Anda di halaman 1dari 10

Keratinisasi Mukosa Rongga Mulut

Mukosa rongga mulut merupakan bagian yang paling mudah mengalami perubahan, karena
lokasinya yang sering berhubungan dengan pengunyahan, sehingga sering pula mengalami iritasi
mekanis. Di samping itu, banyak perubahan yang sering terjadi akibat adanya kelainan sistemik.
Trauma pada rongga mulut dapat menyebabkan perubahan-perubahan epitel pada rongga mulut.
Perubahan itu bisa berupa kelainan bertanduk atau kelainan keratinisasi. Keratinisasi adalah proses
pembentukan keratin dalam jaringan epidermis atau mukosa sehingga struktur jaringan menjadi keras.
Kelainan keratinisasi tersebut dapat berupa epitelium yang terkeratinisasi pada daerah epitelium yang
biasanya tidak terkeratinisasi, atau keratinisasi yang berlebihan pada daerah yang normalnya memang
terkeratinisasi.
Keratinisasi dimulai dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk lebih poligonal
yaitu sel spinosum, terangkat lebih ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel
granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng, dan granula serta intinya hilang
menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya
mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduk. Sel tanduk secara kontinu lepas
dari permukaan kulit dan diganti oleh sel yang terletak di bawahnya. Proses keratinisasi sel dari sel
basal sampai sel tanduk berlangsung selama 14-21 hari.
Perubahan keratinisasi sel epitelium secara histologis diantaranya :
1. Hiperkeratosis
Proses ini ditandai dengan adanya suatu peningkatan yang abnormal dari lapisan ortokeratin
atau stratum corneum, dan pada tempat-tempat tertentu terlihat dengan jelas. Dengan adanya
sejumlah ortokeratin pada daerah permukaan yang normal maka akan menyebabkan
permukaan epitel rongga mulut menjadi tidak rata, serta memudahkan terjadinya iritasi.
2. Hiperparakeratosis
Parakeratosis dapat dibedakan dengan ortokeratin dengan melihat timbulnya pengerasan pada
lapisan keratinnya. Parakeratin dalam keadaan normal dapat dijumpai di tempat-tempat
tertentu di dalam rongga mulut. Apabila timbul parakeratosis di daerah yang biasanya tidak
terdapat penebalan lapisan parakeratin maka penebalan parakeratin disebut sebagai
parakeratosis. Dalam pemeriksaan histopatologis, adanya ortokeratin dan parakeratin,
hiperparakeratosis kurang dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya. Meskipun
demikian, pada pemeriksaan yang lebih teliti lagi akan ditemukan hiperortokeratosis, yaitu
keadaan di mana lapisan granularnya terlihat menebal dan sangat dominan. Sedangkan
hiperparakeratosis sendiri jarang ditemukan, meskipun pada kasus-kasus yang parah.
3. Akantosis
Akantosis adalah suatu penebalan dan perubahan yang abnormal dari lapisan spinosum pada
suatu tempat tertentu yang kemudian dapat menjadi parah disertai pemanjangan, penebalan,
penumpukan dan penggabungan dari retepeg atau hanya kelihatannya saja. Terjadinya
penebalan pada lapisan stratum spinosum tidak sama atau bervariasi pada tiap-tiap tempat
yang berbeda dalam rongga mulut. Bisa saja suatu penebalan tertentu pada tempat tertentu
dapat dianggap normal, sedang penebalan tertentu pada daerah tertentu bisa dianggap
abnormal. Akantosis kemungkinan berhubungan atau tidak berhubungan dengan suatu
keadaan hiperortikeratosis maupun parakeratosis. Akantosis kadang-kadang tidak tergantung
pada perubahan jaringan yang ada di atasnya.
4. Diskeratosis atau displasia
Pada diskeratosis, terdapat sejumlah kriteria untuk mendiagnosis suatu displasia epitel.
Meskipun demikian, tidak ada perbedaan yang jelas antara displasia ringan, displasia parah,
dan atipia yang mungkin dapat menunjukkan adanya suatu keganasan atau berkembang ke
arah karsinoma in situ. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis adanya displasia epitel
adalah: adanya peningkatan yang abnormal dari mitosis; keratinisasi sel-sel secara individu;
adanya bentukan epithel pearls pada lapisan spinosum; perubahan perbandingan antara inti sel
dengan sitoplasma; hilangnya polaritas dan disorientasi dari sel; adanya hiperkromatik; adanya
pembesaran inti sel atau nucleus; adanya dikariosis atau nuclear atypia dan giant nuclei;
pembelahan inti tanpa disertai pembelahan sitoplasma; serta adanya basiler hiperplasia dan
karsinoma intra epitel atau carcinoma in situ.
Pada umumnya, antara displasia dan carsinoma in situ tidak memiliki perbedaan yang jelas.
Displasia mengenai permukaan yang luas dan menjadi parah, menyebabkan perubahan dari
permukaan sampai dasar. Bila ditemukan adanya basiler hiperlpasia maka didiagnosis sebagai
carcinoma in situ. Carsinoma in situ secara klinis tampak datar, merah, halus, dan granuler.
Mungkin secara klinis carcinoma in situ kurang dapat dilihat. Hal ini berbeda dengan
hiperkeratosis atau leukoplakia yang dalam pemeriksaan intra oral kelainan tersebut tampak
jelas.
Langlais, Robert R. dan Craig S. Miller. 1998. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim.
Jakarta: Hipokrates

1. SYARAT SUATU LESI DIKATAKAN SEBAGAI PRAGANAS


a. Ganas jika mengandung karsinoma: kemampuan metastasis yaitu kemampuan untuk menyebar,
b. Inti sel lebih gelap,
c. Sitoplasma lebih kecil,
d. Sel basal tidak teratur,
e. Inti membelah tp sitoplasma tidak, dan
f. Displasia sel.

