Anda di halaman 1dari 10

Handayani & Harjono / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 31-40.

Perkembangan Tektonik Daerah Busur Muka Selat Sunda dan


Hubungannya dengan Zona Sesar Sumatera
Lina Handayani dan Hery Harjono
ABSTRACT The subduction of the Indian- ABSTRAK Di sepanjang lepas pantai barat
Australian Plate beneath the Eurasian Plate is Sumatera, Lempeng Indo-Australian menunjam
oblique (~45o) along Sumatra. A major zone of di bawah Lempeng Eurasia dengan arah yang
dextral strike slip displacement along Sumatra miring (~45o). Penunjaman miring tersebut
Island, called the Sumatra Fault, partially mengakibatkan terbentuknya Zona Sesar
accommodates the oblique convergence off Sumatera, suatu zona sesar geser menganan,
Sumatra. On the contrary, the subduction is yang memanjang dari ujung utara hingga ujung
normal along Java; therefore, no major fault selatan Pulau Sumatera. Namun di sepanjang
zone can be found along the Java Island. The lepas pantai selatan Pulau Jawa, Lempeng Indo-
transition zone of the Sunda Strait fore arc, Australian menunjam Lempeng Eurasia dengan
which is located between Java and Sumatra fore arah normal sehingga tidak terbentuk suatu zona
arc, is subject to northwest-southeast extension sesar seperti yang ada di Sumatera. Daerah
related to the motion of the Sumatra Fault and Busur Muka Selat Sunda yang merupakan daerah
north-south compression because of subduction. transisi diantara Sumatera dan Jawa, dipengaruhi
Geophysical studies show that continuous oleh kondisi pergerakan lempeng kedua daerah
extension dominated the Sunda Strait fore arc tersebut. Daerah Busur Muka Selat Sunda ini
region. The results are interpreted as showing dapat mengalami kompresi akibat penunjaman
ongoing separation of the Sunda Strait fore arc lempeng dan juga dipengaruhi ekstensi karena
region as the Sumatra fore arc plate has moved pergerakan sebagian Pulau Sumatera ke arah
northwest, bounded by the Sumatra Fault. Baratlaut. Hasil analisa beberapa faktor geofisika
Therefore, the Sumatra Fault can also be menunjukkan adanya dominasi ekstensi di
interpreted to extend across the fore arc to the daerah busur muka Selat Sunda. Hasil tersebut
trench in the form of several graben systems. menunjukkan indikasi adanya bukaan yang
menerus di daerah busur muka ini karena
Keywords: Sunda Strait, Sumatra Fault Zone, lempeng busur muka Sumatra, yang batas
fore arc tectonic selatannya berupa Zona Sesar Sumatra, terus
melaju ke arah baratlaut. Sehingga juga dapat
disimpulkan adanya kelanjutan Zona Sesar
Sumatera sampai ke batas Palung Sunda dalam
bentuk suatu sistim graben.
Naskah masuk: 7 September 2008
Naskah diterima: 7 Oktober 2008
Kata kunci: Selat Sunda, Zona Sesar Sumatera,
Lina Handayani tektonik busur muka
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI
Kompleks LIPI Jl. Sangkuriang Bandung PENDAHULUAN
Email: lina @geotek.lipi.go.id
Palung Sunda merupakan tempat pertemuan
Hery Harjono Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Eurasia. Lempeng Indo-Australia bergerak
Kompleks LIPI Jl. Sangkuriang Bandung kurang lebih ke arah Utara (N3oE) dengan
Email: hharjono@geotek.lipi.go.id kecepatan relatif berkisar 7 cm/tahun (Wilson et

31
Handayani & Harjono / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 31-40.

Se
sa
rS
um
ate
ra

~7 cm/tahun

Gambar 1. Peta lokasi penelitian (kotak putih).


