TINJAUAN PUSTAKA
2.1 VITAMIN A
Vitamin A merujuk pada semua senyawa isoprenoid dari produk-
produk hewani yang mempunyai aktivitas all trans-retinol ( Rohman dan Ibnu,
2007). Menurut Almatsier (2009), vitamin A merupakan terminologi nama
generik yang menyatakan semua senyawa retinoid dan karotenoid (prekursor/
pro vitamin A) yang mempunyai aktivitas biologis seperti retinol. Bentuk
kimiawi senyawa retinoid berupa retinol (vitamin A bentuk alkohol), retinal
(aldehida), ester retinil dan asam retinoat. Menurut CE (2007) struktur kimia,
rumus empiris dan bobot molekul dari: retinol, retinil asetat, retinil propionat
dan retinil palmitat dapat dilihat pada Gambar 1 dan Tabel 1. Menurut
Eitenmiller dkk, (2008) sifat-sifat kimia-fisika dari retinol dan retinil palmitat
dapat dilihat pada Tabel 2.
CH3 CH3
H3C CH3
R
O
CH3
Tabel 1. Rumus empiris dan bobot molekul dari vitamin A alkohol (retinol)
dan ester vitamin A (ester retinil)
Nama zat R Rumus empiris Bobot Molekul
Retinol H C20H30O 286,5
Retinil asetat CO-CH3 C22H32O2 328,5
Retinil propionat CO-C2H5 C23H34O2 342,5
Retinil palmitat CO-C15H31 C30H40O2 524,9
Sumber: CE (2007)
6
Tabel
T abe 2. Sifat-sifat Kimia Fisika Retinol dan Retinil Palmitat
Sifat Kimia Fisika
Sifa Retinol Retinil Palmitat
Bentuk
Ben Kristal kuning Kristal, amorf atau cairan
kental berwarna kuning
Rumus Kimia
Rum C20H30O C36H60O2
Bobot Molekul
Bob 286,46 524,88
Kelarutan
Kel
Ke Larut dalam: metanol, Larut dalam: metanol,
etanol, propanol, etanol, propanol, kloroform,
kloroform, eter, eter, hidrokarbon, minyak.
hidrokarbon, minyak
Absorbsi
Ab
A bs UV:
Ȝ maks.
m (etanol) 325 nm 325 nm
E (1%,
( 1cm) 1845 940
Flourosensi:
Fllou
Ȝ eksitasi
e
ek 325 nm 325 nm
Ȝ emisi
e
em 470 nm 470 nm
Sumber: Eitenmiller dkk (2008)
S
pperkembangan
erke gigi, sebagai koenzim dalam sintesis glikoprotein, memiliki
fungsi
ffu
fungs
u seperti hormon steroid, diperlukan untuk pembentukan tiroksin dan
ppencegahan
enc goiter, sintesis protein dan sintesis kortikosteron dari kolesterol,
sserta
erta sintesis normal dari glikogen (Berdarnier dkk, 2002).
Angka kecukupan gizi untuk vitamin A biasanya dinyatakan dalam satuan
A
rretinol
etino ekivalen (RE). Satu RE setara dengan 1 mikrogram retinol atau 6
mikrogram
mikr
m
miikkrr beta karoten atau 12 mikrogram beta karoten campuran. Status
vitamin
ittaam A dikatakan baik jika konsentrasi vitamin A dalam hati sebesar 20
vvita
mikrogram/gram.
mi
m ikr
kr Penggunaan setiap harinya adalah sekitar 0,5% dari
persediaan
ppe
errsse
s tersebut. Konsumsi vitamin A yang baik adalah jika setengahnya
bbisa
ssaa disimpan didalam tubuh (Muhilal, Jalal dan Hardiansyah, 1998). Angka
isa
kecukupan
kke
eccu
uk gizi vitamin A rata-rata yang dianjurkan perhari dapat dilihat pada
Tabel
T be 3.
ab
2.2 MINYAK
MIIN
N GORENG SAWIT
Menurut Badan POM (2006), minyak goreng (frying oil atau frying fat)
adalah:
daalla minyak dan lemak yang digunakan untuk menggoreng yang diperoleh
aad
dari
dda ri proses rafinasi/pemurnian (refining/purifying) minyak nabati dalam
a ri
bentuk
bbe ntu tunggal atau campuran. Karakteristik dasar minyak goreng meliputi:
entu
nt
9
kadar air tidak lebih dari 0,15 %, kadar asam lemak bebas tidak lebih dari 0,3
%, kadar asam lemak linoleat tidak lebih dari 2 % dan bilangan peroksida
tidak lebih dari 10 mek O2/kg.