2. MACAM-MACAM, ETIOLOGI, PATOGENESIS, HPA & GAMBARAN KLINIS LESI PRAGANAS


a. Eritroplakia
Eritroplakia didefinisikan sebagai bercak merah seperti beludru, menetap, yang tidak dapat
digolongkan secara klinis sebagai keadaan lain manapun. Istilah ini seperti “leukoplakia” tidak
mempunyai arti histologist ; tapi sebagian besar adri eritoplakia didiagnosis secara histologis sebagai
dysplasia epitel atau lebih jelek lagi karena mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk menjadi
karsinoma. Eritroplakia dapat terjadi si setiap tempat di rongga mulut, orofaring, dan dasar mulut.
Merahnya lesi adalah akibat dari atrofi mukosa yang menutupi submukosa yang banyak
vaskularisasinya. Tepi lesi biasanya berbatas jelas. Tidak ada predileksi jenis kelamin dan paling sering
mengenai pasien-pasien yang berusia di atas 60 tahun.
Telah dikenal 3 varian klinis dari eritroplakia :
- Bentuk homogen, yang merahnya tampak rata
- Eritroleukoplakia, yang mempunyai bercak-bercak merah yang bercampur dengan beberapa daerah
leukoplakia
- Bercak leukoplakia, yang mengandung bintik-bintik atau granula-granula putih yang menyebar di
seluruh lesinya.
Biopsy adalah keharusan untuk semua tipe eritroplakia, karena 91% dari eritroplakia menunjukkan
dysplasia yang parah, karsinoma in situ, karsinoma sel skuamosa yang invasive.
Frekuansi tertinggi berkenaan dengan lokasi terjadinya eritroplasia sama dengan kanker mulut, yang
paling umum adalah dasar mulut, pilar tonsil, palatum lunak, dan permukaan latera; dan ventral lidah.
Eritroplasia paling umum dijumpai pada pasien-pasien perokok berat dan alkoholik.

b. Leukoplakia,
Merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga mulut. Meskipun leukoplakia tidak
termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering meluas sehingga menjadi suatu lesi pre-cancer. Leukoplakia
merupakan suatu istilah lama yang digunakan untuk menunjukkan adanya suatu bercak putih atau plak
yang tidak normal yang terdapat pada membran mukosa. Pendapat lain mengatakan bahwa
leukoplakia hanya merupakan suatu bercak putih yang terdapat pada membran mukosa dan sukar
untuk dihilangkan atau terkelupas. Tidak dapat dihilangkan dengan dikerok. Untuk menentukan
diagnosis yang tepat, perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti baik secara klinis maupun histopatologis,
karena lesi ini secara klinis mempunyai gambaran yang serupa dengan “lichen plannus” dan “white
sponge naevus”.
Etiologi
Devisiensi Vitamin A,B,&C
Candidiasis,
Iritasi kronis,
Malnutrisi,
Tembakau,
Alcohol,
Iritasi mekanis&kemis,
Defisiensi asam folat,
Xerostomia