Sumber peta: Google Earth

al., 1998). Karena bentuk geometri Sumatera dan Di sebelah utara, Zona Sesar Sumatera
Jawa, penunjaman berarah normal terhadap berakhir pada kompleks sesar Laut Andaman.
Pulau Jawa dan berarah miring terhadap Pulau Namun di ujung selatan, karena observasi
Sumatera (Gambar 1). Kemiringan penunjaman lapangan menunjukkan pergeseran yang sangat
di sepanjang Sumatera dapat dihubungkan kecil di ujung selatan Pulau Sumatera
dengan adanya suatu zona sesar geser mendatar (Pramumijoyo & Sebrier, 1991), kemudian
menganan yang memanjang sepanjang pulau diasumsikan bahwa sesar terputus di Selat
yang disebut sebagai Zona Sesar Sumatera. Sesar Sunda. Atau dengan kata lain, pergeseran
ini mengakomodasi komponen menganan dari mencapai nilai 0 di Selat Sunda. Sifat alami dari
konvergensi miring tersebut. Kemiringan ujung Sesar Sumatera dan Sesar Mentawai di
penunjaman ini juga mengakibatkan tarikan Selat Sunda menjadi fokus dalam tulisan ini.
(stretching) yang cukup besar di sepanjang Perkembangan tektonik daerah busur muka di
Sumatera (McCaffrey, 1991). Pergerakan sebelah selatan Selat Sunda dibahas untuk
sepanjang Sesar Sumatera ini bervariasi dari 45- menjelaskan keberadaan ujung selatan kedua
60 cm/tahun di utara Sumatera hingga hanya 1 zona sesar tersebut.
cm/tahun di Selat Sunda (Pramumijoyo & Studi terusan zona Sesar Sumatera di daerah
Sebrier, 1991; Sieh & Natawidjaja, 2000). busur muka dilakukan dengan menganalisa
Selain Sesar Sumatera, juga terbentuk Zona seismisitas, topografi dan gravitasi anomali
Sesar Mentawai yang juga merupakan zona sesar daerah busur muka Selat Sunda. Analisa
geser menganan, terletak di antara palung dan keseluruhan data tersebut digunakan untuk
Pulau Sumatera, memanjang di sepanjang menginterpretasikan gambaran struktur bawah
deretan pulau-pulau kecil di busur muka permukaan daerah penelitian ini. Pengetahuan
Sumatera (Diament et al., 1992).

32
Handayani & Harjono / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 31-40.

A’
B’
0
C’

A 0

0
B

Gambar 2. Peta seismisitas dan mekanisma sumber gempa.


Bola hitam untuk gempa dangkal (< 50 km), bola abu-abu untuk gempa dalam (> 50).

struktur bumi bagian dalam dapat memberi gempa terjadi terutama di Selat Sunda, namun
kejelasan proses tektonik di daerah penelitian ini. sangat sedikit kejadian di bagian selatan dari
Selat Sunda. Dari peta seismisitas, dibuat tiga
SEISMISITAS profil dari tiga kotak yang tampak pada Gambar
2. Profil seismik dibuat dengan memproyeksikan
Data catatan gempa bumi di ambil dari semua gempa dalam setiap kotaknya kepada satu
USGS/NEIC yang meliputi semua gempa yang garis yang memotong kotak tersebut di tengah-
terjadi di daerah penelitian antara tahun 1988- tengah. Profil-profil seismik tersebut (Gambar 3)
1998 dengan magnituda > 4. Sebelum dipetakan, menunjukkan kemiripan karakter sebaran gempa
data-data tersebut dipilih yang cukup baik di barat Sumatra dan selatan Jawa, sementara
(misalnya, tidak ada data kedalaman atau daerah busur muka Selat Sunda memiliki
magnituda yang kosong, magnitudanya tidak nol, karakter yang berbeda. Tampak adanya
dan kedalaman terhitung dengan baik). Gambar 2 kumpulan sumber gempa (cluster) dengan
menggambarkan seismisitas daerah penelitian kedalaman 0 – 100 km yang meliputi daerah
berikut mekanisma sumber gempanya (focal dengan lebar 200 km (tegak lurus palung). Di
mechanism). Satu hal yang menarik adalah tidak Sumatera, kumpulan itu dimulai dari jarak
adanya focal mechanism yang menunjukkan sekitar 150 km dari palung, sementara di Jawa
aktifitas ekstensi di daerah busur muka Selat kurang lebih 100 km dari palung. Kumpulan
Sunda ini. Namun, di daerah busur muka dekat sumber gempa dengan lebar yang sama juga
palung, terdapat celah (gap) seismik Ada banyak tampak di bawah busur muka Selat Sunda, ha-

33
Handayani & Harjono / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 31-40.

C C’
P

B B’
P K

A A’
P

Gambar 3. Profil seismik dari daerah dalam kotak-kotak di Gambar 2.


