Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI

Dosen : Hansen, M.KL

DISUSUN OLEH :

Kelompok 1

Anita Wahyuni 17111024130150

Riska Ayu Triana 17111024130234

Sri Ayuningsih 17111024130250

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit cacingan dapat ditularkan melalui tangan.


Kebanyakan telur cacing parasit bertebaran di permukaan
tanah, debu dan menempel di karpet perumahan. Telur
cacing yang mencemari tangan seseorang akan dapat
tertelan, jika orang tersebut memegang makanan dan tidak
mencuci tangan terlebih dulu sebelum makan. Telur cacing
yang tertelan dapat tumbuh menjadi cacingdewasa dalam
usus manusia dan berkembang biak denganmengeluarkan
banyak telur; seekor cacing betina bertelur sampai puluhan
ribu per hari (Miller, 1998).
Telur ini selanjutnya dapat dikeluarkan bersama-sama tinja
penderita. Tinja yang mengandung telur ini menjadi sumber
penularan penyakit cacingan. Infeksi pada anak-anak usia
sekolah dapat mengganggu kemampuan belajar, dan pada
orang dewasa mengganggu produktivitasnya (Nadesul, 2000).
Prevalensi cacingan di Indonesia, menurut
PerkumpulanPemberantasan Penyakit Parasit Indonesia
(P4I), tahun 1992untuk cacing gelang 70–90%, cacing
cambuk 80–95%, dancacing tambang 30–59%. Sedangkan
data dari DepartemenKesehatan (1997) menyebutkan,
prevalensi pada anak usiaSD 60–80% dan dewasa 40–60%
(Kompas, 2002).

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mampu membuat preparat dengan
spesimen telur cacing pada kuku.
2. Untuk mendapatkan spesimen telur cacing pada kuku.

C. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui dan mampu membuat preparat
dengan spesimen telur cacing pada kuku.
2. Mahasiswa mampu mendapatkan spesimen spesimen
telur cacing pada kuku.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tentang Kecacingan

Pengertian Kecacingan

Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit


berupa cacing. Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat
sehingga sering kali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan
gangguan kesehatan. Tetapi dalam keadaan infeksi berat atau keadaan
yang luar biasa, kecacingan cenderung memberikan analisa keliru ke arah
penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal (Margono,2008)

Infeksi cacingan adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan


minuman atau melalui kulit dimana tanah sebagai media penularannya
yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing
cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus) (Jawetz et al,1996)

Tinjauan Umum Tentang Nematoda

Nematoda berasal dari bahasa Yunani nemayang artinya benang.


Nematoda memiliki besar dan panjang yang beragam, ada yang panjangnya
beberapa milimeter dan adapula yang melebihi satu meter. Cacing ini
mempunyai kepala, ekor, dinding dan rongga badan. Biasanya sistem
pencernaan, sistem saraf, ekskresi dan reproduksi terpisah. Pada umumnya
cacing bertelur, tetapi adapula yang vivipar dan yang berkembang biak secara
partenogenesis. Cacing dewasa tidak bertambah banyak didalam badan
manusia. Seekor cacing betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 20 sampai
200.000 butir sehari. Telur atau larva ini dikeluarkan dari badan hospes dengan
tinja. Larva biasanya mengalami pertumbuhan dengan pergantian kulit.
Stadium infektif masuk kedalam tubuh manusia dapat secara aktif, tertelan,
atau dimasukkan oleh vektor dengan tusukan dan gigitan (Inge S dkk,2009)
Nematoda yang menginfeksi manusia mempunyai jenis kelamin terpisah, yang
jantan biasanya lebih kecil dari pada yang betina. Produksi telurnya berbeda pada
setiap spesies, tetapi cenderung konsisten dalam grup yang spesifik. Jumlah telur
yang dihasilkan dapat berkisar dari beberapa telur perhari sampai lebih dari 200.000
per hari (Garcia Lynnes,2001)

Manusia merupakan hospes definitif beberapa nematoda usus (cacing perut) yang
dapat mengakibatkan masalah kesehatan bagi masyarakat. Pada nematoda yang
membutuhkan manusia sebagai definitif dan tidak memerlukan hospes perantara,
maka telur yang dikeluarkan dari tubuh manusia harus tumbuh dan berkembang
menjadi infeksi lebih dahulu sebelum dapat menginfeksi hospes definitif atau
hospes lainnya. Infeksi parasit nematoda dapat terjadi dengan cara melalui mulut
dengan memakan telur yang mengandung embrio bersama makanan atau minuman
yang tercerna, misalnya pada penularan dengan cacing Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura (Soedarto, 1991)

2. Sifat-Sifat Umum Nematoda

Tubuhnya diselimuti oleh suatu lapisan kutikula yang dihasilkan oleh ekstaderm
pada waktu terjadi perubahan kulit (eksofikasi), maka kutikula tersebut dilepaskan.
Warna kulit yang terbentuk adalah putih,kuning sampai kecoklatan. Dibawah
kutikula terdapat subkutikula yang berbentuk sinkisal. Dibawah lapisan ini terdapat
serat-serat longitudional. Dan jaringan saraf terdapat di dalam ektoderm.

Saluran ususnya terdiri dari usus awal, tengah, dan akhir. Usus awal dan akhir
dilapisi oleh kutikula yang juga tanggal/lepas pada waktu pertukaran kulit. Alat
kelamin Cacing betina berpasangan, masing-masing terdiri dari ovarium, ovidnot
dan uterus. Kedua uterus bersatu menjadi vagina. Cacing jantan tidak berpasangan
terdiri dari testio dan vasedeferentia, juga mempunyai spekula yang biasanya dua
buah. 7
Sel telur yang dibuahi membentuk membran kuning yang jadi kulit pertama, sedang
kulit kedua dihasilkan oleh uterus. Bentuk telur seperti elleps dan mudah dibedakan
dari tiap jenis (Oemijati, 2006)

C. Tinjauan Umum Tentang Nematoda Usus

Spesies Nematoda usus banyak ditemukan di daerah tropis termasuk Indonesia dan
tersebar di seluruh dunia. Manusia merupakan hospes beberapa Nematoda usus.
Sebagaian besar Nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan bagi masyarakat
Indonesia. Diantaranya Nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan
melalui tanah yang tercemar oleh cacing.

Infeksi cacing menyerang semua golongan umur terutama anak-anak dan balita.
Apabila infeksi cacing yang terjadi pada anak-anak dan balita maka dapat
mengganggu tumbuh kembang anak, sedangkan jika infeksi terjadi pada orang
dewasa dapat menurunkan produktivitas kerja. Diantara cacing usus yang menjadi
masalah kesehatan adalah kelompok “soil transmitted helminth” atau cacing yang
ditularkan melalui tanah, seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, cacing
tambang (Safar Rosidiana,2009)

1. Ascaris lumbricoides

Ascaris lumbricoides termasuk kelas Nematoda usus yang berbentuk panjang,


silindris dan tidak bersegmen. Cacing betina dapat menghasilkan telur sebanyak
200.000 butir sehari dan cacing dewasa hidup didalam usus halus. Pertumbuhan
telur diluar host dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan cukup tersedianya oksigen
(Garcia Lynnes,1996)