Minyak kelapa sawit (Refined Bleached Deodorized Palm Oil/RBDPO)
adalah: minyak yang diperoleh dari hasil proses rafinasi/pemurniaan minyak
kelapa sawit mentah. Karakteristik dasar minyak kelapa sawit meliputi:
bilangan penyabunan 190 mg KOH/g, bilangan iod 50 Wijs hingga 55 Wijs,
titik leleh 33 oC hingga 39 oC dan bilangan peroksida tidak lebih dari 10 mek
O2/kg (Badan POM, 2006).
Minyak olein kelapa sawit (Refined Bleached Deodorized Palm Oilein)
adalah fraksi cair minyak kelapa sawit berwarna kekuningan yang diperoleh
dari hasil proses rafinasi/pemurniaan minyak olein kelapa sawit mentah
(Crude Palm Oil/CPO) atau fraksinasi minyak kelapa sawit yang sudah dirafi-
nasi (RBD palm oil). Karakteristik dasar minyak olein kelapa sawit meliputi
titik leleh/lebur tidak lebih dari 30oC, bilangan iod tidak kurang dari 56 Wijs,
bilangan penyabunan 194 mg KOH/g hingga 202 mg KOH/g dan bilangan
peroksida tidak lebih dari 10 mek O2/kg (Badan POM, 2006).
Minyak stearin kelapa sawit (Refined Bleached Deodorized Palm
Stearin) adalah fraksi padat minyak kelapa sawit yang berwarna kekuningan
yang diperoleh dari hasil proses rafinasi/pemurnian stearin kelapa sawit
mentah (Crude Palm Stearin) atau fraksinasi minyak kelapa sawit yang sudah
dirafinasi (RBD palm oil). Karakteristik dasar minyak olein kelapa sawit
meliputi: titik leleh/lebur tidak kurang dari 44oC dan bilangan iod tidak lebih
dari 48 Wijs (Badan POM, 2006).\
Minyak sawit (palm oil) berbeda dengan minyak inti sawit (palm kernel
oil). Minyak sawit diperoleh dari daging buah kelapa sawit bagian mesokarp,
sedangkan minyak inti sawit diperoleh dari biji buah kelapa sawit. Minyak
kelapa sawit diperoleh melalui proses ekstraksi secara rendering atau penge-
presan dan proses pemurnian yang terdiri atas pengendapan dan pemisahan
gum, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi. Secara umum minyak kelapa
sawit mempunyai karakteristik warna kuning pucat sampai jingga tua,
10
memiliki
mem aroma yang sedap dan stabil atau tahan terhadap ketengikan
(Winarno,
(W
Win 2008).
Melalui proses rafinasi, pemucatan dan penghilangan bau atau disingkat
BD (Refined, Bleached, Deodorized), minyak kelapa sawit dapat diubah
RBD
R
menjadi
menj
n produk yang bernilai tinggi. Proses rafinasi dan fraksinasi
menghasilkan
meng minyak yang tidak berwarna, jernih dan bersih dari kotoran
yang
yya ng dikenal dengan RBD oil. Kehilangan beta karoten yang terkandung
ang
dalam
dda llaam minyak kelapa sawit banyak terjadi selama proses-proses tersebut
alam
berlangsung
bbe
errlla (Muchtadi, 1996).
Menurut Olson (1990), minyak kelapa sawit yang tidak mengalami
roosse penjernihan dan bleaching memiliki warna merah karena banyak
proses
ppr
mengandung
me
meng
n karoten (Į dan ȕ karoten) dalam jumlah yang banyak.
