Anda di halaman 1dari 4

SEPERTIGA MALAM

-Sinopsis-

Naskah : Salim Putra Ladiamu

Aktor : Hendri Pramono

Hendri adalah seorang aktor Teater. Bertahun-tahun ia habiskan waktunya untuk berlatih, dan
memerankan satu tokoh ke tokoh yang lainnya. Panggung benar-benar telah menjadi tempat pulang
yang kedua setelah rumah ibadahnya. Selain seorang pegiat teater yang fanatik, hendri juga sangat
religius dalam urusan keyakinan ber-ke-tu-ha-nan. Setiap hari kehidupan hendri berputar sangat
monoton; Berlatih teater, istirahat dari berlatih, pulang ke rumah, begitu terus berulang setiap hari:
tanpa meninggalkan aktivitas peribadatannya.

Satu waktu Hendri berada dalam satu keadaan yang membingungkan. Di sebuah pertemuan teater ,
HATEDU. Hendri jatuh cinta dalam waktu yang sangat cepat, pandangan pertama, sebut saja begitu.
Perempuan yang ia sukai adalah seorang perempuan yang lebih muda dari dirinya, dan persoalannya
adalah... mereka berbeda keyakinan.

Bertahun – tahun menjadi seorang aktor yang suka berwisata karakter, untuk kali ini hendri benar-benar
harus menerima keringkihan karakter dirinya sendiri yang mudah jatuh lemah hanya karena tersandung
cinta. Jatuh cintanya pada pandangan pertama mungkin hal yang biasa, tapi yang luar biasa adalah
karena berbeda keyakinan. Hendri benar-benar mengubah dirinya menjadi seorang lelaki setengah gila,
setengah sehat, dan penuh misteri. Hendri lebih banyak diam. Hendri tidak habis pikir, setiap hari ia
seperti harus dipaksa membenci cinta oleh karena kecintaannya pada sang maha cinta.

**

Kelompok Teater hendri sedang mempersiapkan sebuah pertunjukan Monolog Bertajuk “Sepertiga
Malam”. Ada gula-ada semut. Ada asap-ada api. Hendri sedang galau masalah keyakinan – Terpilihlah
Naskah “Sepertiga Malam”. Seolah perumpamaan yang seperti itu, Naskah “Sepertiga Malam” seperti
mengolok-olok hendri secara terang-terangan. Naskah “Sepertiga Malam” mengisahkan tentang seorang
laki-laki yang mencintai seorang perempuan. Dalam ceritanya (Naskah sepertiga malam)... mereka
menganggap mereka satu cinta, walau agama mereka tidak mungkin menyatukan. Akhirnya sepasang
kekasih itu tetap memilih bersama, memulai kehidupan tanpa keyakinan, tanpa tuhan, sebab keyakinan
hanya akan membuat mereka tetap berbeda dan memaksa mereka membenci keberadaan Tuhan.

Seperti tahapan proses teater pada umumnya, dimulai dari mengadakan pertemuan secara Tim, lalu
menentukan segala divisi, dan akhirnya menentukan siapa yang akan bermain. Hendrilah kemudian yang
terpilih. Semua tim menyepakati Hendri yang akan bermain. Pemilihan itu tentunya bukan karena semua
tim mengerti persoalan yang sedang Hendri alami. Hendri tak menceritakannya pada siapapun, dan
tingkah hendri yang aneh beberapa waktu pekan sepertinya tak terbaca oleh teman-teman hendri,
mungkin mereka berpikir hendri sedang melakukan pendalaman karakter pada salah-satu Tokoh naskah
teater. Hendri dikenal suka ber-eksplorasi dan observasi, maka perilaku aneh dalam keseharian, seperti
telah menjadi bagian pribadi Hendri yang wajar.

Proses latihan pun berlangsung. Hendri tak bisa menghindar. Mencari-cari alasan untuk menunda jam
latihan saja tak kuasa hendri lakukan, apalagi berharap ia berani meminta seseorang menggantikannya.
Kali ini Hendri benar-benar harus bersandiwara. Ia benar-benar harus menjadi orang lain untuk
menyelamatkan dirinya agar tetap dianggap biasa dihadapan teman-temannya. Hendri tak ingin orang-
orang tau, kalau dirinya adalah tokoh sesungguhnya pada Naskah “Sepertiga Malam”.

