sulfat
menyebabkan
perpindahan ion
kalium kedalam sel,
menurunkan kadar
plasma,
meningkatkan
glukosa darah dan
kadar insulin
plasma dan
melepaskan
glikogen dari otot
dan hepar yang
dapat
mengakibatkan
hiperglikemia.

10. Kaji kontraksi uterus dan 10. Pemantauan taktil


denyut jantung janin (DJJ) dan elektronik dari
secara elektronik konstraksi uterus
sementara agen tokolitik dan DJJ
I.V diberikan atau menyediakan
sedikitnya dua kali sehari pengkajian
bila rute oral digunakan. janin/uterus secara
kontinu dan menjadi
dasar dari merubah
atau
mempertahankan
pemberian obat
(catatan; pemantau
eksternal dapat
meningkatkan
konstraksi pada
beberapa pasien).

11. Turunkan dosis I.V dari 11. Terapi I.V harus


tokolitik dan secara dilanjutkan minimal
bertahap menyapih klien 12 jam setelah
dengan dosis subkutan atau konstraksi berhenti.
oral sesuai indikasi. Terapi
oral/subkutan harus
dimulai 30menit
sebelum
penghentian infuse
I.V.

12. Atur untuk memindahkan 12. Membantu


klien ke fasilitas risiko menjamin
tinggi atau pusat perawatan ketersediaan
tertier bila aktivitas uterus perawatan intensif
menetap bersamaan dengan yang tepat yang
pemberian tokolitik. mungkin diperlukan
oleh bayi baru lahir
bersamaan dengan
kelahiran preterm.
3. Cidera, Resiko Mandiri
Tinggi Terhadap 1. Kaji kondisi ibu yang 1. Pada HKK
Janin dikontraindikasikan koriamnionitis,
terhadap terapi steroid terapi steroid
untuk memudahkan dapat
maturitas paru janin. memperberat
hipertensi dan
menutupi tanda
injeksi. Steroid
dapat
meningkatkan
kadar glukosa
darah pada
pasien dengan
diabetes. Obat
tidak akan
efektif bila tidak
mampu
menunda
kelahiran
sedikitnya
48jam.

2. Kaji DJJ; perhatikan 2. Tokolitik dapat


adanya aktifitas uterus atau meningkatkan
perubahan serviks. Siapkan DJJ. Kelahiran
terhadap kemungkinkan dapat sangat
kelahiran preterm. cepat pada bayi
kecil bila
kontraksi uterus
menetap tidak
responsive pada
tokolitik, atau
bila perubahan
servikal
berlanjut.

3. Berikan informasi tetang 3. Penting bagi


tindakan dan efek samping klien/pasangan
terapi obat. untuk
mengetahuin
obat yang
diberikan.
Terapi ritrodin
dapat
menyebabkan
takikardi janin,
hiperglikemia,
asidosis, dan
hipoksia. Terapi
steroid paling
efektif bila janin
usia gestasi anta
30 dan 32
minggu (terapi
dapat digunakan
antara gestasi 26
sampai 34
minggu).

4. Tinjau ulang pro dan 4. Efek jangka


kontra terapi steroid pada pendek dapat
klien/pasangan. meliputi
hipoglikemia,
peningkatan
resiko sepsis,
dan
kemungkinan
supresi
aldosteron
sampai 2
minggu setelah
melahirkan.
Efek jangka
panjang pada
perkembangan
anak tidak akan
diketahui
sampai
penenlitian
longitudinal
telah selesai.

5. Tekankan pentingnya 5. Jika janin tidak


perawatan tidak lanjut. dilahirkan dlam
7 hari dari
pemberian
steroid, dosis
harus diulang
setiap minggu.

Kolaborasi
1. Bantu sesuai kebutuhan 1. Rasio L/S adanya
pada analisa cairaan pg, dan hasil tes
amniotic dari shake menandakan
amniosentesis atau spismen kondisi paru janin.
vaginal untuk tes jamur. Ferning
menandakan ruptur
membrane dengan
peningkatan resiko
infeksi.

2. Berikan betametason 2. Kortisol sintetik ini


(Colestone) dalam I.M. dapat mempercepat
maturitas paru janin
dengan merangsang
produksi surfaktan
dan karena adanya
mencegah atau
menurunkan
beratnya sindrom
distress pernafasan.
(catatan; pemberian
dalam otot deltoid
dapat
mengakibatkan
atrofi lokal).