Ascaris lumbricoides adalah satu parasit yang paling umum dan paling besar
ditemukan di dalam manusia. Cacing dewasa betina jenis ini dapat memiliki
panjang hingga 18 inci, dan jantan biasanya lebih pendek, dan diperkirakan bahwa
25% populasi dunia terkena infeksi/tersebar dengan nematoda ini. Cacing dewasa
tinggal di usus halus dan telur keluar bersama tinja. Sekitar dua minggu setelah
berada didalam tinja yang telur berisi suatu infective larva, dan manusia terkena
infeksi/tersebar ketika mereka menelan infective telur tersebut.
Sebagian besar cacing yang menginfeksi manusia tergolong dalam cacing bulat
panjang. Beberapa diantaranya penting sebagai penyakit pada manusia. Nematoda
adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran cerna
yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silinder sehingga lebih dari satu meter.
Setiap penderita mempunyai jumlah dan ukuran cacing yang bervariasi (Garcia
Lynnes,1996)

a. Klasifikasi

Klasifikasi Ascaris lumbricoides

Phylum : Nemathelminthes

Class : Nematoda

Subclass : Secernemtea

Ordo : Oscoridida

Super Famili : Ascoridciidea

Genus : Ascaris

b. Morfologi

1) Cacing Dewasa

Cacing dewasa bentuknya mirip cacing tanah, cacing yang merupakan Nematoda
usus terbesar pada manusia. Ukuran cacing betina lebih besar dibandingkan dengan
yang jantan, panjang cacing betina antara 22 cm sampai 35 cm, sedangkan yang
jantan antara 10 cm – 31 cm. Cacing yang berwarna tubuh kuning kecoklatan ini
mempunyai kutikulum yang rata dan bergaris halus. Kedua ujung badan cacing
membulat, mulut cacing mempunyai bibir sebanyak 3 buah, satu dibagian dorsal
yang lain sub ventral.
2) Telur

Telur yang dihasilkan oleh cacing betina dikeluarkan bersama-sama tinja. Type
telur sudah ada yang dibuahi (fertil) dan yang tidak dibuahi (infertile). Apabila
semua telur tidak berarti didalam usus ada cacing betina saja. 9
Telur Ascaris lumbricoides dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :

a) Telur yang dibuahi (fertil) mempunyai ukuran ± 45 x 60 mikron, berbentuk oval


berdinding tebal dengan 3 lapisan dan berisi embrio, berwarna kuning kecoklatan.
Dibagian luar ada lapisan albuminoid yang berbenjol-benjol dan mempunyai fungsi
sebagai penambah rintangan dalam hal permibilitasnya. Telurnya sendiri
mempunyai hialin yang tebal, jernih dengan lapisan luar yang relative tebal
(Sudarto,1990)

b) Telur yang dibuahi tanpa lapisan protein (Dekortikasi) yaitu Kulit tunggal, halus,
tebal, dan tidak berwarna. Suatu mosa tunggal bulat, berganda, tidak berwarna
terletak ditengah (Purnomo,1996)

c) Telur yang tidak dibuahi (infertile) memiliki ciri-ciri berbentuk bulat atau oval
memanjang dengan kedua ujungnya agak datar. Mempunyai dinding dua lapis yaitu
albumin dan hialin dimana lapisan albumin berkelok-kelok sangat kasar atau tidak
teratur. Telur ini berisi protoplasma yang mati. Dari kedua jenis telur (fertil dan
infertil) tersebut terkadang dijumpai tanpa lapisan albumin yang disebut telur
dekortikasi sedangkan telur yang utuh disebut kortikasi.

c. Siklus Hidup

Telur Ascaris lumbricoides keluar bersama feces dalam bentuk non infektif. Dalam
lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif
dalam kurung waktu kurang lebih 3 minggu.

Bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia, menetas diusus halus menuju
pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan kejantung, mengikuti aliran darah
ke paru, larva di paru menembus dinding pembuluh darah ke dinding alveolus dan
kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju
ke faring sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. 10
Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan kedalam eosofagus,
lalu menuju keusus halus. Diusus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak
telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih
2 bulan (Gandahusada,2004)

d. Diagnosis

Gejala klinis yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides di dalam usus tidak bisa
dibedakan dengan gejala-gejala yang disebabkan oleh infeksi cacing lain didalam
usus. Cara menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan metoda langsung
berdasarkan penemuan telur Ascaris lumbricoides dalam tinja. Kadang-kadang
penderita mengandung cacing dewasa yang keluar bersama tinja atau keluar dari
anus maupun hidung anak yang sakit.

Ada kalanya cacing dewasa dapat dilihat didalam usus pada pemeriksaan radiologi
dengan barium. Pada pemeriksaan cacing biasanya telur yang dibuahi mudah luput
dari pengamatan si pemeriksa.

e. Patologi Klinik

Infeksi Ascaris lumbricoides disebut Ascariasis atau infeksi ascaris. Gejala klinik
tergantung dari beberapa hal, antara lain beratnya infeksi, keadaan umum penderita,
daya tahan dan kerentanan penderita terhadap infeksi cacing. Pada infeksi biasa,
penderita mengandung 10-20 ekor cacing, sering tidak ada gejala yang dirasakan
oleh hospes, baru diketahui setelah pemeriksaan tinja rutin atau karena cacing
dewasa keluar bersama tinja.

Kelainan dan gejala klinis dapat disebabkan oleh larva dan cacing dewasa. Migrasi
larva di dalam paru menyebabkan sindromloellfler dengan gejala-gejala demam,
batuk sesak nafas, urtikaria dan eosinofilia. 11
Pada infeksi ringan oleh cacing dewasa menyebabkan gejala gastrointestinal ringan
seperti kurang nafsu makan, mual, diare, obstipasi, dan sakit perut.

Sedangkan pada infeksi berat dapat mempengaruhi faal usus sehingga terjadi
malabsorbsi (terutama pada anak-anak). Cacing dapat menggumpal dalam usus
sehingga terjadi obstruksi usus (ileus obstruktiva). Pada keadaan tertentu cacing
dewasa mengembara ke saluran empedu, appendiks atau bronkus sehingga keadaan
ini disebut ektopik (Brown,Harrold.W.1983)

f. Pencegahan

Untuk mencegah penularan penyakit yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides


dapat dilakukan dengan membiasakan berdefakasi dijamban, sebelum melakukan
persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan baik
dan benar, dan cara mencuci bahan makanan yang benar, bagi yang mengkonsumsi
sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi
dengan air hangat. Penggunaan feses manusia untuk penyubur tanah atau sebagai
pupuk tanaman harus dihindari. Melakukan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat, perbaikan keadaan sosial ekonomi.