Detak detik waktu terus beriring. Hari-hari Hendri semakin tak menentu, pikiran hendri dan pikiran tokoh
naskah... saling bertolak belakang. Pikiran ‘Tokoh mencoret Tuhan demi mencintai seorang gadis,
sementara Hendri bersedia tak memilih gadis manapun jika Tuhan malah akan menanggalkan cintaNya
untuk Hendri. Pikiran Tokoh ingin bebas tanpa keyakinan, sedang Hendri merasa kebebasan tanpa
keyakinan adalah penjara yang sebenarnya.

Dari kecil hendri dididik dalam keluarga yang sangat fanatik pada Agama, keyakinan dalam keluarga
hendri kuat sekali tertanam sejak kecil, bahwasanya “Agama dulu, agama lagi, agama terus” hendri selalu
diajarkan mendahulukan persoalan Agama dibanding persoalan yang lainnya, sebab Mencukupi Agama
akan mencukupi segalanya. Jelaslah kemudian bertolak belakangnya Antara dirinya dan Tokoh Naskah
yang hendak ia perankan. Jelas jugalah kemudian harus bagaimana ia menyikapi persoalan cinta beda
Agama yang sedang ia jalani.

***

Akhirnya Hendri berkeluh-kesah juga tentang apa yang sedang ia alami, awalnya ia ingin berbagi
perasaannya pada Ayahnya, tapi pasti Ayahnya akan memberi keputusan yang tak ada tawar-menawar:
TINGGALKAN perempuan itu.

Hendri memilih untuk terbangun di sepertiga malam, menyapa Tuhan yang sedang dekat di langit ke-
tiga. Setiap kali Hendri menyapa Tuhan-Nya di sepertiga malam, setiap itu juga hendri tak merasakan
cinta pandangan pertamanya membayang-bayang. Bahkan hendri sering bermimpi, dalam mimpinya
Hendri melihat seorang perempuan Berhijab lebar sedang berjalan ke arahnya, tetapi perempuan yang
sedang ia cintai saat ini menghalang-halanginya. Hendri merasa Tuhan sedang menjabah Doa hendri,
tuhan mencecerkan doa Hendri menjadi pertanda-pertanda untuk dibaca oleh hendri. Dari pertanda-
pertanda yang Hendri dapatkan, akhirnya Hendri memutuskan untuk mengakhiri segala kegelisahannya.

****

Terhitung seminggu lagi, Pertunjukan sepertiga malam akan berlangsung. Hendri telah tenang. Sebab
Hendri telah menyiapkan sebuah siasat yang dahsyat. Untuk perempuan yang sedang ia cintai, hendri
menyuruhnya untuk menonton pertunjukan, dan meminta perempuan itu fokus di akhir pertunjukan,
karena pada bagian itu Hendri akan memberi jawaban atas hubungan mereka. Sedangkan untuk
persoalan dirinya pada naskah yang ia mainkan... Hendri mengganti ending cerita, lebih tepatnya
menambahkan sebuah ending yang akhirnya memberi kesimpulan bahwasanya “apapun alasannya,
setiap kali kita hendak melakukan sesuatu, tetap yang harus didahulukan adalah –tuhan dulu, tuhan lagi,
tuhan terus-“ siasat hendri ini tak ada yang mengetahuinya.

Hari pementasanpun Tiba. Gedung pertunjukan penuh sesak oleh orang-orang yang sedang haus dengan
peertunjukan teater yang selalu sarat dengan makna. Pementasan “Sepertiga Malam” telah tercium oleh
penikmat Teater, bahwsanya pertunjukan “Sepertiga Malam” menceritakan kisah cinta beda Agama.
Tema seperti itu memang selalu menarik perhatian, maka tak heran jika gedung pertunjukan penuh
sesak oleh penikmat Teater dari segala usia.

