Anda di halaman 1dari 16

Hemotoraks (Hematotoraks)

A. Definisi
Akumulasi darah dalam dada, atau hemothoraks adalah masalah yang
relative umum, paling sering akibat cedera untuk struktur intrathoracic atau
dinding dada. (Bararah, 2013)
Hematothoraks merupakan suatu keadaan di mana darah terakumulasi
pada rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang
menjadi predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul di kantong
pleura tidak bisa diserap oleh lapisan pleura. (Muttaqin, 2012)
Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal
darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau
pembuluh darah besar. Meskipun beberapa penulis menyatakan bahwa nilai
hematokrit minimal 50% diperlukan untuk membedakan hemothorax dari
perdarahan efusi pleura, kebanyakan penulis tidak setuju pada setiap
perbedaan spesifik (Mancini, 2015)
B. Anatomi Fisiologi
Terdapat dua paru, di mana masing-masing terletak disamping garis
medialis di rongga thoraks, bentuk paru menyerupai kerucut dan terdiri atas
bagian apeks, basal, permukaan kosta, permukaan medialis. Bagian apeks
(puncak) berada dibagian dasar leher sekitar 2.5 mm diatas klavikula tengah.
Apeks paru berada di dekat iga pertama dan pembuluh darah arteri dan
vena subclavian serta saraf di dasar leher. Basal paru berbentuk cekung dan
semilunar, serta berada di permukaan toraks diafragma. Permukaan kosta
berbentuk cembung dan berada berhadapan dengan kartilago kosta, iga, dan
otot interkosta.
Pleura terdiri atas kantong membrane serosa yang tertutup (masing-masing
satu di tiap paru) dan berisi sedikit cairan serosa. Pleura membentuk dua
lapisan: satu lapisan melekat pada paru (pleura visceral) dan lapisan lainnya
melekat pada dinding rongga toraks (pleura parietal). Diantara kedua lapisan
ini terdapat rongga disebut rongga pleura, rongga ini merupakan satu-
satunya ruang kosong. Dalam kondisi sehat, dua lapis pleura dipisahkan oleh

1
selaput cairan serosa yang memungkinkan lapisan bebas bergerak satu sama
lain, dan mencegah gesekan antara lapisan saat bernapas. Cairan serosa
disekresi oleh sel epithelial membrane.
Paru terdiri atas bronkus dan jalan napas berukuran lebih kecil , alveoli,
jaringan ikat, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf, yang semuanya
berada di matriks jaringan ikat elastic. Tiap lobus tersusun dari sejumlah
lobulus. Trukus pulmonal terbagi menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri ,
yang membawa darah yang miskin oksigen ketiap paru. Di dalam paru , arteri
pulmonalis terbagi menjadi banyak cabang, yang akhirnya bermuara di
jaringan kapiler padat di sekitar dinding alveoli.
Pertukaran gas antara udara di paru dan darah kapiler berlangsung pada
dua selaput yang sangat halus (keduanya disebut membrane pernapasan).
Kapiler pulmonal bergabung membentuk dua vena pulmonalis di tiap paru.
Vena ini keluar dari paru melalui hilum dan membawa darah yang kaya akan
oksigen ke atrium kiri jantung. (Nurachmah, dkk. 2010)
C. Etiologi
Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
akan menyebabkan rongga paksa tumpul pada rongga thorak (hemothoraks)
dan rongga abdomen. Trauma tajam dapat disebabkan oleh tikaman dan
tembakan. (Bararah, 2013)
Penyebab umum dari hemotoraks adalah trauma toraks. Hemotoraks juga
dapat terjadi pada pasien dengan defek pembekuan darah, operasi toraks atau
jantung, kanker pleura atau paru, dan tuberculosis. Selain itu, penyebab
lainnya adalah pemasangan kateter vena sentral dan tabung torakostomi.
Laporan kasus melibatkan terkait gangguan seperti penyakit hemoragik
pada bayi baru lahir (misalnya, kekurangan vitamin K), Henoch-Schönlein
purpura, dan beta thalassemia / penyakit E hemoglobin. Kongenital
malformasi adenomatoid kistik sesekali menghasilkan hemothorax. (Mancini,
2015)

2
D. Patofisiologi
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai berat
tergantung besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan
anatomi yang ringan berupa jejas pada dinding toraks, fraktur kosta simpel.
Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multiple
dengan komplikasi, pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio paru. Trauma
yang lebih berat menyebabkan perobekan pembuluh darah besar dan trauma
langsung pada jantung.
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat
menganggu fungsi fisiologi dari sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
Gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat
tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal pernafasan dapat berupa
gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi dan gangguan mekanik/alat
pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma toraks adalah
gangguan faal jantung dan pembuluh darah.

Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua


gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2

3
area utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik
ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi, tergantung pada jumlah perdarahan
dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada
seorang pria 70 kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik
yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan
menyebabkan gejala awal syok yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan
tekanan darah.
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk
terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL).
Karena rongga pleura seorang pria 70 kg dapat menampung 4 atau lebih liter
darah, perdarahan exsanguinating dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari
kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan
ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka
pada dinding dada. Sebuah kumpulan darah yang cukup besar menyebabkan
pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea.
Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu
tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera,
tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi
keluhan utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,
dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam
beberapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan
enzim pleura dimulai.

4
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan
osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura
dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga
pleura. Dengan cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat
berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax: empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi
bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan
benar, hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis. (Mancini,
2015)
E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan hemotoraks adalah nyeri
dada, pasien menunjukkan distres pernapasan berat, napas pendek, takikardi,
hipotensi, pucat, dingin, dan takipneu. Pasien juga dapat mengalami anemia
sampai syok (Boston Medical Centre, 2014)
F. Derajat Hemothorax
 Hemothorak Kecil: yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15% pada
foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah sampai 300 ml.
 Hemothorak Sedang: 15-35% tertutup bayangan pada foto rontgen, perkusi
pekak sampai iga VI. Jumlah darah sampai 800 ml.
 Hemothorak Besar: lebih 35% pada foto rontgen, pekak sampai cranial, iga
IV. Jumlah darah sampai lebih dari 800 ml. (Bararah, 2013)

5
G. Farmakologi
1. Pemberian Oksigen
Mengatasi gangguan ventilasi yang diakibatkan oleh kompresi.
2. Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan
infus cairan kristaloid (cairan RL) secara cepat dengan jarum besar dan
kemudian pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Cairan
RL:
 Merupakan larutan isotoni Natrium Klorida, Kalium Klorida, Kalsium
Klorida, dan Natrium Laktat yang komposisinya mirip dengan cairan
ekstraseluler.
 Merupakan cairan pengganti pada kasus-kasus kehilangan cairan
ekstraselular.
 Merupakan larutan non-koloid, mengandung ion-ion yang terdistribusi
kedalam cairan intravaskuler dan interststel (ekstravaskuler)
3. Tramadol
Komposisi: Tiap tablet mengandung: Tramadol HCl 50 mg
Cara kerja obat:
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat.
Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf
pusat sehingga mengeblok sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Di
samping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmitter dari saraf
aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.
Indikasi:
Efektif untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca
pembedahan.
Dosis umum:
Dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan
nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang
waktu 30-60 menit.

6
Dosis maksimum:
400 mg sehari. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang
diderita.
Penderita gangguan hati dan ginjal dengan "creatinine clearances"
<30 ml/menit:
50-100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.
Peringatan dan perhatian:
 Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi ketergantungan,
sehingga dokter harus menentukan lama pengobatan.
 Tramadol tidak boleh diberikan pada penderita ketergantungan obat.
 Hati-hati penggunaan pada penderita trauma kepala, meningkatnya
tekanan intrakranial, gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat atau
hipersekresi bronkus, karena dapat mengakibatkan meningkatnya
resiko kejang atau syok.
 Penggunaan bersama dengan obat-obat penekanan SSP lain atau
penggunaan dengan dosis berlebihan dapat menyebabkan
menurunnya fungsi paru.
 Penggunaan selama kehamilan harus mempertimbangkan manfaat dan
resikonya baik terhadap janin maupun ibu.
 Hati-hati penggunaan pada ibu menyusui, karena tramadol
diekskresikan melalui ASI.
 Tramadol dapat mengurangi kecepatan reaksi penderita, seperti
kemampuan mengemudikan kendaraan ataupun mengoperasikan
mesin.
 Depresi pernapasan akibat dosis yang berlebihan dapat dinetralisir
dengan nalokson, sedangkan kejang dapat diatasi dengan pemberian
benzodiazepin.
 Meskipun termasuk antagonis opiat, tramadol tidak dapat menekan
gejala "withdrawal" akibat pemberian morfin.

