Anda di halaman 1dari 4

https://www.scribd.

com/doc/207889090/Dampak-Dari-Kelalaian-Tenaga-Kesehatan
Medical error
atau kesalahan medis merupakan hasil yang tidak diinginkan dari tindakan medis yang dapat
dicegah baik itu yang membahayakan atau tidak buat pasien dan lingkungan medis
lainnya. Kelalaian medik harus mengandung syarat antara lain : 2. Penyimpangan kewajiban
(dereliction of the duty) Tindakannya menyimpang dari apa yang seharusnya : dilakukan tanpa
indikasi yang benar, tidak sesua standar profesinya, maka dokter dapat dipersalahkan.
Pembuktian penyimpangan dilakukan oleh saksi ahli. 3. Kerugian diserita pasien (damage) 4.
Hubungan sebab akibat langsung Bahwa kerugian yang dialami pasien merupakan akibat
langsung dari penyimpangan yang dilakukan dokter. Negligence lebih berintikan
ketidaksengajaan (alpa), kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh, ceroboh, sembrono, tak
peduli terhadap kepentingan orang lain, namun akibat yang timbul memang bukan disengaja dan
bukan menjadi tujuannya. Salah satu kelalaian tenaga medis yang sering dilakukan oleh para
tenaga kesehatan di Indonesia adalah malpraktek. Apakah arti dari malpraktek tersebut? Definisi
malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang
sama. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian
tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah
lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Dari definisi dan penjelasan di atas, tentu saja sangat
mengerikan untuk dibayangkan bagaimana malpraktek dapat membuat pasien meninggal dunia.
Contoh lainnya adalah dari segi keperawatan. Berdasarkan harian online Tribun Pontianak, 11
Februari 2012 lalu, idealnya, rasio perbandingan antara jumlah perawat dan pasien di Indonesia
adalah 1:4.000, namun kenyataan saat ini satu perawat bisa melayani 10.000 pasien bahkan
lebih. Itu artinya, beban perawat di Indonesia sangat tinggi. Selain itu, bahwasanya ketenagaan
perawat yang ada saat ini tidak hanya minim secara kuantitas, tetapi juga kualitas. Hal ini dapat
berdampak negatif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan perawat terhadap pasienjika lalai,
kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial oleh tenaga perawat ke klien dapat terjadi, misal,
melalui jarum suntik dan juga kejadian kecelakaan lainnya akibat kelalaian dari tenaga perawat
yang dapat membahayakan klien. Ada beberapa tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi
permalahan medical error di atas. Salah satunya adalah dengan melatih keprofesionalan tenaga
medis yang ada di Indonesia, kemudian juga dengan Gerakan Patient Safety untuk keamanan
bersama saat ini sedang gencar-gencarnya digalakkan untuk pelayanan medis di seluruh dunia
dengan harapan untuk menurunkan angka kesalahan medis. Penambahan jumlah tenaga medis
yang kompeten dan professional juga sedang diterapkan oleh pemerintah untuk meminimalisir
kesalahan atau kelalaian tenaga medis.
Selain itu, Mengacu kepada perkembangan untuk mutu pelayanan kesehatan berarti rumah sakit
sejak tahun 1964/1975/1976 harus
Hospital Patient’s Charter, 1979” tentang hubungan pasien dan
dokter atau rumah sakit yang mencakup tiga norma moral; menghormati hak asasi pasien,
standar profesi dan fungsi atau tanggung jawab sosial untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit
https://artikel.kantorhukum-lhs.com/malpraktik-dokter-dokter-gigi/

Berbicara tentang “Malapraktik” sebenarnya bukan hanya ditujukan pada mereka yang berprofesi sebagai
Tenaga Kesehatan yang salah satunya adalah Dokter, akan tetapi tuduhan Malapraktik dapat juga dituduhkan
kepada semua kelompok Profesionalis yaitu, apakah mereka itu kelompok Wartawan, Advokat, Teknisi dan
kelompok lainnya. Pengertian Malapraktik selama ini banyak diambil dari kalangan mereka yang berprofesi
sebagai tenaga kesehatan, terutama Dokter. Sedang batasan pengertian umum tentang Malpraktik di kalangan
tenaga kesehatan adalah ; Seseorang tenaga kesehatan dalam memberikan tanggungjawab profesinya kepada
pasien dilakukan di luar prosedure dan stardard profesi pada umumnya (S.O.P.) yang berakibat cacat dan
matinya sang pasien.

Namun kriteria atau ukuran tentang standard operasional profesi yang bersifat baku, khususnya bagi tenaga
kesehatan (Dokter) secara tegas belum ada dirumuskan di dalam undang-undang, sekalipun di dalam pasal 53
ayat (2) UU No.23 tahun 1992, ada disinggung bahwa, Standard Profesi adalah, ”pedoman yang harus
dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik”.

Adapun mengenai ukuran tentang standard profesi kita hanya bisa adopsi dari pendapat seorang ahli hukum
tenaga kesehatan, Prof. Mr.W.B. Van der Mijn, yang mengatakan seorang tenaga kesehatan perlu berpegang
pada 3 (tiga) ukuran umum, yaitu : 1. Kewenangan ; 2. Kemampuan rata-rata ; dan 3. Ketelitian yang umum ;
Disini maksudnya seorang Tenaga Kesehatan harus memiliki kewenangan hukum untuk melaksanakan
pekerjaannya (Rechtsbevoegheid) bisa berupa ijin praktik bagi dokter dan tenaga kesehatan lainnya, bisa
berupa Badan Hukum dan Perijinan lain bagi penyelenggara kesehatan seperti Rumah Sakit atau Klinik-Klinik.

Selanjutnya Tenaga Kesehatan harus memiliki kemampuan rata-rata yang ditentukan berdasarkan pengalaman
kerja dalam linkungan yang menunjang pekerjaannya dan kemudian Tenaga Kesehatan harus memiliki
ketelitian kerja yang ukuran ketelitian itu sangatlah bervariasi.

Namun betapapun sulitnya untuk merumuskan rating scale (skala pengukuran) tentang standard profesi Tenaga
Kesehatan, Undang-undang mengharuskan mereka yang berprofesi sebagai Tenaga Kesehatan berkewajiban
mematuhi standard profesi dan menghormati hak pasien.(vide : pasal 53 ayat 2 UU No.23 tahun 1992 tentang
Kesehatan). Dan setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan. (Vide : pasal 55 ayat 1 UU No.23 tahun 1992).

Dan bagi tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat
dikenakan tindakan disiplin yang ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan ( Vide: pasal 54 ayat 1
dan 2 dari UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan Jo. PP. No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan )..
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) inilah yang berhak dan berwenang untuk meneliti dan
menentukan ada-tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standard profesi yang dilakukan oleh
Tenaga Kesehatan terhadap mereka yang disebut sebagai pasien. ( vide : pasal 5 dari Kepres RI No.56 tahun
1995 tentang MDTK ). Adapun sanksi pidana, denda dan administratif lainnya datang dari ditegakkannya UU
No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Pada dasarnya seorang tenaga kesehatan apakah dia dokter, perawat, kefarmasian,tenaga gizi, dan tenaga
lainnya tidak hanya dapat digugat dan dituntut berdasarkan adanya malapraktik, akan tetapi tenaga kesehatan
dapat juga digugat berdasarkan pelanggaran akan hak-hak pasien yang timbul dengan adanya kontrak
terapeutik antara tenaga kesehatan dengan pasien antara lain :

1. Hak atas informasi tentang penyakitnya;


2. Hak untuk memberi infotmed consent untuk pasien yang tidak sadar;
3. Hak untuk dirahasiakan tentang penyakitnya ;
4. Hak atas ikhtikad baik dari dokter; dan
5. Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang sebaik-baiknya.
Dari hak-hak pasien tersebut yang paling penting disini adalah hak tentang informasi dari pasien bersangkutan
yang biasanya berisi tentang : diagnosa, terapi dengan kemungkinan alternatif terapi, tentang cara kerja dan
pengalaman dokter, tentang resiko, tentang kemungkinan rasa sakit atau perasaan lainnya sebagai akibat
dilakukannya tindakan medis, tentang keuntungan terapi dan prognose.

Tenaga kesehatan dapat digugat berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata Jo. pasal 55 UU No.23 tahun 1992 dan
dapat dituntut pidana berdasarkan pasal 359, 360 dan 361 KUHP, pasal 80, 81, 82 dari UU No.23 tahun 1992
dan berdasarkan UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Di samping hak-hak pasien, disini perlu juga kita kemukakan sedikit tentang hak-hak tenaga kesehatan
khususnya para dokter. Adapun mengenai hak-hak dokter dapat dikemukakan sbb : Hak untuk berkerja
menurut standard profesi medis, Hak menolak untuk melaksanakan tindakan medis yang tidak dapat ia
pertanggungjawabkan secara profesional, Hak untuk menolak yang menurut suara hatinya tidak baik, Hak
mengakhiri hubungan dengan pasien jika ia menilai kerjasamanya dengan pasien tidak ada gunanya lagi, Hak
atas privacy dokter, Hak atas ikhtikat baik dari pasien dalam pelaksanaan kontrak terapeutik, Hak atas balas
jasa, Hak untuk membela diri dan hak memilih pasien namun hak ini tidak mutlak sifatnya.

Jadi disini dapat ditarik kesimpulan bahwa Malapraktik erat hubungannya dengan pelanggaran terhadap
standard profesi medik, pelanggaran prosedure tindakan medik, dan bagi pelanggarnya tentu dapat digugat,
dituntut pidana dan diberi sanksi administratif berupa pencabutan ijin praktik.

Penulis :
Drs. M. Sofyan Lubis, SH. MM

Senior Partners di LHS & PARTNERS


Penulis dan Pemerhati Masalah Hukum
di Negara Indonesia

http://for-al.blogspot.com/2012/10/dampak-kelalaian-tenaga-medis.html

Dampak dari Kelalaian Tenaga Medis


Dalam dunia kesehatan di Indonesia saat ini, perkembangan pesat dalam segi kualitas
fasilitas maupun sumber daya manusia ternyata masih menyisakan permasalahan. Salah
satunya terjadinya kelalaian atau malpraktik dalam proses perawatan medis yang dilakukan
terhadap pasien. Akhir-akhir ini banyak kalangan masyarakat yang menyoroti profesi medis,
baik sorotan yang disampaiakn secara langsung ke tempat tenaga medis tersebut bekerja,
maupun yang disiarkan melalui media cetak dan media elektronik. Tidak hanya satu dua kali
saya membaca tulisan di dunia maya mengenai pengalaman medical error ataupun mal praktik
yang dialami sang penulis. Tercatat sejak tahun 2006 hingga sekarang ada 50 kasus kelalaian
tindakan medik yang sudah disidangkan di Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
(MKDKI).
Biasanya penyebab utama kelalaian medis karena miskomunikasi antara dokter dengan
pasien. Miskomunikasi itu bisa karena dokter tidak memberikan informasi lengkap tentang
kondisi pasien atau salah dalam memberikan informasi. Namun bisa juga karena adanya salah
persepsi antara pasien dan dokter. Itulah mengapa dokter harus memperbaiki komunikasi
dengan pasien. Jika komunikasi baik dan lancar, tidak akan terjadi masalah. Tindakan apa pun,
terutama yang berkaitan dengan pembedahan, harus disertai inform consent yang
ditandatangani keluarga pasien. Dengan menandatangani inform consent, pihak keluarga tahu
dan setuju apa saja tindakan yang dilakukan dokter terhadap pasien
Dampak yang terjadi akibat adanya kelalaian ini diantaranya pasien yang merasa tidak
puas terhadap pengobatan atau pelayanan medis yang dilakukan oleh dokter yang merawatnya.
Ketidakpuasan tersebut terjadi karena hasil yang dicapai dalam upaya pengobatan tidak sesuai
dengan harapan pasien dan keluarganya, misalnya terjadi kecacatan pada pasien ataupun
kematian. Selain itu dampak medical error juga akan dirasakan oleh tenaga kesehatan yang
melakukanya. Jika pasien yang menjadi korban kelalaian tersebut tidak terima dengan apa yang
terjadi, tenaga medis tersebut bisa saja dituntut di depan hukum, diberhentikan dari instansi
tempatnya bekerja sampai pencabutan izin praktik. Jika memang sampai terjadi pencabutan
izin praktik bagi tenaga medis tersebut, maka tenaga medis tersebut harus mengulang
profesinya dari nol untuk mendapatkan surat izin praktik.
Dari fakta-fakta yang telah disebutkan sebelumnya, diharapkan tenaga medis dalam
menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni dengan melakukan hal-hal berikut:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian
berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat
verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Sebagai seorang manusia, tentulah wajar apabila kita melakukan kesalahan. Namun,
karena profesi tenaga medis menyangkut kelangsungan hidup seseorang, maka kesalahan dan
kelalaian sekecil apapun dalam melaksanakan pekejaan medis ini bisa sangat fatal akibatnya.
Oleh karena itu seorang tenaga kesehatan dituntut untuk selalu benar dalam menjalankan
tugasnya, bertanggung jawab dan professional. Demi kebaikan bersama, baik pasien beserta
keluarganya maupun tenaga medis itu sengdiri. Semua harus dapat berkolaborasi dengan baik
untuk meminimalisir tingkat mal praktik medis.

Anda mungkin juga menyukai