LP Efusi Pleura
LP Efusi Pleura
EFUSI PLEURA
2. Etiologi
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder.
Kelainan primer pada pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman
primer intrapleura dan tumor primer pleura.
Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi :
1) Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya
bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor
mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena
kava superior.
2) Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang
menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan
berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan:
1) Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
2) Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya
hipoproteinemia)
3) Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
4) Berkurangnya absorbsi limfatik
3. Manifestasi Klinik
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan penyakit
dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dipsnea dan
batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura
yang luas akan menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan
atau menunjukkan bunyi napas minimal atau tidak sama sekali
menghasilkan bunyi datar, pekak saat diperkusi. Egofoni akan terdengar
di atas area efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi
jika penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terjadi efusi pleural
kecil sampai sedang, dipsnea mungkin saja tidak terdapat.
Berikut tanda dan gejala:
1) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak napas.
2) Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil,
dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3) Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5) Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz,
yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain,
pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound,
pemeriksaan fisik, dan torakosentesis. Cairan pleural dianalisis dengan
kultur bakteri, pewarnaan Gram, basil tahan asam (untuk tuberkulosis),
hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase, protein), analisis sitologi untuk sel-sel
malignan, dan pH. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan.
4. Klasifikasi
a. Efusi pleura transudate
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan
pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya
transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik (CHF), penurunan
onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negative intra pleura yang meningkat
(atelektaksis akut).
Ciri-ciri cairan:
- Serosa jernih
- Berat jenis rendah (dibawah 1.012)
- Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrophil
- Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan
hydrothorax, penyebabnya:
- Payah jantung.
- Penyakiy ginjal (SN).
- Penyakit hati (SH).
- Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)
5. Patofisologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat
cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu
bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua
pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di
ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya
di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada
pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan
kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil
diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak
mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga
pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi.
Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm
H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan
tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi
tuberkulosa paru .
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah
infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran
getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas
membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat
menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan
terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat
juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju
rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah
merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura
tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini
biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml
cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula
yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel
limfosit, Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa.
Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi
karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa
perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi
pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih
cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas
ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan
infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan
menurun.
6. Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura
parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya.
Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk
memisahkan membran-membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara
perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru
yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara
keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
e. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi
yang menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah
dalam rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu
gelas bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru,
sesak napas dan rasa sakit.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan
adanya cairan.
b. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang
diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga
dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,
maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar
diambil untuk di analisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
b. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi.
c. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan
gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1
– 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran
cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
d. Antibiotika jika terdapat empiema
e. Operatif
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injury fisik
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d. Intoleransi aktivitas
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive: pemasangan
WSD (Water Seal Drainage)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan a. Posisikan pasien untuk
an pola nafas keperawatan selama 3x24 memaksimalkan ventilas
jam pasien menunjukkan b. Identifikasi pasien perlunya
keefektifan jalan nafas pemasangan alat jalan nafas
dibuktikan dengan kriteria buatan
hasil : c. Lakukan fisioterapi dada
a. Frekuensi pernafasan jika perl
sesuai yang diharapkan d. Keluarkan sekret dengan
b. Ekspansi dada simetris. batuk atau suctio
c. Bernafas mudah. e. Auskultasi suara nafas, catat
d. Pengeluaran sputum adanya suara tambahan
e. Tidak didapatkan f. Monitor respirasi dan status
penggunaan otot oksigen.
tambahan. g. Posisikan pasien untuk
f. Tidak didapatkan mengurangi dispneu.
ortopneu
g. Tidak didapatkan nafas Respiratory monitoring
pendek. a. Monitoring frekuensi, irama
dan kedalaman nafas.
b. Monitoring gerakan dada,
lihat kesimetrisan.
c. Monitor pola nafas :
takipneu
d. Beri terapi pengobatan
respirasi.
Nyeri akut NOC : Pain management :
berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji pengalaman nyeri
dengan agen keperawatan selama 3 x 24 pasien sebelumnya, gali
injury fisik jam, nyeri pengalaman pasien tentang
hilang/terkendali dengan nyeri dan tindakan apa
kriteria hasil: yang dilakukan pasien
a. Mengenali faktor b. Kaji intensitas,
penyebab karakteristik, onset, durasi
b. Mengenali lamanya nyeri.
sakit (skala, intensitas, c. Kaji ketidaknyamanan,
frekuensi dan tanda pengaruh terhadap kualitas
nyeri) istirahat, tidur, ADL.