Pimpinan panggung memberi kode pada Hendri untuk bersiap-siap. Lampu penonton telah dimatikan,
tak lama lagi pertunjukan akan dimulai. Hendri melakukan pemanasan persendian, kecil-kecilan. Layar
ditutup. Di atas panggung, Hendri telah siap pada posisi awal kemunculannya. Terdengar M.C memberi
salam menyapa penonton, sepenggal kalimat prolog dibacakan, dan kemudian pertunjukan pun dimulai.

Demam panggung. Tiba-tiba hendri merasakan dirinya demam panggung. Saat layar dibuka, Betapa
kagetnya Hendri melihat ke arah penonton yang begitu sesak dan penuh. Samar-samar memang, tapi
hendri yakin, ia bisa merasakan, penonton memenuhi hingga ke batas dinding gedung paling belakang.
Hendri tiba-tiba menjadi seorang aktor amatiran yang sedang melakukan pementasan perdananya,
dalam tiga puluh hitungan, hendri hanya menyuguhkan ekspresi diam tanpa arti. Hendri berkecamuk
lagi, terpikir di dalam hatinya, benarkah Hendri akan memainkan cerita tentang Tokoh yang seenak
hatinya mengerdilkan tuhan di atas panggung, dan hanya memberi sebuah solusi kecil di akhir
pertunjukan nanti, tiba-tiba hendri menimbang-nimbang lagi seolah ia sedang membedah naskah di
dalam studio keaktoran pribadinya.

Pertunjukanpun berjalan diluar skenario yang dilatihkan. Pikiran hendri berbenturan dengan pikiran
tokoh. Hendri benar-benar kacau. Ia malah curhat di atas panggung. Menyalahkan penulis, menyalahkan
isi cerita, dan sesekali mengkritik-kritik kecil. Ia mengeluarkan segala racauannya. Tapi penonton
menikmati, tak ada yang mengerti kalau pertunjukan sedang berjalan tidak semestinya. Bahkan para
pendukung tim pertunjukan, teman-teman Hendri, terus menerus berdecak kagum di belakang
panggung, mereka mengira Hendri sedang memberikan surprise yang sangat dahsyat.

Hendri keluar masuk pada peran yang sedang ia mainkan. Tak ada lagi aturan yang mengikat dirinya
kecuali kekacauan dirinya sendiri. Tak Terasa pertunjukan berjalan lewat dari satu jam tiga puluh menit.
Pimpinan panggung di samping panggung memberi kode pada hendri, bahwa pertunjukan sudah terlalu
lama. Melihat kode itu, baru kemudian Hendri tersadar. Hendri tiba-tiba seperti tersadar dari kesurupan.
Hendri sadar kalau ia sedang pentas, dan dari tadi dia hanya meracau. Akhirnya Hendri langsung menuju
pada ending cerita yang sudah ia persiapkan. Hendri meminta semua seting dibongkar dengan cepat.
Lampu diminta fokus pada dirinya, dan ia meminta seorang penonton naik ke atas panggung untuk
membantu dirinya menyelesaikan pertunjukan.

Pertunjukanpun diakhiri. Hendri mengakhiri pertunjukan persis seperti yang ia rencanakan, penonton
menumpahkan tepuk tangan bertubi-tubi, menandakan pertunjukan telah menggoreskan kesan dan
pesan begitu dalam dan diantara penonton yang menumpahkan tepukan tangan itu... perempuan yang
hendri cintai, tersenyum bangga melihat keputusan hendri. Hendri memberi hormat pada penonton,
layar ditutup.

Di belakang panggung, tanpa sisa, semua menghampiri hendri dan memeluk hendri dengan erat. Bagi
mereka “Hendri selalu memberi kejutan yang tidak pernah sedikit” banyak dan terlalu memuaskan.

Sepertiga malam. Sebuah pementasan penanda peristiwa. Sebuah malam dimana semua orang
menyaksikan sebuah kebenaran di atas panggung sandiwara. Dan kemudian kebaikan cahaya bintang
dan bulan di sepertiga malam, terjatuh penuh meruang-menyublim di dalam gedung pertunjukan.

-SELESAI-

Anda mungkin juga menyukai