Kandungan
Ka
Kanndd karotenoid sebanyak 0,5 mg/mL minyak kelapa sawit. Kebutuhan
vitamin
tam A pada anak usia pra-sekolah dapat dicukupi dari konsumsi 7 mL
vvita
ita
minyak
mi
m innyy kelapa sawit merah per hari. Menurut Martianto, Marliyati dan
Komari
Ko
Kom (2007), walaupun memiliki kandungan karotenoid yang tinggi,
minyak
mi
m innyy kelapa sawit merah tidak dapat diterima dalam banyak penggunaan
karena
kka e warna merah yang kuat dan rasanya yang sangat khas.
are
ren
Menurut Kemperin (2010), minyak goreng sawit adalah: bahan pangan
ddengan
eng komposisi utama trigliserida berasal dari minyak sawit, dengan atau
tanpa
anpa pengubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah
ta
melalui
mela proses pemurnian dengan penambahan vitamin A. Komposisi minyak
ggoreng
oren sawit terdiri atas bahan baku minyak sawit dan bahan tambahan
ppangan
ang (BTP) yang penggunaannya disesuaikan dengan ketentuan yang
berlaku
errlla untuk diizinkan penggunaannya pada minyak goreng sawit. Adapun
bbe
ppersyaratan
peers
rs y mutu minyak goreng sawit sesuai dengan RSNI 3 Minyak goreng
ssawit
wiit 2010 dapat dilihat pada Tabel 4
aw
11
22.3
2.
.3 FORTIFIKASI PANGAN
Menurut Soekirman (2003), kekurangan zat gizi mikro dapat diatasi
dengan berbagai pendekatan seperti diversifikasi pangan, suplementasi dan
fortifikasi pangan. Fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi
mikro tertentu ke dalam bahan pangan dengan tujuan utama adalah mening-
katkan mutu gizi makanan. Fortifikasi dapat bersifat sukarela maupun wajib.
Fortifikasi yang dilakukan secara sukarela adalah fortifikasi yang dilakukan
oleh produsen untuk meningkatkan nilai tambah produknya, sedangkan
fortifikasi wajib merupakan fortifikasi yang diharuskan dan terdapat dalam
undang-undang maupun peraturan pemerintah dengan tujuan melindungi
rakyat dari kurang gizi. Target utama dari fortifikasi wajib ini adalah
masyarakat miskin yang umumnya menderita kekurangan gizi mikro seperti
kekurangan yodium, zat besi, dan vitamin A. Bahan pangan yang dapat
dilakukan fortifikasi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:
1. Bahan pangan harus dikonsumsi oleh semua atau sebagian besar populasi
sasaran.
2. Bahan pangan harus dikonsumsi secara rutin dalam jumlah yang tetap.
12
33.. R
Rasa, penampakan dan bau bahan pangan yang difortifikasi tidak boleh
bberubah.
44.. Zat
Z yang digunakan untuk fortifikasi harus stabil pada kondisi yang
eekstrim seperti pemasakan, pemrosesan, pengangkutan dan penyimpanan
55.. H
Harga bahan pangan hasil fortifikasi tidak naik secara berarti.
Menurut Soekirman (2003) syarat-syarat bahan pangan yang akan
dilakukan
ddi
ila
lak fortifikasi adalah produsen yang memproduksi dan mengolah bahan
pangan
anngg tersebut terbatas jumlahnya, tersedianya teknologi fortifikasi untuk
ppa
bahan
ahhaan pangan yang dipilih dan bahan pangan tersebut tetap aman untuk
bba
dikonsumsi
ddiko
iko
ko n dan dan tidak membahayakan kesehatan.
Menurut Martianto (2011), minyak goreng merupakan bahan pangan
yang
anngg diproduksi secara terpusat dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat,
yya
ssehingga
ehhiin dapat dipakai sebagai alternatif bahan pangan untuk difortifikasi.