Adanya pendidikan kesehatan pada seluruh anggota keluarga akan meningkatkan


keberhasilan pemberantasan Askariasis (Soedarto,2011)

g. Pengobatan

Pengobatan untuk penderita Ascariasis dapat dilakukan secara perorangan atau


secara massal pada masyarakat. Terdapat sejumlah antelmintik mutakhir yang
mewakili kemajuan yang pesat tehadap berbagai obat lama, dan tak satupun obat
yang dianjurkan tersebut membutuhkan pencahar atau puasa sebelum maupun
setelah pengobatan (Garcia Lynnes,1996) 12
Bermacam-macam obat misalnya piperasin, pirantel pamoat, mebendiazol dan
albendiazol. Sedangkan untuk pengobatan massal perlu beberapa syarat, yaitu : obat
mudah diterima masyarakat, aturan pemakaian sederhana. Mempunyai efek
samping yang minim, bersifat polivalen, sehingga dapat berkhasiat terhadap
beberapa jenis cacing, dan harganya murah (Gandahusada,1992)

h. Epidemiologi

Parasit ini ditemukan kosmopolit survei yang dilakukan di Indonesia antara tahun
1970-1980 menunjukkan pada umumnya prevalensi 70 % atau lebih di beberapa
daerah tropik, derajat infeksinya dapat mencapai 100% dari derajat penduduk.
Kasus Ascariasis ditemukan pada anak-anak usia 5-9 tahun. Dimana anak-anak
golongan umur tersebut sering berhubungan dengan tanah yang telah
terkontaminasi oleh telur cacing Ascaris lumbricoides (Gandahusada,2004)

Sedangkan pada orang dewasa frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena
kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun mereka
tidak berpikir sampai ketahap itu. Sama halnya orang dewasa karena faktor
kesadaran akan kebersihan dan kesehatan yang diabaikan maka tidak tertutup
kemungkinan terinfeksi Ascariasis. Sehingga anak-anak dan golongan usia dewasa
yang disebutkan diatas lebih mudah terinfeksi larva Ascaris lumbricoides misalnya
melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak langsung dengan
tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides.

Faktor host merupakan salah satu hal penting karena manusia sebagai sumber
infeksi dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur dan
larva cacing, selain itu manusia justru akan menambah polusi lingkungan sekitarnya
(Irianto,2009)

Dipedesaan kasus ini lebih tinggi prevalensinya, hal ini terjadi karena buruknya
sistem sanitasi lingkungan dipedesaan, tidak adanya 13
jamban sehingga tinja manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah
menyebar. Hal ini juga terjadi pada golongan masyarakat yang memiliki tingkat
social ekonomi yang rendah, sehingga memiliki kebiasaan membuang hajat
(defakasi) ditanah, yang kemudian tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing
yang infektif dan larva cacing yang seterusnya akan terjadi reinfeksi secara terus
menerus pada daerah endemik (Brown dan Harold,1983)

Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu
optimal adalah 23oC sampai 30oC. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat
cocok untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan angin telur
cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke lingkungan.

2. Trichuris trichiura

Trichuris trichiura termasuk juga kelas Nematoda usus yang bentuknya seperti
cambuk atau biasa juga disebut cacing cambuk. Infeksi cacing ini lebih sering
terjadi didaerah panas, lembab dan sering terlihat bersama-sama dengan infeksi
Ascaris. Jumlah cacing dapat bervariasi apabila jumlahnya sedikit, pasien biasanya
tidak terpengaruh dengan adanya cacing ini. Penyakit yang disebabkan oleh cacing
ini disebut Trikuriasis.

Trikuriasis mempunyai prevalensi yang hampir sama dengan infeksi oleh cacing
tambang, atau diperkirakan lebih dari 500 juta kasus didunia, tetapi infeksi ini
sering asimtomatik karena kebanyakan kasus gambaran klinisnya ringan
(Sandjaja,2007)

Infeksi terjadi dengan cara menelan telur embrional melalui makanan yang
terkontaminasi. Telur kemudian menetap dibagian atas usus halus, dan melepaskan
larva yang akan menembus usus halus, dimana larva yang dilepaskan tersebut akan
menembus villi. Tidak seperti larva ascaris, maka larva trikuris tidak bermigrasi
tetapi menetas diusus halus selama kurang lebih 1 minggu, kemudian turun kedalam
sekum dan kolon. Disini larva tersebut akan menjadi matang dan bercokol dalam
mukosa kolon. 14
Menetapnya infeksi Trikhuris didalam masyarakat akibat tanah yang
terkontaminasi yang terus –menerus oleh tinja manusia (Sandjaja,2007)

a. Klasifikasi

Klasifikasi Trichuris trichiura

Phylum : Nemathelminthes

Class : Nematoda

Subclass : Adenophorea

Ordo : Enoplida

Super Famili : Trichinelloidea

Genus : Trichuris

Species : Trichuris trichiura

b. Morfologi

1) Cacing dewasa

Cacing dewasa menyerupai cambuk sehingga disebut cacing cambuk. Tiga per-lima
bagian anterior tubuh halus seperti benang, pada ujungnya terdapat kepala (trix =
rambut, aura = ekor, cephalus = kepala), esophagus sempit berdinding tipis terdiri
dari satu lapis sel, tidak memiliki bulbus esophagus. Bagian anterior yang halus ini
akan menancapkan dirinya pada mukosa usus 2/5 bagian posterior lebih tebal, berisi
usus, dan perangkat alat kelamin (Natadisastra D,2009)

Cacing jantan memiliki panjang 30-45 mm, bagian posterior melengkung kedepan,
sehingga membentuk satu lingkaran penuh. Pada bagian posterior ini terdapat satu
spikulum yang menonjol keluar melalui selaput retraksi.
Cacing betina panjangnya 30-50 mm, ujung posterior tubuhnya membulat tumpul.
Organ kelamin tidak berpasangan (simpleks) dan berakhir di vulva yang terletak
pada tempat tubuhnya mulai menebal. 15
2) Telur

Bentuk telur dari Nematoda ini sangat khas, mirip tempayan kayu atau mirip biji
melon. Berwarna coklat, mempunyai dua kutub yang jernih menonjol dan
berukuran sekitar 50 x 25 mikron. Telur-telur menetas di usus kecil dan akhirnya
melekat pada mukosa usus besar. Telur dikeluarkan dalam stadium belum
membelah dan membutuhkan 10 sampai 14 hari untuk menjadi matang pada tanah
yang lembab. Distorsi telur menjadi jauh lebih besar dari telur normal, dilaporkan
terjadi setelah pengobatan dengan mebendazole dan dengan obat yang lain
(Soedarto,1991)

Telur ini cenderung lebih besar (70 – 80 μm x 30 – 42 μm) dan mempunyai tombol
yang lebih menonjol tetapi lebih kecil dibanding Trichuris trichiura.

c. Siklus Hidup

Cacing dewasa hidup di usus besar dengan bagian anteriornya yang halus masuk ke
dalam mukosa usus. Cacing betina mengeluarkan 3.000-10.000 butir telur perhari.
Telur-telur tersebut keluar bersama tinja penderita. Dalam lingkungan yang sesuai
(tanah lembab, tempat teduh, suhu 25-30OC. Dalam lingkungan yang sesuai (tanah
lembab, tempat teduh, suhu 25-30oC). Telur berkembang menjadi telur matang
(terbentuk infektif) dalam waktu 3-6 minggu. Telur matang bila tertelan oleh
manusia, menetas di usus halus mengeluarkan larva lalu menjadi cacing dewasa,
cacing menuju ke sekum dan kolon asendens.