Faktor lokal
Biasanya merupakan segala macam bentuk iritasi kronis, antara lain:
a. Trauma
Trauma dapat berupa gigitan tepi atau akar gigi yang tajam
Iritasi dari gigi yang malposisi
Pemakaian protesa yang kurang baik sehingga menyebabkan iritasi
Adanya kebiasaan jelek, antara lain kebiasaan jelek menggigit-gigit jaringan mulut, pipi, maupun
lidah.
b. Kemikal atau termal
Pada penggunaan bahan-bahan yang kaustik mungkin diikuti oleh terjadinya leukoplakia dan
perubahan keganasan.
Faktor-faktor kaustik tersebut antara lain:
Tembakau
Terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya disebabkan oleh asap rokok dan panas yang
terjadi pada waktu merokok, tetapi dapat juga disebabkan oleh zat-zat yang terdapat di dalam
tembakau yang ikut terkunyah. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa pipa rokok juga merupakan
benda yang berbahaya, sebab dapat menyebabkan lesi yang spesifik pada palatum yang disebut
“stomatitis Nicotine”. Pada lesi ini, dijumpai adanya warna kemerahan dan timbul pembengkakan
pada palatum. Selanjutnya, palatum akan berwarna putih kepucatan, serta terjadi penebalan yang
sifatnya merata. Ditemukan pula adanya “multinodulair” dengan bintik-bintik kemerahan pada pusat
noduli. Kelenjar ludah akan membengkak dan terjadi perubahan di daerah sekitarnya. Banyak peneliti
yang kemudian berpendapat bahwa lesi ini merupakan salah satu bentuk dari leukoplakia.
Alkohol
Telah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu faktor yang memudahkan terjadinya
leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapat menimbulkan iritasi pada mukosa.
Bakterial
Leukoplakia dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri, penyakit periodontal yang disertai higiene
mulut yang jelek.
c. Faktor sistemik
Adanya kemungkinan konstitutional karakteristik, karena ada yang berpendapat bahwa penyakit ini
lebih mudah berkembang pada individu yang berkulit putih dan bermata biru. Pendapat ini
dikemukakan oleh Shaffer dan Burket. Kemungkinan lain adalah adanya penyakit sistemik, misalnya
sipilis. Pada penderita dengan penyakit sipilis pada umumnya ditemukan adanya “syphilis glositis”.
Candidiasis yang kronik dapat menyebabkan terjadinya leukoplakia. Hal ini telah dibuktikan oleh
peneliti yang melakukan biopsi di klinik. Ternyata, dari 171 penderita candidiasis kronik, 50 di
antaranya ditemukan gambaran yang menyerupai leukoplakia.
Untuk mengetahui diagnosis yang pasti dari leukokplakia, sebaiknya dilakukan pemeriksaan klinik,
histopatologi, serta latar belakang etiologi terjadinya lesi ini.
Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia dan keratinisasi dari susunan epitel,
terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa respiratorius. Beberapa ahli menyatakan bahwa
leukoplakia di uvula merupakan manifestasi dari intake vitamin A yang tidak cukup. Apabila kelainan
tersebut parah, gambarannya mirip dengan leukoplakia. Selain itu, pada percobaan dengan
menggunakan binatang tikus, dapat diketahui bahwa kekurangan vitamin B kompleks akan
menimbulkan perubahan hiperkeratotik.
Gambaran Klinik
Dari pemeriksaan klinik, ternyata oral leukoplakia mempunyai bermacam-macam bentuk. Secara klinis
lesi ini sukar dibedakan dan dikenal pasti karena banyak lesi lain yang memberikan gambaran yang
serupa serta tanda-tanda yang hampir sama. Pada umumnya, lesi ini lebih banyak ditemukan pada
penderita dengan usia di atas 40 tahun dan lebih banyak pria daripada wanita. Hal ini terjadi karena
sebagian besar pria merupakan perokok berat. Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa
lidah, bibir, palatum lunak dan keras, daerah dasar mulut, gingival, mukosa lipatan bukal, serta
mandibular alveolar ridge. Bermacam-macam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung dari
awal terjadinya lesi tersebut, dan setiap individu akan berbeda.
Secara klinis, lesi tampak kecil, berwarna putih, terlokalisir, barbatas jelas, dan permukaannya tampak
melipat. Bila dilakukan palpasi akan terasa keras, tebal, berfisure, halus, datar atau agak menonjol.
Kadang-kadang lesi ini dapat berwarna seperti mutiara putih atau kekuningan. Pada perokok berat,
warna jaringan yang terkena berwarna putih kecoklatan. Ketiga gambaran tersebut di atas lebih
dikenal dengan esbutan “speckled leukoplakia”.
Mempunyai 3 bentuk klinis yang utama
1. Homogenous leukoplakia: mengacu pada suatu lesi setempat atau bercak putih yang luas, yang
memperlihatkan suatu pola yang relatif konsisten, sekalipun permukaan lesi tersebut mungkin
digambarkan secara bermacam-macam seperti misalnya, berombak-ombak dengan pola garis-garis
halus, keriput atau papilomatous.
2. Nodular (bintik-bintik) leukoplakia mengcu pada suatu lesi campuran merah dan putih, dimana
nodul-nodul keratotik ynag kecil tersebar pada bercak-bercak atrofik dari mukosa. Varian klinis ini
sangat penting karena sangat tingginya angka transformasi keganasan yang ditimbulkannya,.
3. verrucous leukoplakia sebagai suatu istilah kurang popular dalam literatur, sekalipun banyak
peneliti yang telah menggunakannya untuk menggambarkan lesi putih di mulut dimana permukaannya
terpecah oleh banyak tonjolan seperti papila yang mungkin juga berkeratinisasi tebal, serta
menghasilkan suatu lesi yang agak mirip pada dorsum lidah.

Leukoplakia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:


• Homogenous leukoplakia
Merupakan bercak putih yang kadang-kadang berwarna kebiruan, permukaannya licin, rata, dan
berbatas jelas. Pada tahap ini, tidak dijumpai adanya indurasi.
• Erosif leukoplakia
Erosif leukoplakia berwarna putih dan mengkilat seperti perak dan pada umumnya sudah disertai
dengan indurasi. Pada palpasi, permukaan lesi mulai terasa kasar dan dijumpai juga permukaan lesi
yang erosive.
• Speckled atau Verocuos leukoplakia
Permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna putih, tetapi tidak mengkilat. Timbulnya indurasi
menyebabkan permukaan menjadi kasar dan berlekuk-lekuk. Saat ini, lesi telah dianggap berubah
menjadi ganas. Karena biasanya dalam waktu yang relatif singkat akan berubah menjadi tumor ganas
seperti squamus sel karsinoma, terutama bila lesi ini terdapat di lidah dan dasar mulut.
Oral leukoplakia tanpa EBV candida oral leukoplakia non-homogenous leukoplakia

