Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

LEUKOPLAKIA DAN ERYTHROPLAKIA

Oleh :
Alfiani Jamilah 17710014

Pembimbing :
drg. Wahyuni Dyah Parmasari, Sp. Ort

SMF ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Istilah leukoplakia pertama kali digunakan oleh Schimmer pada tahun 1877, untuk
menerangkan sebuah lesi putih pada lidah yang merupakan gambaran klinis glositis sifilis.
Leukoplakia memiliki gambaran tipis, berupa bercak putih pada gusi, pipi bagian dalam dan
kadang-kadang ditemukan pada lidah. [1]

Leukoplakia adalah istilah yang digunakan untuk penampakan lesi putih yang bersifat
prekanker. World Health Organization (WHO) mendefinisikan leuoplakia sebagai ‘Plakat putih
risiko yang dipertanyakan telah mengeluarkan penyakit atau gangguan lain yang diketahui yang
tidak meningkatkan risiko kanker.’ Leukoplakia sendiri hanya istilah klinis, dan definisinya
biasanya dimodifikasi setelah evaluasi histopatologis. [1]
Penyebab dari leukoplakia dianggap multifaktorial, tetapi merokok dianggap sebagai faktor
yang sering terlibat hal ini berbanding lurus dengan banyaknya leukoplakia ini ditemukan ini di
kalangan perokok dari pada di kalangan non-perokok, sedangkan alkohol dianggap sebagai
faktor risiko independen. Secara klinis, leukoplakia dibagi menjadi lesi homogen dan non
homogen. Jenis homogen biasanya berupa plak putih tipis, rata, dan seragam dengan setidaknya
1 area yang berbatas tegas dengan atau tanpa figur sedangkan non homogeneous leukoplakia
ditandai dengan adanya bintik-bintik atau erythroplakic dan nodular atau daerah verrucous.
Kendala dalam menegakkan diagnosis leukoplakia masih sering terjadi, hal ini disebabkan oleh
beberapa kemungkinan seperti etiologi leukoplia yang belum jelas hingga perkembangan yang
agresif dari leukoplakia yang mula-mula hanya sebagai hiperkarotis tetapi akhirnya menjadi
[3]
karsinoma skuamosa dengan angka kematian yang tinggi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LEUKOPLAKIA
a. Definisi Leukoplakia Oral

Istilah leukoplakia pertama kali digunakan oleh Schimmer pada tahun 1877
untuk menerangkan sebuah lesi putih pada lidah yang kemungkinan merupakan
gambaran klinis glositis sifilis. WHO mendefinisikan leukoplakia sebagai lesi putih
keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa mulut yang tidak mempunyai ciri khas
secara klinis atau patologis seperti penyakit lain, dan tidak terkait dengan agen
penyebab fisik atau kimia kecuali penggunaan tembakau. Secara histopatologi,
leukoplakia didefinisikan sebagai bercak putih pada mukosa dengan epitel mengalami
[1]
hiperkeratosis dengan dasar yang terdiri dari sel spinosum.

b. Etiopatogenesis Leukoplakia Oral

Etiologi kebanyakan kasus leukoplakia tidak diketahui (idiopatik). Namun


beberapa penelitian menunjukkan inisiasi kondisi leukoplakia dipengaruhi faktor
ekstrinsik maupun intrinsik. Faktor yang paling sering dihubungkan dengan terjadinya
leukoplakia adalah merokok, konsumsi alkohol, iritasi kronis, kandidiasis, kekurangan
[2]
vitamin, gangguan endokrin, serta karena serangan virus tertentu.
Beberapa penelitian menunjukkan peranan penting infeksi Candida sebagai
pencetus terjadinya leukoplakia. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan
infeksi Candida albicans dan keberadaannya yang simultan memegang peranan
penting dalam terjadinya transformasi malignan selain infeksi Candida albicans,
penelitian yang pernah dilakukan juga mengaitkan defisiensi beberapa vitamin dengan
terjadinya leukoplakia. Penurunan level serum vitamin A, B12, C, beta karotin, dan
[2]
asam folat yang signifikan dapat meningkatkan kemungkinan leukoplakia.
Penelitian oleh Schepman et all menunjukkan bahwa perokok aktif memiliki
kemungkinan enam kali lebih besar menderita leukoplakia dibandingkan orang yang
tidak merokok. Penelitian lain juga menunjukkan konsumsi alkohol meningkatkan
kemungkinan perkembangan malignansi di rongga mulut. Infeksi Human Papilloma
Virus (HIV) juga dapat menyebabkan perkembangan malignansi di rongga mulut.
Virus ini mengekspresikan protein onkogenik seperti human papilloma virus-16L1
[2]
yang dapat menyebabkan karsinogenesis.
Secara umum, terjadinya leukoplakia dapat dijelaskan sebagai berikut. Ketika
sel jaringan terpapar karsinogen, sel akan berusaha untuk beradaptasi. Sel akan
berproliferasi, menyempitkan kapasitas sitosoliknya, dan menggabungkan beban
organel-organelnya dalam rangka adaptasi tersebut. Dalam kaitannya dengan epitel
rongga mulut, adaptasi ini dilakukan dengan memperbesar ruang progenitor
(hiperplasia). Hiperplasia ini menjadi tanda yang paling awal muncul. Ketika iritan
bertahan lebih lama, epitelium akan menunjukkan bentuk degenerasi seluler sehingga
mengalami atrofi. Ketika fase adaptasi dan kerusakan sel reversible selesai, sel akan
memasuki tahap kerusakan yang irreversible, yang berupa terjadinya apoptosis atau
transformasi malignan. Sebagai respon adaptasi, terjadi gangguan genetik yang
menempatkan sel untuk terus dapat berproliferasi dan menyebabkan transformasi
[2]
malignan yang lebih banyak lagi.

c. Manifestasi Klinis Leukoplakia Oral

Leukoplakia ditandai dengan adanya plak putih yang tidak bisa digolongkan
secara klinis atau patologis ke dalam penyakit lainnya. Leukoplakia merupakan lesi
pra kanker yang paling banyak, yaitu sekitar 85% dari semua lesi pra kanker.
Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lingual, labia, palatum,
daerah dasar cavum oris, gingiva, mukosa lipatan buccal, serta mandibular alveolar
ridge. Bermacam- macam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung dari awal
terjadinya lesi tersebut, dan setiap individu akan berbeda.
Lesi awal dapat berupa warna kelabu atau sedikit putih yang agak transparan,
berfisura atau keriput dan secara khas lunak dan datar. Biasanya batasnya tegas tetapi
dapat juga berbatas tidak tegas. Lesi dapat berkembang dalam minggu sampai bulan

menjadi tebal, sedikit meninggi dengan tekstur kasar dan keras.


Selanjutnya leukoplakia dapat berkembang menjadi granular atau nodular
leukoplakia. Leukoplakia juga dapat berkembang dan berubah bentuk menjadi
eritroplakia. Terdapat beberapa tipe klinis leukoplakia, antara lain:
1. Leukoplakia Homogen
Dalam perkembangannya, leukoplakia dapat menjadi semakin meluas, menebal,
disebut leukoplakia homogen. Pada tipe ini, terutama berupa lesi putih yang datar
dan tipis. Lesi ini dapat terlihat sebagai retakan yang dangkal dengan permukaan
yang halus atau berkerut. Teksturnya konsisten. Tipe ini biasanya asimptomatik.
2. Leukoplakia non homogen
Terutama berupa lesi putih atau putih disertai merah (eritroplakia). Permukaan lesi
ireguler, bisa rata, nodular (speckled leukoplakia) atau exophytic(exophytic atau
verrucous leukoplakia). Pada verrucous leukoplakia, permukaan lesi tampak sudah
menonjol, berwarna putih, tetapi tidak mengkilat. Tipe leukoplakia ini biasanya
disertai dengan keluhan ringan berupa ketidaknyamanan atau nyeri yang
terlokalisir.
3. Proliferative verrucous leukoplakia
Merupakan tipe leukoplakia yang agresif yang hampir selalu berkembang menjadi
malignansi. Tipe ini ditandai dengan manifestasi multifokal dan menyebar luas, sering
terjadi pada pasien dengan faktor risiko yang tidak diketahui. Secara umum, leukoplakia
non homogen memiliki risiko yang lebih tinggi untuk bertransformasi menjadi malignan,
[2]
tetapi oral karsinoma dapat berkembang dari berbagai jenis leukoplakia.

d. Diagnosis Leukoplakia Oral

Leukoplakia oral memiliki penampakan makroskopis berupa bercak putih yang


berbatas tegas dan permukaannya sedikit lebih menonjol dibandingkan mukosa mulut
normal. Perkembangan lesi leukoplakia oral dimulai dengan munculnya lesi putih pudar
dan rata. Semakin lama, lesi akan berwarna semakin putih dan menonjol ke permukaan
[5]
mukosa mulut. Pada beberapa kasus, lesi dapat menimbulkan ulkus pada mukosa mulut.

Karena leukoplakia oral tidak menimbulkan gejala klinis, diagnosis pasti leukoplakia
oral hanya dapat dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan histopatologi. Pada
pemeriksaan histopatologi akan ditemukan kelainan pada sel epitel mukosa mulut pada
penderita leukoplakia, antara lain inti sel hiperkromatik, hilangnya polaritas saat mitosis,
inti sel pleomorfik, berubahnya perbandingan ukuran inti sel dan sitoplasma, hilangnya
[5]
diferensiasi sel, dan terjadinya keratinisasi pada sel.