Waktu yang diperlukan mulai tertelannya telur matang sampai cacing betina
mengeluarkan telur 30-90 hari (1-3 bulan). Cacing dewasa dapat hidup beberapa
tahun, makanannya adalah zat-zat makanan yang terdapat pada mukosa usus.

d. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan tinja penderita untuk
menemukan telur cacing yang khas bentuknya. Cacing dewasa dapat dilihat jika
terjadi prolapsus rectum atau bila dilakukan 16
pemeriksaan mukosa rektum (Helmintologi Kedokteran,1999), dapat juga
diagnosis ditegakkan baik dengan sediaan langsung maupun pada konsentrasi
tertentu (Sandjaja,2007)

Telur trichochepalus dalam tinja yang diawetkan dengan polivinil alkohol (PVA)
tidak terkonsentrasi secara baik seperti bila diawetkan dengan formalin. Tetapi
jumlah telur yang sangat sedikit mungkin dapat terlewatkan dengan PVA, secara
klinik tidak bermakna (Garcia Lynnes,2001)

e. Patologi Klinik

Meskipun disentri yang disebabkan oleh Trichuris trichiura sangat mirip dengan
infeksi cacing yang lain, disentri cacing cambuk biasanya lebih kronik,
berhubungan dengan malnutrisi dan dapat menyebabkan prolaps rektal. Identifikasi
dan ditemukannya telur dan/atau trofozoit protozoa akan membedakan kedua
infeksi ini. Pada anak-anak dengan infeksi cacing cambuk yang berat dapat pula
disertai dengan infeksi Entamoeba histoytica dan bakteri enteropatogen. Pada
infeksi berat, cacing dewasa biasanya terlihat pada mukosa rektal.

Sejumlah kurang dari 100 cacing yang menginfeksi orang tidak menimbulkan
gejala yang nyata. Tetapi bila infeksi berat terjadi, dapat menyebabkan kondisi yang
bermacam-macam, kadang dapat menimbulkan kematian. Bagian anterior cacing
masuk kedalam mukosa usus, dimana cacing tersebut memakan sel darah merah.
Hal tersebut menyebabkan trauma dari sel epitel usus dan mukosa, sehingga dapat
menyebabkan perdarahan kronis yang menyebabkan anemia. Kemudian dapat
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri dan reaksi alergi yang menyebabkan
colitis, proctitis yang berat sehingga dapat menyebabkan prolapsus rektum.

f. Pencegahan
Untuk mengadakan pencegahan Trikhuriasis dilakukan pengobatan terhadap
penderita atau pengobatan massal, perbaikan 17
hygiene sanitasi perorangan, mengadakan pembuangan kotoran manusia yang baik
dengan mendirikan jamban di tiap keluarga serta memasak dengan baik makanan
dan minuman.

Pembuangan tinja yang memenuhi syarat akan mengurangi jumlah infeksi dan
jumlah cacing. Hal ini penting diperhatikan terutama bila berhubungan dengan
anak-anak yang melakukan defekasi ditanah.

g. Pengobatan

Obat cacing yang baru dengan spectrum antelmintik luas dapat digunakan untuk
mengobati Trikhuriasis, meskipun hasilnya kurag memuaskan dibandingkan jika
digunakan untuk mengobati askariasis, infeksi cacing tambang atau infeksi cacing
enterobius vermicularis. Obat antelmintik yang digunakan adalah Befenium
hidroksinafloat, levamisol, mebendazol, pirantel pamoat dan Oksantel pamoat
(Sandjaja,2007)

h. Epidemiologi

Penyebaran geografik dari Trichuris trichiura sama dengan dengan Ascaris


lumbricoides dan seringkali kedua infeksi ini ditemukan bersama-sama dalam satu
hospes. Angka infeksi tertinggi terdapat pada anak-anak, mereka mengkontaminasi
tanah tempatnya bermain dan kemudian dapat terjadi reinfeksi pada mereka melalui
telur dari tanah ke mulut. Telur tidak dapat bertahan dalam suasana kering atau
dingin sekali.

Distribusi cacing ini hampir paralel dengan Ascaris. Telur yang terdapat dalam
tanah menjadi infektif dalam waktu kira-kira satu bulan dan tetap infektif sampai
beberapa bulan. Telur ini akan mati dengan temperatur yang lebih dari 40oC selama
pemanasan 1 jam. Temperatur beku di bawah – 8oC (Sandjaja,2007)

3. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)


Kedua parasit ini diberi nama “cacing tambang” karena pada zaman dahulu cacing
ini ditemukan di Eropa pada pekerja pertambangan 18
yang belum mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai. Hospes parasit ini adalah
manusia. Necator americanus menyebabkan Necatoriasis dan Ancylostoma
duodenale menyebabkan Ancylostomiasis.

a. Klasifikasi

1) Klasifikasi Ancylostoma duodenale

Phylum : Nemathelminthes

Class : Nematoda

Subclass : Secernentea

Ordo : Rhabditida

Super Famili : Rhabditoidea

Genus : Ancylostoma

Spesies : Ancylostoma duodenale

2) Klasifikasi Necator americanus

Class : Nematoda

Subclass : Secernentea

Ordo : Strongiloidea

Famili : Ancylostomatidae

Genus : Necator

Spesies : Necator americanus

b. Morfologi
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada
mukosa dinding usus. Cacing betina Necator americanus tiap hari mengeluarkan
telur kira-kira 9000 butir, sedangkan Ancylostoma duodenale kira-kira 10.000 butir.
Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan kurang lebih 0,8
cm. Bentuk badan Necator americanus menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua
jenis cacing ini besar. Necator americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada
Ancylostoma duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai Bursa
kopulatriks. 19
Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 x 40 mikron berbentuk bujur dan
mempunyai dinding tipis, didalamnya terdapat beberapa sel.

Panjang larva rabditiform kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform


panjangnya kira-kira 600 mikron (Gandahusada S.dkk,2004)

c. Siklus Hidup

Jumlah telur perhari yang dihasilkan seekor cacing betina Necator americanus
sekitar 9.000-10.000, sedangkan pada Ancylostoma duodenale 10.000-20.000.
Telur keluar bersama tinja pada tanah yang cukup baik, suhu optimal 23-33OC,
dalam 24-48 jam akan menetas, keluar larva rhabditiform. Larva ini mulutnya
terbuka dan aktif makan sampah organic atau bakteri pada tanah sekitar tinja. Pada
hari ke lima, berubah menjadi larva yang lebih kurus dan panjang disebut larva
filariform yang infektif. Larva ini tidak makan, mulutnya tertutup, esophagus
panjang, ekor tajam, dapat hidup pada tanah yang baik selama dua minggu (Safar
R,2009)

Jika larva menyentuh kulit manusia, biasanya pada sela antara 2 jari yang rusak,
larva secara aktif menembus kulit masuk kedalam kapiler darah, terbawa aliran
darah. Waktu yang diperlukan oleh pengembaraan sampai ke usus halus
membutuhkan waktu kira-kira 10 hari.

Cacing dewasa dapat hidup selama kurang lebih 10 tahun. Infeksi per oral jarang
terjadi, tapi larva juga dapat masuk ke dalam badan melalui air minum atau
makanan yang terkontaminasi. Siklus hidup, berlaku bagi kedua spesies cacing
tambang.

d. Aspek Klinis

Gejala-gejala awal setelah penetrasi larva ke kulit sering kali tergantung dari jumlah
larva. Dapat timbul rasa gatal yang minimal sampai berat dengan kemungkinan
infeksi sekunder apabila lesi menjadi vesikular dan terbuka karena garukan.
Pneumonitis yang disebabkan karena migrasi larva tergantung dari pada jumlah
larva 20
yang ada. Larva ini tidak menyebabkan tingkat sensititasi yang sama seperti pada
Ascaris atau Strongloides. Hitung telur dalam 5 per mg tinja jarang mempunyai arti
klinis, lebih besar dari 20 per mg dihubungkan dengan timbulnya gejala-gejala, dan
50 per mg atau lebih merupakan infeksi cacing yang sangat berat (Garcia
Lynnes,1996)

e. Gejala Penyakit

Pada tempat masuknya larva menembus kulit akan menimbulkan rasa gatal. Migrasi
larva yang menembus alveolus akan menyebabkan pendarahan-pendarahan kecil,
namun seringkali tidak menunjukkan gejala-gejala pneumonia. Cacing dewasa
menghuni intestinum dan mngisap darah sebagai makanannya. Hal ini
menimbulkan anemia, yang terutama disebabkan oleh pendarahan pada bekas
gigitan cacing, karena cacingnya mengeluarkan antikoagulan ketika mengisap
darah.