(P = palung, K = Krakatau)

nya saja kedalaman sumber gempa mencapai 200 ANOMALI GRAVITASI DAN
km. Di tengah Selat Sunda terdapat Gunung
Krakatau yang sangat aktif. Harjono et al. (1991) TOPOGRAFI
mencatat sebagian gempa-gempa di bawah G. Data anomali gravitasi free-air diperoleh dari
Krakatau mempunyai ciri tektonik. Meski Sandwell dan Smith (1997) yang diturunkan dari
demikian, diperkirakan sebagian besar gempa- data altimetri ERS-1, Geosat dan Seasat yang
gempa tersebut di picu oleh keaktifan magma. memiliki resolusi 2 menit. Gambar 4
Hal yang juga sangat menarik adalah tidak menunjukkan gambaran regional anomali negatif
adanya kegiatan gempa di sekitar palung di di daerah palung dan busur muka. Tampak dalam
daerah busur muka Selat Sunda. Tidak adanya peta tersebut kecenderungan anomali negatif di
aktifitas kegempaan di dekat palung tersebut sepanjang palung dan daerah busur muka. Di
mungkin dapat dikaitkan dengan lemahnya sepanjang palung sebelah barat Sumatera,
struktur di daerah tersebut. anomali gravitasi mencapai -110 mgal sementara

34
Handayani & Harjono / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 31-40.

C’

(mgal)

Gambar 4. Peta anomali gravitasi free-air. Garis CC’ merupakan


profil anomali untuk pemodelan anomali gravitasi.

di sepanjang palung di selatan Jawa, anomali adalah bentuk garis palung yang sedikit
mencapai -190 mgal. Anomali di daerah melengkung ke dalam di busur muka Selat
cekungan busur muka juga menunjukkan Sunda.
karakteristik yang serupa, dimana anomali di
selatan Jawa (-50 mgal) lebih kecil daripada di PEMODELAN GRAVITASI
barat Sumatera (+50 mgal).
Di daerah busur muka Selat Sunda, terdapat Pemodelan anomali gravitasi dilakukan dalam
area beranomali negatif yang lebar. Daerah upaya memperkirakan kondisi struktur dalam
beranomali negatif ini cukup luas mencakup bawah permukaan daerah penelitian. Program
daerah dari Selat Sunda hingga ke batas palung. untuk menghitung model kedepan (forward)
Pada umumnya, anomali gravitasi yang rendah disusun berdasakan kode Fortran dari Blakely
berkorelasi dengan cekungan busur muka atau (1995). Program ini digunakan untuk
palung. Namun morfologi daerah busur muka menghitung tarikan gravitasi vertikal yang
Selat Sunda tidak menunjukkan adanya semacam diakibatkan oleh poligon dua dimensi. Lapisan
cekungan (Gambar 5). Topografi lantai samudera air laut diasumsikan homogen, sehingga yang
di daerah busur muka ini relatif datar tanpa ada bervariasi hanyalah anomali gravitasi yang
zona kompleks akresi seperti pada umumnya diakibatkan oleh struktur bawah permukaan.
terdapat di muka suatu zona penunjaman (prisma Pemodelan gravitasi sesungguhnya
akresi tampak jelas keberadaannya di lepas merupakan metode yang menghasilkan model
pantai Sumatera dan Jawa). Satu hal yang juga yang tidak unik. Akan dapat diperoleh beragam
menarik yang tampak dalam peta topografi ini

35
Handayani & Harjono / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 31-40.

Kedalaman (m)
Gambar 5. Peta Topografi Dasar Laut (sumber: Smith & Sandwell, 1997)

model yang dapat menghasilkan nilai anomali tunjaman).