Penegakan diagnosis leukoplakia hampir sama seperti pada penyakit lainnya, mulai
dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan
histopatologi sebagai gold standard. Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang juga dilakukan dengan pengecatan toluidine blue, endoskopi, sitologi,
[2]
pemeriksaan telomerase dan apabila memungkinkan bisa menggunakan PET-scan.
1. Histopatologi

Pada pemeriksaan histologi akan terlihat hiperkeratosis atau penebalan pada


bagian Stratum korneum kulit, Acanthosis (peningkatan ketebalan pada Stratum
spinosum), Intracellular hydropic degeneration (apoptosis), terdapat Epithelial pearl,
[4]
tidak ada tanda- tanda displasia, dan ada infiltrasi round sel pada jaringan ikat.

Gambar 1. Epithelial pearl Gambar 2. Hairy leukoplakia

2. Toluidine blue

Dasar dari pemeriksaan dengan memakai toluidine blue adalah sel kanker akan

mengabsorpsi warna biru, sedangkan jaringan normal tidak.[15]Cara nya yaitu wajah
dan pakaian pasien dilindungi dari tumpahan pewarnaan dan oleskan jelly petroleum
pada bibir pasien untuk mengurangi pewarnaan. Minta pasien untuk batuk pada cup
besar untuk membuang sisa-sisa yang infeksius, kemudian yang pertama minta pasien
untuk berkumur larutan asam asetat selama 20 detik dan bilas dengan air. Selanjutnya
berkumur dengan larutan toluidin blue selama 20 detik , kemudian larutan asam asetat
kembali selama 20 detik kemudian cuci dengan air. Pewarnaan yang dipertahankan
oleh dorsum lidah adalah normal, bukan positif. Sedangkan apabila warna biru
dipertahankan di region lain dalam rongga mulut dan tidak luntur dengan larutan asam
asetat maka dianggap positif. Untuk mengurangi hasil positif palsu maka apabila hasil
yang pertama positif, maka dilakukan tes kembali setelah 10-14 hari. Jika hasil yang
ke-2 juga positif maka harus dilakukan biopsy (mandatory). Namun apabila lesi yang
dicurigai ternyata negatif, maka dicarikan second opinion atau bila memungkinkan
biopsi. Dibawah ini adalah ilustrasi bagaimana toluidin blue menunjukkan (highlight)
[2
lesi yang dicurigai.
Sebelum pewarnaan Sesudah pewarnaan

Gambar 3. Pewarnaan
toluidine blue

8
3. Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi, terutama flexible fiberoptic, penting dan harus rutin


dilakukan pada penderita kanker rongga mulut, faring, laring dan esophagus. Tujuan
pemeriksaan ini adalah mencari synchronous cancers. Adapun pemeriksaan sitologi
dapat berasal dari sel-sel eksfoliatif atau dari cucian mulut, ataupun dari specimen
[2]
kerokan dari lesi di rongga mulut, baik lesi prakanker atupun lesi yang dicurigai.
4. PET-SCAN
Teknik ini merupakan pencitraan yang sangat sensitive untuk menemukan tumor
[2]
primer yang kecil (pada unknown/occult primary tumor) dan adanya metastase.

e. Diagnosis Banding Leukplakia


Dalam menegakkan diagnosis dari leukoplakia maka harus dapat menyingkirkan
beberapa kemungkinan penyakit yang gejalanya hampir mirip dengan penyakit ini. Beberapa
penyakit yang perlu dikesampingkan yaitu :
a) Hairy Leukoplakia

Hairy leukoplakia adalah lesi putih pada rongga mulut, namun tidak termasuk lesi
praganas. Secara klinis ditemukan adanya plak putih tanpa rasa sakit pada
perbatasan lateral lidah. Selain itu juga terdapat riwayat HIV atau
imunosuppresion. Diagnosis definitif dari hairy leukoplakia adalah biopsi dan
pemeriksaan histologi pada lesi. Pada teknik in situ hibridisasi ditemukan adanya
[5]
EBV di dalam jaringan.
b) Lichen Planus

Lichen planus adalah penyakit autoimun yang dapat mengenai kuku, kulit, rambut,
dan membran mukosa. Biasanya ditandai dengan reticular atrophic dan erosif
mucosal. Reticular/plaque lesions biasanya asimptomatik, sedangkan pada lesi
erosif mungkin menyakitkan. Pada biopsi insisi dan pathologi menunjukkan
karakteristik superficial keratinisasi, infiltrasi dense banded lymphocytic dalam
lamina propria superfisial, dan degenerasi basal lapisan liquefactive dan colloid
[5]
bodies yang tersebar atau apoptosis keratinosit.
c) Oral Squamous Cell Carcinoma

Oral squamous cell carcinoma adalah kanker yang yang sering terjadi pada rongga
mulut. Secara klinis terlihat sebagai plak keratosis, tepi lesi yang indurasi, ulserasi,
8
dan kemerahan. Biasanya pada oral squamous cell carcinoma berhubungan dengan
lymphadenopathy atau dysphagia. Terdapat nyeri atau mati rasa menunjukkan
invasi mendalam pada struktur tulang atau jaringan lunak. Pada biopsi insisi dan
[5]
patologi menunjukkan bukti adanya karsinoma yang invasif dan keratin pearls.
d) Discoid Lupus Erythematosus

Discolid lupus erythematosus biasanya ditandai dengan adanya pattern lichenoid

dan lesi erosif atau inflamasi.[21] Pada insisi biopsi dan patologi menunjukkan
vakuola keratosit, patchy periodic-acid-schiff positif dan edema di lamina propria,

serta infiltrasi inflamasi yang berat atau perivaskular.[22] Pada pemeriksaan direc
immunofluorescence akan menunjukkan deposit globular IgG, IgA, dan fibrinogen
[5]
yang tidak merata disepanjang zona membran.
e) White Sponge Nevus

White sponge nevus merupakan kelainan bawaan menunjukkan transmisi


autosomal dominanyang ditandai dengan adanya plak putih pada mukosa pipi
(sering bilateral), dan jarang terjadi pada jaringan lingual dan labial. Pada white
sponge nevus tidak ada tes yang dapat membedakan karena temuan klinis saja
[5]
sudah cukup.

f. Penatalaksanaan Leukoplakia Oral

Manajemen diawali dengan pemeriksaan fisik secara berkala yang diulang setelah
2-3 minggu untuk menilai pengecilan ukuran. Pasien diperintahkan untuk
menghentikan kebiasaan seperti merokok, konsumsi alkohol, konsumsi sirih dan
berbagai hal yang dapat mengganggu kebersihan dan menyebabkan trauma pada
mulut. Jika ada perubahan maka dilakukan tindak lanjut setiap 3 bulan sekali
kemudian dilanjutkan dengan 6 bulan sampai 12 bulan sekali. Lesi risiko rendah yang
tidak mengalami pengecilan ukuran bahkan setelah penghentian kebiasaan (merokok,
meminum alkohol, dsb), atau dalam kasus lesi berisiko tinggi, biopsi wajib dilakukan
untuk menilai tingkat displasia epitel. Dalam kasus yang tidak menunjukkan adanya
tanda displasia, maka pengobatan konseratif lah yang disarankan. Sedangkan jika ada
tanda displasia sedang maupun berat, tindakan bedah sangat disarankan. Perawatan
non-bedah menyebabkan efek samping yang minimal, khususnya pada pasien dengan
lesi yang tersebar luas, leukoplakia yang melibatkan area besar mukosa mulut, atau
9
pada mereka yang memiliki masalah medis yang memiliki risiko tinggi terhadap
pembedahan, atau ketika pasien menolak intervensi bedah. Selain itu perawatan
nonbedah pun relatif lebih murah dan tak memerlukan perawatan intensif di pusat
[5]
kesehatan.
A. Pengobatan Konservatif

Pengobatan konservatif meliputi penggunaan anti fungal dan agen kemopreventif


seperti vitamin (vitamin A, C, E), fenretinide (vitamin A analog), carotenoids (beta-
carotene, lycopene), bleomycin, protease inhibitor, obat-obatan antiinflamasi, teh
hijau, temulawak, dan lain-lain. Beberapa literatur menyebutkan bahwa terapi
fotodinamik pun dapat dilakukan untuk mengatasi leukoplakia[7]
1. Antifungal

Pada kasus leukoplakia yang disebabkan oleh fungi maka antifungal adalah pilihan
yang tepat untuk mengatasinya. Beberapa antifungal yang dapat digunakan seperti
polyene-nystatin tablet yang larut perlahan di mulut, imidazol, dan fluconazol. Pada
pasien leukoplakia dengan immunocompromize maka dibutuhkan perawatan
antifungal yang lebih toksik seperti amphotericin B.
2. Karotenoid

Karotenoid dapat di definisikan sebagai molekul yang sangat hidrofobik. Contoh


jenis karotenoid yang sering dipakai yakni beta karoten dan lycopene. Beta karoten
adalah perkursor vitamin A yang sering ditemui pada sayuran hijau, orange, atau
kekuningan seperti bayam, wortel, pepaya, mangga, ubi, dan jeruk. Betakaroten
direkomendasikan sebagai obat untuk leukoplakia berhubungan dengan aksi
antioksidannya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa kesembuhan dengan
betakaroten ini berkisar 4%-54% dengan dosis regimen dari 20 sampai 90 mg/hari
selama 3 sampai 12 bulan.
Likopen adalah pigmen merah larut lemak yang ditemukan pada beberapa buah dan
sayur. Sumber utamanya yakni tomat. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa
likopen yang terdapat dalam tomat menjadi regimen yang sangat baik dalam
pencegahan dari leukoplakia. Sama seperti betakaroten, likopen pun memiliki efek
antioksidan yang sangat baik dalam memproteksi sel dari radikal bebas.

10
3. Vitamin

Beberapa vitamin yang dapat digunakan adalah retinoids ( vitamin A/retinol),


Vitamin E, L-Ascorbic Acid ( L-AA/ Vitamin C), dan Ferentinide. Retinoid adalah
semua senyawa natural atau sintetik dengan aktifitas yang sama seperti vitamin A.
Vitamin A memiliki banyak fungsi yang salah satunya yakni berperan dalam proses
diferensiasi sel dan pembentukan keratin. Pada sebuah penelitian yang meneliti
keefektifan vitamin A dalam pengobatan leukoplakia dengan menggunakan gel
tretinoin yang dioleskan secara lokal sebanyak 4 kali sehari pada 26 pasien
leukoplakia non-malignant dengan rata-rata umur 62 tahun menunjukkan bahwa
remisi klinis sebesar 26%. Suplementasi leukoplakia dengan retinoid oral telah
dimulai sejak tahun 1960, namun banyak mengalami penolakan karena
menyebabkan beberapa efek samping seperti hipervitaminosis, efek teratogenik,
toksisitas, dan gangguan dari beberapa sistem organ.
Vitamin E memiliki kapasitas dalam menekan proliferasi tumor
sebagaimana fungsi sebagai pemakan radikal bebas untuk mencegah lipid
peroksidasi. Fenretinide telah terbukti dapat mengobati leukoplakia dengan efek
yang lebih sedikit dari vitamin A analog lainnya. Perannya adalah menghambat
pertumbuhan sel dengan menginduksi apoptosis dengan reseptor dependent atau
reseptor independent. Pasien yang mengaplikasikan fenretinid secara lokal dua kali
sehari telah meunjukan remisi klinis sebesar 75%.

4. Agen antineoplastik

Salah satu agen antineoplastik yang sering digunakan adalah bleomisin.


Bleomisin adalah antibiotik sitotoksik pertama yang digunakan untuk
menyembuhkan neoplasma. Ini pun dapat menjai alternatif dalam pengobatan
leuplakia, meskipun jarang digunakan karena dapat menyebabkan beberapa efek
samping seperti reaksi mukokutaneus seperti stomatitis, alopesia, pruritic erythema,
dan vesikulasi pada kulit.

11
5. Polivenol

Beberapa sumber polivenol yang baik adalah curcumin dan teh hijau. Curcumin
telah digunakan selama ribuan tahun di obat tradisional India. Curcumin dilaporkan
memiliki beberapa fungsi farmakologis termasuk anti-inflamasi, antimikroba,
antivirus, antijamur, antioksidan, chemo-sensitizing, radio-sensitizing, dan
aktivitas penyembuhan luka. Juga diketahui sebagai pencegah inisiasi tumor,
promosi dan metastasis di model eksperimental, dan juga dapat bertindak sebagai
anti-proliferasi agen dengan mengganggu siklus sel, mengganggu mitosis struktur
spindel, dan menginduksi apoptosis dan mikronukleasi. Menurut sebuah penelitian,
29 dari 59 pasien dengan leukoplakia oral diacak untuk menggunakan ekstrak teh
campuran secara lisan serta ekstrak teh topikal. Setelah percobaan 6 bulan, lesi oral
telah menurun dalam ukuran hampir 40% dari pasien yang dirawat.
6. Terapi fotodinamik

Terapi photodynamic adalah metode non-invasif pengobatan untuk tumor


kepala dan leher dan lesi pramaligna . Ini didasarkan pada reaksi foto-kimia, yang
diprakarsai oleh aktivasi cahaya dari obat yang mem photosensitizing tumor dan
menyebabkan kematian sel. Terapi fotodinamik dalam prakteknya membutuhkan
fotosensitisasi secara bersamaan antara obat (photosensitizer), oksigen, dan cahaya
dan dalam keadaan non-termal. Dibutuhkan beberapa jangka waktu untuk
memungkinkan fotosensitizer berkumpul pada jaringan target, kemudian
photosensitizer diaktifkan oleh paparan cahaya low-visible dari panjang gelombang
spesifik obat. Ada beberapa fotosensitizer yang telah dikembangkan dan disetujui
pada waktunya: (1) Photofrin; (2) 5-Asam Aminolaevulinic (ALA); (3) Verteporfin;
(4) Foscan. Keuntungan dari terapi fotodinamik ini adalah relatif lebih murah
dari terapi bedah, efek samping rendah,

toksisitas rendah, dan kosmetik penyembuhan lesinya pun lebih baik dari
terapi bedah karena bersifat kurang invasif .

12
B. Tindakan Bedah

1. Bedah konservatif-eksisi

Pembedahan konvensional mengacu pada eksisi luka dengan pisau


bedah. Pembedahan konvensional mungkin tidak cocok untuk lesi yang
luas atau terletak pada bagian anatomi tertentu. Morbiditas yang tinggi
akibat bedah ini pun menjadi hal yang harus dipikirkan lagi sebelum
melakukannya pada pasien dengan lesi yang luas[9].
2. Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi dapat digunakan sendiri atau sebagai adjuvant untuk


bedah konservatif. Elektrokoagulasi menghasilkan kerusakan termal di
dalam dan di jaringan sekitar, yang menyebabkan nyeri pasca operasi
dan edema, dan menyebabkan jaringan parut yang cukup besar[9]
3. Cryosurgery

Cryosurgery adalah metode perawatan yang melibatkan kerusakan


jaringan terkontrol yang disebabkan oleh suhu rendah. Metode ini
secara lokal menghancurkan jaringan lesional dengan pembekuan in
situ - oleh nitrogen cair atau dinitrogedioksida (N2O2). Ini memiliki
beberapa keunggulan diantaranya tidak terlalu menyebabkan keluarnya
darah, insidensi infeksi sekunder yang sangat rendah, dan cenderung
kurangnya jaringan parut dan rasa sakit. Ini juga dapat digunakan untuk
pasien kelompok risiko tinggi seperti mereka dengan alat pacu jantung,
orang tua, dan mereka dengan koagulopati. Selain itu, cryosurgery
dapat menjadi pilihan pertama dalam kasus lesi multipel dan luas, area
sulit akses bedah, dan area di mana estetika penting. Efektivitas
cryosurgical tinggi dan berkisar dari 80% hingga 100%. Efektivitasnya
tergantung pada pembekuan yang memadai waktu dan kedalaman
pembekuan yang tepat[9].
4. Bedah laser (eksisi atau evaporasi)

Operasi laser telah dilaporkan paling direkomendasikan dalam 30 tahun


terakhir. Karbon dioksida, neodymium: yttrium-aluminium garnet (Nd:
YAG), argon, dan potasium-titanil-fosfat (KTP) laser digunakan dalam
manajemen - penguapan atau eksisi- leukoplakia oral. Presisi mereka
13
memungkinkan pembedahan yang konservatif dan lokasi yang spesifik,
bedah minimal invasif dengan sterilisasi area bedah dan perdarahan
intraoperatif minimal. Laser ini juga memungkinkan periode
penyembuhan pasca operasi yang lebih baik, dengan lebih sedikit
bengkak dan nyeri dan penyembuhan dengan jaringan parut minimal.
Ini dapat dilakukan bahkan untuk lesi yang luas.

g. Prognosis Leukoplakia Oral

Tingkat transformasi keganasan leukoplakia oral bervariasi dari 0 hingga


33%. Secara keseluruhan, 3 hingga 8% leukoplakia mengembangkan
transformasi maligna dalam periode rata-rata lima tahun. Setiap leukoplakia
dapat berubah menjadi karsinoma, bahkan tidak menunjukkan displasia epitelial
pada awalnya (atau di mana displasia terjadi tidak ada pada biopsi yang diambil).
Masalah utamanya adalah transformasi menjadi ganas tidak dapat diprediksi
dengan pasti. Meskipun demikian, beberapa data dapat membantu
mengidentifikasi risiko yang mungkin terjadi. Leukoplakia menunjukkan risiko
transformasi tinggi ketika :
1. mempengaruhi wanita

2. bertahan untuk waktu yang lama

3. muncul pada bukan perokok

4. terletak di dasar mulut atau lidah

5. terlihat pada pasien dengan karsinoma kepala dan leher sebelumnya

6. terinfeksi oleh Candida

7. menunjukkan displasia epitelial

8. menunjukkan DNA aneuploidy.

` Dari semua faktor ini, keberadaan displasia epitelial tampaknya


merupakan indikator paling penting dari potensi keganasannya. Beberapa
leukoplakia menunjukkan tingkat kekambuhan yang meningkat (proliferative
verukus leukoplakia). Di sisi lain, beberapa leukoplakia menghilang secara
spontan tanpa terapi spesifik. Pemeriksaan rutin pada pasien ini sangat penting,
14
mungkin setiap 3, 6 dan kemudian 12 bulan, baik pada pasien yang diobati
maupun yang tidak diobati.[9]

B. ERITROPLAKIA
a. Definisi Erythroplakia
Eritroplakia adalah plak merah yang tidak dapat didiagnosa sebagai
suatu penyakit spesifik dengan dasar analisa klinis. Eritroplakia juga
didefinisikan sebagai bercak merah seperti beludru, menetap, yang tidak
dapat digolongkan secara klinis sebagai keadaan lain apapun. Istilah ini
seperti “leukoplakia” tidak mempunyai arti histologis. Tetapi, sebagian
besar dari eritroplakia didiagnosis secara histologis sebagai displasia epitel
atau lebih jelek lagi mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk menjadi
karsinoma.
Erythroplakia adalah lesi premalignant di mukosa oral yang
ditampilkan sebagai sebuah plak, merah, dan memiliki permukaan berbulu
seperti beludru. Pada beberapa kasus, bercak erythroplakia dapat diselingi
dengan lesi leukoplakia[8].

Gambar 4. Tampilan khas dari Eritroplakiaa


Gambaran yang paling khas dari lesi ini adalah tingginya insiden
atypia selular yang ditampilkan pada pemeriksaan histologis, dan seringkali
dinamakan dengan atrofi epitel. Sebagian besar lesi ini menampilkan
seluruh epitel atypia yang dikenal sebagai karsinoma in situ, diagnosis ini
mengindikasikan untuk segera melakukan bedah . Hal ini menunjukkan
bahwa pemeriksaan biopsi sangat penting untuk semua kasus Eritroplakia1.
Seperti pada kasus leukoplakia, penyebab Eritroplakiaa sangat tidak
jelas apakah Candida sebagai penyebab primer atau sekunder. Namun, pada
umumnya keberadaan Candida sebagai faktor penyebab dapat meningkatkan
15
resiko keganasan. Oleh karena itu, eritroleukoplakia diindikasikan sebagai
lesi yang paling membahayakan dari oral Prekanker[8].

b. Gejala Klinis Eritroplakia


Gambaran Klinisnya, tampak plak berwarna merah, dibatasi dengan
permukaan yang lembut dan halus.
Bentuk lesi Eritroplakia dibagi menjadi 3, yaitu :
(1) bentuk homogen, menunjukkan lesi yang benar-benar merah,
(2) erythroleukoplakia, bercak merah yang diselingi dengan daerah
leukoplakia,
(3) rintik erythroplakia, yang berisi bintik putih atau butiran yang
tersebar.
Letak Eritroplakiaa ini paling sering terdapat pada dasar mulut,
daerah retromolar, langit-langit lunak, dan lidah.

Gambar. 5 Eritroplakiaa mukosa bukal

Gambar. 6 Eritroplakiaa lateral lidah

16
c. Klasifikasi Eritroplakia
Eritroplakia dapat terjadi di setiap tempat di dalam mulut, tetapi paling sering
dalam lipatan mukobukal mandibula, orofaring dan dasar mulut.
Telah dikenal 3 varian klinis dari eritroplakia :
1. Bentuk homogen, yang tampaknya merah rata.
2. Eritroleukoplakia, yang mempunyai bercak-bercak merah yang
bercampur dengan beberapa daerah leukoplakia.
3. Bercak leukoplakia, yang mengandung bintik-bintik atau granula-
granula putih yang menyebar diseluruh lesinya[8].

d. Etiologi Eritroplakia
Eritroplakia dapat terjadi di setiap tempat di dalam mulut, tetapi paling
sering dalam lipatan mukobukal mandibula, orofaring, pilar tonsil, palatum
lunak, permukaan lateral dan ventral lidah, dan dasar mulut. Eritroplakia paling
umum dijumpai pada pasien-pasien perokok berat dan alkaholik. Seorang
perokok berat selain rokok yang dapat menyebabkan iritasi jaringan rongga
mulut oleh asap rokok dan panas yang terjadi pada waktu merokok tetapi juga
disebabkan oleh kandungan zat karsiogenik dalam rokok.
Etiologi dari eritoplakia selain yang perokok berat juga bisa disebabkan
atau diperparah dengan :
1. Alkoholisme
Mengandung zat-zat yang mudah menguap saat ditelan sehingga zat-
zat tersebut menguap dalam mukosa dan menjadikan pertahanan
dinding-dinding selmenurun karena zat-zat tersebut membuat
dinding sel yang dilapisi oleh lipoproteinrusak dan menjadi
permeable sehingga cairan interstitial terus keluar masuk sel
dansekaligus microba dan zat berbahaya dapat masuk dan merusak
sel
2. Kebersihan mulut yang jelek
Hal ini bukan menjadi penyebab utama dalam penyakit eritoplakia,
namun hanya sebagai factor predidposisi yang tetap harus
diperhatikan

17
3. Infeksi Candida albicans
Kandida albicans sering ditemukan pada perkembangan
eritoplakia.
4. Trauma
Trauma dapat berupa gigitan, iritasi pada gigi yang malposisi,
kebiasaan buruk menggigit jaringan lunak rongga mulut
5. Pemakaian protesa logam
Menimbulkan efek korosif pada jaringan lunak
Faktor ekstrinsik sebagai penyebab yakni merupakan agen
eksternal seperti tembakau,alkohol, penyakit sipilis, dan sinar matahari.
Faktor intrinsik merupakan kondisi umum atausistemik pasien, seperti
malnutrisi ataupun anemia defisiensi besi. Walaupun faktor-faktor lain
juga signifikan, kemungkinan bahwa eritoplakia dapat ditularkan secara
herediter, akan tetapi herediter sendiri tidak memainkan peranan
utama[9].
e. Patogenesis
Ada sejumlah keadaan yang menghasilkan perubahan mukosa menjadi
merah. Merahnya lesi ini adalah akibat dari atrofi mukosa yang menutupi
submukosa yang banyak vaskularisasinya. Tepi lesi biasanya berbatas
jelas.Tidak ada predileksi jenis kelamin dan paling sering mengenai pasien
berusia di atas 60 tahun[10]
f. Histopatologi Eritroplakia
Lebih dari 91% dari gambaran histology dari Eritroplakiaa menunjukkan
displasia parah, karsinoma in situ, atau awal dari invasive squamous cell
carcinoma pada saat diagnosis[10]

18
Gambar 7 Histopatologi Eritroplakiaa

g. Penatalaksanaan Eritroplakia
Biopsy adalah keharusan untuk semua tipe eritroplakia, karena 91% dari
eritroplakia menunjukkan dysplasia yang parah, karsinoma in situ,
karsinoma sel skuamosa yang infasif. Pemeriksaan yang cermat dari seluruh
rongga mulut juga diperlukan. Karena 10-20% dari pasien-pasien ini akan
mempunyai beberapa daerah eritroplakia yang hebat, suatu fenomena yang
dikenal sebagai field cancerization. Uji laboratorium pemeriksaan
histopatologi sangat penting dilakukan jika mendapatkan kasus seperti ini.
Jika ternyata dysplastic/malignant maka sebaiknya dilakukan pembedahan
eksisi[8].

C. Eritroleukoplakia
Bila adanya lesi dengan perubahan mukosa putih dan merah secara bersamaan, ini
disebut dengan erythroleukoplakia. Namun, di lesi erythroleukoplakia, daerah merah
atau eritroplakia yang ada ditunjuk untuk menunjukkan perubahan displastik
perbandingan dengan daerah hiperkeratotik berwarna putih. Etiologi lesi ini terjadi
karena adanya kebiasaan Seperti merokok dan juga dikaitkan dengan konsumsi alkohol,
Kemungkinan transformasi penyakit ganas meningkat. Umumnya dianggap lesi
idiopatik dan tanpa asal yang jelas. erythroleukoplakias lebih banyak terjadi pada pria,
karena adanya peningkatan hubungan dengan merokok.
Sebuah studi oleh Feller dkk. mengungkapkan bahwa prevalensi eritroleukoplakia
Sekitar 11,2%. Studi yang sama mengamati Bahwa hal itu terutama mempengaruhi
kehidupan individu dan pria dalam tujuh dekade kehidupan mereka. Dalam laporan

19
kasus kami, pasien adalah laki-laki, berusia 37 tahun, suka Merokok (40 batang sehari)
dan minum alkohol (setiap hari). Daerah anatomi yang paling berpotensi terkena
dampak ganas Kelainannya adalah: mukosa bukal (28,8%), dasar mulut (18,3%),
Rongga alveolar dan gusi (17,3%), dan lidah (12,0%). Pasien yang dilaporkan di sini
memiliki lesi di dalam mukosa bukal.
Diagnosis awal kasus ini adalah kandidiasis hiperplasia kronis karena aspek klinis
lesi dan kebiasaan pasien Merokok dan minum alkohol. Beberapa lesi putih
dipertimbangkan dalam diferensial diagnosis secara oral Gangguan ganas dengan
pewarnaan putih, yaitu pseudomembran dan kandidiasis hiperplasia kronis, linea alba,
lichen planus, Leukoedema, hiperkeratosis reaktif karena mordiscamento oral Dan nevus
putih spongy.
Erythroleukoplakia dapat diobati dengan operasi pengangkatan pada saat biopsi,
atau laser bedah, terapi fotodinamik, dan kemopreventif Agen. Dengan
demikian,diagnosa perlu terlebih dahulu dibuat supaya aman melakukan tindakan. Dalam
kasus di mana moderat Displasia terbukti parah, operasi lengkap pengangkatan dan
pemantauan periodik direkomendasikan karena tingkat kekambuhan yang tinggi.
Pentingnya diagnosis awal dari eritroleukoplakia adalah untuk mengetahui
perubahan potensi dan perkembangan displastik pada karsinoma yang terus terjadi.
Karena kecepatan dan waktu perkembangan dari Lesi menjadi kanker cepat, kombinasi
klinis dan histologis Pemeriksaan sangat penting untuk diagnosis yang akurat, dan Hasil
dari penilaian ini digunakan untuk menentukan tindakan.