Gejala klinik yang timbul bervariasi tergantung pada beratnya infeksi. Gejala yang
sering muncul ialah lemah, lesu, pucat, sesak bila bekerja berat, tidak enak perut,
perut buncit, anemia, dan malnutrisi.

Anemia karena Ancylostoma duodenale dan Necator americanus biasanya berat.


Hemoglobin biasanya dibawah sepuluh gram per seratus cc darah dan jumlah
eritrosit dibawa satu juta/mm3 jenis anemianya adalah Hypochromic microcytic
(Gandahusada,2004)

f. Diagnosis

Diagnosis pasti infeksi cacing tambang tergantung dari ditemukannya larva atau
telur dalam tinja, terutama karena gejala-gejala sulit dibedakan dengan malnutrisis.
Tlur dapat dilihat pada sediaan langsung atau sedimen konsentrasi, tetapi akan
mengalami kerusakan pada sediaan dengan pulasan permanen. Apabila spesimen
tinja disimpan dalam suhu kamar (tanpa pengawet) lebih dari 24 jam, telur akan
menetas dan keluar larva (Garcia Lynnes,2001)

g. Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan perbaikan cara pembungan kotoran agar tidak


mengotori tanah permukaan. Memakai sepatu bila berada di 21
daerah di mana tanahnya terkontaminasi (Etjang I,2003). Sanitasi pembuangan tinja
merupakan usaha pencegahan infeksi yang utama. Namun hal tersebut kadang –
kadang sulit diterapkan di desa-desa, masyarakat miskin, dimana fasilitas
sanitasinya minim atau tidak ada sama sekali (Garcia Lynnes,2001)

h. Pengobatan

Pirantel pamoat memberikan hasil cukup baik, bila mana digunakan beberapa hari
berturut-turut (Gandahusada S.dkk.2004)

i. Epidemiologi

Insiden tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah pedesaan,


khususnya di daerah perkebunan seringkali golongan pekerja perkebunan yang
langsung berhubungan dengan tanah, mendapat infeksi lebih dari 70%. Kebiasaan
defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di berbagai daerah
tertentu) penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan
larva ialah tanah gambur (pasir, humus) dengan suhu optimum untuk Necator
americanus 28o-25oC, sedangkan untuk Ancylostoma duodenale lebih rendah 23o-
25oC. Pada umumnya Ancylostoma duodenale lebih kuat (Gandahusada
S.dkk,2004)

Beberapa faktor mempengaruhi prevalensi cacing tambang yaitu infeksi pada


populasi manusia, defekasi di tanah, keadaan lingkungan yang sesuai, dan kontak
manusia dengan larva infektif pada tanah. Keadaan lingkungan termasuk suhu,
curah hujan, dan terdapatnya tanah yang terbuka dan berpasir (Garcia Lynnes,1996)

Enterobius vermucularis Syn. Oxyuris vermicularis/ Cacing kremi


Habitat : caecum, appendix, colon ascendes dan ileum

Hospes definitif : manusia tidak membutuhkan hospes perantara

Cacing dewasa : Cacing dewasa keputih-putihan, Ujung anterior

mempunyai pelebaran kutikulum seperti sayap disebut alae cepphalic

lateral. Mulut dikelilingi tiga bibir (1 bibir dorsal dan 2 lateroventral).

Bulbus esophagus terlihat jelas.

a) Cacing betina :

i. Kecil dengan ukuran 8-13 mm x 0,4 mm

ii. Bulbus oesofagus nyata dan terlihat jelas

iii. Ekor panjang dan runcing sperti duri serta badan kaku

iv. Uterus pada cacing yang gravid melebar penuh telur

v. Vulva terletak ventral pada 1/3 bagian anterior tubuh.

Pada cacing hamil, uterus penuh berisi telur hampir

mengisi seluruh tubuh kecuali bagian ekor, vagina


panjang menuju ke belakang. Genitalia berpasangan

(duplex), anus pada 1/3 posterior tubuh.

b) Cacing jantan : panjangnya 2-5 mm x 0,1-0,3 mm, dengan

ekor melingkar dengan adanya spiculum yang terlihat jelas.

c) Telur : bentuk elips asymetris (salah satu sisi datar) di

dalamnya terdapat larva. Ukuran 50-60 x 20-30 mm.

Dinding telur bening, lebih tebal dari telur cacing tambang

didalamnya berisi embrio yang terlipat. Seekor cacing betina

sehari dapat menghasilkan 11.000 telur

d) Larva rhabditiform berukuran 140-150 x 10 mm, memiliki

bulbus esophagus. Sebelum menjadi dewasa mengalami 2x

penyilihan kulit.

Strongyloides stercoralis
Habitat cacing betina di dalam mukosa deodenum dan promaksimal

jejunum. Hospes definitif manusia, anjing dan kucing.

a) Cacing dewasa

Bentuk hidup bebas:

Cacing betina berukuran 1 mm x 50 mm, esophagus lonjong, bulbus

esophagus di bagian posterior, ekor lurus meruncing, vulva terletak

dekat pertengahan tubuh yang merupakan muara dari uterus bagian

posterior.

Cacing jantan, berukuran 700 x 45 mm, ekor melengkung ke depan

memiliki 2 buah spikula kecil kecoklatan , esophagus lonjong

dilengkapi dengan bulbus esophagus.

b) Sebagai parasit

Cacing betina berukuran 2,2 mm x 50 mm, esophagus silindris pada 1/3

panjang tubuh , vulva pada batas 1/3 posterior dan 1/3 bagian tubuh.
Telur

Hanya didapatkan dalam tinja dengan diare berat atau setelah

pemberian obat pencahar

Mirip telur cacing tambang, bebentuk lonjong, ukuran 50-60 x 30-

35 mm, dindong tipis didalamnya mengandung embrio

Cestoda

KLAS CESTODA

Klas cestoidea yang terpenting ada 2 ordo, yaitu :

Ordo Pseudophyllidea, spesies yang terkenal Diphyllobothrium latum.

Ordo Cyclophyllidea, yang terkenal spesies:

1. Hymenolepis nana

2. Hymenolepis diminuta

3. Taena saginata

4. Taenia solium
5. ’Echinococcus granulous

Morfologi umum

Bentuk pipih memanjang seperti pita, berwarna putih, ditutupi kutikula halus,

dibaewah kutikula terdapat lapisan otot sirkuler, longitudinal dan transversal.

Tidak memiliki rongga tubuh, sistem sirkulasi dan sistem pencernaan makanan

masuk ke dalam tubuh parasit secara osmose.

Tubuh terdiri 3 bagian, yaitu :

1. Bagian kepala (scolex) berbentuk bulat atau lonjong. Dilengkapi dengan

alat isap (sucker) disertai dengan /tanpa rostellum dengan/tanpa kaitan,

berfungsi melekatkan diri pada hospes.

2. Bagian leher, merupakan bagian sempit yang terus tumbuh (zone

proliferasi membentuk proglottid baru.

3. Bagian badan disebut strobilla dibentuk oleh segmen-segmen disebut

proglottid. Proglottid dari proksimal ke distal meiliki kematangan berlainan,


makin ke distal makin matang.

Ada 3 macam Proglottid:

Immature, belum matang dan belum tampak alat kelamin

Matur, matang sudah ditemukan alat kelamin jantan dan betina

lengkap

Gravid(hamil), Proglottid dipenuhi telur yaitu Proglottid dibagian

distal

Morfologi :

Kelamin hermaphrodite, alat kelamin akan jelas pada Proglottid yang

matang.

Kelamin jantan dimulai dari testis dengan jumlah berbeda untuk tiap

spesies, ke vas eferens, vas deferens berkelok-kelok sampai cirrus yaitu

alat yang terdiri dari otot terbungkus dalam kantung cirrus, digunakan

untuk memasukan ke dalam vagina, akhirnya bersama-sama vagina


bermuara pada atrium genitalia.

Kelamin betina dimulai di ovarium (biasanya terdiri atas dua lobi terletak

di posterior ke ke oviduct) ke ootype (tempat telur dibuahi) ke uterus. Pada

beberapa spesies ordo Pseudophyllidea berakhir pada porus uterinus yang

merupakan tempat keluarnya telur, sedangkan pada ordo Cc\yclophyllidea

tidak memiliki lobang ini sehingga keluarnya telur dengan pecahnya

proglottid. Dari ootype ini pula terdapat cabang menuju vagina, berakhir

pada atrium genitalis bersma-sama dengan kelamin jantan . terdapat

kelenjar tambahan , berupa kelenjar virellina dan kelenjar mehlis yang

bermuara pada ootype.

Sistem eksretorius, terdiri dari kanalis eksretorius yang berjalan

memanjang pada bagian lateral segmen mulai dari scolex sampai

denganproglottid terakhir. Juga terdapat kanalis eksretorius yang berjalan

melintang pada bagian posterior dari tiap proglottid.


Sistem saraf terdiri dari ganglion pada scolex syaraf longitudinal berjalan

dri scolex ke tiap-tiap proglottid pada sisi lateral (lateral nerve)

dihubungkan dengan saraf transversal.

Diphyllobotharium latum

Habitat : usus halus terutama ileum , kadang-kadang jejunum

Hospes Definitif: manusia, anjing, kucing

Perantara I : N Cyclops atau diaptomus ( terutama diaptomus vulgaris)

Perantara II : Ikan air tawar

Morfologi Cacing dewasa:

Berwarna kuning gading atau kuning abu-abu

Panjang cacing dewasa 3-10 m, terdiri dari 3.000 – 4.000 proglottid

Scolex lonjong seperti sendok, berukuran 2,5 x 1 mm dengan 2 buah

bothria yang dalam pada bagian ventral dan dorsal

Proglottid matang, ukuran lebar melebihi ukuran panjangnya, praktis


dipenuhi organ reproduksi, testis berjumlah banyak, kecil di kedua asisi

lateral pada bagian dorsal proglottid.

Telur : Berwarna kuning coklat, berbentuk oval, ukuran 58 -76 x 40-51 mp

atau sekitar 66 x 44 mm

Mempunyai lapis kulit telur tipis dengan operculum pada satu kutup

yang kurang jelas, penebalan kelit telur pada kutub lainya berbentuk

tonjolan didalamnya berisi sel telur Setiap hari dikeluarkan oleh satu

proglottid sebanyak 1.000.000 telur

. Hymenolepis nana

Habitat : pada 2/3 atas ileum dengan scolex terbenam didalam mukosa

usus

Hospes definitive: manusia, tikus dan mencit

Tidak membutuhkan hospes perantara


Morfologi Cacing dewasa

Cacing pita pendek berukuran (25-40) x ( 0,1-0,5) mm dengan 200 buah

proglottid

Scolex bulat dengan 4 batik isap seperti mangkuk memiliki rostellum

pendek dan refraktil satu baris kait kecil-kecil. Bagian leher panjang dan

kurus.

Proglottid matang lebarnya ± 4 x panjang porus genitalis unilateral

Proglottid gravid, uterusnya berbentuk kantong berisis 80-180 butir telur

Telur

Berbentuk oval atau bulat dengan ukuran 47 x 37 mm, memiliki 2

membran yang melindungi embrio heksakan didalamnya.

Pada membran sebelah dalam di kedua kutubnya terdapat 2 buah

penebalan diamna kelura 4-8 filamen halus.

3. Hymenolepis diminuta
Habitat : usus halus

Hospes definitive : tikus dan mencit, banyak dilaporkan pada kasus

manusia

Hospes perantara : pinjal tikus (larva) dan kumbang tepung (dewasa),

Telur

Agak bulat, kuning atau kuning coklat, berukuran 58 x 86 mm

.mengandung oncosphere yang berukuran 28 x 35 mm meiliki 3 pasang

kait

Pada membran sebelah dalam di kedua kutubnya tidak ditemukan filamen

Dalam air tahan 6 bulan, tahan kekeringan, kebusukan, bahan kimia akan

mati diatas suhu 60°

Taena saginata

Habitat : jejunum bagian atas, dapat hidup sampai 25 tahun

biasanya ditemukan 1 ekor cacing .


Hospes definitif : tunggal manusia

Hospes perantara : sapi seperti binatang herbivora lain. ditemukan larva

cysticercus bovis, pada otot masseter, paha belakang, kelosa serta otot

lainnya.

Morfologi

Panjangnya 4-10 m, dapat mencapai 25m atau lebih .lebih panjang dari

taenia solium karena lebih banyak memiliki Proglottid dengan ukuran lebih

panjang. Memiliki 1.000 – 2.000 Proglottid

Telur

Telur Taenia Saginata tidak dapat dibedakan dengan telur Taenia Solium.

Embriophore bergaris radier, ukuran (30-40) x (20-30) mm mengelilingi

embrio heksakan .

Taenia solium

Habitat : jejunum bagian atas, dapat hidup sampai 25 tahun


dilaporkan ditemukan lebih dari 25 ekor.

Hospes : babi, babi hutan dan beruang .

Bentuk larva disebut cysticercus cellulose yang jernih berukuran 10 x

5 mm, larva terdapat di otot lidah, amsseter, diagfragma dan jantung. Dapat

pula menyerang hati, ginjal , paru, otak dan mata.

Morfologi Cacing dewasa

Panjangnya 2-4 m, mencapai 7 m. memakan isi usus, Proglottid 800-1000

buah.

Scolex berbentuk globuler berdiameter 1 mm, 4 batil isap (diameter

0,5 mm) berbentuk cawan, memiliki rostellum dengan 2 deretan kait

berjumlah 25-30 buah

Telur Taenia Saginata tidak dapat dibedakan dengan telur Taenia Solium.

berbentuk sferik atau subsferik, berdiameter 31-43 mm dinding tebal


menetasnya telur hanya terjadi pada saat telur tersebut kontak dengan

cairan lambung

6. Echinococcus granulosus

Habitat : usus halus

Hospes definitif: anjing, anjing hutan, jarang pada kucing , dapat hidup 5

bulan-1 tahun

Hospes perantara : kambing, lembu, bintang peliharaaan lainnya.

Manusia bertindak sebagai hospes paratenik, larva (kista hydatid)

ditemukan pada berbagai organ tubuh.

Morfologi Cacing dewasa

Panjang 3-8 mm, merupakan cacing pita ukuran kecil

Telur menyerupai taenia lainnya dengan ukuran 30-37 mm

Trematoda

KLAS TREMATODA
Bentuk umum dari cacing yang termasuk dalam klas Trematoda, yaitu :

a. Bulat telur dan pipih seperti daun

b. Mempunyai oral sucker dan ventral sucker

c. Bersifat hemaphrodit, kecuali familia Schistoosomatidae

Untuk membedakan masing-masing jenis yang perlu diperhatikan adalah :

a. Bentuk dan ukuran cacing Trematoda (dewasa)

b. Perbedaan ukuran dan letak oral sucker dan ventral sucker

c. Bentuk dan letak masing-masing alat reproduksi

Beberapa spesies Trematoda

1. Echinostoma ilocanum

Nama spesies : Echinostoma ilocanum

Genus : Echinostoma

Lokasi : usus halus

Hospes : tikus, anjung,kucing dan kaki manusia

Bentuk dewasa :

Sekitar oral sucker mempunyai collar-spine 49-51 buah

Panjang 0,25 – 0,65 cm , lebar 0,075 – 0,135 cm


Tubuhnya tertutup sisik seperti duri

Oral sucker sepertiga dari ventral sucker

Caecum 2 buah memanjang sampai subcaudal

Testis berjumlah 2 buah, berlobus terletak pada pertengahan badan dan

tersusun satu dibelakang yang lain

Ovarium terletak di linea mediana sebelah anterior testis

Uterius mengisi ruang anatara testis sampai ventral sucker. Kelenjar

vitellina diluar caecum mengisi 2/3 posteriur badan.

Telur mempunyai operculum, ukuran 83 – 116 x 58 – 69 µ

2. Echinostoma revolutum

Nama spesies : Echinostoma revolutum

Genus : Echinostoma

Lokasi : Rektum, Caecum, Intestinum

Hospes : Tikus, Itik, Angsa, Ayam, manusia


Bentuk dewasa :

Tubuh memanjang dengan ukuran panjang 10 – 22 mm, lebar 2 mm

Disekitar oral sucker terdapat 37 spina

Testis bercabang terletak pada pertengahan badan

Ovarium terletak disebelah anterior testis

Kantung cirrus terdapat diantara percabangan caeca dan ventral

sucker

Telur mempunyai operculum ukuran 83 – 116 x 58 – 69 µ

3. Fasciola hepatica, F. gigantica

Nama spesies : Fasciola hepatica, F. gigantica

Genus : Fasciola

Lokasi : Saluran empedu, kadang dalam hepar

Hospes : Sapi, kambing, domba , babi

Bentuk dewasa :
Oral sucker dan ventral sucker sama besar

Mempunyai cephalic cone

Panjang 30 mm, lebar 13 mm

Caecum bercabang-cabang

Testis 2 buah, terletak di daerah pertengahan badan ( sebuah terletak

2/4 bagian badan, yang lain 3/4 bagian badan ) . bentuk bercabangcabang tersusun cranio caudal

Ovarium bercabang-cabang dan terletak cranio lateral dari testis

Uterus disebelah anterior ovarium berkelok-kelok ke anterior

berakhir pada porus genitalis di sebelah cranial ventral sucker

kelenjar vitellina bercabang-cabang di daerah lateral dan posterior

badan

Telur :

Mempunyai ukuran 130 – 150 x 63 - 90 µ

Bentuk oval
Warna coklat kekuningan

Mempunyai operculum kecil pada salahsatu kutubnya

Isi sel-sel granula berkelompok ( jika masih baru )

Berisi miracidium ( sesudah 1 -2 minggu dalam air )

4. Fasciolopsis buski

Nama spesies : Fasciola buski

Genus : Fasciola

Bentuk dewasa :

Oral sucker 1/4 dari ventral sucker

Tidak mempunyai cephalic cone

Panjang 20 – 75 mm, lebar 8 – 20 mm

Caecum tidak bercabang

Kutikula tertutup deretan duri kecil – kecil

Testis 2 buah bercabang- cabang terletak di bagian posterior


pertengahan badan satu lebih ke anterior yang lain lebih ke posterior

Ovarium terletak di pertengahan badan pada sisi kanan linea mediana

Uterius terletak pada linea mediana berkelak kelok ke sebelah anterior

berakhir pada porus genitalis yang terletak di sebelah cranio ventral

sucker

Kelenjar vitellina bercabang-cabang ke lateral dari ventral sucker

sampai ujung posterior badan

Telur : sama dengan F. hepatica

5. Paragonimum westermani

Nama spesies : Paragonimum westermani

Genus : Paragonimum

Lokasi : paru-paru, kadang pada otak ,hati dan organ lainnya

Hospes : anjing, kucing, kera, manusia


Bentuk dewasa :

Bentuk seperti biji kopi

Ukuran 8 – 16 x 4 – 8 mm, permukaan tertutup sisik seperti duri

kecil

Oral sucker sama besar dengan ventra; sucker terletak pada satu

garis pada libea mediana

Pharynx pendek dan globulair

Caecum tubulair berkelok-kelok tidak bercabang sampai subcaudal

Testis 2 buah, etrletak 1/3 bagian posterior badan . berlekuk-lekuk

dalam tak teratur saling berdampingan

Ovarium terdiri atas 6 lobus terletak sebelah anterior kanan testis,

berlekuk dalam

Glandula vitellina tersebar di seluruh daerah latera;

Telur : ukuran 80 – 118 x 48 – 60 µ, bentuk lonjong, beroperculum warna


kuning isi sel-sel ovum

6. Schistosoma haematolium, S. japonicum, S. mansoni

Nama spesies : Schistosoma haematolium, S. japonicum, S. mansoni

Genus : Schistosoma

Lokasi : vena mesenterium

Hospes : manusia, anjing , kucing , kera

Bentuk dewasa :

Dapat dibedakan atas 2 jenis kelamin yang terpisah

Jantan lebih besar seprti bentuk daun yang menggulug memanjang

Punya ventral sucker

Sebelah ventral sucker membentuk canalis gynaecophorus

Testis penting untuk identifikasi

Betina bebentuk seperti filiform ramping, waktu kopulasi betina


terletak dalam canalis gynaecophorus yang dibentuk ke dua ujung

sisi lateralnya lebih kecil dari pada jantan.

Bentuk miracidium :

Pada sisi tepinya mempunyai silia untuk berenang dalam air

Bagian anterior mempunyai papilla

Mempunyai mata

Bentuk sporocyste :

Sebagai kantong berisi redia muda

Yang masak berisi lebih dari satu redia

Bentuk redia :

Mempunyai oral sucker

Mempunyai usus premitif

Berisi rdia atau cercaria

Bentuk cercaria :
Punya ekor yang dapat bermacam-macam,

Ekor bisa bercabang atau tidak

Punya oral sucekr dan ventral sucker

Bentuk Metacercaria

Bentuk bulat

Dinding tebal

Isi termatoda kecil

Gambar Perbedaan Morfologi S.Japonicum, S. Mansoni dan S.haematobium


Anatomi dan Fisiologi Kuku

Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk yang menebal.


Bagian kuku terdiri dari:

Matriks kuku: merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru

Dinding kuku (nail wall): merupakan lipatan-lipatan kulit yang menutupi


bagian pinggir dan atas

Dasar kuku (nail bed): merupakan bagian kulit yang ditutupi kuku

Alur kuku (nail grove): merupakan celah antar dinding dan dasar kuku

Akar kuku (nail root): merupakan bagian proksimal kuku

Lempeng kuku (nail plate): merupakan bagian tengah kuku yang dikelilingi
dinding kuku

Lunula: merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna putih didekat akar
kuku berbentuk bulan sabit, sering tertutup oleh kulit

Eponikium (kutikula): merupakan dinding kuku bagian proksima, kulit arinya


menutupi bagian permukaan lempeng kuku

Hiponikium: merupakan dasar kuku, kulit ari dibawah kuku yang bebas (free
edge) menebal
Fungsi kuku

Kuku mempunyai 2 fungsi utama. Fungsi pertama yang diketahui secara umum
ialah sebagai pelindung dari ujung jari. Fungsi keduanya yang juga sangat penting
adalah memberi sensitifitas daya sentuh . Pada ujung jari terdapat banyak reseptor
yang berfungsi untuk menghantarkan rangsang sentuh saat kita menyentuh suatu
objek sehingga kita dapat merasakan bersentuhan dengan objek yang kita sentuh.

Pertumbuhan kuku

Kecepatan pertumbuhan kuku rata- rata 1 mm / minggu. Pembaruan total kuku


jari tangan : 170 hari dan kuku kaki: 12- 18 bulan.
BAB III

METODOLOGI

Waktu Pelaksanaan

Hari : Selasa

Tanggal : 16 – April – 2019

Pukul : 09.00 – 11.30

Materi Praktikum : Pemeriksaan parasite pada kuku.


B. Bahan

1. Naoh 15%

2. Formalin

3. Aquades

4. Kain Kasa

5. Kuku

6. Handscone

7. Tisu

Alat

Mikroskop Cahaya

Kaca Objek atau Object Glass

Cover Glass

Pipet Tetes.

Pinset

Beaker Glass

Glass Arlogi

Botol Centrifuge
D. Pelaksanaan Procedure

Cara kerja dari praktikum ini adalah :

Menyediakan semua alat yang akan digunakan


dilaboraturium dan juga bahan yang akan digunakan.

Celupkan kain kasa ke dalam larutan aquades, kemudian


letakkan kain kasa yang sudah dicelupkan dan di taruh
di atas glass arlogi.

Lalu letakkan kuku di atas kain kasa yang sudah


dicelupkan ke dalam aquades kemudian kemudian
bungkus menggunakan kain kasa tersebut.

Kuku yang sudah dibungkus menggunakan kain kasa yang


sudah direndam larutan aquades kemudian dimasukkan
kedalam glass arlogi kemudian direndam ke dalam
larutan Naoh 15% selama 10-20 menit.

Kemudian tarik kain kasa secara perlahan dan pisahkan


kuku yang direndam tersebut menggunakan pinset.

Tuangkan larutan Naoh yang sudah digunakan untuk


merendam kuku ke dalam botol centrifuge sebanyak 3
botol masing-masih dengan volume 10 ml dan kemudian
juga masukkan 1 botol larutan yang berisi aquades ke
dalam alat centrifuge dan ditempatkan secara
besebrangan lalu atur (speed level di no. 2) dan (timer 10
menit).
Jika sudah selesai buang larutan Naoh yang bagian atas
sampai batas 1 ml, dan jangan sampai endapannya
terbuang karna telur cacing mengendap sebagian
dibawah.

Teteskan larutan menggunakan pipet tetes di atas object


glass kemudian tutup menggunakan cover glass.

Lalu letakkan preparat di atas mikroskop kemudian


lakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop
dengan perbesaran 2 kali yaitu ; 4 X 10, 10 x 10, sampai
mendapatkan hasil.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar Keterangan
Gambar di samping merupakan
penampakan sediaan negatif di bawah
mikroskop dengan sedimen spesimen
kuku.

A. Hasil

I II III IV V VI VII VIII IX X

AL

OV

TT

PW

FH

ER

FB
SH

SJ

SM

HW

EI

HW

SS

B. Pembahasan

1. Pembahasan Tabel 1

Tidak ditemukannya spesies telur cacing jenis apapun pada sediaan spesimen
kuku dengan 3x perbesaran pada kuku sehingga dikatakan sediaan negatif.

2. Pembahasan Tabel 2

Tidak ditemukannya spesies telur cacing jenis apapun pada sediaan spesimen kuku
pada 10x lapang pandang.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Chandra, Budiman. 1995. Pengantar Statistik Kesehatan. Jakarta: EGC

Brown, Harold W. 1983. Dasar Parasitologi Klinis, Edisi lll.Jakarta: PT. Gramedia

Dinkes Prov. Sultra. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2012,Kendari.

Gandahusada, dkk. 2004. Parasitologi Kedokteran Edisi lll.Jakarta:Balai Penerbit


FKUI.

Garcia, LS. 2001. Diagnosa Medikal Parasitologi 4th Edition. Washington: ASM

Inge, S. dkk. 2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: FKUI

Irianto, Koes. 2009. Panduan Praktikum Parasitologi Dasar untuk Paramedis dan
Non paramedis. Bandung: Yrama Widya.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Kemenkes Berkomitmen Eliminasi Filariasis dan


Kecacingan.Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2006. PendomanPengendalian Cacingan.
KementrianKesehatan Republik Indonesia.Hlm: 3.Jakarta.

Margono, S. 2008. Nematoda Usus Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.Edisi 4.


Jakarta: FKUI.

Natadisastra, D. dkk, 2009. Parasitologi Kedokteran, Ditinjau dari Organ Tubuh


yang Diserang. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Oemijati, 2006. Parasitologi MedikI Helmintologi. Jakarta: EGC.

Purnomo, G. J.dkk. 1996. Atlas Helmintologi Kedokteran, Cetakan ke-lll. Jakarta:


PT.Gramedia.

Sandjaja, Bernardus. 2007. Helmintologi Kedokteran Buku 2, Cetakan ke-l. Jakarta:


Prestasi Pustaka Publisher.

Safar, R. 2009. Protozoologi Helmintologi Entomologi. Bandung: Yrama Widya.

Soedarto. 2011. Buku ajar Parasitologi kedokteran. Jakarta: Sagung Seto.

Rahayu, Sofia. E., 2006, Keberadaan telur cacing parasite pada


siswa SD di sekitar instalasi pengolahan air limbah (IPAL) terpadu
Kota Malang dan hubungannya dengan kepdatan telur cacing pada
limbah perumahan di ipal terpadu. Berk. Penel. Hayati: 11 (105).

Rizka Yunidha Anwar, Nuzulia Irawati, Machdawaty Masri, 2016. Hubungan


antara Higiene Perorangan dengan Infeksi Cacing

Usus (Soil Transmitted Helminths) pada Siswa SDN 25 dan 28


Kelurahan Purus, Kota Padang, Sumatera Barat Tahun 2013.Jurnal Kesehatan
Andalas. 2016; 5(3)

Sri Kartini, 2016. Kejadian Kecacingan pada Siswa Sekolah Dasar Negeri
Kecamatan

Rumbai Pesisir Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 3, No. 2

Hansen, M. KL. Bahan Ajar Parasitologi.

Anda mungkin juga menyukai