7
Efek samping:
Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala,
pruritus, berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah.
Dispepsia dan obstipasi. Efek samping yang berupa ketergantungan sangat
jarang terjadi.
4. Asam tranexamat
 Kegunaan dari asam traneksamat adalah untuk mencegah,
menghentikan ataupun menghentikan pendarahan masif. Biasanya zat
ini diberikan pada prosedur pembedahan, epistaksis atau mimisan,
pendarahan berat saat menstruasi atau angioedema herediter (masalah
sistem kekebalan tubuh).
 Secara sederhana, asam traneksamat berfungsi untuk mencegah,
mengurangi, bahkan menghentikan pendarahan yang tak diinginkan.
 Obat ini memiliki kontraindikasi pada wanita yang mengonsumsi obat
kontrasepsi hormonal kombinasi, pasien wanita yang sedang dalam
masa prepubertas, pasien dengan penyakit tromboemboli yang aktif,
memilki risiko mengalami trombosis atau tromboemboli, atau
pendarahan subaraknoid.
 Pasien-pasien dengan riwayat gangguan fungsi ginjal, kelainan
pembuluh darah, pendarahan saluran kemih, menderita diseminata
intravascular coagulation (DIC), menggunakan anti-inhibtor coagulant
complex, serta sedang hamil dan menyusui disarankan untuk tidak
mengonsumsi obat ini atau setidaknya perlu berada di bawah
pengawasan ketat dalam penggunaannya.
 Ada beragam efek samping asam traneksamat yang menyebabkan
meninggalnya 2 pasien RS Siloam, antara lain sakit kepala, sakit
punggung, sakit perut, nyeri sendi, keram otot, anemia, lelah,
gangguan penglihatan, mual-muntah, diare, atau penurunan takanan
darah saat dilakuan penyuntikan obat secara cepat.

8
5. Ranitidine
Ranitidin digunakan untuk menangani gejala dan penyakit akibat produksi
asam lambung yang berlebihan. Kelebihan asam lambung dapat membuat
dinding sistem pencernaan mengalami iritasi dan peradangan. Inflamasi ini
kemudian dapat berujung pada beberapa penyakit, seperti tukak lambung,
tukak duodenum, sakit maag, nyeri ulu hati, serta gangguan pencernaan.
(Adam, 2012)
H. Diet
Pemberian diet untuk pasien dengan hemotorak yaitu diet TKTP (Tinggi
Kalori Tinggi Protein)
Diet TKTP adalah pengaturan jumlah protein dan kalori serta jenis zat
makanan yang dimakan disetiap hari agar tubuh tetap sehat.
1. Tujuan Diet
a. Memberikan makanan secukupnya atau lebih dari pada biasa untuk
memenuhi kebutuhan protein dan kalori.
b. Menambah berat badan hingga mencapai normal.
Penambahan berat badan hingga mencapai normal menunjukkan
kecukupan energi. Bagi orang dewasa digunakan Indek MasaTtubuh
(IMT).
c. Mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan.
Dengan terpenuhinya kebutuhan energi / kalori dan protein di dalam
tubuh, sehingga menjamin terbentuknya sel-sel baru di dalam jaringan
tubuh.
2. Syarat Diet
a. Tinggi Energi
b. Tinggi Protein
c. Cukup mineral dan Vitamin
d. Mudah dicerna
e. Diberikan secara bertahap bila penyakit dalam keadaan darurat
f. Makanan yang dapat mengurangi nafsu makan dihindari.

