Anda di halaman 1dari 6

1.

Keadaan Umum
 Isi: jenis kelamin, usia, rawat diri
 Penting untuk menentukan/memperkirakan prognosis pasien
 Contoh: tampak seorang laki-laki sesuai usia, dengan rawat diri cukup.

2. Kesadaran
 Compos mentis (kesadaran penuh): kemampuan untuk menyadari informasi dan
menggunakannya secara efektif dalam mempengaruhi hubungan dirinya dengan
lingkungan sekitarnya.
 Somnolen: terkantuk-kantuk
 Stupor: acuh tak acuh terhadap sekelilingnya dan tak ada reaksi terhadap stimuli.
 Koma: ketidaksadaran berat, pasien sama sekali tidak memberikan respon terhadap
stimuli.
 Koma vigil: keadaan koma tetapi mata tetap terbuka.
 Kesadaran berkabut: kesadaran menurun yang disertai dengan gangguan persepsi dan
sikap
 Delirium: kesadaran menurun disertai bingung, gelisah, takut, dan halusinasi. Penderita
menjadi tidak dapat diam.
 Twilight state (dreamy state): kesadaran menurun disertai dengan halusinasi, biasanya
terjadi pada epilepsi.

3. Orientasi
 Isi: orientasi orang, waktu, tempat, dan situasi
 Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan untuk menilai orientasi pasien, misalnya:
Mbak, kemarin datang ke sini hari apa/sudah berapa hari?(O-w) Datang sama siapa?(O-o)
Kenapa dibawa ke sini?(insight) Waktu dibawa ke sini, mbak baru apa, dimana?(o-t,s)
Mbak tadi malam bisa tidur? Bangun jam berapa?(O-w) Yang nunggu mbak tadi malam
siapa?(O-o) Tadi mbak sudah jalan-jalan ke mana saja?(O-t)
 Contoh: Orientasi o/w/t/s = b/j/b/b (b: baik, j: jelek)

4. Sikap, Tingkah Laku


 Isi: aktivitas (hiperaktif, normoaktif, hipoaktif), kerjasama (kooperatif, nonkooperatif),
psikomotor (jika ada)
 Bentuk kelainan psikomotor yang dapat diamati:
 Echopraxia: menirukan gerakan orang lain
 Katatonia
 Katalepsi: pasien tidak bergerak dan cenderung mempertahankan posisi tertentu.
 Fleksibilitas serea: gerakan yang diberikan oleh pemeriksa secara perlahan, dan
kemudian dipertahankan oleh pasien.
 Negativisme: gerakan menentang/tidak mematuhi perintah.
 Katapleksi: tonus otot menghilang sementara dikarenakan emosi
 Stereotipi: aktivitas fisik atau bicara yang diulang-ulang
 Manerisme: gerakan involunter yang stereotipik
 Otomatis perintah: mengikuti perintah secara otomatis
 Mutisme: tak bersuara
 Agresi: perbuatan menyerang, baik verbal maupun fisik, disertai afek marah/benci.

5. Afek
 Afek: emosi yang diekspresikan oleh pasien, sehingga penilaiannya obyektif (dapat
diamati oleh pemeriksa)
 Afek dapat dinyatakan dalam beberapa cara:
 Jenis emosi : kemarahan, kesedihan, euphoria (peningkatan ekspresi kegembiraan), elasi
(euphoria dengan peningkatan aktivitas psikomotor), eksaltasi (elasi yang disertai waham
kebesaran), ekstase (agresi).
 Intensitas dan derajat emosi: datar, tumpul, sempit, luas.
o Datar: tidak terdapat ekspresi
o Tumpul: ekspresi yang tampak sangat sedikit (hamper tidak terdapat ekspresi)
o Sempit/menyempit: pasien terkadang masih dapat mengekspresikan perasaannya.
o Luas: perasaan dapat diekspresikan secara penuh (normal)
 Keserasian: dilihat dari kesesuaian antara stimulus yang diberikan dengan ekspresi
pasien: appropriate, inappropriate.
 Konsistensi perasaan: labil, stabil. Labil bila terjadi perubahan afek yang cepat.

6. Mood
 Isi: sedih, takut, bahagia, marah, cemas, irritable, disforik.
 Mood: emosi yang berkepanjangan yang dialami secara subyektif dan dilaporkan oleh
pasien.
 Mood disforik: apabila dirasakan oleh penderita tidak menyenangkan, misalnya irritable,
marah, atau depresi.