Gambaran Histopatologik
Pemeriksaan mikroskopis akan membantu menentukan penegakan diagnosis leukoplakia. Bila
diikuti dengan pemeriksaan histopatologi dan sitologi, akan tampak adanya perubahan keratinisasi sel
epitelium, terutama pada bagian superfisial. Gambaran HPA-nya anytara lain: keratin tebal,
hyperkeratosis, hiperpara keratosis, jarang ditemukan displasia, pembelahan inti tapi tidak diikuti
pelbelahan sitoplasma.
Secara mikroskopis, perubahan ini dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu:
• Hiperkeratosis
Proses ini ditandai dengan adanya suatu peningkatan yang abnormal dari lapisan ortokeratin atau
stratum corneum, dan pada tempat-tempat tertentu terlihat dengan jelas. Dengan adanya sejumlah
ortokeratin pada daerah permukaan yang normal maka akan menyebabkan permukaan epitel rongga
mulut menjadi tidak rata, serta memudahkan terjadinya iritasi.
• Hiperparakeratosis
Parakeratosis dapat dibedakan dengan ortokeratin dengan melihat timbulnya pengerasan pada lapisan
keratinnya. Parakeratin dalam keadaan normal dapat dijumpai di tempat-tempat tertentu di dalam
rongga mulut. Apabila timbul parakeratosis di daerah yang biasanya tidak terdapat penebalan lapisan
parakeratin maka penebalan parakeratin disebut sebagai parakeratosis. Dalam pemeriksaan
histopatologis, adanya ortokeratin dan parakeratin, hiperparakeratosis kurang dapat dibedakan antara
satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, pada pemeriksaan yang lebih teliti lagi akan ditemukan
hiperortokeratosis, yaitu keadaan di mana lapisan granularnya terlihat menebal dan sangat dominan.
Sedangkan hiperparakeratosis sendiri jarang ditemukan, meskipun pada kasus-kasus yang parah.
• Akantosis
Akantosis adalah suatu penebalan dan perubahan yang abnormal dari lapisan spinosum pada suatu
tempat tertentu yang kemudian dapat menjadi parah disertai pemanjangan, penebalan, penumpukan
dan penggabungan dari retepeg atau hanya kel

c. oral submukous fibrosis


Oral submukous fibrosis merupakan suatu penyakit progresif yang lambat dimana terbentuk
pita fibrosis di dalam mukosa mulut, yang pada akirnya akan menyebabkan suatu hambatan yang
hebat terhadap pergerakan mulut, termasuk lidah.
penyakit ini disertai dengan reaksi radang juksta epithelial yang disusul denagn suatu perubahan
fibroelastik dari lamina propria dan kemudian atropi epitel sebagai akibatnya. Perubahan-perubahan
ini disertai dengan rasa panas terbakar di mulut dan kadang-kadang dengan vesikel pada mukosa.
Dalam bentuk yang sudah berkembang semurna, gambaran klinis yang mencolok adalah epitel atropik
yang tampak pucat
klinis
pada tahap akir : lamina propria digantikan jaringan fibrous
etiologi
etiologi dari keadaan ini tidak diketahui; hipersensitivitas terhadap rempah-rempah dan buah pinaang
pernah dicurigai tetapi tidak terbukti.

d. Dyskeratosis kongengital
Genodermatosis yang diwariskan secara resesif ini, tidak lazim dijumpai dalam insiden yang
tinggi dari kanker mulut yang terjadi pada anak-anak muda. Ini merupakan suatu penyakit yang jarang
terjadi, hampir selalu dijumpai pada kaum pria, dan ditandai dengan serentetan perubahan mulut yang
pada akhirnya menyebabkan suatu atrofik, leukoplakik dari mukosa mulut dan yang paling sering
terkena adalah daerah lidah dan pipi. Perubahan mulut terjadi disertai dengan kuku yang distrofik yang
hebat dan hiperpigmentasi retukulasi yang mencolok dari kulit muka, leher, dan dada. Lesi mulut mulai
terjadi sebelum usia 10 tahun sebagai kumpulan vesikel dengan bercak-bercak putih dari mukosa
nekrotik yang terinfeksi dengan kandida; ulserasi dan perubahan erythroplakik, serta distrofi kuku
menyusul kemudian, disertai dengan lesi leukoplakik dan karsinoma yang menyerang lesi mulut ini
pada individu menjelang masa dewasa.

e. pipe smoker keratosis


Etiologi : tembakau
Klinis : awalnya eritema, lama-kelamaan meluas dan berlipat-lipat
Lesi tampak spt plak putih atau luka dengan bagian tepi mukosa eritematus
HPA : penebalan epitel, displasia, subepitelial fibrosis, rete peg tumpul/datar
f. snuff-dippers keratosis
Suatu daerah kuning berkerut pada lipatan mukosa gusi dan mukosa pipi atau bibir dari rahang
bawah adalah indicator penggunaan intraoral dari tembakau tanpa dibakar. Tembakau yang tidak
dibakar dapat digunakan dalam berbagai bentuk (dihisap baunya, dicelup, disumbatkan atau dikunyah)
dan meninggalkan tanda-tanda khasnya di daerah yang biasa disisipi tembakau tersebut. Daerah-
daerah posterior umum dipakai untuk mencelup, menyumbat, atau mengunyah, sedangkan daerah-
daerah anterior lebih disukai untuk mencium. Orang yang meletakkan tembakau di tempat yang
berbeda-beda akan mempunyai lesi yang banyak dan kurang mencolok. Pria-pria belasan tahun paling
sering terkena keadaan ini, terutama karena iklan-iklan pemasaran yang intensif dari perusahaan-
perusahaan tembakau.
Bercak-bercak snaff-dippers yang dini berwarna merah muda pucat, dengan permukaan
tampak berkerut-kerut dan berlipat-lipat. Perubahan menjadi putih, putih-kuning dan coklat-kuning
dapat terjadi sebagai hyperkeratosis dan terjadi perwarnaan eksogen. Penggunaan tembakau tanpa
dihisap yang kronis dikaitkan dengan perubahan-perubahan periodontal, karies, perubahan-perubahan
displastik epidermal dan karsinoma veroukosa. Untuk mendapat kesimpulan, dianjurkan
menghentikan pemakaiannya. Jika penampilan normalnya tidak kembali dalam 14 hari setelah
pemakaian tembakau dihentikan, maka perlu dibiobsi.