9
3. Indikasi
a. Malnutrisi, defisiensi kalori, protein, anemia, kwashiorkor.
b. Sebelum dan sesudah operasi.
c. Baru sembuh dari penyakit dengan panas tinggi atau penyakit
berlangsung lama.
d. Trauma perdarahan.
e. Infeksi saluran pernafasan
4. Macam Diet TKTP
a. TKTP I
Kalori : 2600 kal/kg BB
Protein : 100 g (2 g/kgBB)
b. TKTP II
Kalori : 3000 kal / kg BB
Protein : 125 g (2½ g / kg BB)
5. Bahan Makanan TKTP
a. Bahan makanan sumber protein
 Sumber protein hewani : ayam, daging, hati, ikan, telur, susu, keju.
 Sumber protein nabati : kacang-kacangan.
b. Bahan makanan sumber kalori.
 Sumber hidrat arang : beras, jagung, ubi singkong, roti, kentang,
mie, tepung.
 Sumber lemak : minyak goreng, mentega. (Almatsier, 2011)
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
Pleura. Pada kasus trauma tumpul dapat terlihat
pada foto toraks, seperti fraktur kosta atau
pneumotoraks.

10
a. Persiapan
1) Jelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
2) Beritahu pasien melepaskan pakaian ketika petugas radiologi
sedang mempersiapkan pesawat rontgen
b. Pelaksanaan
Memberikan instruksi kepada pasien dengan posisi pemeriksaan:
- Posisi PA (Postero Anterior)
Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan
supaya scapula tidak menutupi parenkim paru.

- Posisi AP (Antero Posterior)


Dilakukan pada anak-anak atau pada pasien yang tidak kooperatif.
Film diletakkan dibawah punggung, biasanya scapula menutupi
parenkim paru. Jantung juga terlihat lebih besar dari posisi PA.
- Posisi Lateral Dextra & Sinistra
Posisi ini hendaknya dibuat setelah posisi PA diperiksa. Buatlah
proyeksi lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala klinis terdapat
di sebelah kanan, maka dibuat proyeksi lateral kanan,berarti

11
sebelah kanan terletak pada film. Foto juga dibuat dalam posisi
berdiri.

c. Pasca
Beritahu pasien untuk menggunakan kembali pakaian (Misri, 2013)
2. AGD : variable tergantung dari derajat fungsi paru yang
dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan
kemampuan mengompensasi. PCO2 kadang-kadang
meningkat > 45. PO2 mungkin normal atau menurun
< 80, saturasi oksigen biasanya menurun.

a. Persiapan
1) Jelaskan prosedur dan tujuan dari tindakan yang dilakukan.
2) Jelaskan bahwa dalam prosedur pengambilan akan menimbulkan
rasa sakit.
3) Jelaskan komplikasi yang mungkin timbul.
4) Jelaskan tentang allen’s test.
Caranya :
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan
tekanan langsung pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk
membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi

12
warna jari-jari, ibu jari, dan tangan. Jari-jari dan tangan harus
memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s
positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan
test allen’s negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan
tersebut dan periksa tangan yang lain.
b. Pelaksanaan
1) Menyiapkan posisi pasien :
a) Arteri Radialisi :
- Pasien tidur semi fowler dan tangan diluruskan.
- Meraba arteri kalau perlu tangan boleh diganjal atau
ditinggikan.
- Arteri harus benar-benar teraba untuk memastikan
lokalisasinya.
b) Arteri Dorsalis Pedis.
- Pasien boleh flat/fowler.
c) Arteri Brachialis
- Posisi pasien semi fowler, tangan di hyperekstensikan /
diganjal dengan siku.
d) Arteri Femoralis.
- Posisi pasien flat.
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
3) Raba kembali arteri untuk memastikan adanya pulsasi daerah yang
akan ditusuk sesudah dibersihkan dengan kapas bethadine secara
sirkuler. Setelah 30 detik kita ulangi dengan kapas alkohol dan
tunggu hingga kering.
4) Bila perlu obat anethesi lokal gunakan spuit 1 cc yang sudah diisi
dengan obat (adrenalin 1 %), kemudian suntikan 0,2-0,3 cc
intracutan dan sebelum obat dimasukkan terlebih dahulu aspirasi
untuk mencegah masuknya obat ke dalam pembuluh darah.
5) Lokalisasi arteri yang sudah dibersihkan difiksasi oleh tangan kiri
dengan cara kulit diregangkan dengan kedua jari telunjuk dan jari

13
tengah sehingga arteri yang akan ditusuk berada di antara 2 jari
tersebut.
6) Spuit yang sudah di heparinisasi pegang seperti memegang pensil
dengan tangan kanan, jarum ditusukkan ke dalam arteri yang sudah
di fiksasi tadi.
- Pada arteri radialis posisi jarum 45 derajat.
- Pada arteri brachialis posisi jarum 60 derajat.
- Pada arteri femoralis posisi jarum 90 derajat.
7) Sehingga arteri ditusuk, tekanan arteri akan mendorong penghisap
spuit sehingga darah dengan mudah akan mengisi spuit, tetapi
kadang-kadang darah tidak langsung keluar. Kalau terpaksa dapat
menghisapnya secara perlahan-lahan untuk mencegah hemolisis.
Bila tusukan tidak berhasil jarum jangan langsung dicabut, tarik
perlahan-lahan sampai ada dibawah kulit kemudian tusukan boleh
diulangi lagi kearah denyutan.
8) Sesudah darah diperoleh sebanyak 2 cc jarum kita cabut dan
usahakan posisi pemompa spuit tetap untuk mencegah terhisapnya
udara kedalam spuit dan segera gelembung udara dikeluarkan dari
spuit.
9) Ujung jarum segera ditutup dengan gabus / karet.
10) Bekas tusukan pungsi arteri tekan dengan kapas alkohol campur
dengan bethadine.
- Pada arteri radialis dan dorsalis pedis selama 5 menit.
- Pada arteri brachialis selama 7 – 10 menit.
- Pada arteri femoralis selama 10 menit.
- Jika pasien mendapat antikoagulan tekan selama 15 menit.
11) Lokalisasi tusukan tutup dengan kassa + bethadine steril.
12) Memberi etiket laboratorium dan mencantumkan nama pasien,
ruangan, tanggal, dan jam pengambilan, suhu, dan jenis
pemeriksaan.

14
13) Bila pengiriman/pemeriksaannya jauh, darah dimasukkan kantong
plastik yang diisi es supaya pemeriksaan tidak berpengaruh oleh
suhu udara luar.
14) Kembali mencuci tangan setelah selesai melakukan tindakan.
c. Pasca
Rapikan pasien (Gallo, 2010)
3. Hemoglobin : Kadar Hb menurun < 10 gr %, menunjukkan
kehilangan darah
4. Volume tidal menurun < 500 ml, kapasitas vital paru menurun
(Bararah, 2013)
5. Torakosentesis dan WSD
a. Persiapkan kulit dengan antiseptik
b. Lakukan infiltratif kulit, otot dan pleura dengan lidokain 1 % diruang
sela iga yang sesuai, biasanya di sela iga ke 5 atau ke 6 pada garis mid
axillaris.
c. Perhatikan bahwa ujung jarum harus mencapai rongga pleura
d. Hisap cairan dari rongga dada untuk memastikan diagnosis
e. Buat incisi kecil dengan arah transversal tepat diatas iga, untuk
menghindari melukai pembuluh darah di bagian bawah iga
f. Dengan menggunan forceps arteri bengkok panjang, lakukan penetrasi
pleura dan perlebar lubangnya
g. Gunakan forceps yang sama untuk menjepit ujung selang dan
dimasukkan ke dalam kulit
h. Tutup kulit luka dengan jahitan terputus, dan selang tersebut di fiksasi
dengan satu jahitan.
i. Tinggalkan 1 jahitan tambahan berdekatan dengan selang tersebut tanpa
dijahit, yang berguna untuk menutup luka setelah selang dicabut nanti.
Tutup dengan selembar kasa hubungkan selang tersebut dengan sistem
drainage tertutup air
j. Tandai tinggi awal cairan dalam botol drainage. (Muttaqin, 2012)

15
6. Analisis Cairan Pleura
Pada analisis cairan pleura, setelah dilakukan aspirasi, cairan tersebut
diperiksa kadar hemoglobin atau hematokrit. Dikatakan hemotoraks jika
kadar hemoglobin atau hematokrit cairan pleura separuh atau lebih dari
kadar hemoglobin atau hematokrit darah perifer
7. CT scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang cukup akurat untuk mengetahui
cairan pleura atau darah, dan dapat membantu untuk mengetahui lokasi
bekuan darah. Selain itu, CT scan juga dapat menentukan jumlah bekuan
darah di rongga pleura (Mancini, 2015)

16

Anda mungkin juga menyukai