c. Menggunakan metode d. Kaji penyebab dari nyeri
non-analgetik untuk e. Monitoring respon
mengurangi nyeri verbal/non verbal
d. Melaporkan nyeri f. Atur posisi yang senyaman
berkurang dengan mungkin, lingkungan
menggunakan nyaman
manajemen nyeri
e. Menyatakan rasa Pain control :
nyaman setelah nyeri Ajarkan teknik relaksasi
berkurang
f. Tanda vital dalam Management terapi :
rentang normal Kelola pemberian analgetik
Ketidakseimba NOC NIC
ngan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Nutritional management
kurang dari keperawatan selama 2x24 Aktifitas:
kebutuhan jam diharapkan klien dapat a. Kaji adanya alergi makanan
tubuh terpenuhi kebutuhan b. Kolaborasi dengan ahli gizi
nutrisinya, dengan kriteria untuk menentukan jumlah
hasil: kalori dan nutrisi yang
a. Intake zat gizi (nutrien) dibutuhkan pasien
b. Intake zat makanan dan c. Berikan makanan yang
cairan terpilih
c. Berat badan normal d. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
e. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
Nutritional management:
a. Timbang berat badan secara
rutin
b. Monitor turgor kulit
c. Monitor mual dan muntah
d. Monitor kalori dan intake
nutrisi
Intoleransi NOC : NIC
aktivitas Setelah dilakukan tindakan Activity therapy
keperawatan selama 3 x 24 Observasi :
jam, klien dapat melakukan a. Monitor respon fisik, emosi,
aktivitas dengan baik social dan spiritual
dengan kriteria hasil: b. Sediakan penguatan positif
a. Berpartisipasi dalam bagi yang aktif beraktivitas.
aktivitas fisik tanpa
disertai penignkatan Mandiri :
tekanan darah,nadi dan a. Bantu klien untuk
RR mengidentifikasi aktivitas
b. Mampu melakukan yang mampu dilakukan
aktivitas sehari-hari b. Bantu untuk memilih
secara mandiri aktivitas konsisten yang
c. Tanda-tanda vital sesuai dengan kemampuan
normal fisik, psikologis dan sosial.
d. Level kelemahan c. Bantu untuk
e. Status kardiopulmonary mengidentifikasi aktivitas
adekuat yang disukai
f. Status respirasi : d. Bantu pasien untuk
pertukaran gas dan mengembangkan motivasi
ventilasi adekuat diri dan penguatan.
Health education :
a. Ajarkan untuk penggunaan
teknik relaksasi
b. Ajarkan Tindakan untuk
mengehemat energi.
Kolaborasi :
a. Kolaborasikan dengan
tenaga rehabilitasi medik
dalam merencanakan
program terapi yang tepat
b. Rujuk pasien ke pusat
rehabilitasi jantung jika
keletihan berhubungan
dengan penyakit jantung.
Resiko infeksi NOC : NIC
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan keperawatan selama 3 x 24 a. Pantau tanda dan gejala
tindakan jam, infeksi tidak terjadi infeksi (misalnya, suhu
invasive: dengan kriteria hasil: tubuh, denyut jantung,
pemasangan a. Tanda – tanda vital drainase, penampilan luka,
WSD (Water klien terutama suhu sekresi, penampilan urin,
Seal Drainage) dalam batas normal suhu kulit, lesi kulit,
b. Tidak terdapat tanda – keletihan, dan malise)
tanda infeksi pada b. Kaji faktor yang dapat
daerah pemasangan meningkatkan kerentanan
WSD terhadap infeksi (misalnya,
c. Nilai laboratorium usia lanjut, usia kurang dari
terutama leukosit 1 tahun, luluh imun, dan
dalam batas normal ( malnutrisi )
leukosit normal : 5000 c. Pantau hasil laboratorium
– 10.000 rb/ul ). (hitung darah lengkap,
hitung granulosit, absolut,
hitung jenis, protein serum,
dan algumin)
d. Amati penampilan praktik
higiene Personal untuk
perlindungan terhadap
infeksi
Mandiri
a. Lindungi pasien terhadap
kontaminasi silang dengan
tidak menugaskan perawat
yang sama untuk pasien lain
yang mengalami infeksi dan
memisahkan ruang
perawatan pasien dengan
pasien yang terinfeksi
b. Bersihkan lingkungan
dengan benar setelah
dipergunakan masing-
masing pasien
Kolaborasi
a. Ikuti protokol institusi
untuk melaporkan suspek
infeksi atau kultur positif
b. Berikan terapi antibiotik,
bila di perlukan
Health education
a. Jelaskan kepada pasien dan
keluarga mengapa sakit atau
terapi meningkatkan resiko
terhadap infeksi
b. Instruksikan untuk menjaga
higiene personal untuk
melindungi tubuh terhadap
infeksi (misalnya, mencuci
tangan)
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai,
serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada
kriteria hasil. Evaluasi keperawatan pada asuhan keperawatan Efusi
Pleura yaitu :
a. Bersihan jalan nafas kembali efektif
b. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
c. Nyeri akut teratasi
d. Tidak terjadi resiko tinggi infeksi
e. Aktivitas sehari-hari kembali baik
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and