yang sama dengan nilai anomali Gambar 6 menunjukkan model yang
hasil observasi. Oleh karena itu, diperlukan diperoleh untuk garis lintasan C-C’ (lintasan ada
informasi-informasi geofisika yang lain sebagai pada Gambar 5). Lintasan ini dibuat tegak lurus
acuan untuk menghasilkan model yang baik. palung dan melintasi daerah yang memiliki
Faktor penting yang diperlukan dalam anomali gravitasi negatif yang lebar. Terdapat
pemodelan gravitasi adalah nilai densitas batuan dua hal penting yang dapat diperoleh dari model
atau lapisan struktur bawah permukaan. Data ini. Pertama adalah tidak adanya sedikitpun
seismik refleksi yang berupa data kecepatan dan tanda-tanda densitas yang relatif lebih besar di
bentuk geometri beberapa lapisan bawah tengah daerah busur muka. Densitas yang lebih
permukaan digunakan sebagai data masukan. tinggi, walaupun sedikit, dapat merepresen-
Hasil observasi seismik refleksi tersebut tasikan kompleks akresi. Hal yang kedua adalah
diperoleh dari Kieckhefer et. al. (1981) dan ketebalan sedimen yang cukup dalam di tengah
Newcomb & McCann (1987). Densitas batuan daerah busur muka.Lapisan sedimen di sini
dihitung berdasarkan data kecepatan dengan mencapai ketebalan lebih dari 5 km dengan lebar
menggunakan Kurva Nafe & Drake (Nafe & cekungan sekitar 80 km. Tebalnya sedimen di
Drake, 1963). Topografi data dari Smith & daerah ini sangat menarik mengingat bentuk
Sandwell (1997) digunakan untuk menentukan morfologi daerah ini tidak menunjukkan adanya
kedalaman lantai samudera. Dan profil seismik suatu cekungan. Hal ini boleh jadi berhubungan
(Gambar 3) digunakan untuk memperkirakan dengan zona tektonik ekstensi yang menerus di
bentuk geometri lempeng subduksi (kemiringan daerah busur muka ini.

36
Handayani & Harjono / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 31-40.

Gambar 6. Pemodelan anomali gravitasi (angka di dalam model menunjukkan densitas


batuan dalam gr/cm3)

DISKUSI mendukung adanya terusan Sesar Sumatera


hingga ke palung. Data anomali gravitasi dan
Pergerakan konvergensi miring di barat pemodelannya menunjukkan bahwa daerah busur
Sumatera menyebabkan adanya faktor muka Selat Sunda telah mengalami ekstensi yang
pergerakan ke arah baratlaut yang cukup lebar dan telah terisi oleh sedimen
direpresentasikan oleh Zona Sesar Sumatera. berdensitas rendah.
Karena beberapa penelitian yang telah dilakukan Komponen lateral dari pergerakan
terdahulu menunjukkan pergerakan yang makin konvergensi sepanjang Palung Sunda bervariasi
kecil di selatan Sumatera, maka ada beberapa sudut kemiringannya. Di sepanjang Jawa,
penulis yang memperkirakan terhentinya Sesar pergerakan konvergensi hampir tegak lurus garis
Sumatera di ujung pulau Sumatera. Bahkan palung sehingga tidak ada perpindahan akibat
Malod et al. (1995) mengusulkan adanya komponen lateral di sini. Zona Sesar Sumatera
hubungan antara Sesar Sumatera dengan Sesar merupakan bukti jelas adanya pergerakan
Cimandiri. Hal tersebut sulit diterima mengingat komponen lateral akibat arah konvergensi
sesar Cimandiri memiliki sifat yang berbeda membentuk sudut hampir 45o terhadap garis
(sesar geser mengiri, Dardji et al., 1994). palung. Daerah busur muka Selat Sunda berada
Sementara itu, ekstensi yang menerus di daerah di antara sisi barat (Sumatera) yang bergerak ke
busur muka Selat Sunda lebih cenderung arah barat laut dan sisi timur (Jawa) yang tidak