g. Liken planus
Liken planus merupakan suatu dermatosis yang relative sering terjadi pada kulit dan membrane
mukosa mulut. Lesi ini mungkin hanya terbatas pada salah satu tempat atau mungkin juga terjadi pada
kedua lokasi tersebut dalam satu pasien. Kurang lebih 50% dari pasien yang memiliki liken planus di
mulut juga memuliki lesi di kulit. Lesi di kulit ini, relative konstan, dalam bentuk papula yang rata dan
berwarna keunguan dengan sisik yang halus pada permukaannya. Lesi bias bermanifestasi dalam enam
bentuk yang berlainan, seringkali disertai dengan lebih dari satu bentuk lesi yang terlihat dalam satu
pasien. Karena beberapa lesi dari liken planus di mulut sifatnya erosir dan yang lainnya bolusa pada
bentuk nonerosif, nonbolusa dari liken planus, sekalipun proses patologik dasar yang sama mungkin
telibat dalam semua bentuknya.
Nama liken planus mengacu pada kemiripan superficial dari lesi liken planus retikuler dengan pola
seperti kisi-kisi yang ditimbulkan oleh simbiosis koloni algae dan jamur pada permukaan batu-batuan
di alam (lichens). Nama ini kurang tepat karena tidak ada hubungan antara liken planus dan
mikroorganisme safrofitik, dan nama tersebut hanya menyebabkan menambah kecemasan pasien
tentang penyakit itu.

Etiologi
Etiologi liken planus mungkin melibatkan suatu degenerasi yang ditimbulkan oleh system imunologi
dari lapisan sel basal epitel. Liken planus mungkin hanya merupakan satu varietas dari suatu rentang
yang lebih luas dari penyakit tersebut, dimana lesi likenoid yang diinduksi oleh system imunologik ini
merupakan suatu denominator yang lazim. Jadi ada banyak kemiripan klinis dan histologis antara liken
planus dan dermatosis likenoid dan stomatitides yang diakibatkan oleh obat, beberapa penyakit
imunologik, reaksi penjamu versus tandur alihnya, dan beberapa bentuk limfoma. Sementara liken
planus bisa bermanifestasi sebagai suatu lesi yang karakteristik jelas sekali, namun diagnosa banding
dari lesi ini cukup luas.
inveksi jamur/virus, dan beberapa penyakit imunologi ternyata juga dapat menimbulkan liken planus
Gambaran Klinik
Terlepasnya dari bentuk erosive dan bulous dari penyakitnya, liken planus cukup sering
bermanifestasi sebagai suatu lesi yang tidak sakit dan indolent, kekuningan, lesi striae putih, tidak
sakit, serta papula pink yang sering sekali sudah terdapat di dalam mulut pasien sejak lama sebelum
disadari sebelum pemeriksaan rutin atau oleh pasien itu ssendiri yang menemukan mukosa pipi dan
bibirnya lebih kasar dari biasanya. Gambaran klinis dari lesi ini pada pasien tertentu seringkali beragam
seiring waktu, baik dalam hal morfologi dari lesi klinis dan perluasannya maupun dengan daerah erosi
dari mukosa yang atrofik.
Bentuk reticular terdiri dari garis putih halus yang sedikit lebih tinggi dari sekitarnya
(Wickham’s striae), yang menimbulkan lesi seperti kisi-kisi (bentuk renda), suatu pola garis halus yang
menyebar atau lesi anular. Ini merupakan bentuk yang paling lazim dan paling mudah dikenali dari
liken planus ini kadang memperlihatkan beberapa daerah dengan bentuk reticular. Pipi dan lidah
merupakan tempat yang terutama sering terserang pada banyak pasien penderita liken planus ini,
bibir, gingival, dasar mulut dan palatum agak jarang terkena. Karena lesi reticular merupakan bentuk
yang paling lazim, maka bentuk tersebut paling sering ditemukan di pipi dan lidah dan dalam banyak
kasus sebagai lesi bilateral. Lesi papula yang berwarna keputihan dan lebih tinggi dari sekitarnya (0,5
mm sampai 1 mm), biasanya terlihat pada daerah berkeratinisasi dengan baik pada mukosa mulut,
akan tetapi lesi yang besar seperti plak (plaquelike lesion) yang sering kali sulit untuk dibedakan dari
leukoplakia dapat terjadi pada pipi, lidah dan gingiva.
Liken planus yang atrofik menggambarkan daerah yang meradang dari mukosa mulut, yang
ditutupi oleh epitel berwarna merah dan lebih tipis. Lesi erosive mungkin timbul sebagai komplikasi
dari proses atrofik ketika epitel yang tipis tersebut mengalami abrasi atau ulserasi. Lesi popular, lesi
seperti plak, dan lesi erosive seringkali disertai dengan lesi reticular. Suatu pemeriksaan yang teliti
untuk menemukan lesi ini merupakan bagian yang penting dari evaluasi klinis terhadap seorang pasien
yang dicurigai menderita liken planus, dan bila dibiopsi hanya memberikan suatu diagnosa yang tidak
spesifik (seperti, peradangan akut dan kronis), maka diagnosa likem planus sering dapat dikonfirmasi
dengan mengidentifikasi suatu daerah dengan pola reticular, sekalipun kadang hanya satu bercah kecil
seperti “flame” dari striae atau garis-garis putih yang tersusun secara radial. Daerah yang terserang
dari mukosa mulut ini khas sekali dan tidak menjadi kaku atau menjadi tidak elastic oleh liken planus,
dan garis-garis putih keratotik tidak dapat dihilangkan dengan menarik mukosa mulut atau menggosok
permukaannya.
Literature tentang liken planus di mulut, sering menunjukkan kepribadian dari pasien dengan
penyakit ini sebagai seorang neurotic dan terlalu cemas dengan kesehatannya, pekerjaan dan masalah
lainnya dan terhadap lesi yang berasal dari psikosomatik, yang berkembang atau memburuk
sehubungan dengan masa-masa penuh tekanan emosi yang berat, konflik yang tidak terpecahkan, dan
bahkan tekanan fisik. Sementara itu banyak dari karakteristik ini yang mungkin dapat ditemukan pada
pasien yang datang berkonsultasi sehubungan dengan liken planus, kepribadian seperti ini lazim
dijumpai di antara pasien dengan lesi mulut yang kronis lainnya.
Sehubungan dengan pernah dikemukakan antara liken planus di mulut, diabetes militus, dan
hipertensi. Triad ii disebut sebagai syndrome Grin span dan telah dicurigai sebagai faktor predisposisi
untuk terjadinya karsinoma sel skuamosa. Penyelidikan berikutnya terhadap sekumpulan pasien lain
yang menderita liken planus tidak mempertegas penemuan Grinspin ini, selain dari satu proporsi dari
pasien yang mengalami gangguan mulut kronis yang mungkin terbukti menderita diabetes dan
hipertensi.

Gambaran Histopatologik
Biasanya ada tiga gambaran yang dianggap sangat penting untuk diagnosa histopatologik dari
liken planus yaitu; daerah hiperparakeratosis atau hiperortokeratosis, sering disertai dengan
penebalan lapisan lapisan sel glanular dan gambaran gigi gergaji pada rete peg; degenerasi liquefaction
atau nekrosis pada lapisan sel basal yang sering digantikan dengan pita eosinofilik dan suatu pita
subepithelial yang padat dan limfosit. Terlihat kerusakan membrane basalis, infiltrasi sel limfosit
disertai membentuk untaian, eosinofilik material pd daerah lamina propria, dan bentuk rete peg
seperti gergaji.
Gambaran diagnostic yang utama dari liken planus yang mirip dengan reaksi likenoid lainnya
adalah kerusakan pada lapisan sel basal, termasuk perubahan vacuolar dan kematian sel. Perubahan
vacuolar (degenerasi liquefaction) ditandai dengan vakuola intraseluler, edema, separasi sel basal, dan
terlepasnya lamuna propria dari sel-sel basal. Perubahan vacuolar intraselular, edema, separasi sel
basal, dan terlepasnya lamina propria dari sel-sel basal. Serpihan-serpihan artifactual di daerak ini
sering dijumpai pada specimen yang dikirim untuk pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, dan
menimbulkan kecurigaan tentang kemungkinannya sebagai suatu lesi vesikobulosa, dan bila memang
timbul pada daerah ini dalam liken planus bolusa. Kematian sel-sel epidermal yang terlihat dalam
penyakit ini biasanya melibatkan satu sel-sel basal yang akan mengkerut dengan sitoplasma eosinofilik
dan satu atau lebih fragmen nuclear piknotik. Sel-sel yang mati ini disebut sebagai Civatte bodies, dan
terdapat bukti ultrastruktural bahwa keadaan tersebut terjadi melalui suatu proses yang unik disebut
sebagai apoptosis, dimana sel-sel dikonversi menjadi badan filamentous yang difagosit oleh makrofag
atau sel basal di dekatnya. Apoptosis ini menimbulkan reaksi peradangan kecil bila dibandingkan
dengan sel-sel yang mati akibat nekrosis, dan sel-sel yang mengalami apoptosis dalam lapisan basal
dari sel epitel likenoid di tempat lain sering disebut sel-sel diskeratotik. Sebagian dari sel-sel basal yang
mati tidak dapat difagositosis dan menonjol keluar, masuk ke dalam dermis di bawahnya dimana
kemudian akan diselubungi oleh immunoglobulin terutama IgM dan disebut sebagai badan koloid.