7. Proses Pikir
· Dibedakan menjadi bentuk pikir, isi pikir, dan progress pikir.
a. Gangguan bentuk pikir:
1. Nonrealistik/derealistik: tidak sesuai dengan kenyataan tetapi masih mungkin, misal:
“saya adalah seorang presiden” atau seorang dokter berkata, “saya dapat
menyembuhkan semua orang yang sakit”
2. Dereistik: tidak sesuai dengan kenyataan dal lebih didasarkan pada khayalan, misal:
“saya adalah seorang malaikat” atau “saya dapat menyembuhkan segala macam
penyakit”
3. Autistik: pikiran yang timbul dari fantasi, berokupasi pad aide yang idesentris. Orang
autistic selalu hidup dalam alam/dunianya sendiri, dan secara emosional terlepas dari
orang lain.
4. Tidak logis (illogical thought), sering juga disebut magical thought: berorientasi pada
hal-hal yang bersifat magis.
5. Pikiran konkrit (formal thought disorder): pikiran terbatas pada satu dimensi arti,
pasien mengartikan kata/kalimat apa adanya, tidak mampu berpikir secara metaforik
atau hipotetik. Symptom ini biasa ditemukan pada pasien dengan gangguan mental
organic dan skizofrenia. Contoh: meja hijau = meja yang berwarna hijau, daun muda
= daun yang masih muda.
b. Gangguan isi pikir:
1. Ideas of reference: pasien selalu berprasangka bahwa orang lain sedang
membicarakan dirinya dan kejadian-kejadian yang alamiah pun memberi arti
khusus/berhubungan dengan dirinya. Contoh: pasien merasa bahwa berita yang
dibawakan oleh pembawa berita di televise berkaitan dengannya dan terselip pesan
untuknya.
2. Waham: keyakinan palsu yang timbul tanpa stimulus dari luar yang cukup
Ciri:
 Tidak realistic
 Tidak logis
 Menetap
 Egosentris
 Diyakini kebenarannya oleh penderita
 Tidak dapat dikoreksi
 Dihayati oleh penderita sebagai hal yang nyata
 Penderita hidup dalam wahamnya itu
 Keadaan/hal yang diyakini itu bukan merupakan bagian sosio-kultural
setempat.
Macamnya:
 Waham kebesaran
 Waham diancam
 Waham cemburu
 Waham curiga
 Waham bersalah
 Waham berdosa (biasanya pasien tampak selalu murung)
 Waham tak berguna (sering kali memicu keinginan pasien untuk bunuh
diri)
 Waham miskin
 Waham hipokondria (pasien merasa di dalam tubuhnya ada sesuatu
benda yang harus dikeluarkan sebab dapat membahayakan dirinya)
 Waham kejar
 Waham bizarre, meliputi:
Ø Waham sedot pikir (thought of withdrawal): pasien percaya bahwa
seeseorang telah mengambil keluar pikirannya
Ø Waham sisip piker (thought of insertion): pasien percaya bahwa seseorang
telah menyesipkan pikiran ke kepalanya
Ø Waham siar piker (thought of broadcasting): pasien percaya bahwa orang lain
dapat mengetahui/membaca pikirannya
Ø Waham kendali piker (thought of being controlled): pasien percaya bahwa
apa yang dirasakan/dilakukannya dipengaruhi/dikendalikan oleh orang lain.
3 Obsesi: gagasan (ide), bayangan, atau impuls yang berulang dan persisten.
4 Kompulsi: perilaku/perbuatan berulang yang bersifat stereotipik, biasanya
menyertai obsesi.
5 Fobia: ketakutan yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu objek, aktifitas,
atau situasi spesifik yang menimbulkan keinginan yang mendesak untuk
menghindarinya.
6 Anosognosis: pasien menolak kenyataan bahwa ia mengalami gangguan fisik, hal
ini terjadi pada pasien yang mengalami luka/trauma dan kerusakan otak yang luas.
Contoh: penderita buta mengatakan bahwa ia dapat melihat.

c. Gangguan progress/arus pikir


1. Neologisme: pembentukan kata-kata baru yang memiliki arti khusus bagi
penderita, sering terdapat pada pasien skizofrenia. Neologisme dapat pula akibat
halusinasi akustik sehingga sering merupakan kata yang diulang.
2. Word salad: bentuk ekstrim neologisme yang ditandai dengan kalimat yang
dibentuk dari kata-kata yang hamper semuanya tidak dapat dimengerti.
3. Magical thinking: pasien percaya bahwa segala tingkah laku, ucapan, sikap, serta
gerak-geriknya dikendalikan oleh kekuatan magis. Symptom ini menonjol pada
pasien dengan obsesif kompulsif dan secara ekstrim terdapat pada skizofrenia.
4. Intelektualisasi: pembicaraan yang meloncat-loncat kea rah konsep intelektual,
tentang teori yang abstrak dan filosofis. Sering dijumpai pada pasien obsesif
kompulsif dan skizofrenia.
5. Circumstantiality: gangguan asosiasi karena terlalu banyak ide yang disampaikan.
Pada umumnya pasien dapat mencapai tujuannya, tetapi harus secara bertahap.
Sering dijumpai pada pasien skizofrenia, epilepsy, dan demensia senilis.
6. Tangential thinking: pembicaraan pasien terlepas sama sekali dari pokok
pembicaraan dan tidak kembali ke pokok pembicaraan tersebut, sehingga tujuan
tidak pernah tercapai. Sering dijumpai pada pasien bipolar fase manic.
7. Asosiasi longgar: pasien berbicara dengan kalimat-kalimat yang tidak
berhubungan, namun masih dapat dimengerti.
8. Inkoherensi: merupakan asosiasi longgar yang berat, terdapat distorsi
tatabahasa/susunan kalimat dengan arti istilah yang aneh. Secara khas terdapat
pada skizofrenia.
9. Flight of ideas: pembicaraan yang melompat-lompat dari satu topic ke topic lain
tanpa terputus, dimana masih terdapat benang merah (masih terkait, walau sangat
kecil kaitannya).
10. Stereotypi kata/kalimat: pengulangan kata/kalimat karena adanya pengulangan
buah pikiran. Bila terjadi pengulangan kata = verbigerasi, pengulangan kalimat =
perseverasi. Terdapat pada skizofrenia dan GMO.
11. Logore: pasien berbicara terus-menerus tanpa henti.
12. Echolalia: menirukan kata-kata/kalimat orang lain, cenderung berulang-ulang dan
persisten.
13. Remming: pasien berbicara dengan sangat lambat dan biasanya dengan nada yang
rendah, karena pikirannya timbul perlahan sehingga progresi piker menjadi lambat.
Biasanya terdapat pada pasien dengan depresi.
14. Blocking: putusnya pikiran yang ditandai dengan putusnya secara sementara atau
terhentinya pembicaraan. Sering ditemukan pada skizofrenia.
15. Mutisme: pasien tidak member respon terhadap lingkungan, tidak mau berbicara
sama sekali. Sering ditemukan pada skizofrenia kataton, depresi berat, histerical
aphonia, dan GMO.
16. Aphasia: gangguan berbicara/berbahasa karena kerusakakn otak.
8. Persepsi
 Isi: agnosia, halusinasi, ilusi
 Agnosia: ketidakmampuan mengenal dan menafsirkan rangsangan sensorik --agnosia
visual, taktil, sensorik.
 Halusinasi: persepsi terhadap rangsang yang tak nyata. (tidak terdapat objek)
 Halusinasi dengar (akustik, auditori)
 Halusinasi visual à harus dalam keadaan mata penderita terbuka. Biasanya merupakan
petunjuk adanya gangguan mental organic.
 Halusinasi bau/olfaktori
 Halusinasi pengecapan/gustatory
 Halusinasi seksual
 Heautoscopie: halusinasi visual khusus, pasien melihat orang yang mirip dirinya
berada di depannya atau mendekatinya. Bila dapat dikoreksi, maka disebut pseudo
halusinasi.
 Halusinasi kinaestesi (phantom phenomenon): persepsi palsu pada pasien setelah
mengalami operasi besar. Contoh: pasien post amputasi kaki berkata bahwa kakinya
masih utuh.
 Ilusi: mispersepsi/misinterpretasi terhadap stimulus sensorik yang real. (ada objek
nyata)

9. Hubungan Jiwa
 Isi: mudah, dapat, atau sukar.
 Mudah: pasien mudah bercerita (member informasi) dan mengungkapkan perasaannya
kepada pemeriksa. (mudah diajak berkomunikasi)
 Dapat: pasien dapat memberikan sedikit informasi kepada pemeriksa.
 Sukar: pasien sukar diajak berbicara, tidak mau memberikan informasi/berkomunikasi
dengan pemeriksa.

10. Perhatian
 Isi: mudah/sukar ditarik, mudah/sukar dicantum
 Mudah ditarik: pasien mudah untuk ditarik perhatiannya dan menjawab pertanyaan
pemeriksa.
 Mudah dicantum: pasien dapat memusatkan perhatian pada topic tertentu dan menjawab
pertanyaan sesuai dengan topic pembicaraan pemeriksa.

11. Insight (tilikan diri)


 Isi: baik/jelek
 Yaitu pemahaman seseorang terhadap kondisi dan situasi dirinya dalam konteks realitas
sekitarnya. (pemahaman pasien terhadap penyakitnya)
 Derajat insight:
 Penyangkalan total terhadap penyakitnya
 Ambivalensi terhadap penyakitnya
 Menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya
 Menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan, namun tidak memahami penyebab
sakitnya
 Menyadari penyakitnya dan faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakitnya
namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya
 Tilikan yang sehat, yakni sadar sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi
untuk mencapai perbaikan.

Anda mungkin juga menyukai