37
Handayani & Harjono / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 31-40.

memiliki pergerakan lateral. Oleh sebab itu, Sunda. Sebelum adanya ekstensi, diasumsikan
dapat dipastikan adanya zona ekstensi di busur bahwa struktur busur muka di sepanjang
muka Selat Sunda. Terdapat banyak bukti adanya Sumatera hingga Jawa seragam, terdapat
ekstensi dan juga struktur graben di daerah ini cekungan dan juga punggungan akresi yang
(Harjono et al., 1991; Gaedicke, et al., 2003, menerus (a). Kondisi tersebut mungkin terjadi
Kopp et al., 2002) sehingga sangat kecil jika arah konvergensi tegak lurus terhadap
keraguan akan adanya kelanjutan Sesar Sumatera palung. Arah pergerakan lempeng Indo-Australia
melintasi busur muka dan berakhir di palung. seperti yang tergambar (N30o – 45oE) mungkin
Berdasarkan pergerakan lempeng dan sesar terjadi saat Lempeng India belum menabrak
yang telah diketahui dan fitur-fitur lainnya yang Lempeng Eurasia (sebelum ~50 juta tahun lalu,
diperoleh dari penelitian ini, model pergerakan Zhu et al., 2005).
tektonik disusun untuk menjelaskan Konvergensi antara Lempeng India dan
kemungkinan perkembangan tektonik daerah Lempeng Eurasia menyebabkan perubahan
busur muka Selat Sunda. Anggapan bahwa Sesar pergerakan lempeng-lempeng di sekitarnya.
Sumatera terhenti di palung juga dapat berarti Salah satu perubahan yang diperkirakan akibat
bahwa Sesar Sumatera merupakan batas antara tumbukan tersebut adalah perubahan arah
daerah busur muka Sumatera dan Jawa. Bahkan konvergensi Lempeng Indo-Australia terhadap
selanjutnya, juga dapat dikatakan bahwa Sesar Lempeng Eurasia. Arah konvergensi menjadi
Sumatera merupakan batas lempeng mikro menyerong di busur muka Sumatera. Akibatnya,
Sumatera Barat. komponen lateral dari konvergensi mulai
Gambar 7 menunjukkan model ilustrasi menyebabkan adanya pergerakan di patahan
perkembangan tektonik daerah busur muka Selat Sumatera.

a b

c d
S.
Su
S.

m
M

ate
en
ta w

ra
ai

Gambar 7. Perkembangan tektonik zona transisi antara Sumatera dan Jawa.

38
Handayani & Harjono / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 31-40.

Pergerakan sesar geser di dekat palung DAFTAR PUSTAKA


membentuk cekungan (pull-a-part basin).
Pembentukan cekungan ini terjadi terus menerus Blakely, R.J. 1995. Potential Theory in Gravity
sehingga terbentuk zona ekstensi di daerah ini and Magnetic Applications. Cambridge
(b). Bukaan akibat ekstensi tersebut juga University Press.
menyebabkan pecahnya punggungan akresi
Dardji, N., Villemin, T., and Rampnoux,
antara Sumatera dan Jawa, karena akresi di
J.P.,1994. Paleostress and Strike-slip
sebelah barat tergeser seiring pergeseran
Movement:the Cimandiri Fault Zone, West
Sumatera ke arah baratlaut.
Java, Indonesia. Journal of SE Asian Earth
Beberapa lama kemudian, besarnya
Science, 9(1/2), 3 - 11
pergerakan Sesar Sumatera menjadi tidak cukup
dalam mengakomodasi pergeseran lateral akibat Diament, M., Harjono, H., Karta, K., Deplus, C.,
konvergensi miring. Kelebihan energi geser Dahrin, D., Zen, JR. M.T., Gerrard, M.,
lateral tersebut menyebabkan tumbuhnya sesar Lassal, O., Martin, A. & Malod, J. 1992.
baru di daerah busur muka Sumatera, yaitu Sesar Mentawai Fault Zone off Sumatra : A New
Mentawai (c). Ekstensi yang menerus dan Key to the Geodynamics of Western
bukaan yang melebar merupakan daerah yang Indonesia. Geology 20, 259-262.
lemah sehingga garis palung maju ke arah dalam
Gaedicke, C., Soh, W., Djajadihardja, Y., Saito,
busur muka (c). Struktur cekungan (pull-a-part
S., Ikeda, Y., Kudrass, H., Djamaludin, R.,
basin) akibat ekstensi terjadi terus menerus
2003. Offshore Extension of the Great
hingga sekarang. Daerah ekstensi ini terus
Sumatra Fault Revealed by Seismic,
melebar seiring dengan melengkungnya garis
Bathymetric and Seafloor Imaging. EOS
palung (d).
Trans AGU, 84(46), Fall Meet. Suppl.,
Abstract T52B-0254.
KESIMPULAN Harjono, H., Diament, M., Dubois, J., Larue,
Analisa seismisitas daerah Busur Muka Selat M.& Zen, JR. M.T. 1991. Seismicity of the
Sunda menunjukkan adanya celah seismik Sunda Strait: Evidence for Crustal Extension
dimana aktifitas kegempaan sangat rendah. and Volcanological Implications. Tectonics
Celah seismik itu juga berada pada daerah yang 10, 17-30.
beranomali gravitasi negatif. Sementara itu, data Kieckhefer, R.M., Moore, G.F., Emmel F.J.,
topografi tidak menunjukkan adanya cekungan di Sugiarta W., 1981. Crustal Structure of the
daerah tersebut. Dari pemodelan anomali Sunda Forearc Region West of Central
gravitasi, dapat dibuktikan adanya bukaan yang Sumatra from Gravity Data. J. Geophys.
lebar di daerah busur muka Selat Sunda. Bukaan Res., 86, 7003 – 7012
atau ekstensi dapat berupa barisan graben dari
ujung selatan Pulau Sumatera, di Selat Sunda Kopp, H., Klaeschen, D., Flueh, E., Bialas, J.,
dan menerus hingga ke palung. Sehingga dapat 2002. Crustal Structure of the Java
dikatakan bahwa Sesar Sumatera menerus Marginfrom Seismic Wide-Angle and
melintasi busur muka hingga ke sumbu palung Multichannel Reflection Data, J. Geophys.
membentuk pertigaan palung-palung-sesar Res., 107 (B2), 2034,
(Trench-Trench-Fault triple junction), sekaligus 10.1029/2000JB000095.
juga menjadi batas tenggara dari lempeng mikro Malod, J.A., Karta, K., Bellier, M.O. & Zen, JR.
busur muka Sumatera. M.T. 1995. From Normal to Oblique
Subduction: Tectonic Relationship between