h. lupus erythematous
Lupus eritematosus (LE) ada dalam 3 bentuk :
• Lupus eritematosus discoid kronis (CDLE) ,yang hanya mengenai kulit.
CDLE ,bentuk jinak dari penyakit tersebut adalah murni kelainan mukokutan. Dapat timbul pada setiap
usia ,tetapi terutama pada wanita diatas 40 tahun.
CDLE secara klasik ditandai oleh suatu bercak seperti kupu-kupu ,merah ,simetris yang terjadi
melintang batang hidung. Daerah daerah wajah yang sangat fotosensitif lainnya ,termasuk pipi, daerah
malar ,dahi ,kulit kepala ,dan kulit telinga juga terkena .
Kadang-kadang CDLE timbul sebagai plak-plak putih yang terpisah. Mukosa pipi adalah daerah intraoral
yang paling sering terkena ,diikuti oleh lidah ,palatum ,dan gusi. Garis merah dan putih sejajar yang
bergantian dalam susunan radial adalah tanda diagnostic yang penting ,bersama dengan gambaran lesi
multiple pada beberapa permukaan. Lesi lesi ini dapat berupa lichen planus tetapi lesi pada telinga
membantu menyingkirkan diagnose lichen planus .
• Lupus eritematosus sistemik (SLE) ,yang mengenai banyak system organ.
SLE adalah penyakit kolagen autoimun yang ditandai oleh pembentukan antibody anti nuclear dan anti
DNA yang ikut berperan dalam cedera jaringan yang terjadi secara imunologik. Pasien seringkali
mengeluh lelah ,demam ,dan sakit sendi. Seringkali ada limfadenopati umum tanpa nyeri. Juga dapat
dijumpai hepatomegali ,splenomegali ,neuropati perifer dan kelainan kelaian hematologic .
• Lupus eritematosus kutan subakut ,yaitu suatu varian kutan dengan gejala-gejala sistematis ringan

Lesi lesi LE bersifat kronis dengan periode kekambuhan dan remisi. Lesi yang masak menunjukkan 3
daerah ; suatu pusat atrofik yang dibatasi oleh daerah tengah hiperkeratotik yang dikelilingi oleh suati
eritematosus di perifernya. Seringkali ada hipopigmentasi dari lesi akibat kerusakan melanositik di
pertemuan epidermal-dermal. Lesi lesi tersebut biasanya terbatas pada bagian atas dari tubuh
,terutama kepala dan leher .
Duapuluh sampai empatpuluh persen dari penderita LE mempunyai lesi oral. Lesi ini dapat timbul
sebelum atau sesudah lesi kulit timbul. Lesi kulit umumnya merah dengan tepi bersisik yang putih
sampai keperak-perakan. Bibir bawah yang terpajan matahari di tepi vermilion adalah daerah yang
umum ,sedangkan bibir atas biasanya terkena sebagai akibat dari perluasan langsung dari lesi lesi kulit.
Lesi intraoral seringkali difus dan eritematosus dengan komponen ulseratif dan putih .

i. karsinoma in situ
Karsinoma in situ arti katanya adalah kanker yang masih berada pada tempatnya, merupakan
kanker dini yang belum menyebar atau menyusup keluar dari tempat asalnya. Meskipun istilah
karsinoma in-situ tidak digunakan luas pada lesi rongga mulut, deskripsi ini menunjukan bahwa secara
histologis karsinoma masih terlokalisir dalam epitel skuamus berlapis dan belum ada invasi kedalam
jaringan ikat dibawahnya. Karsinoma in situ bukan merupakan kanker, dan terjadi gangguan seluruh
lapisan epitel. Biasa ditemukan 5 th sebelum karsinoma invasive.
Etiologi :
Tidak diketahui. Umumnya terjadi 5 tahun sebelum karsinoma invasif. Banyak ditemukan pada usia di
bawah 30 tahun.
Karakteristik :
Epitel yang menunjukkan perubahan keganasan tetapi tidak menunjukkan invasi ke bawah jaringan
ikat.
Klinis :
Bervariasi, banyak lesi yang hanya menunjukkan perubahan minimal. Daerah yang terkena sedikit
cembung atau rata atau cekung, kemerah-merahan. Permukaan cenderung bergranula atau seperti
beledu, ada yang memberi gambaran atrofi berkilat, lebih merah dari mukosa sekitarnya. Ada yang
menamakannya dengan eritroplasia untuk menekankan reaksi ini. Daerah karsinoma in situ mungkin
berbaur dengan leukoplakia (secara klinis) atau dapat juga mirip leukoplakia.
Mikroskopis :
Kriteria yang paling penting untuk mendiagnosis karsinoma in situ adalah disorganisasi yang sempurna
dari sel-sel semua lapisan epidermis atau mukosa. Sel-sel bervariasi dalam ukuran, bentuk,
hiperkromatik dengan inti yang besar. Aktivitas mitosis banyak dijumpai, juga mitosis abnormal.
Lapisan basal sudah terkena dan membentuk batas yang jelas, namun membran basalis masih utuh.
Lapisan jaringan ikat di bawahnya meunjukkan reaksi peradangan kronis, dapat juga normal. Peralihan
dari epitel normal ke karsinoma in situ dapat sangat tiba-tiba atau perlahan-lahan tanpa daerah batas
yang jelas. Mukosa sekitar bervariasi dari hiperplasia, displasia sampai karsinoma in situ.
Prognosis :
Banyak karsinoma in situ yang tidak diobati berubah menjadi karsinoma invasif meskipun kecepatan
progresivitasnya bervariasi. Biasanya karsinoma in situ dalam mulut lebih cepat invasinya
dibandingkan dengan leher mulut rahim. Dengan pengobatan adekuat, prognosis karsinoma in situ
mulut seharusnya baik.
Tak bermetastasis, dapat tumbuh ke dalam atau menyebar ke lateral ke mukosa sekitar. Meskipun
prognosis karsinoma in situ yang terlokalisasi relatif baik, tetapi harus dipertimbangkan adanya resiko
keganasan yang tinggi dan karenanya perkembangannya harus terus dipantau.

j. sipilis leukoplakia
Etiologi
Etiologi dari sifilis tersier ini ialah bakteri Treponema pallidum. Resiko lesi yang disebabkan oleh
bakteri ini untuk menjadi ganas sangat tinggi. Biasanya sifilis leukoplakia ini terletak pada bagian
dorsum lidah. Lesi ini memiliki bentuk yang tidak teratur dan outline yang tidak berbatas jelas.
Terdapat invasif carcinoma dan erosi. Carcinoma terletak dibagian tengah dari dorsum lidah. Seringkali
disertai dengan dysplasia, hyperkeratosis dan akantosis. Sel-sel radang yang terdapat ialah sel plasma,
giant sel, dan granuloma.

k. sublingual keratosis
Istilah ini digunakan untuk lesi putih yang terdapat di dasar mulut dan ventral dari lidah. Lesi ini
mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menjadi ganas (30%). Gejala klinis yang ditunjukkan ialah
berwarna putih, terdapat plak yang halus, tidak teratur namun berbatas jelas. Biasanya lesi ini tidak
diikuti dengan infiltrasi sel-sel radang. Gambaran histologi untuk sublingual keratosis sama dengan
gambaran histologi pada leukoplakia lainnya, yakni adanya parakeratosis atau orthokeratosis atau
keduanya dalam area yang berbeda. Keratin tersebut menimbulkan warna putih pada lesi tersebut.
Epiteliumnya tampak atrofi (mengecil) dan biasanya disertai dengan akantosis. Kebanyakan
leukoplakia tidak menunjukkan adanya dysplasia, walaupun sebagian kecil menunjukkan adanya
perubahan dysplasia dari mild dysplasia menuju severe dysplasia. Untuk sel-sel yang mengalami
dysplasia biasanya diikuti dengan reaksi radang dari limfosit dan sel plasma.

l. diskeratosis kongengital
Etiologi dari diskeratosis kongenital ialah genetik, yaitu bawaan dari orang tua. Resiko lesi ini untuk
berubah menjadi ganas tinggi.

m. displasia
Merupakan keadaan dimana sel-sel neolpastik terdapat pada seluruh lapisan epitel. Perubahan pra
kanker lain yang tidak sampai meligatkan seluruh lapisan epitel serviks disebut displasia yang dibagi
menjadi ringan, sedang dan berat. Displasia adalah neoplasia servikal intraepitelial (CIN), tingkatannya
adalah CIN 1 (displasia ringan ) CIN 2 (displasia sedang) dan CIN 3 (displasia berat dan karsinoma in
situ).
WHO mengklasifikasikan epithel dysplasia menurut tingkat keparahannya menjadi:
a. Mild dysplasia
Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat ringan dengan pembentukan 1 atau 2 lapisan
basaloid sel di atas membrana basalis tanpa ditandai adanya atipia sel.
b. Moderate dysplasia
Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat sedang dengan pembentukan lapisan basaloid sel
hingga lapisan prikel ditandai dengan atipia sel.
c. Severe dysplasia
Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat sedang dengan pembantukan lapisan basaloid sel
hingga menggantikan seluruh epithelium sel ditandai adanya atipia sel yang jelas, dan sering disebut
karsinoma in situ.
Etiologi
Secara pasti belum diketahui penyebabnya, tetapi umumnya diderita oleh wanita dengan usia lanjut,
kadang-kadang juga pada wanita yang lebih muda, juga sering terjadi pada multi gravida dengan
pernah melahirkan 4 kali atau lebih, insidensi lebih tinggi pada wanita yang telah kawin aripada yang
tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama pada usia amat muda (< 16 tahun ), jarang
ditemukan pada perawan (virgo), insiden meningkat dengan tingginya paritas, apalagi jika jarak
persalinannya terlalu dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah (higiene seksual yang
jelek,aktifitas seksual yang berganti-ganti pasangan), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya
mendapatkan sirkumsisi, sering dijumpai pada wanita yang mengalai Human Papiloma Virus (HPV) tipe
16 atau 18, wanita perokok juga mempunyai resiko yang besar.

Tanda dan gejala


Pada awal perkembangannnya kanker serviks tidak memberikan tanda-tanda dan keluhan, pada
pemeriksaan dengan spekulum tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang
fisiologik atau patologik.Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan, makin lama makin
berbau busuk akibat dari infeksi dan nekrosis jaringan. Perdarahah yang dialami segera setelah sehabis
senggama (perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 – 80 %). Perdarahan spontah
juga dapat terjadi, umumnya pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III) terutama pada tumor yang
eksofitik.Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri
juga timbul sebagai akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
Patofisiologi
Tidak ada tanda dan gejala yang spesifik dari penyakit ini, perdarahan merupakan satu-satunya gejala
yang nyata, tetapi sering tidak terjadi pada awal penyakit sehingga kanker sudah lamjut pada saat
ditemukan.

Anda mungkin juga menyukai