3. Berikan terapi tokolitik 3. Membantu


sesuai pesanan. menurunkan
aktivitas miometrial
untuk
mencegah/menunda
kelahiran dini.
4. Ansietas MANDIRI MANDIRI
1. jelaskan prosedur, 1. pengetahuan tentang alasan
intervensi untuk aktivitas ini dapat
keperawatan, dan menurunkanrasa takut dari
tindakan. ketidaktahuan
Pertahankan
komunikasi terbuka,
diskusikan dengan
klien kemungkinan
efek samping dan
hasil, pertahankan
sikap optimistik.
2. orientasikan klien 2. membantu klien dan orang
dan pasangan pada terrdekat merasa mudah dan
lingkungan lebih nyaman pada sekitar
persalinan. mereka.
3. jawab pertanyaan 3. Memberika informasi yang
dengan jujur, jelas dapat membantu
termasuk informasi klien/pasangan memahami
mengenai pola apa yang terjadi dan dapat
kontraksi dan status menurunkan ansietas.
janin.
4. anjurkan 4. Memungkinkan klien
penggunaan teknik mendapatkan keuntungan
relaksasi maksimum dari periode
istirahat, mrncegah
kelelahan otot dan
memperbaiki aliran darah
uterus.
5. anjurkan 5. Dapat membantu
pengungkapan rasa menurunkan ansietas dan
takut atau masalah merangsang identifikasi
perilaku koping.
6. pantau ttv ibu/janin 6. Ttv klien dan janin dapat
berubah karena ansietas.
Stabilisasi dapat
menunjukkan penurunan
tingkat ansietas
7. kaji sistem 7. Bantuan dan perhatian orang
pendukung yang terdekat , meliputi pemberi
tersedia untuk perawatan, sangat penting
klien/pasangan. waktu stress dan
ketidakmenentuan ini.
KOLABORASI
1. Memberikan efek
KOLABORASI menenangkan dan
1. berikan sedatif bila tranpusliser
tindakan lain tidak
berhasil
5. Kurang MANDIRI MANDIRI
pengetahuan 1. Pastikan 1. Membuat data dasar dan
pengetahuan klien mengidentifikasi kebutuhan.
tentang persalianan
praterm dan
kemungkinan hasil.
2. Kaji kesiapan klien 2. Faktor-faktor seperti
untuk belajar. ansietas atau kurang
kesadaran tentang
kebutuhan terhadap
informasi dapat
mempengaruhi kesiapan
untuk belajar. Penyerapan
informasi ditingkatkan bila
klien termotivasi dan siap
untuk belajar.
3. Libatkan orang 3. Dukungan dari orang
terdekat dalam terdekat dapat membantu
proses belajar- menghilangkan ansietas
mengajar. yang nantinya menguatkan
prinsip-prinsip belajar dan
mengajar.
4. Berikan informasi 4. Klien mungkin perlu
tentang perawatan kembali untuk keteraturan
tindak lanjut bila pemantauan dan/ atau
klien pulang. tindakan.
5. Evaluasi dan intervensi yang
segera dapat memperbaiki
5. Identifikasi hasil kehamilan.
tanda/gejala yang
harus dilaporkan
dengan segera pada
pemberi pelayanan
kesehatan, misalnya: 6. Membantu klien mengenali
kontraksi uterus persalinan praterm sehingga
terus menerus , terapi untuk menekan
drainase jernih dari persalinan ini dapat
vagina dilakukan atau dilakukan
6. Tinjau ulang tanda/ ulag dengan segera.
gejala
persalinan”dini” (
rujuk pada MK:
risiko tinggi
kehamilan, DK:
kurang pengetahuan 7. Meskipun kontraksi uterus
[kebutuhan secara umumnya terjadi
belajart]). secara periodik, kontraksi
7. Demonstrasikan terjadi setiap 10mnt atau
bagaimana klien kurang selama 1 jam dapat
mengevaluasi mengakibatkan dilatasi
aktivitas kontraksi servikal dan persalinan
setelah pulang, tanpa intervensi segera.
berbaring, miring ke
salah satu sisi
dengan bantal
dipunggung,
menempatkan ujung
jari pada fundus
selama kira-kira 1
jam untuk
merasakan
pengerasan/
pengetatan uterus.
8. Atur supaya klien 8. Membantu menghilangkan
mengunjungi unit rasa takut dan memudahkan
perawatan intensif penyesuaian pada situasi.
neonatus.
9. Diskusikan perlunya
membatasi gaya 9. Nikotin mempunyai efek
hidup dengan merugikan pada
menghentikan pertumbuhan fetoplasental
merokok dan dan pada sirkulasi uterus.
memungkinkan Orgasme melepaskan
membatasi aktivitas oksitoksin dapat
seksual dan stimulasi merangasang aktivitas
puting. uterus.
10. Anjurkan periode
istirahat reguler 2-3 10. Tingkatkan relaksasi dan
kali sehari pada kurangi kelelahan, bila klien
posisi miring kiri bangun dan bergerak,
setelah pulanng. Bila istirahat dikamar tidur dapat
tirah baring memaksimalkan istirahat;
dilanjutkan, anjurkan namun, klien yng
klien menggunakan sepenuhnya tirah baring
sebagian waktu dapat merasa terisolasi dan
dalam sehari bosan tanpa” perubahan
ditempat tidur. pandangan “.
11. Tinjau rutinitas
harian, pekerjaan, 11. Membagi aktivitas,
dan jadwal aktivitas menghindari tugas/
untuk mengangkat, dan modifikasi
mengiidentifikasi tugas kerja tau berhenti
pilihan dan cara kerja dapat membantu
untuk mencegah kekambuhan
mengkompensasi persainan praterm.
keterbatasan.
12. Anjurkan klien
mengosongkan 12. Mencegah tekanan kandung
kandung kemih kemih penuh pada uterus
setiap 2 jam saat yang peka.
terjaga.
13. Tinjau ulang
kebutuhan cairan 13. Dehidrasi dan kafein
setiap hari; keduanya menimbulkan
misalnya: 2-3 quart peningkatan kepekaan otot
(1,9-2,8,1) cairan uterus.
dan menghindari
kafein.
14. Dapatkan izin, bila
perlu untuk 14. Saat ini hanya ritodrin yang
pemberian diizinkan oleh FDA sebagai
terbulatin. agen tokolitik; terbutalin
sulfat masih
dipertimbangkan sebagai
KOLABORASI percobaan.
1. Tekankan untuk KOLABORASI
menghindari obat 1. Penggunaan bersamaan
yang dijual bebas dengan obat yang dijual
sementara agen bebas dapat menyebabkan
tokolitik diberikan efek mengganggu,
kecuali diizinkan khususnya bila obat yang
oleh dokter dijual bebas mempunyai
efek samping serupa dengan
inhaler dengan efek
bronkodilatasi seperti
2. Anjurkan mentaati epinefrin[primatene mist]
jadwal yang telah 2. Mempertahankan kadar obat
ditentukan untuk dalam darah untuk efek
terapi obat oral optimun. ( catatan:
penelitian saat ini
mengevaluasi keefektifan
dan keamanan pemberian
infus subkutan dosis rendah
kontinu dan bolus dosis
tinggi intermiten dari
terbutalin menggantiakan
3. Berikan informasi terapi oral.
tentang 3. Makanan memperbaiki
menggunakan toleransi terhadap obat dan
tokolitik oral penurunan efek samping.
bersama makanan.
4. Identifikasi efek
samping obat yang 4. Frekuensi nadi lebih besar
memerlukan dari 120 dpm; adanya
evaluasi medis. tremor, palpitasi, nyeri dada,
atau dispnea; atau perasaan
gugup dan agitasi dapat
5. Rujuk klien pada memerlukan
sumber lain, jika perubahan/penghentian obat.
diindikasikan (
misalnya: perawat 5. Mungkin diperlukan
kesehatan bantuan tambahan untuk
komunitas, kelas ibu mengatasi situasi ini,
hamil, kelompok khususnya bil klien kembali
orang tua kembar, ke rumah untuk menunggu
atau pasangan lain melahirkan.
yang telah berhasil).