39
Handayani & Harjono / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No.2 (2008) 31-40.

Java and Sumatra. Journal of SE Asian Earth


Sciences 12(1/2), 85-93.
McCaffrey, R. 1991. Slip Vectors and Stretching
at the Sumatran Fore-Arc. Geology 19, 881-
884.
Nafe, J.E. & Drake, C.L. 1963. Physical
Properties of Marine Sediments. In Hill,
M.N. (Editor) The Sea, Ideas and
Observations on Progress in the Study of the
Sea, Vol. 3: The Earth Beneath the Sea
History, pp. 794 - 815, Interscience
Publishers.
Newcomb, K.R. & McCann, W.R. 1987. Seismic
History and Seismotectonics of the Sunda
Arc. J. Geophys. Res., 92, 421 – 439.
Pramumijoyo S.& M. Sebrier. 1991. Neogene
and Quaternary fault kinematics around the
Sunda Strait, Indonesia. Journ. SE Asia
Earth Sciences, 6 (2) 137-145.
Sandwell, D.T. & Smith, W. 1997. Marine
gravity anomaly from Geosat and ERS1
satellite altimetry. J. Geophys. Res., 102
(B5), 10039-10054.
Sieh K., & Natawidjaja, D.H., 2000.
Neotectonics of the Sumatran Fault,
Indonesia. J. Geophys. Res., 105(B12)
28,295–28,326.
Smith,W.H.F. & Sandwell, D.T. 1997. Global
seafloor topography from satellite altimetry
and ship depth soundings. Science 277,
1956-1962.
Wilson, P., Rais, J., Reigber, Ch., Reinhart, E.,
Ambrosius, BAC., Le Pichon, X., Kasser,
M., Suharto, P., Dato’ Abdul Majid, Dato’
Paduka Awang Haji Othman BHY, Almeda,
R., and Boonphakdee, C., 1998. Study
provides data on active plate tectonics in
Southeast Asia region. EOS Transactions,
AGU, 79(45), 545.
Zhu, B., Kidd, W.S.F., Rowley, D., Currie, B.,
Shafique, N., 2005. Age of Initiation of the
India-Asia Collision in the East-Central
Himalaya, Journal of Geology 113, 265-285.

40

Anda mungkin juga menyukai