Fortifikasi
Fo
Fort
rt
rti vitamin A ke dalam minyak goreng sawit perlu dilakukan dengan
aalasan:
aassa (1) Produk makanan Indonesia sebagian besar menggunakan minyak
las
asa
goreng;
o rreen (2) Untuk mengurangi penyakit akibat KVA, maka perlu adanya
ggo
kebijakan
kke
ebbiij yang tepat untuk menanggulangi masalah KVA; (3) Salah satu
kebijakan
kke
ebbiij yang ditempuh adalah fortifikasi vitamin A dalam minyak goreng,
ddan
an (4) Pemerintah akan menetapkan standar yang mewajibkan kepada
sseluruh
elur produsen minyak goreng sawit untuk melakukan fortifikasi vitamin A
kkee da
dalam produknya.
Menurut Hariyadi (2011), fortifikasi vitamin A pada minyak goreng
ddapat
apat dilakukan dengan alasan: (1) Vitamin A dan pro-vitamin A sangat
mudah
muda larut dalam minyak goreng; (2) Vitamin A umumnya lebih stabil
dalam
allaam minyak goreng dari pada dalam bahan pangan lainnya; (3) Minyak
dda
ggoreng
go re (lipida) membantu proses absorbsi dan pemanfaatan vitamin A; (4)
oren
re
Minyak
Mi
M iny
n goreng digunakan oleh masyarakat luas; (5) Teknologinya tersedia
dan
an ssederhana, dan (6) Biaya fortifikasi terjangkau.
dda
13
22.4.3
.4.3 Metode Spektrofluorometri
Berdasarkan sifat vitamin A yang dapat memberikan flourosensi,
maka vitamin A dalam bahan pangan yang telah diekstrasi dapat diu-
kur menggunakan spektrofluorometer pada panjang gelombang eksi-
tasi 330 nm dan emisi 480 nm. Pengukuran dengan metode spektro-
fluorometri lebih spesifik dibandingkan cara spektrofotometri, karena
banyak senyawa yang memberikan serapan pada daerah UV, namun
tidak memberikan sifat flourosensi (Angustin dkk 1985).
17
2.5 INTRUMENTASI
INTR KCKT
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut
eng HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik
ddengan
pemisahan
ppe
em
mii yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa
tertentu
errtten dalam suatu sampel. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan
te
ssenyawa
eny
nya organik, anorganik, maupun senyawa biologis. KCKT merupakan
metode
ettoo yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kuali-
me
m
tatif
ta
ati maupun kuantitatif (Rohman 2007).
tif m
Kromatografi adalah suatu prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu
proses
ppr ose migrasi difrensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau
ros
lebih,
le
ebiih salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah
bih
tertentu
terten dan di dalam zat tersebut menunjukkan perbedaan morbilitas disebab-
ert
kan
an aadanya perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran
kka
molekul
mo
mo llee atau kerapatan muatan ion (Depkes 2009b)
Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas komponen pokok yaitu
wadah
wada fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan
ssampel
amp kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, tabung peng-
hhubung
ubu dan suatu komputer atau integrator atau perekam (Johnson, 1991).
Diagram
D iagr blok untuk sistem kromatografi cair kinerja tinggi ditunjukkan pada
Gambar
Gam 2.
19
22.5.4
.5.4 Injektor/Penyuntikan Sampel Pada KCKT
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke
dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom
menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan
katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sampel loop)
internal atau eksternal.
Pada saat pengisian sampel digelontor melewati keluk sampel
dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan,
katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan
21
2.6 VALIDASI
VAL METODE ANALISIS
Suatu metode analisis terdiri atas serangkaian langkah yang harus
diikuti untuk tujuan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan
diik
teknik tertentu. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan
tek
pemilihan
ppe m metode analisis adalah: tujuan analisis, biaya yang dibutuhkan,
serta
er waktu yang diperlukan; level analit yang diharapkan dan batas deteksi
sse
yang
an diperlukan; macam sampel yang akan dianalisis serta pra-perlakuan
yya
sampel
ssa
aam yang dibutuhkan; jumlah sampel yang dianalisis; ketepatan dan
ketelitian
kke
et yang diinginkan untuk analisis kuantitatif; ketersediaan bahan
rujukan,
rru
uj senyawa baku, bahan-bahan kimia, dan pelarut yang dibutuhkan;
peralatan
ppe
er yang tersedia; kemungkinan adanya gangguan pada saat deteksi
aatau
atta pada saat pengukuran sampel. Menurut Rohman dan Ibnu (2007),
kkriteria
r
ri yang harus dipenuhi suatu metode analisis yang baik adalah:
11.. Peka (sensitive) artinya metode harus dapat digunakan untuk mene-
tapkan kadar senyawa dalam konsentrasi yang kecil.