6. Nyeri [akut] / MANDIRI MANDIRI


ketidaknyamanan 1. Percepat proses 1. Posisi miring kiri
penerimaan dan memperbaiki aliran darah
lakukan tirah baring uterus dan dapat
pada klien, dengan menurunkan kepekaan
mengguanakan uterus.
posisi miring kiri.
2. Tinjau ulang teknik 2. Membantu menurunkan
relaksasi. persepsi klien tentang
ketidaknyamanan dan
meningkatkan rasa kontrol. (
rujuk pada DK:
ansietas[uraikan tingkatan];
ketakutan.)
3. Gunakan tindakan 3. Menhilangkan tegangan otot
kenyamanan dan kelelahan.
keperawatan seperti
mengganti linen dan
posisi, gosokan
punggung, dan
sentuhan terapeutik.
4. Kaji membran 4. Nifedipin dapat mengiritasi
mukosa terhadap rongga mulut, dimana pada
adanya ulserasi atau kasus ini harus ditelan
reaksi mengunyah seluruhnya.
nifedipin.
5. Pantau ttv ibu dan 5. Menunjukkan keefektifan
janin intervensi.
KOLABORASI KOLABORASI
1. Berikan analgesik, 1. Analgesik ringan
sesuai indikasi. menurunkan
tegangan dan
ketidaknyamanan
otot.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. (2005). Obsetri Williams edisi 21. Jakarta: EGC.

Doengoes, M. E. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi: pedoman untuk


perencanaan dan dokumentasi perawatan klien. Jakarta: EGC.

Krisnadi, S. R. (2009). Prematuritas. Bandung: Refika Aditama.

Oxorn, H. (2003). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan Human of Labor
and Birth. Jakarta: Yayasan Essentia Medica.

Saifuddin, A. B. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

varney, H. (2008). Buku ajar asuhan kebidanan . jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai