Berbagai bidang referensi kranial telah digunakan sebagai dasar untuk menentukan
tingkat displasia rahang. De coster mengsuperimpos tracingnya dengan menggambarkan
outline dasar penutup otak dari planum sphenoidale sepanjang tepi anterior kranial
sikondorosis spheno-occipital melewati sella tursika menuju nasion. Broadbent membuat
segitiga Bolton, yang kemudian dimodifikasi oleh Coben yang mengganti titik basion dengan
titik Bolton.
Bidang referensi ini sesuai dengan bentuk kranial dan berguna dalam relasi rahang
pada kranium. Pengukuran dari basis kranial tidak selalu menghasilkan nilai yang dapat
dipercaya dari anteroposterior hubungan rahang dalam dentofasial yang kompleks.
Sudut yang dibentuk dari titik A-nasion-titik B (ANB) (perbedaan antara sudut yang
dibentuk oleh sella-nasion-titik A (SNA) dan sella-nasion-titik B (SNB)) adalah yang paling
umum digunakan untuk mengukur untuk menilai disharmoni anteroposterior kedua rahang.
Menurut Steiner, SNA mengindikasikan apakah wajah protrusif atau retrusif di bawah
kranium. Walaupun ANB merupakan indikasi yang dapat dipercaya dari hubungan
anteroposterior rahang dalam kebanyakan kejadian, namun ada beberapa situasi yang mana
nilai ini tidak dapat di andalkan.
Tujuan dari Wits appraisal (penilaian Wits) adalah untuk mengidentifikasi kejadian
dimana nilai ANB tidak dengan akurat merefleksikan tingkat displasia ateropostrior rahang.
Tambahan, latihan mempertegas suatu kewaspadaan dari hubungan masing-masing kedua
rahang terhadap basis kranial. Wits appraisal merupakan pengukuran linear dan bukan suatu
analisis itu sendiri.
Sudut ANB dalam oklusi normal umumnya 2 derajat. Sudut lebih besar daripada nilai
rata-rata ini mengindikasikan tendensi menuju klas II disharmoni rahang; sudut lebih kecil
(hingga hasil negatif) cerminan klas III diskrepansi rahang. Ketika hal ini dapat diterima
secara umum, kejadian terbanyak yang terjadi di mana ini tidak dapat dilakukan. Contohnya,
Gbr 9-1a adalah tracing sefalometri lateral dari maloklusi klass II. Sudut ANB 7 derajat yang
tinggi dan khas maloklusi klas II. Lain halnya pada Gambar 9-1b adalah tracing sefalometri
lateral pada oklusi normal yang mana sudut ANB juga 7 derajat. Tracing pada gambar
1
terakhir merupakan murid laki-laki pada universitas Witwatersrand in Johannesburg, Afrika
Selatan yang dinilai memiliki oklusi terbaik dalam sekolah kedokteran gigi. Gambar 9-2
adalah contoh jauh dari maloklusi Klas II dan oklusi normal terbaik yang mempunyai nilai
sudut ANB 6 derajat. Sudut ANB dalam contoh ini tidak mencerminkan tingkat disharmoni
anteroposterior rahang. Oleh karena itu, variasi dari standar ANB 2 derajat dianggap penting
saat diterapkan untuk menilai tingkat disharmoni skeletal kraniofasial.
Gambar 9-1 maloklusi klas II (a) dan oklusi normal (b), keduanya dengan sudut ANB 7 derajat.
Gambar 9-2 Maloklusi klas II (a) dan normal oklusi (b), keduanya dengan sudut ANB 6 derajat
2
Hubungan rahang terhadap bidang referensi kranial menghadirkan inkonsistensi yang
tidak terpisahkan dikarenakan variasi dalam fisiognomi kraniofasial. Yang termasuk diantara
variasi kraniofasial skeletal adalah:
1. Hubungan spasial anteropostrior dari rahang relatif terhadap kranium. Contohnya,
pada wajah prognatous, sudut ANB meningkat, sebaliknya pada rahang relatif
retrusif, sudut ini berkurang.
2. Efek rotasional dari rahang relatif terhadap basis kranial. Rotasi searah jarum jam dari
rahang (pada pasien yang menghadap ke kanan) akan menyebabkan sudut ANB
bertambah dalam ukuran dan sebaliknya.
Studi antropologi wajah secara biasa (tradisional) menggunakan nasion sebagai titik
referensi untuk mengukur prognatisme. Hubungan anteroposterior dari basis gigi maksila
dan/atau mandibula atau keduanya dapat diukur dengan menghubungkan basis ke nasion.
Ekstremitas anterior dari satu atau dua basis gigi dapat diposisikan berbagai jarak di depan,
sejalan dengan, atau posterior ke nasion. Posisi relatif anteroposterior dari basis gigi dalam
kraniofasial kompleks pada gilirannya mungkin secara langsung mempengaruhi nilai ANB.
Gambar 9-3 adalah tracing sefalometri lateral dari oklusi normal dengan nilai ANB 2
derajat. Gambar 9-4 adalah representasi dengan diagram dari tacing yang sama dengan
landmark nasion dan titik A dan B.
3
Gambar 9-3 Oklusi rata-rata normal dengan sudut ANB 2 derajat.
Gambar 9-4 Representasi dengan diagram dari oklusi normal. N= nasion; A=titik A; B=titik B
4
Gambar 9-5 a adalah repsentasi dengan diagram tracing oklusi normal dengan sudut
ANB 2 derajat.
Gambar 9-5 Efek dari basis kranial yang panjang (b) dan pendek (c) pada sudut ANB.
Gambar 9-5,b basis gigi di retroposisikan dalam kranifasial kompleks. Hal tersebut
memberikan efek pengurangan nilai ANB dari 2 derajat menjadi -2 derajat. Hubungan dari
masing-masing rahang satu sama lain tidak berubah. Gambar 9-5, c memperlihatkan
hubungan rahang yang sama, hanya saja kedua rahang diposisikan relatif ke depan terhadap
nasion dalam kraniofasial kompleks. Hal ini memberikan efek penambahan sudut ANB dari
aslinya 2 derajat menjadi 5 derajat.
Rotasi rahang searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam (Gbr 9-6) relatif
terhadap bidang referensi kranial (sella-nasion [SN] dalam contoh yang dikutip) juga
mempengaruhi nilai ANB. Gambar 9-6, a adalah representasi dengan diagram tracing lateral
dari oklusi normal dengan nilai ANB 2 derajat. Gambar 9-6, b hubungan rahang satu sama
lain tidak berubah, tetapi rahang di rotasi berlawanan arah jarum jam relatif terhadap bidang
SN. Rotasi memberikan efek menghasilkan hubungan rahang tipe klas III. Sudut ANB telah
di kurangi 2 derajat menjadi -5 derajat. Rotasi searah jarum jam dari rahang relatif terhadap
kranium atau bidang referensi SN menghasilkan efek yang berlawanan (hubungan rahang tipe
klas II). Gambar 9-6, c, posisi relatif searah jarum jam dari rahang telah meningkatkan nilai
5
sudut ANB dari 2 derajat menjadi 8 derajat meskipun rahang menjaga hubungan yang identik
satu sama lain.
Gambar 9-6 Efek rotasi berlawanan arah jarum jam (b) dan searah jarum jarum jam (c) dari rahang relatif
terhadap basis kranial anterior pada sudut ANB.
6
Gambar 9-7 Penilaian disharmoni rahang, garis tegak lurus digambarkan dari titik A dan B, masing-masingnya
ke bidang oklusal (OP).
Rangkaian sampel dari 21 orang pria dewasa dipilih berdasarkan keunggulan oklusi,
titik BO sekitar 1 mm diatas titik AO. Perhitungn nilai rata-rata -1,17 mm dan SD 1,9
(rentangan -2 hingga 4 mm). Dua puluh lima orang perempuan dewasa dipilih berdasarkan
hal yang sama, titik AO dan BO secara garis besar sama. Perhitungan nilai rata-rata -0,10 mm
dan SD 1,77 (rentangan -4,5-1,5).
Rata-rata hubungan rahang menurut nilai Wits adalah -1,0 mm untuk laki-laki dan 0
mm untuk perempuan. Displasia rahang klas II skeletal, titik BO akan berlokasi di belakang
titik AO (nilai positif), sebaliknya pada disharmoni rahang klas III skeletal, nilai Wits akan
negatif ( titik BO berada di depan titik AO). Semakin besar deviasi nilai Wits dari -1,0 mm
pada laki-laki dan 0 mm pada perempuan maka akan semakin horizontal atau disharmoni
rahang anteroposterior.
Gambar 9-8 memperlihatkan tracing maloklusi klas II dan oklusi normal yang
diilustrasikan di Gbr 9-1. ANB di tiap-tiap contoh 7 derajat. Menurut Wits appraisal, nilai 10
mm menandakan klas II dibandingkan dengan standar normal (lihat Gbr 9-9,b) dari 0 mm
pada perempuan.
7
Gambar 9-8 Tracing film kepala maloklusi klas II dan oklusi normal ditunjukkan di Gbr 9-1. ANB di tiap-tiap
contoh adalah 7 derajat. Menurut Wits appraisal, nilai 10 mm mengacu pada Klas II parah dibandingkan
terhadap standar normal 0 mm pada perempuan.
Gambar 9-9 menghadirkan tracing ulang dari Gbr 9-2. Nilai sudut ANB untuk
keduanya adalah 6 derajat, sebaliknya Wits appraisal secara jelas mencerminkan perbedaan
antara klas II dan standar normal. Nilai Wits untuk maloklusi klas II ini adalah 6 mm,
sebaliknya nilai standar normal 0 mm.
Gambar 9-9 Tracing ulang dari Gbr 9-2. Nilai sudut ANB pada keduanya adalah 6 derajat, sebaliknya Wits
appraisal secara jelas merefleksikan perbedaan antara klas II dan standar normal. Nilai Wits pada maloklusi klas
II adalah 6 mm, sebaliknya nilai standar normal dalam kasus ini adalah 0 mm.
8
Gambar 9-10 memperlihatkan tracing film kepala lateral dari dua maloklusi klas III.
Nilai sudut ANB hanya berbeda sedikit yaitu masing-masingnya -1,5 dan -1 derajat. Namun
Wits appraisal menempatkan bentuk yang sama sekali berbeda pada kejadian ini. Nilai Wits
dari ilustrasi kasus Gbr 9-10,a adalah -1,5 mm yang menandakan diskrepansi ringan dalam
hubungan rahang satu sama lain. Sebaliknya, nilai Wits pada Gbr 9-10, b adalah tidak kurang
dari -12 mm yang menandakan disharmoni rahang mayor yang kemungkinan akan
membutuhkan koreksi bedah. Keparahan disharmoni rahang tercermin jelas dalam Wits
appraisal tetapi bukan nilai sudut ANB konvensional.
Gambar 9-10 Keparahan displasia klas III di tunjukkan dengan menggunakan Wits appraisal (a) diskrepansi
ringan; (b) disharmoni rahang mayor.
Gambar 9-11 representasi contoh lebih lanjut dari maloklusi klas II. Sudut ANB di
tiap-tiap contoh adalah 9 derajat. Nilai Wits dari perbedaan antara titik A dan B adalah
masing-masingnya 8 mm dan 2,5 mm. interpretasi rata-rata diskrepansi rahang
anteroposterior yang parah digambarkan pada Gbr 9-11, a, sebaliknya, diskrepansi yang
ringan pada Gbr 9-11 b, meskipun pengukuran sudut ANB sama. Secara klinis, ilustrasi kasus
pada Gbr 9-11, a adalah sangat sulit untuk dikoreksi secara ortodonti (perawatan kasus ini
lebih jauh rumit dengan adanya sudut bidang mandibula yang tinggi (SN ke Gonion-gnathion
[Go-Gn]) lebih besar dari 32 derajat dengan kriteria Steiner). Berbeda pada kasus Gbr 9-11, b
yang dapat dirawat dengan mudah, diskrepansi anteroposterior menjadi ringan dan profil
dimensi vertikal yang menguntungkan.
9
Gambar 9-11 Penerapan Wits appraisal ke maloklusi klas II. (a) diskrepansi rahang anteroposterior; (b)
diskrepansi ringan.
10
Gambar 9-12 sudut ANB 10 derajat mengacu pada displasia skeletal yang parah. Wits appraisal menunjukkan
tingkat ringan dari displasia skeletal anteroposterior.
11
penentuan tersebut dibuat dengan kesadaran penuh tentang efek yang sering signifikan dari
rotasi dan dimensi vertikal rahang terhadap basis kranial.
Kekurangan tersebut di kenali pada tahun 1955 oleh Jenkins yang terpilih untuk
menggunakan bidang oklusal fungsional (OP) sebagai referensi dasar untuk mengukur
disharmoni rahang. Dia beralasan bahwa semua fase kedokteran gigi secara tradisional
menggunakan bidang ini sebagai orientasi pada bidang utama, karena semua tekanan
pengunyahan di fokuskan dan terkait erat dengannya. Dia berpendapat bahwa Angle pun
menggunakan bidang referensi ini untuk maloklusi klasifikasi klasiknya. Jenkins menetapkan
bidang “a” digambar melalui titik A tegak lurus terhadap OP, dan kemudian diukur dari
bidang “a” ke titik B, Gn dan tepi insisivus mandibula (Gbr 9-13). Untuk menentukan tingkat
displasia rahang anteroposterior pada klasifikasi Angle yang berbeda, dia memformulasikan
suatu rentangan nilai pada pengukuran dari bidang “a”.
Gambar 9-13 Hubungan yang menguntungkan dari insisivus, titik B, dan Gn ke bidang “a”, menurut Jenkins.
Prediksi pola pertumbuhan dari rahang, Harvold juga menggunakan OP. Dia
poyeksikan titik A dan B ke OP dan menamakan hasil pengukuran perbedaan A-B. Nilai
negatif di tentukan ke pengukuran dimana titik B ebih posterior titik A. umur 6 hingga 9
tahun, titik B bergerak ke depan relatif terhadap titik A, Harvold memperkenalkan efek
12
inklinasi OP pada nilai A-B yang dalam kasus ekstrim dapat berubah banyak sehingga titik B
dapat jatuh di belakang titik A.
Taylor di tahun 1969 juga menunjukkan bahwa sudut ANB tidak selalu
mengidikasikan hubungan true basis apikal. Variasi diskrepasi horizontal dari titik A dan B
dapat memberikan pengukuran ANB yang sama karena variasi dalam jarak vertikal dari
nasion dapat mengkompensasi variasi lainnya. Posisi relatif ke depan atau ke belakang dari
nasion juga akan mengubah nilai ANB seperti posisi ke depan atau ke belakang dari maksila
dan mandibula.
Beatty pada tahun 1975 melaporkan bahwa sudut ANB tidak selalu meupakan metode
akurat menentukan jumlah sebenarnya dari divergen basis apikal. Sebagai suatu alternatif
pada sudut ANB untuk mengukur diskrepansi basis apikal, dia menemukan sudut AXD,
dimana titik X dibentuk dengan memproyeksikan titik A tegak lurus terhadap garis SN, dan
titik D di lokasi tulang simpisis seperti digambarkan Steiner. Dua variabel, nasion dan titik B,
di eliminasi. Dia juga memperkenalkan pengukuran linear, AD untuk menggambarkan
hubungan anteroposterior rahang. Titik D representasi dari jarak terpendek dari titik A tegak
lurus terhadap SN melalui D (Gbr 9-14).
Gambar 9-14 Pengukuran Sudut (kiri) dan linear (kanan) menggunakan Studi Beatty
Sepuluh tahun setelah publikasi artikel asli pada Wits appraisal, dan 30 tahun setelah
komentar Jenkins pada OP, Jarvinen menyebutkan variasi dalam sudut ANB yang disebabkan
oleh faktor-faktor selain dari perbedaan dasar apikal. Dia menyatakan bahwa "penggunaan
13
basis apikal harus diganti dengan metode yang lebih baik untuk menentukan perbedaan basis
apikal sagital." Wits appraisal adalah salah satu alternatif yang mungkin ia sarankan sebagai
pengganti sudut ini.
14
juga menunjukkan efek pada sudut ANB untuk bergerak maju atau mundur 0,5 inci (12,7
mm) (Gambar 9-15), dan secara vertikal naik atau turun dengan jumlah yang sama.
Gambar 9-15 Efek pada perubahan sudut ANB 0,5 inci (12,7mm) pada posisi nasion dengan titik A dan B tetap
konstan. (a) Posisi horizontal nasion menghasilkan sudut-sudut ANB ini: 1 = 2 derajat, 2 = 8,5 derajat, dan 3 = –
4,5 derajat. (B) Posisi vertikal nasion menghasilkan sudut-sudut ANB ini: 1 = 2 derajat, 2 = 1 derajat, dan 3 = 0
derajat.
15
dan 0,56 pada wanita). Temuan kedua studi menggarisbawahi perlunya menerapkan kedua
parameter untuk secara akurat memperkirakan hubungan basis apikal anteroposterior.
Roth dan Martina dkk mengakui sudut ANB sebagai ukuran yang tidak valid dari
ketidakharmonisan skeletal sagital karena dipengaruhi oleh rotasi dan variasi dalam dimensi
rahang sagital dan vertikal relatif terhadap basis kranial. Saling ketergantungan Wits
appraisal dan dimensi vertikal rahang mungkin diharapkan karena hubungan geometris antara
jarak A-B dan sudut A-B ke OP, yang terkait dengan Wits appraisal oleh fungsi kosinus.
Nilai rata-rata dari penilaian Wits appraisal yang diukur menurut Roth adalah 0,27, yang
sesuai dengan nilai rata-rata 0 yang ditemukan dalam studi Jacobson 1975 yang asli. Jarak
yang sedikit lebih besar ditemukan pada pria daripada wanita, tetapi perbedaan ini tidak
signifikan.
Selama penyelidikan (rata-rata, 3,62 tahun) ada perubahan tahunan rata-rata yang
signifikan sebesar 0,59 mm dalam pengukuran Wits. Sudut A-B ke OP menurun 0,29 derajat
per tahun selama periode yang sama. Ini bertentangan dengan temuan Bishara dkk yang
menyimpulkan bahwa sudut ANB berubah secara signifikan dengan usia, sedangkan Wits
appraisal tidak.
Dua faktor yang Roth sarankan akan mempengaruhi nilai Wits adalah sudut OP dan
dimensi vertikal alveolar. Efek penjumlahan positif meningkatkan jarak AB dan menurunkan
sudut OP ditunjukkan pada Gambar 9-16. Perubahan hubungan rahang vertikal
(meningkatkan jarak antara titik A dan B) mengarah ke peningkatan lebih lanjut dalam jarak
A-B atau nilai Wits. Untuk menghilangkan pengaruh hubungan vertikal titik A dan B ke OP,
Roth memberikan prosedur alternatif di mana jarak standar 50 mm digunakan di sepanjang
garis AB, dalam efek membuat titik-titik ilusi dengan hubungan gigi yang konsisten yang
menghilangkan efek hubungan skeletal yang lebih dalam.
16
Gambar 9-16 Pengaruh nilai Wits dari perbedaan dalam sudut OP dan jarak antara titik A dan B.
Roth berpendapat jika efek anteroposterior dari Wits appraisal perubahan perawatan
dalam OP dapat digunakan untuk menentukan, atau sebelum menentukan, perubahan dalam
hubungan molar relatif terhadap OP. Dalam diagram pada Gambar 9-17 yang menunjukkan
perubahan Wits appraisal yang diterapkan pada hubungan molar, dan dengan asumsi
perubahan yang identik dari OP (–10 derajat), hubungan molar anteroposterior berkorelasi
positif dengan panjang jarak AB jika molar maksila bergerak pada busur (RA) dengan titik
anterior A, dan molar mandibula pada busur (RB) dengan titik tengah B. Dimulai dari
hubungan molar Kelas I (blok berbayang), efek Kelas II pada regio molar ebih besar dengan
jarak AB lebih besar (kanan) dibandingkan dengan jarak AB yang lebih kecil (kiri).
17
Gambar 9-17 Modifikasi Roth dari Wits appraisal untuk menggambarkan hubungan molar (perhatikan bahwa ini
adalah tampilan sisi kiri).
Asumsi di atas hanya mungkin jika molar rahang atas dan rahang bawah bergerak
pada busur dengan pusat di A dan B, masing-masing, sebagai konsekuensi dari perubahan
terapeutik dalam OP. Tidak ada dasar ilmiah untuk asumsi seperti itu, juga tidak ada
pembenaran untuk menyatakan bahwa jarak dari titik A ke B dalam satu individu cenderung
2,5 kali lebih besar daripada yang lain seperti yang ditunjukkan dalam ilustrasi. Juga,
perubahan 10 derajat pada OP sebagai akibat dari perawatan akan menyebabkan gigi seri
rahang bawah berkobar dengan jumlah yang sama relatif terhadap bidang ini, dan kecuali gigi
seri rahang bawah secara lingual cenderung pada awal perawatan karena ketidakstabilan, itu
tidak mungkin bahwa ini akan menjadi efek dari perawatan pilihan.
Dalam sebuah penelitian untuk menentukan seberapa banyak pengukuran Wits
berubah sebagai hasil perawatan, Chan menemukan bahwa OP bukan penyebab utama
perubahan AO-BO (Wits), tetapi bahwa perubahan itu lebih mungkin disebabkan oleh
pertumbuhan atau sebnarnya koreksi A -Pog yang dihasilkan dari mekanik perawatan.
Bishara dkk melakukan penelitian untuk menentukan perubahan sudut ANB dan Wits
appraisal antara usia 5 tahun dan dewasa pada laki-laki dan perempuan untuk menentukan
apakah perubahan tersebut berbeda secara signifikan. Temuan mereka mendukung anggapan
bahwa sudut ANB tidak secara akurat menggambarkan hubungan dasar apikal rahang atas
dan rahang bawah karena variasi normal dalam posisi spasial dari sella tursika dan nasion.
18
Mereka menentukan secara statistik bahwa sudut ANB berubah secara signifikan
dengan usia, sedangkan Wits appraisal tidak. Berdasarkan fakta ini, dapat dikatakan bahwa
ANB dan Wits berubah berbeda dari waktu ke waktu. Temuan ini menjelaskan perbedaan
dalam beberapa kasus antara nilai yang diukur dari ANB dan penilaian klinis ortodontis. Para
peneliti menyimpulkan bahwa sudut ANB dan penilaian Wits harus digunakan untuk
membantu sampai pada diagnosis hubungan basis anteroposterior yang lebih akurat.
Dalam mempelajari efek longitudinal pertumbuhan pada Wits appraisal dalam sampel
40 subjek dengan Kelas I dan Kelas II, hubungan divisi 1, yang berkisar antara 4 hingga 24
tahun, Sherman dkk menemukan perubahan rata-rata keseluruhan untuk kelompok Kelas II
yang cukup pasti, tetapi perubahan rata-rata pada laki-laki dan perempuan dalam kelompok
Kelas I kurang dari 1 mm. Mereka berpendapat bahwa angka rata-rata menutupi berbagai
variasi dan menyimpulkan bahwa arah dan besarnya perubahan dalam Wits appraisal akan
tergantung pada arah pertumbuhan wajah dan mekanisme perawatan yang terlibat. Mereka
memperingatkan bahwa perubahan sagital dapat disamarkan oleh perubahan dalam angulasi
OP, dan bahwa Wits appraisal harus digunakan hanya bersama dengan metode lain untuk
menilai hubungan basis apikal dengan memperhatikan kemungkinan dampak dari perubahan
dalam bagian komponennya.
Aranha dkk menggunakan sampel 104 remaja Brasil dari kedua jenis kelamin. Mereka
mencoba mengidentifikasi hubungan yang mungkin antara Wits appraisal dan I-line
Interlandi di antara kelompok-kelompok yang dipilih. Studi mereka menunjukkan bahwa
penggunaan simultan dari Wits aappraisal dan evaluasi I-line dapat memberikan pandangan
sederhana dan cepat dari hubungan maxillomandibular dan diskrepansi gigi insisifus. Garis-I
memanjang dari P1 ke E (Gambar 9-18), di mana P1 terletak di perpotongan nasion-titik A
dengan dasar hidung, dan E terletak di perpotonngan tegak lurus dari bidang mandibula ke
posisi yang paling depan simpisis mandibula. Penggunaan garis-I dimaksudkan untuk
menentukan posisi ideal hubungan insisivus mandibula dalam kaitannya dengan maksila dan
mandibula. Nilai antara –2,5 mm dan +2,5 mm dianggap normal untuk garis-I (dental protrusi
diindikasikan oleh nilai I negatif).
19
Gambar 9-18 Tracing sefalometri menunjukkan garis-I Inter-landi, dengan titik P1 dan E, yang
mendefinisikannya. P = perpotongan garis NE dan lantai hidung; E = tegak lurus dari bidang mandibula ke titik
paling depan pada simfisis mandibula.
Alih-alih garis I, Ricketts dkk (Gambar 9-19) mengusulkan garis titik A-pogonion (A-
Pog), pengukuran serupa yang berasal dari analisis Downs, untuk mengevaluasi posisi gigi
seri rahang bawah.
20
Gambar 9-19 Garis A-Pog dari Ricketts dan pengukuran gigi seri mandibula.
21
Kesimpulan
22
perkiraan replikasi cenderung lebih besar untuk pengukuran sudut daripada pengukuran
linear.
Wits appraisal adalah pengukuran linier dan bukan analisis semata. Ini hanyalah
bantuan diagnostik tambahan yang mungkin terbukti berguna dalam menilai tingkat displasia
kerangka anteroposterior dan dalam menentukan keandalan sudut ANB.
23