Anda di halaman 1dari 13

A.

Kasus Sel Adaptasi pada Rongga Mulut


1. Metaplasia Kondroid
Adaptasi selular adalah keadaan dimana sel mengatur dirinya dengan mengubah
struktur dan fungsinya sebagai respon terhadap kondisi fisiologis maupun patologis.
Salah satu bentuk adaptasi sel adalah metaplasia, yaitu perubahan tipe sel pada lapisan
organ menjadi tipe sel lain yang tidak lazim terdapat pada organ tersebut atau biasanya
terdapat pada organ lain.
Dalam kasus ini, pasien laki-laki usia 17 tahun dirujuk ke departemen Oral dan
Biologi karena kesulitan untuk menggigit dan menguyah. Pada pemeriksaan klinis,
ditemukan pembengkakan bertangkai tanpa gejala pada gingiva bagian antero-maksila
yang berwarna mirip dengan warna mukosa gingiva di sekitarnya. Saat palpasi, benjolan
terasa padat. Selanjutnya pasien dijadwalkan untuk melakukan biopsi eksisi dan
pemeriksaan histopatologi.

Spesimen diambil dan dilakukan pengecatan dengan HE.

1
Melalui pemeriksaan histopatologi, ditemukan banyak lobulus dari bahan kondroid
dengan batas jelas, dikelilingi septum berserat, dan stroma yang padat dan berserat. Dari
pemeriksaan ini, ditemukan bahwa jaringan ini mirip dengan jaringan kartilago sehingga
didiagnosis sebagai metaplasia kondroid.

2. Leukoplakia
Laki-laki berusia 44 tahun mengeluhkan ada bercak putih dan lesi di rongga
mulutnya yang sudah muncul selama 2 bulan terakhir. Ia memiliki riwayat mengonsusmi
alkohol dan merokok. Lalu ia memeriksakan keluhannya ke dokter gigi, didapatkan
bahwa lesi yang ditemukan sudah cukup luas yang disebabkan oleh salah satu faktor dari
fungi yaitu candida albicans. Dokter gigi menyarankan untuk tindakan pembedahan
dengan dokter gigi spesialis bedah.
Leukoplakia sebagai lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa mulut
yang tidak mempunyai ciri khas secara klinis atau patologis seperti penyakit lain, dan
tidak terkait dengan agen penyebab fisik atau kimia kecuali penggunaan tembakau.
Secara histopatologi, leukoplakia didefinisikan sebagai bercak putih pada mukosa dengan
epitel mengalami hiperkeratosis dengan dasar yang terdiri dari sel spinosum.
Etiologi kebanyakan kasus leukoplakia tidak diketahui (idiopatik). Namun beberapa
penelitian menunjukkan inisiasi kondisi leukoplakia dipengaruhi faktor ekstrinsik maupun
intrinsik. Faktor yang paling sering dihubungkan dengan terjadinya leukoplakia adalah
merokok, konsumsi alkohol, iritasi kronis, kandidiasis, kekurangan vitamin, gangguan
endokrin, serta karena serangan virus tertentu. Beberapa penelitian menunjukkan
peranan penting infeksi Candida sebagai pencetus terjadinya leukoplakia. Penelitian yang
pernah dilakukan menunjukkan infeksi Candida albicans dan keberadaannya yang
simultan memegang peranan penting dalam terjadinya 5 transformasi malignan selain
infeksi Candida albicans, penelitian yang pernah dilakukan juga mengaitkan defisiensi
beberapa vitamin dengan terjadinya leukoplakia. Penurunan level serum vitamin A, B12,
C, beta karotin, dan asam folat yang signifikan dapat meningkatkan kemungkinan
leukoplakia.
Secara umum, terjadinya leukoplakia dapat dijelaskan sebagai berikut. Ketika sel
jaringan terpapar karsinogen, sel akan berusaha untuk beradaptasi. Sel akan
berproliferasi, menyempitkan kapasitas sitosoliknya, dan menggabungkan beban organel-
organelnya dalam rangka adaptasi tersebut. Dalam kaitannya dengan epitel rongga
mulut, adaptasi ini dilakukan dengan memperbesar ruang progenitor (hiperplasia).
Hiperplasia ini menjadi tanda yang paling awal muncul. Ketika iritan bertahan lebih lama,

2
epitelium akan menunjukkan bentuk degenerasi seluler sehingga mengalami atrofi. Ketika
fase adaptasi dan kerusakan sel reversible selesai, sel akan memasuki tahap kerusakan
yang irreversible, yang berupa terjadinya apoptosis atau transformasi malignan. Sebagai
respon adaptasi, terjadi gangguan genetik yang menempatkan sel untuk terus dapat
berproliferasi dan menyebabkan transformasi malignan yang lebih banyak lagi.
Manifestasi Klinis Leukoplakia Oral Leukoplakia ditandai dengan adanya plak putih
yang tidak bisa digolongkan secara klinis atau patologis ke dalam penyakit lainnya.
Leukoplakia merupakan lesi pra kanker yang paling banyak, yaitu sekitar 85% dari semua
lesi pra kanker. Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lingual, labia,
palatum, daerah dasar cavum oris, gingiva, mukosa lipatan buccal, serta mandibular
alveolar ridge. Bermacammacam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung dari
awal terjadinya lesi tersebut, dan setiap individu akan berbeda. Lesi awal dapat berupa
warna kelabu atau sedikit putih yang agak transparan, berfisura atau keriput dan secara
khas lunak dan datar. Biasanya batasnya tegas tetapi dapat juga berbatas tidak tegas.
Lesi dapat berkembang dalam minggu sampai bulan 6 menjadi tebal, sedikit meninggi
dengan tekstur kasar dan keras. Lesi ini biasanya tidak sakit, tetapi sensitif terhadap
sentuhan, panas, makanan pedas dan iritan lainnya. Selanjutnya leukoplakia dapat
berkembang menjadi granular atau nodular leukoplakia.
Leukoplakia oral memiliki penampakan makroskopis berupa bercak putih yang
berbatas tegas dan permukaannya sedikit lebih menonjol dibandingkan mukosa mulut
normal. Perkembangan lesi leukoplakia oral dimulai dengan munculnya lesi putih pudar
dan rata. Semakin lama, lesi akan berwarna semakin putih dan menonjol ke permukaan
mukosa mulut. Pada beberapa kasus, lesi dapat menimbulkan ulkus pada mukosa mulut.
Pada pemeriksaan histopatologi akan ditemukan kelainan pada sel epitel mukosa mulut
pada 7 penderita leukoplakia, antara lain inti sel hiperkromatik, hilangnya polaritas saat
mitosis, inti sel pleomorfik, berubahnya perbandingan ukuran inti sel dan sitoplasma,
hilangnya diferensiasi sel, dan terjadinya keratinisasi pada sel.
Histopatologi Pada pemeriksaan histologi akan terlihat hiperkeratosis atau penebalan
pada bagian Stratum korneum kulit, Acanthosis (peningkatan ketebalan pada Stratum
spinosum), Intracellular hydropic degeneration (apoptosis), terdapat Epithelial pearl,
tidak ada tandatanda displasia, dan ada infiltrasi round sel pada jaringan ikat

3
3. Oral Displasia
Secara umum definisi oral displasia yaitu suatu kelainan pada rongga mulut dimana
terjadi proliferasiyang tidak teratur pada epitel rongga mulut namun bersifat non
neoplastik. Displasia adalahhilangnya keseragaman (uniformitas) dan orientasi
arsitektural dari epitel rongga mulut. Sebagianpendapat menyatakan terjadi perubahan
ukuran dan bentuk sel. Inti sel yang mengalami perubahan berwarna lebih gelap
(hiperkromatik) dan berukuran lebih besar daripada selnya sendiri.
Etiologi :
Etiologi oral displasia belum jelas diketahui, namun dari beberapa literatur
menjelaskan bahwa lesi oral displasia adalah sebagai pertumbuhan abnormal atau
perubahan abnormal dari sel epitel rongga mulut, terjadi proliferasi sel epitel rongga
mulut bahkan dapat menjadi karsinoma akibat hal-hal berikut, antara lain : tembakau,
alkohol dan faktor-faktor lain seperti penyakit kronis, faktor gigi dan mulut, defisiensi
nutrisi, jamur, virus dan factor lingkungan.

4
Tanda Klinis :
Oral displasia pada rongga mulut ditandai dengan adanya lesi putih (leukoplakia).
Lesi inimerupakan lesi pra ganas yaitu kondisi penyakit yang secara klinis belum
menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada lesi ganas, namun di dalamnya sudah
terjadi perubahan-perubahan patologis yang merupakan pertanda akan terjadinya
keganasan. Lebih sering ditemukan pada orang yang berumur diatas 40 tahun, dengan
kecenderungan terjadi pada seorang perokok. Pada pemeriksaan dengan mata biasa,
leukoplakia, lesi nampak sangat bervariasi dari saat mulai terbentuk, warnanya putih
yang tak jelas di dasar, tanpa kebengkakan, terlihat normal, menunjukan jaringan yang
jelas, berwarna putih, tebal, keras/kasar, bercelah-celah, seperti kutil. Pada beberapa
leukoplakia nampak adanya zona yang kemerahan, yang pada beberapa istilah disebut
speckled leukoplakia (erythroleukoplakia). Jika dipalpasi, beberapa lesi terasa lunak,
halus atau terasa granul halus. Pada beberapa lesi lainnya terasa kasar dan ber-nodul
Letak Klinis :
Lesi sering nampak di daerah lidah, mukosa rahang bawah dan daerah mukosa pipi .
Kadang-kadang terlihat pada daerah langit-langit, garis rahang atas dan bibir bawah.
Ciri khas dari oral displasia adalah :
Hilangnya garis atau lapisan sel epitel, Bertumpuknya sel basal, Lapisan menjadi tak
teratur, Meningkatnya gambaran sel yang abnormal, Terjadinya keratinisasi yang cepat,
Terjadinya hiperkromatis dan pleomorfis pada inti sel, Meningkatnya ratio inti sel
sitoplasma.

gambar 1: Oral Displasia di bagian kanan lidah

5
gambar 2: Fotomikrograf epitel yang menunjukkan displasia ringan (noda H&E, × 200

gambar 3: Fotomikrograf epitel menunjukkan hiperkeratosis tanpa displasia (pewarnaan H&E, × 200)

gambar 4: Fotomikrograf epitel menunjukkan displasia sedang (pewarnaan H&E, × 200)

gambar 5: Fotomikrograf epitel menunjukkan displasia berat (pewarnaan H&E, × 200)

6
B. Kasus Radang pada Rongga Mulut
1. Pulpiitis Hiperplastik Kronis (pulpa Polip)
Definisi :
Pulpitis hiperplastik kronis (pulpa polip) adalah suatu inflamasi pulpaproduktif yang
disebabkan oleh suatu pembukaan karies yang luas pada pulpa muda. Gangguan ini
ditandai dengan adanya jaringan granulasi, kadang-kadang ditutupi oleh epitelium yang
disebabkan karena iritasi tingkat rendah yang berlangsung lama.
Patofisiologi :
Pulpa polip merupakan hasil dari iritasi mekanik dan invasi bakteri ke dalam pulpa
gigi yang disebabkan karena adanya destruksi yang meluas akibat trauma ataupun
karies. Iritasi mekanik dapat terjadi akibat adanya fraktur gigi dengan terbukanya pulpa.
Adanya jaringan pulpa yang terekspos dan invasi bakteri menyebabkan timbulnya respon
inflamasi kronis berupa pembentukan jaringan granulasi. Reaksi jaringan hiperplastik
terjadi karena pulpa muda memiliki blood supply dan sel respon imun terhadap infeksi
bakteri yang banyak.Selanjutnya, akibat adanya kavitas terbuka, transudasi dan eksudasi
dari drain jaringan pulpa yang mengalami inflamasi dapat mengalir dengan bebas.
Histopatologi dan Mikroskopis :
Secara histopatologi, permukaanpolip ditutupi oleh epitelium skuamous stratified.
Polip pulpa gigi sulung lebih mungkin tertutup oleh epitelium stratified daripada polip
pulpa gigi permanen.Epitelium ini dapat berasal dari gingiva atau sel epitel dari mukosa
atau lidah yang baru saja mengalami deskuamasi.Jaringan di dalam kamar pulpa sering
berubah menjadi jaringan granulasi yang menonjol dari pulpa masuk ke dalam lesi karies.
Jaringan granulasi adalah jaringan penghubung vaskular yang berisi neutrofil
polimorfonuklear, limposit, dan sel plasma. Selain itu, serabut saraf juga dapat
ditemukan pada jaringan epitel.

7
Makroskopis :
Penampilan jaringan polipoid secara klinis sangat khas yaitu suatu massa pulpa yang
kemerah-merahan dan seperti daging mengisi sebagian besar pulpa atau kavitas atau
bahkan meluas melewati perbatasan gigi. Kadang-kadang massa cukup besar untuk
mengganggu penutupan gigi-gigi, meskipun pada tingkat awal perkembangan ukurannya
hanya sebesar pin. Ukuran polip biasanya tidak lebih dari 0,7 cm.Jaringan polipoid kurang
sensitif daripada jaringan pulpa normal dan lebih sensitif daripada jaringan gingiva.
Pemotongan jaringan ini tidak menyebabkan rasa sakit, tetapi tekanan yang diteruskan
ke ujung apikal pulpamenyebabakan rasa sakit. Jaringan ini mudah berdarah karena
banyak terdapatnya pembuluh darah. Jika jaringan pulpa hiperplastik meluas melewati
kavitas atau gigi, maka terlihat seolah-olah jaringan gusi tumbuh di dalam
kavitas.Pemeriksaan klinis pulpitis hiperplastik kronis tidak begitu sukar untuk dilakukan.
Jaringan pulpa hiperplastik di dalam kamar pulpa atau kavitas gigi merupakan ciri
khasnya. Gigi bereaksi lemah atau sama sekali tidak bereaksipada tes termal, kecuali jika
digunakan pemeriksaan dengan dingin yangekstrem, seperti etil klorida. Jika akan
dilakukan tester pulpa listrik, makadiperlukan jumlah arus listrik yang lebih banyak.
Pemeriksaan dengan cara palpasi sering menyebabkan perdarahan ringan tanpa diikuti
rasa sakit

2. Granuloma Piogenik
Granuloma piogenik merupakan lesi jinak vaskuler pada mukosa yang relatif sering
terjadi Etiopatogenesis granuloma piogenik masih kontroversial. Granuloma piogenik
paling sering terjadi di ginggiva merupakan gingival reactive hyperplasia sebagai akibat
respon dari iritasi. Hal ini diperkirakan oleh karena higiene oral perorangan yang jelek

8
dan iritan kronik seperti kalkulus atau benda asing yang terdapat di dalam gingival
crevice.
Makroskopis

Secara makroskopis granuloma piogenik berupa massa polipoid berwarna merah


kebiruan, kenyal, bias pedunculated atau sessile, ukuran beberapa millimeter sampai
beberapa sentimeter. Kadang-kadang ditemukan ulserasi akibat trauma sekunder dimana
lesi ulserasi ditutupi membran fibrin berwarna kuning.

9
Mikroskopis

Secara mikroskopis granuloma piogenik memiliki pola pertumbuhan eksofitik


dikelilingi jaringan yang normal dilapisi epitel gepeng berlapis yang rata, atrofi atau
ulserasi dengan lesi terdiri dari proliferasi pembuluh darah disertai jaringan granulasi.
Terdapat sebukan sel radang limfosit dan sel plasma. Netrofil terdapat di superficial dari

10
daerah ulserasi. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis disertai pemeriksaan fisik dan
penunjang radiologis. Biasanya granuloma piogenik asimptomatik, benjolan yang timbul
tidak nyeri sampai benjolan tersebut membesar dan terasa mengganjal di gingiva atau
terjadi ulserasi. Diagnosa pasti dengan pemeriksaan histopatologis.
Secara klinis granuloma piogenik didiagnosa banding dengan Peripheral giant cell
granuloma dan Peripheral ossifying fibroma.
Terapi pada kasus granuloma piogenik adalah dilakukan operasi eksisi lesinya dan
menghilangkan sumber pencetusnya seperti kalkulus dan lainnya termasuk perbaikan
higiene oral. Granuloma piogenik pada kehamilan biasanya akan reduksi sendiri setelah
melahirkan. Prognosis pasien dengan granuloma piogenik sangat baik. Granuloma
piogenik memiliki tendensi berulang sebagai akibat eksisi yang inkomplit. Granuloma
piogenik tidak memiliki potensi kearah keganasan.

3. Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)


Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) juga dikenal dengan istilah aphae, atau cancer
sores sedangkan di Indonesia orang awam lebih mengenalnya dengan istilah sariawan,
merupakan suatu kondisi peradangan mukosa rongga mulut yang paling sering terjadi
dengan karakteristik ulserasi berulang yang menyakitkan di rongga mulut, berbentuk
oval, berwarna putih kekuningan serta dikelilingi inflamasi, dapat muncul tanpa adanya
pengaruh dari penyakit sistemik.
Secara klinis, SAR dibedakan menjadi 3 tipe berdasarkan ukuran dan kedalaman lesi
yaitu tipe minor, mayor, dan hipertiformis. Tipe minor paling umum ditemukan dengan
prevalensi berkisar 80-95 %. Etiologi SAR hingga saat ini belum diketahui, akan tetapi
sejumlah faktor predisposisi telah dapat teridentifikasi yaitu bakteri, herediter, trauma,
hormonal, defisiensi nutrisi, kelainan sistem pencernaan, psikososial dan kelainan
imunologi seperti hipersensitifitas dan autoimun.
Laporan kasus
Seorang laki-laki berusia 25 tahun mengalami keluhan terdapat sariawan di mukosa
labial atas dan bawah. Terasa perih saat makan dan berbicara. Timbul sekitar 3 hari lalu.
Sariawan berbentuk bulat dengan diameter 1-2 mm di mukosa labial atas dengan tepi
kemerahan berbatas jelas. Seminggu yang lalu bibir bawah pasien terpukul pada saat
bermain sehingga keesokan harinya timbul sariawan. Sedangkan pada bibir atas sariawan
timbul saat akan ujian dan kurang tidur. Lokasi berpindah-pindah dan sembuh dengan
sendirinya setelah 7-14 hari.

11
Gambar 1. Terdapat ulser tunggal dimukosa labial kiri bawah <1 cm dikelilingi dengan tepi eritematus.

Gambar 2. Terdapat dua ulser dimukosa labial kanan atas 1-2 mm dikelilingi dengan tepi eritematus.

Histologis
Diagnosis biasanya berdasarkan gambaran klinis, sehingga biopsi jarang dilakukan.
Ulser aftosa memiliki temuan mikroskopis nonspesifik, dan tidak ada gambaran histologis
sebagai diagnostik. Tidak ada bukti infeksi virus. Perubahan mikroskopis yang sama
ditemukan pada semua bentuk ulser aftosa. Sel mononuclear ditemukan pada jaringan
submukosa dan perivaskuler pada tahap preulseratif. Sel-sel ini didominasi oleh limfosit
CD4, yang kemudian dikalahkan oleh limfosit CD8 pada tahap ulseratif.

12
Daftar Pustaka

Tenorio, Fernando, Paola Campos, et al. 2016. Chondroid Metaplasia in a Fibroepithelial


Polyp of Gingiva. Journal of Clinical and Diagnosis Research 10 (9) : 9-10. [online]
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5072092/ diakses 28 April 2019,
19.25)
Hanriko, Rizki. 2016. Granuloma Piogenik Pada Ginggiva. Lampung: Anatomi Histologi-
Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Prasetya, Mia Ayustina. 2018. Leukoplakia Oral. Denpasar: Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
KM Geetha, M Leeky, TV Narayan, S Sadhana, J Saleha. 2015. Grading of Oral Ephitelial
Dysplasia: Points to Ponder. J Oral Maxillofac Pathol. 19(2): 198-204 [online]
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5072092/ diakses 28 April 2019,
20.00)
Oral Health. 2016. A New Look at Oral Dysplasia [online]
(https://www.oralhealthgroup.com/features/new-look-oral-dysplasia/ diakses 28
april 2019, 20.15)
Cawson, R.A. E.W, Odel. 2002. Essential of Oral Pathology and Oral Medicine . 7th ed.
Churchill Livingstone : Edinburg
Pindborg, J.J. 1994. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Alih bahasa oleh K. Wangsaraharja.
Jakarta : Bina Aksara

13

Anda mungkin juga menyukai