22.. Selektif, artinya untuk penetapan kadar senyawa tertentu, metode
tersebut tidak banyak terpengaruh oleh adanya senyawa lain.
3. Tepat (precise) artinya metode tersebut menghasilkan suatu hasil
analisis yang sama atau hampir sama dalam satu seri pengukuran
(penetapan).
4. Teliti (accurate) artinya metode dapat menghasilkan nilai rata-rata
(mean) yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya (true value).
5. Kasar (rugged) artinya ada perubahan komposisi pelarut atau variasi
lingkungan tidak menyebabkan perubahan hasil analisis.
66.. Praktis artinya metode tersebut mudah dikerjakan serta tidak banyak
memerlukan waktu dan biaya.
Pengembangan metode analisis biasanya didasarkan pada metode yang
ssudah
suud ada menggunakan instrumen yang sama atau hampir sama. Pengem-
bangan
bba
an metode analisis biasanya membutuhkan syarat-syarat metode
ttertentu
teer dan memutuskan jenis alat yang akan digunakan. Pada tahap
ppengembangan
peen metode, keputusan yang terkait dengan pemilihan kolom,
23
fase gerak, detektor dan metode kuantisasi harus diperhatikan. Ada beberapa
alasan tertentu untuk pengembangan metode analisis yang baru, yaitu:
1. Belum ada metode yang sesuai untuk analit tertentu dalam suatu matriks
sampel tertentu.
2. Metode yang sudah ada terlalu rumit, terlalu banyak tahap perlakuan
yang dapat menimbulkan kesalahan atau metode yang sudah ada tidak
reliabel (presisi dan akurasinya rendah).
3. Metode yang sudah ada terlalu mahal, membutuhkan waktu dan energi
yang besar atau tidak dapat diotomatisasikan.
4. Metode yang sudah ada tidak memberikan sensitivitas atau spesifisitas
yang mencukupi pada sampel yang dituju.
5. Adanya kebutuhan untuk pengembangan metode alternatif, baik untuk
alasan legal atau alasan saintifik.
Suatu metode perlu divalidasi terlebih dahulu sebelum metode
tersebut digunakan untuk penggunaan lebih lanjut, sehingga metode tersebut
dapat menjamin bahwa analisis yang dilakukan dapat dipercaya dan sesuai
dengan tujuan penggunaanya serta dapat diandalkan untuk mengambil
keputusan. Metode analisis yang akan digunakan harus disesuaikan dengan
kondisi laboratorium, peralatan dan pereaksi yang tersedia. Walaupun
metode analisis vitamin A dalam minyak goreng sawit masih sulit didapat,
namun metode analisis vitamin A dalam produk pangan dengan meng-
gunakan peralatan moderen, diantaranya dengan menggunakan KCKT sudah
banyak yang dikembangkan oleh peneliti terdahulu. Namun kelemahanya
dari metode yang ada adalah kerumitan dalam penyiapan sampel (saponi-
fikasi, ekstraksi dan pemekatan atau penguapan pelarut organik yang
digunakan). Metode analisis yang dikembangkan oleh peneliti ini dipilih
karena memiliki banyak kelebihan, yaitu metodenya tanpa proses saponi-
fikasi, ekstraksi dan penguapan pelarut organik yang digunakan sehingga
waktu analisinya relatif lebih cepat.
Menurut Gunzler (1996), validasi metode adalah menetapkan dengan
percobaan laboratorium yang sistimatik, pemenuhan karakteristik unjuk
kerja metode terhadap spesifikasi yang dikaitkan dengan penggunaan hasil
24