20
BAB III
PEMBAHASAN
A. Laporan Kasus 1
Rapidly progressive proliferativeverrucous leukoplakia

Seorang pasien pria berusia 64 tahun mengunjungi klinik swasta, dengan


keluhan utama bercak putih tanpa disertai rasa sakit di sisi kiri pipinya di dalam mulut
sejak 7 bulan. Pasien juga mempunyai riwayat rasa sensasi sedikit terbakar saat
mengunyah makanan pedas sejak 10 hari. Pasien tidak mempunyai riwayat kebiasaan
menggunakan tembakau baik dalam mengunyah dan merokok.
Pada pemeriksaan ekstra oral, wajah pasien tampak simetris dan tidak ada
kelainan yang terdeteksi. Pemeriksaan intra oral menunjukkan patch putih tunggal
berbentuk tidak beraturan dengan ukuran sekitar 2x1 cm. Pada sisi kiri mukosa bukal
memanjang anterior dari sisi distal dari gigi premolar 2 kiri bawah, secara posterior
memanjang sampai ke aspek mesial dari gigi molar 2 (Gbr.1). Permukaan lesi halus
dengan beberapa celah di antaranya. Struktur dan warna mukosa sekitarnya tampak
normal. Pada palpasi, di temukan bentuk dan perluasan lesi tidak dapat dihilangkan.
Lesi pada palpasi tidak lunak. Berdasarkan keluhan dan temuan pada saat pemeriksaan
fisik maka untuk sementara kasus tersebut dapat didiagnosis sebagai leukoplakia halus.

Diagnosis diferensialnya yaitu karsinoma verukosa, Kandidiasis Hypertrophic


dan plak tipe Lichen Planus. Biopsi biopsi insisi dibuat.
Pada 3 bulan follow up lesi berulang pada mukosa bukal yang sama dan juga
lesi baru terlihat di sisi kanan bibir bawah. Lesi pada mukosa bukal sekarang
menunjukkan lebih banyak celah di permukaan. Permukaan lesi pada bibir bawah
21
eksofitik dengan beberapa proyeksi nodular dengan celah di antaranya. Mereka
sementara didiagnosis sebagai karsinoma verukosa. Kedua lesi diambil untuk biopsi
insisional.
Histopathology
Bercak pada bagian H dan E dari kedua lesi menunjukkan fitur displastik ringan
seperti hiperkeratosis bergelombang proliferatif, Acanthosis, peningkatan mitosis pada
lapisan basal dan supra basal epitelium. Proses rete luas dan teratur dan tidak
diperpanjang jauh lebih dalam daripada tingkat umum membran basal di mukosa
sekitarnya. Stroma jaringan ikat fibrosa yang mendasari menunjukkan infiltrasi sel
inflamasi kronis yang ringan (Gambar 3). Akhirnya dengan menghubungkannya
dengan gambaran klinis, kasus ini didiagnosis sebagai Proliferative Verrucous
Leukoplakia.

Diskusi
Leukoplakia oral (leuko = putih; plakia = patch) didefinisikan oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai "patch atau plak putih yang tidak
dapat ditandai dengan karakteristik secara klinis atau patologis seperti penyakit
lainnya." Istilah ini bersifat klinis dan tidak menyiratkan suatu perubahan
jaringan histopatologi spesifik.
Virus termasuk human papillomavirus (HPV) dan Epstein-Barr virus
telah dikatakan berperan dalam terjadinya PVL.
Proliferative verrucous leukoplakia (PVL) adalah penyakit langka yang
sering terjadi pada wanita paruh baya dan lanjut usia, terjadi terutama pada
mukosa bukal, palatum, gingiva, dan lidah. Angka kejadian kejadian wanita
hingga pria adalah sekitar 4:1. Sementara wanita paling sering terkena pada
daerah mukosa bukal, pria memiliki lesi lebih sering di lidah. Hanya 30% pasien
22
dengan leukoplakia verukosa proliferatif yang memberikan riwayat merokok,
sedangkan insiden merokok jauh lebih tinggi pada pasien yang terkena
leukoplakia konvensional. Etiologi PVL masih merupakan teka-teki. Beberapa
penulis menyarankan PVL mungkin memiliki etiologi infeksi yang mungkin
infeksi virus seperti HPV atau EBV. Meskipun beberapa penulis telah
menyarankan bahwa HPV mungkin memiliki peran dalam patogenesis PVL,
Bagan et al. gagal menemukan HPV dalam kelompok pasien mereka dan
menyarankan bahwa tidak ada hubungan PVL dengan HPV, mereka mendeteksi
keberadaan EBV dalam persentase besar pasien.
Sejumlah kasus PVL yang dilaporkan awalnya dilaporkan sebagai
leukoplakia homogen tunggal soliter, sementara yang lain dengan beberapa
lokasi yang terlibat pada saat diagnosis. Apapun presentasi awal, kekambuhan
setelah perawatan terlihat. Segera setelah perawatan pertama lesi muncul lagi,
tidak hanya di sisi sebelumnya tetapi juga di sisi baru – gingiva merupakan sisi
yang paling sering terkena dampak. Pasien yang dilaporkan di sini awalnya
menunjukkan lesi soliter pada mukosa bukal kiri, dan dalam waktu singkat lesi
muncul dan juga menunjukkan tempat keterlibatan lain pada bibir.
PVL menunjukkan pertumbuhan yang persisten, akhirnya menjadi
eksofitik dan verukosa. Ketika lesi berkembang, mereka dapat berubah menjadi
karsinoma sel skuamosa penuh (biasanya dalam 8 tahun dari diagnosis awal
PVL) Hansen et al. dijelaskan bahwa PVL berkembang melalui kontinum
histopatologi yang meliputi 10 tahap - dari hiperkeratosis ke karsinoma sel
skuamosa. Belakangan, Batsakis dkk. mengusulkan hanya 4 tahapan kontinum
sebelum membentuk karsinoma sel skuamosa Oral. Secara histopatologis,
perubahan PVL secara bertahap dari plak sederhana hiperkeratosis tanpa
displasia menjadi hiperplasia verukosa, diikuti oleh karsinoma verukosa
akhirnya adalah Oral Squamous Cell Carcinoma.
Diagnosis banding klinisnya yaitu Keratosis friksional, Homogeneous
Leukoplakia, Papilloma, Hiperplasia Papiler, Sindrom Cowden, Hiperplasia
Verrukosa dan Karsinoma Verrus.
Ambiguitas PVL semakin diperparah karena tidak ada kriteria yang
menentukan seberapa luas perubahan leukoplakik seharusnya atau berapa
banyak atau sub-oral mana yang harus dilibatkan atau berapa banyak
kekambuhan yang seharusnya terjadi agar memenuhi syarat untuk diagnosis
23
PVL. Kurangnya kriteria diagnostik yang tepat adalah alasan utama pasien PVL
yang tidak mendapatkan perawatan yang benar.
Perawatan yang direkomendasikan terdiri dari beberapa teknik seperti
operasi laser CO2, operasi yang terkait dengan radioterapi, cryotherapy, retinoid
A, terapi vitamin A sistemik, vitamin topikal, bleomycin, dan terapi
photodynamic.
Kesimpulan
Leukoplakia verukosa proliferatif adalah bentuk leukoplakia oral yang
jarang namun sangat agresif, Progresif. Pasien dengan PVL diuntungkan jika
bisa dilakukan diagnosis sejak dini dan pengobatan yang lebih baik dapat
diberikan kepada pasien ini, sehingga meningkatkan prognosis mereka. Semua
pasien dengan lesi putih rekuren, sekalipun tidak berbahaya dalam penampilan,
patut dicurigai sebagai PVL. Diperlukan tindak lanjut yang kuat. Biopsi lanjutan
lesi lama dan baru adalah suatu keharusan. Harus diperlakukan dengan
pendekatan agresif. PVL dapat didiagnosis dengan percaya diri hanya dalam
retrospeksi dan biopsi serial.

24
B. Laporan Kasus 2
Bilateral Speckled Leukoplakia: A Case Report
Seorang pasien laki-laki berusia 55 tahun yang sehat secara fisik datang ke poli gigi
rawat jalan dengan keluhan utama terdapat bercak putih di Di dalam pipi kiri kanan
sejak 3 tahun. tidak ada kelainan yang terdeteksi secara ekstraoral. Pada pemeriksaan
intraoral, Bercak edema dengan bercak putih terlihat di sebelah kiri (Gambar 1A) dan
mukosa bukal kanan (Gambar 1B) dengan diameter berukuran sekitar 5 cm x 3 cm,
memanjang ke anterior dari commisure bibir dan membentang 5 cm ke posterior sampai
daerah molar kedua. 3 cm di atas ruang depan sampai 0,5 cm di atas ruang depan secara
inferior. dalam bentuk Lesi itu tidak beraturan, daerah sekitarnya tampak normal. Pada
palpasi lesi tidak nyeri, konsistensi keras, tidak mudah tergores dan tidak berdarah.
Terdapat bintik-bintik leukoplakia pada mukosa bucccal kiri dan kanan. dilakukan
pewarnaan biru Toluidine dan biopsi insisi. Toluidine blue stain tidak menunjukkan
area retensi pada keduan mukosa bukal. Spesimen biopsi insisi menunjukkan epitel dan
jaringan ikat, epitel adalah berbagai ketebalan dan hiperkeratin dengan perubahan
displasia ringan.
Diskusi
WHO mendefinisikan leukoplakia sebagai patch atau plak keputihan yang tidak
bisa dicirikan secara klinis atau patologis, seperti penyakit lain dan yang tidak terkait
dengan penyebab fisik atau kimia lainnya kecuali penggunaan tembakau. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menggunakan istilah Speckled Leukoplakia (SL) untuk
mendeskripsikan Adanya patch putih dan merah pada mukosa mulut.
Faktor etiologi yang terlibat adalah penggunaan alkohol dan merokok, diet kurang
antioksidan (seperti vitamin C, E, dan beta-karoten), paparan pekerjaan terhadap
karsinogen, infeksi virus, genetik, tembakau. Bentuk tembakau lainnya, hyperacidity,
lipstik, dan gigi palsu yang tidak pas yang menunjukkan bahwa status sosial ekonomi
dan gaya hidup terlibat dalam menyebabkan lesi premalignan
Berbagai modalitas pengobatan termasuk penghentian tembakau dan penggunaan
alkohol, aplikasi retinoid topikal, pengobatan sistemik dengan Vitamin A, beta-karoten,
lycopene, isotretinoin. pembedahan termasuk eksisi bedah konvensional, eksisi laser,
terapi photodynamic, cryotherapy dan elektrokauter. Bintik leukoplakia membawa risiko
lebih tinggi berkembang menjadi keganasan jenis lainnya. Jadi diagnosis dini dengan
biopsi harus dilakukan untuk menghindari transformasi berbahaya.

25
Figure 1A: Left buccal mucosa showing erythematous patch with white specks.
1B: Right buccal mucosa showing erythematous patch with white specks.

Kesimpulan
Akan lebih baik bila dilakukan deteksi dini bercak leukoplakia. Karena
berpotensi menjadi keganasan leukoplakia, Biopsi harus dilakukan untuk mendapatkan
diagnosis yang tepat dan untuk melakukan perencanaan perawatan segera.

C. Kasus 3
Carcinoma in situ in erythroleukoplakia
Seorang pria perokok berusia 41 tahun mendatangi Klinik gigi dan mulut di
Universitas Negeri Maringá, Brasil, melaporkan lesi asimptomatik di sisi kiri mukosa
bucal pada waktu perkembangan yang tidak diketahui. Pemeriksaan intraoral
menunjukkan plak merah di dekat daerah premolar dan plak nodular putih.

(Gambar 1).
Lesion on the left side of the jugal mucosa, of unknown time of development, showing
26
a red and white plaque.
Diagnosis sementara adalah karsinoma sel skuamosa. sampel Biopsi dikumpulkan
dari daerah nodular putih posterior dan dari daerah merah anterior. Pemeriksaan
histopatologi menggunakan pewarnaan hematoksilin dan eosin menggambarkan
hiperkeratosis dan atrofi, dengan karsinoma fokal in situ di daerah merah anterior,
kompatibel dengan karsinoma in situ pada OEL. Pemeriksaan juga mengungkapkan
hiperkeratosis dengan displasia sedang di daerah putih yang lebih posterior, cocok dengan
diagnosis OL. epitel skuamosa yang meliputi mukosa menunjukkan berbagai derajat
ortoandparakeratosis, dengan sel-sel krista rhomboid yang menunjukkan
hiperkromatisme dan pleomorfisme di sekitar setengah dari ketebalan epitel. Namun, area
yang lebih kecil menunjukkan fitur displastik yang lebih jelas di seluruh epitel, tetapi
tanpa tanda-tanda pola infiltratif (Gambar 2A). Fitur terdiri dari stratifikasi tidak teratur
dan berubah, drop proyeksi bergantian dengan atrofi (Gambar 2A dan 2B), rasio
nukleositoplasma yang tidak biasa, hyperchromatism, pleomorphism, kehilangan adhesi
antareluler dengan tokoh mitotik yang jarang terjadi (Gambar 2C), dan fokus dyskeratotic
(Gambar 2). 2D). Jaringan ikat yang mendasari area ini menunjukkan perubahan
inflamasi yang lebih intens.

Fig. 2. Photomicrographs of biopsy samples. A, Transition from moderate atypia to


carcinoma in situ (magnification 4x). B, Disorganized and altered stratification,
(magnification 10x). C, Dysplastic cellular features and mitotic activity (arrow,
magnification 40x). D, Dyskeratotic focus (arrow, magnification 40x).

27
Gambaran klinis dan mikroskopik sesuai dengan diagnosis OEL yang terkait dengan
karsinoma fokal in situ. Pada tahap ini, pasien diberi penjelasan menyeluruh tentang
pilihan pengobatannya: (1) pasien dapat dirujuk ke ahli bedah leher dan kepala, yang
mungkin akan menggunakan pendekatan invasif, terkait dengan radioterapi;
(2) pasien dapat menjalani perawatan rawat jalan di Klinik Oral Medicine dengan
pendekatan yang lebih konservatif.
Dikarenakan ukuran lesi yang luas dan fakta bahwa eksisi besar tunggal dapat
membatasi gerakan mulut, prosedur bedah terdiri dari tiga eksisi multipel menggunakan
pisau bedah, dilakukan dalam periode 2 bulan, dengan interval 30 hari setiap prosedur.
Karena adanya karsinoma in situ di daerah yang merah, prosedur pertama terdiri dari
seluruh eksisi, serta bagian dari area putih lesi, menggunakan margin keamanan 5-mm
(Gambar 4). Selain itu, pasien diinstruksikan untuk berhenti merokok.

Fig. 3. First excision. A, Removal of the entire red area, and part of the white region
of the lesion. B, Wound closed by direct approximation of the margins to allow healing
by first intention. C, Macroscopic aspect of the removed tissue. D, One week after
surgery the region shows satisfactory healing and unaltered mouth movements.

28
Pemeriksaan klinis satu bulan setelah eksisi pertama menunjukkan plak putih
sugestif leukoplakia (Gambar 4A). kemudian dilakukan Eksisi kedua (Gambar. 4B),
dan pemeriksaan mikroskopis menunjukkan atypia diskrit hingga sedang (Gambar
4C). Pemeriksaan intraoral dua bulan setelah eksisi pertama menunjukkan plak putih
kecil bahkan lebih posterior daripada sebelumnya (Gambar 4D). Selanjutnya,
dilakukan eksisi ketiga (Gambar 4E), yang menunjukkan atypia diskrit (Gambar 4F).
Eksisi kedua dan ketiga dilakukan di daerah molar yang lebih posterior menggunakan
margin keamanan 5 mm yang sama. Jaringan kedua eksisi ini kompatibel dengan
leukoplakia tanpa tanda-tanda transformasi maligna (Gambar 4C, 4F). Pasien berhenti
merokok dan di bawah pengawasan ketat, yang telah terlihat setiap minggu selama tiga
bulan pertama, setiap bulan hingga satu tahun, dan setiap tiga bulan setelah itu. Tidak
ada tanda-tanda kekambuhan yang diamati 15 hari setelah eksisi ketiga dan terakhir,
tindak lanjut 12 bulan (Gambar 5).

Fig. 4. Second and third excisions. A, 30 days after the first excision the region showed
a white plaque suggestive of leukoplakia. B, Second excision is performed. C,
Microscopic examination revealed discrete to moderate atypia compatible with
leukoplakia. D, 60 days after the first excision the region showed a small white plaque.
E, Third excision is performed. F, Microscopic examination revealed discrete atypia
with no signs of malignant transformation.

29
Fig. 5. Twelve-month follow-up showed no signs of recurrence. The white patch is
hyperkeratosis due to cheek biting.

DISKUSI
OEL dianggap sebagai leukoplakia non-homogen dengan plak putih dan merah
campuran dan memiliki risiko tinggi transformasi menjadi maligna. Daerah merah atau
erythroplakia tampak lebih mungkin mengalami perubahan displastik daripada yang
hiperkeratotik putih, seperti yang ditemukan dalam kasus ini, sel-sel yang paling
atipikal diamati di daerah merah. Yen et al. (2008) menemukan bahwa penggunaan
sirih dan rokok menghasilkan 42,2% risiko mengembangkan leukoplakia dan 95,0%
salah satu dari pengembangan OEL setelah 20 tahun masa tindak lanjut. Pasien dalam
kasus ini telah merokok sekitar sepuluh batang per hari selama 20 tahun dan biopsi
awal menunjukkan karsinoma in situ yang terkait dengan OEL.
Karena modalitas pengobatan untuk OEL bervariasi, maka pertimbangkan tahap
perkembangan dan potensi ganas yang tinggi, orang mungkin bertanya-tanya apakah
pengobatan harus konservatif atau invasif. Untuk memverifikasi modalitas perawatan
yang paling banyak digunakan, kami meninjau literatur tentang masalah ini. Sumber-
sumbernya adalah Medline dan database Lilacs, teks-teks harus ditulis dalam bahasa
Inggris, dan istilah pencarian adalah lisan dan tidak homogen atau leukoplakia atau
erythroleukoplakia. Leukoplakia non-homogen digunakan, karena banyak penulis
menganggapnya sinonim untuk erythroleukoplakia. Ditemukan delapan studi tentang
pengobatan OEL yang diterbitkan antara 1987 dan 2010. Dari total 226 kasus, 211
diobati dengan cara pendekatan klinis (terapi photodynamic dan follow-up klinis ), dan
15 diobati dengan eksisi bedah (Tabel 1).

30
Adapun pendekatan klinis, terapi photodynamic (PDT) digunakan dalam
pengobatan gangguan berpotensi ganas karena non-invasif, direspon dengan baik oleh
pasien, dapat digunakan berulang kali tanpa efek samping kumulatif, dan
menghasilkan pembentukan bekas luka kecil. Namun, teknik ini menunjukkan
keberhasilan variabel, hasil tindak lanjut yang tidak konsisten, dan kekambuhan.
Memang, kekambuhan penyakit menggunakan PDT dapat bervariasi antara 21% dan
29%. Sebuah studi plasebo-terkontrol double-blind [Sankaranarayanan et al (1997)]
menemukan bahwa vitamin A dan beta-karoten, keduanya digunakan sendiri,
menunjukkan hasil yang lebih baik pada leukoplakias homogen dan lesi yang lebih
kecil. Dengan demikian, penggunaan baik vitamin A atau betakaroten dipertanyakan
dalam kasus ini, karena ukuran lesi dan karsinoma terkait in situ. Pengobatan
tradisional untuk OEL adalah eksisi komplit, terutama untuk lesi dengan displasia
berat. Eksisi komplet memungkinkan analisis histologis dari seluruh lesi, yang dapat
mengungkapkan perubahan yang tidak terdiagnosis pada biopsi pra operasi. studi
jangka panjang belum menunjukkan apakah kekambuhan terjadi setelah perawatan
non-bedah. Dua dari delapan studi yang ditinjau menggunakan eksisi bedah untuk
mengobati OEL dengan tingkat kekambuhan bervariasi dari 10,1% hingga 20%.
Penelitian ini memilih pendekatan bedah karena biopsi telah menunjukkan
transformasi awal ganas. Selain itu, beberapa eksisi terkait dengan keamanan margin
dipilih karena ukuran lesi yang besar, karena luka yang besar dapat membatasi gerakan
mulut dan mempersulit pemulihan pasca operasi. Pilihan ini juga memungkinkan
pemeriksaan mikroskopis tambahan, yang mengungkapkan berbagai tingkat atypia,
yang memandu pengobatan. Perawatan khusus diambil selama prosedur bedah untuk
tidak menutup pembukaan saluran parotid untuk mencegah atrofi kelenjar dan
menghindari komplikasi lebih lanjut seperti mukosil atau pengurangan aliran saliva.
Luka tertutup oleh pendekatan langsung dari margin, memungkinkan penyembuhan
dengan tujuan pertama, dan tidak ada pengurangan pembukaan mulut secara
signifikan.
Vedtofte et al (1987) 8 menyatakan bahwa defek mukosa yang disebabkan oleh
eksisi dapat diperbaiki dengan niat kedua atau ditutup dengan menggunakan teknik
lain, seperti perkiraan langsung dari margin luka, transposisi oleh flap mukosa lokal,
cangkok mukosa bebas, dan perpecahan bebas. transplantasi kulit.

31
Sejauh yang kami ketahui, tidak ada penelitian yang menggunakan cangkok
alloplastik pada lesi yang berpotensi ganas yang pengobatannya dapat menyebabkan
defek besar. Meskipun transplantasi dapat digunakan untuk memulihkan situs bedah
luas, seperti yang dianjurkan oleh beberapa penulis, mereka mungkin terinfeksi oleh
Candida sp, mengalami kontraksi pasca operasi, kelainan bentuk, dan menutupi tanda-
tanda awal kekambuhan. Laser dan cryotherapy dapat digunakan sendiri atau terkait
dengan metode bedah untuk perawatan OEL. Cantarelli Morosolli dkk. (2006)
melaporkan keberhasilan kasus penyakit yang diobati dengan laserisasi eksisi dan
karbon dioksida. Studi kohort menemukan bahwa operasi laser memainkan peran
penting dalam diagnosis dan pengobatan lesi yang berpotensi ganas. Penggunaan
cryosurgery, meskipun dilaporkan dalam literatur berbagi dengan laser ablasi,
kerugian utama tidak tersebar seluruh lesi untuk pemeriksaan histologis. Selain itu,
cryotherapy menyebabkan nyeri postoperatif dan pembengkakan, dan lesi yang
berpotensi ganas jarang sekali dihancurkan.
Vedtofte et al. (1987) menemukan bahwa lesi premalignan yang diobati dengan
eksisi bedah menunjukkan tingkat kekambuhan umum 20%, sering didiagnosis pada
tahun pertama pasca operasi. Kebanyakan kekambuhan OEL ditemukan di daerah
yang berdekatan dengan lesi yang sebelumnya diobati. Kekambuhan erythroplakia dan
leukoplakia verukosa adalah 40% dan 55,6%, masing-masing leukoplakia
menunjukkan tidak ada rekurensi. Dua kasus OEL berubah menjadi karsinoma, serta
satu kasus leukoplakia verukosa. Rekurensi lesi yang berpotensi ganas sering kali
berdekatan dengan lesi yang dieksisi, mungkin karena margin keamanan 3-5 mm tidak
mengangkat seluruh jaringan yang berubah secara patologis. Para penulis
mempertimbangkan operasi eksisi perawatan yang memuaskan untuk lesi yang
berpotensi ganas dan menekankan pentingnya menggunakan teknik yang
memungkinkan pemeriksaan histologis dari seluruh lesi.
Kesulitan dalam menentukan margin lesi sangat sering terjadi pada erythroplakia
atau OEL, yang dapat menjelaskan tingkat kekambuhan tinggi lesi ini. Untuk
menghindari meninggalkan jaringan patologis di situs bedah dan meminimalkan risiko
kekambuhan, penelitian ini memilih untuk beberapa eksisi. Gerakan mulut normal dan
tidak ada tanda-tanda kekambuhan. Selain itu, risiko kekambuhan dan transformasi
maligna berkurang dengan penghapusan faktor risiko, seperti penghentian tembakau
dan alkohol. Pasien diinstruksikan untuk berhenti merokok,saat ini sedang dalam
tindak lanjut yang ketat.
32
Dalam laporan kasus ini, diusulkan modalitas konservatif perawatan bedah OEL.
Meskipun masih merupakan prosedur pembedahan, prosedur ini minimal invasif
dibandingkan dengan pendekatan tradisional yang digunakan oleh ahli bedah kepala
dan leher dan ahli onkologi. Pendekatan khas mereka terdiri dari eksisi yang lebih
radikal dan ekstensif yang biasanya menghasilkan gangguan penampilan dan fungsi
estetika. Keputusan tentang apakah akan mengadopsi pendekatan yang radikal atau
yang lebih konservatif adalah pendekatan yang sulit, karena sejauh ini penelitian
belum menetapkan protokol tunggal untuk menangani kasus-kasus seperti itu. Pilihan
pengobatan kasus seperti yang sekarang memerlukan penilaian yang cermat dari
keadaan individu, dengan mempertimbangkan tingkat atypia seluler, lokasi dan akses
ke lesi, serta ukurannya. Kami percaya bahwa, pada prinsipnya, lesi ini tidak boleh
diperlakukan sebagai keganasan, sehingga memungkinkan kita untuk menghindari
protokol rutin dari reseksi besar dan terapi adjuvant, seperti radioterapi. Selain itu,
kami percaya bahwa seseorang harus mengingat bahwa karsinoma in situ tidak invasif.
Pengangkatan operasinya, bersama dengan penghentian faktor risiko, seperti
tembakau, serta pemantauan konstan dapat diterjemahkan menjadi pengobatan yang
berhasil. Selain itu, beberapa operasi memungkinkan beberapa penyelidikan
mikroskopis, yang memberikan pasien prospek yang lebih meyakinkan dan jaminan
bahwa tidak ada sel ganas di daerah tersebut.

D. Kasus 4
Oral Leukoerythroplakia
Seorang pasien pria berusia 58 tahun dilaporkan ke departemen kami dengan
keluhan utama sensasi terbakar di daerah pipi kanannya. Pasien telah menyadari adanya
bercak merah di pipi kanannya selama sekitar 2 tahun; Namun, pasien tidak mencari
pengobatan karena lesi itu tidak menyakitkan. Riwayat medis dan gigi tidak
berkontribusi. Pasien memiliki kebiasaan merokok bidi sekitar 25bidis / hari dan
konsumsi alkohol sesekali. Pemeriksaan intraoral menunjukkan patch merah terang 2
cm X 1,5cm dengan bercak putih di permukaannya pada mukosa bukal kanan (Gambar
1). Lesi itu berbatas tegas dari mukosa normal di sekitarnya. Tidak ada indurasi di
sekitarnya. Diagnosis klinis leukoerythroplakia dibuat. Disarankan untuk Eksisi bedah
lesi lengkap (Gambar 2).

33
Pemeriksaan histopatologi dari biopsi menunjukkan epitel skuamosa berlapis
skarakik yang sangat displastik, atrofik dengan fitur displastik seperti hiperkromatisme
nuklir, peningkatan rasio sitoplasma nuklir, pleomorfisma seluler dan nuklir dan
beberapa figur mitosis. Yang mendasari jaringan ikat stroma menunjukkan infiltrasi sel
inflamasi padat, terutama limfosit. Berdasarkan fitur histopatologi, maka dapat
disimpulakan diagnosanya adalah displasia berat.
Diskusi
Pada tahun 1911, Queyrat mendeskripsikan lesi pra-kanker yang sangat jelas,
berwarna merah terang, berkilau pada glans penis, yang disebut 'erythroplasie'.
Meskipun lesi merah pada mukosa mulut telah dicatat selama bertahun-tahun,
penggunaan istilah "erythroplakia" dalam konteks ini telah umum hanya sekitar 25
tahun. Selama bertahun-tahun beberapa definisi untuk eritroplakia oral telah disarankan.
Yang paling diterima adalah yang diberikan oleh WHO, yang menggambarkannya
sebagai, '' setiap lesi mukosa mulut yang hadir sebagai plakat beludru merah terang yang
tidak dapat ditandai secara klinis atau patologis seperti kondisi yang dapat dikenali
lainnya ''. Definisi yang diperbarui untuk erythroplakia diajukan oleh Bouquot sebagai
“merah kronis. makula mukosa yang tidak dapat diberikan nama diagnostik spesifik
lainnya dan tidak dapat dikaitkan dengan penyebab traumatik, vaskular, atau inflamasi
”. Tambalan Erythroplakia mungkin terletak di dekat, atau terkait dengan, leukoplakias
oral. Bouquot dan Whitaker menyatakan bahwa eritroplakia dapat terjadi dengan
leukoplakia dalam stadium yang disebut erythroleukoplakia.
Tingkat prevalensi lesi ini telah dilaporkan antara 0,01% - 0,21%. Insiden ini tidak
diketahui, tetapi insidensi tahunan rata-rata untuk karsinoma mulut yang terbukti secara
mikroskopis in situ, yang mewakili sebagian besar eritroplasia, telah diperkirakan 1,2
per 100.000 penduduk (2,0 pada laki-laki dan 0,5 pada perempuan) di Amerika Serikat.
Ini terutama terjadi di dasar mulut, mukosa bukal, langit-langit lunak, lidah ventral
dan faill tonsill. Dalam sebuah penelitian pada 58 kasus eritroplakia, penyakit ini
ditemukan lebih umum di antara orang-orang di usia 50-an dan 60-an. Faktor risiko
untuk kanker mulut seperti mengunyah tembakau, merokok, dan minum alkohol
diasumsikan terkait dengan eritroplakia. Dalam studi kasus-seri baru-baru ini,
erythroplakia dikaitkan dengan prevalensi mutasi TP53 yang tinggi. Mutasi TP53 dapat
dikaitkan dengan paparan tembakau untuk kanker mulut, yang mungkin menunjukkan
bahwa paparan tembakau dapat memainkan peran penting dalam perkembangan
erythroplakia.
34
Diagnosis banding meliputi: kandidiasis eritematosa, SCC dini, iritasi lokal,
mucositis, lichen planus, lupus eritematosus, reaksi obat, dan glukoid rhomboid median.
Karena area kemerahan yang terlokalisasi tidak jarang terjadi di rongga mulut,
area eritroplakia cenderung diabaikan oleh penguji, dan sering kali salah dipastikan
sebagai respon inflamasi transien terhadap iritasi lokal. Diferensiasi erythroplakia dari
lesi inflamasi jinak pada mukosa mulut dapat ditingkatkan dengan menggunakan larutan
1% dari toluidine biru, dioleskan secara topikal dengan swab atau sebagai bilas oral.
Histopathologically, epitel menunjukkan kurangnya produksi keratin dan sering
atrofi, tetapi mungkin hiperplastik. Kurangnya keratinisasi dan ketipisan epitel ini
memungkinkan mikrovaskulatur yang mendasari untuk menunjukkan melalui, sehingga
menyebabkan warna merah. Epitel menunjukkan fitur displastik seperti
hiperkromatisme, pleomorfisme dan peningkatan jumlah tokoh mitosis.6 Dalam sebuah
studi sister, untuk seri besar mereka kasus leukoplakia, Shafer dan Waldron juga
menganalisis pengalaman biopsi mereka dengan 65 kasus eritroplakia. Semua kasus
eritroplakia menunjukkan beberapa derajat displasia epitelial; 51% menunjukkan
karsinoma sel skuamosa invasif, 40% adalah karsinoma in situ atau displasia epitel
berat, dan 9% sisanya menunjukkan displasia ringan-tomoderate. Oleh karena itu,
erythroplakia klinis yang sebenarnya adalah lesi yang jauh lebih mengkhawatirkan
daripada leukoplakia.
Erythroplakia telah dianggap sebagai bentuk yang paling berat di antara semua
lesi premalignan oral karena potensi ganas yang tinggi.Umumnya, tingkat transformasi,
termasuk mereka dengan karsinoma invasif sudah di biopsi, bervariasi dari 14% sampai
50% . Tabel 1 menunjukkan transformasi maligna berbagai lesi premalignan.
Perawatan pilihan untuk erythroplakia adalah eksisi bedah. Namun, karena
rekurensi dan keterlibatan multifokal adalah umum terjadi, maka wajib dilakukakan
follow-up jangka panjang
Kesimpulan
Erythroplakia telah disebut "mukosa mulut yang berbahaya" karena biasanya
muncul sebagai karsinoma in situ, displasia epitel yang parah atau karsinoma invasif
dangkal di bawah mikroskop. Saat ini tidak ada parameter yang dapat diandalkan yang
unik untuk mengidentifikasi lesi prediktif ini transformasi maligna. Penilaian risiko
biasanya didasarkan pada klinis, patologis dan baru-baru ini pada evaluasi bio-
molekuler. Hanya sedikit data yang tersedia pada eritroplakia oral dan ada kebutuhan
mendesak untuk uji coba terkontrol secara acak.
35
DAFTAR PUSTAKA

1. A Villa, C Villa, S Abati. Oral cancer and oral erythroplakia: an update and
implication for clinicians. Department of Medicine, Surgery and Dentistry, University
of Milan, Milan, Italy. Private Practice, Bergamo, Italy. Australian Dental Journal
2011; 56: 253–256
2. Dr. Kajal Shilu1, Dr. Parth Raviya2, Dr. Chandramani B. More3. Potentially malignant
disorder – Oral Erythroplakia: A Review. 1Student, K. M. Shah Dental College and
Hospital, Vadodara, Gujarat. 2Surgeon, K. M. Shah Dental College and Hospital,
Vadodara, Gujarat. 3Head of department, K. M. Shah Dental College and Hospital,
Vadodara, Gujarat. International Journal of Advance Research and Development 2018
; (Volume3, Issue7)
3. Dr. Sheeba Ali, Dr. Puja Bansal, Dr. Deepak Bhargava. Oral Leukoerythroplakia- A
Case Report. American Journal of Pharmacology and Pharmacotherapeutics. 2014;
1(3):134-139.
4. Mahendra Patait, Urvashi Nikate, Kedar Saraf, Priyanka Singh and Vishal Jadhav. Oral
erythroplakia – A case report. International Journal of Applied Dental Sciences 2016;
2(4): 79-82
5. Mariem Meddeb1, Abdellatif Chokri2, Faten Hammedi3, Karim Masmoudi4, Hajer
Hentati5, Jamil Selmi6. Oral leukoplakia: risk of malignant transformation and the
1,2,5,6
importance of surgical excision. Dept. of Medicine & Oral Surgery of the Dentistry
Clinic of Monastir, Tunisia, 3Dept. of Anatomy & Pathological Cytology, Fattouma
Bourguiba University Hospital of Monastire, Tunisia, 4Dept. of Total Prosthesis of the
Dentistry Clinic of Monastir, Tunisia. International Dental Journal of Students
Research; October 2016;4(3):123-127
6. Nair SN, Holla V, Kini R and Rao PK. Bilateral Speckled Leukoplakia: A Case Report.
Austin J Dent. 2017; 4(1): 1062.
7. Praveen Kumar M1, Ajay Prakash P2, Madhusudana Rao T3, Rashmi Santosh Kumar4.
Rapidly progressive proliferativeverrucous leukoplakia - Case report & Diagnostic
difficulties. Department of Oral and maxillofacial Pathology, Kamineni Institute of
Dental Sciences, Narketpalli, Nalgonda Dist., Andhra Pradesh, India. Indian journal of
dental advancements, 3(3), July-September, 2011
8. Avery, James K. 2002. Oral Development and Histology. 3rd ed. New York: Thieme
Medical Publisher. (halaman 72-107)
36
9. Greenberg M, Glick M. Burket’s Oral Medicine, Diagnosis and Treatment. 10th ed.
BC Decker Inc. 2003.
10. Orban, Balint J. 1957. Oral Histology and Embryology. 4th ed. USA: The C. V. Mosby
Company. (halaman 34-203)
11. Subowo. 1981. Histologi Khusus. Bandung: Universitas Padjadjaran. (halaman 62-87)

37
38

Anda mungkin juga menyukai