Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kehidupan masyarakat tidak akan tegak tanpa kerjasama antar anggotanya.


Kerjasama ini hanya dapat terjadi jika ada undang-undang yang mengatur
hubungan-hubungan antar anggota masyarakat serta membatasi hak-hak dan
kewajibannya. Sesuai dengan pandangan Islam bahwa secara spiritualitas, islam
memiliki dua aspek ia merupakan hubungan pribadi antar manusia dengan Allah,
sedangkan terhadap sesama manusia dan masyarakat ia juga melahirkan hak-hak
dan kewajiban sosial seperti tugas dan kewajiban manusia baik dalam keluarga,
negara maupun alam sekitar. Lebih-lebih dalam masyarakat juga
mengikutsertakan ukuran-ukuran kesusilaan timbul dari kebutuhan-kebutuhan
masyarakat seperti etika dalam keluarga, masyarakat, negara dan alam sekitar.
Tapi undang-undang ini tetap memerlukan sebuah kekuatan yang memiliki
kewibawaan dan supremasi dalam jiwa manusia dan menjamin terjaganya
mu’amalah dan akhlak.

Kami tegaskan bahwa di muka bumi ini tidak ada kekuatan yang setara atau
mendekati kekuatan agama dalam menjamin hukum, keharmonisan antar anggota
masyarakat, serta terciptanya ketenteraman dan kedamaian di dalamnya.

Akhlak merupakan pilar jiwa pribadi yang memiliki keutamaan dan juga
bermartabat termasuk di dalamnya yaitu mu’amalah. Suatu masyarakat akan tegak
selama ada akhlak di dalamnya dan akan hancur ketika akhlak tidak ada di
dalamnya.

1.2.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini antara lain :

a. Apa pengertian akhlak itu sendiri ?


b. Bagaimana perbedaan antara akhlak, etika, dan moral ?

1
c. Bagaimana sumber akhlak dalam Islam ?
d. Bagaimanakah sasaran akhlak ?
e. Apakah pengertian muamalah ?
f. Apa sajakah ruang lingkup muamalah ?

1.3.Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan bagi
pembaca mengenai akhlak dan muamalah, lebih mengguatkan hubungan baik
sesama manusia maupun dengan Allah, sehingga diharapkan dapat menambah
keimanan kepada Allah SWT.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Akhlak

Akhlak (Ar.: al-akhlak, jamak dari al-khulq = kebiasaan, perangai, tabiat,


dan agama). Tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-
buat, dan telah menjadi kebiasaan. Kata akhlak dalam pengertian ini disebut
dalam Al-Quran dengan bentuk tunggalnya, khulq, pada firman Allah SWT yang
merupakan konsiderans pengangkatan Muhammad sebagai Rasul Allah[1].
Dijelaskan dalam Al-Quran sebagai berikut :
)٦٨:٤. ‫والك لعلر حلق عطلم(المملع‬
Atrinya
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pengerti yang
agung (QS Al-Qalam, 68 :4)[2]”
Dalam al-Mu`jam al-Asasi diartikan dengan sekumpulan sifat jiwa dan
amal perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk, sedangkan dalam Dairah
al-Ma`arif diartikan dengan sifat-sifat manusia yang berbau moral. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan dengan budi pekerti, kelakuan
Beberapa istilah yang bekaitan dengan akhlak. Menurut jamil salibah (ahli
bahasa arab kontemporer asal suriah), adalah akhlak yang baik dan ada yang
buruk. Akhlak yang baik disebut adab (adab). Kata adab juga digunakan dalam
arti etika yaitu tata cara sopan santun dalam masyarakat guna memelihara
hubungan baik antar mereka.
Sedangkan akhlak secara terminologis adalah sebagai berikut:

Menurut Ibnu Maskawaih (wafat 421 H/1030 M) dalam bukunya


Tahdzib al-Akhlaq, bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah:
‫حال للنفس داعية لها إلى أفعالها من غير فكر وال روية‬
Artinya: “Satu kondisi (sifat) yang ada dalam jiwa yang mendorong untuk
melakukan sesuatu tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”
(Maskawaih, )

3
Menurut al-Ghazali (wafat 505 H/1111 M) dalam bukunya Ihya`
Ulumuddin, bahwa akhlak adalah:
‫عبارة عن هيئة في النفس راسخة عنها تصدر األفعال بسهولة ويسر من غير حاجة إلى فكر وروية‬
Artinya:”Kondisi (sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya
amal perbuatan lahir dengan mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan” (Al-Ghazali,1989: 57)

Sehingga, kesimpulannya akhlak merupakan sifat batiniah yang sudah


menginternal dan mendarah daging dalam diri seseorang dan sudah menjadi watak
dan tabiatnya. Ia merupakan sifat yang murni dalam diri seseorang yang
melahirkan perbuatan tanpa ada unsur lain yang mempengaruhinya. Orang yang
memiliki akhlak dermawan misalnya, maka kedermawanan itu memang sudah
merupakan watak dan tabiatnya. Apabila ia berbuat derma, maka perbuatan itu
dilakukannya tanpa ada unsur lain yang mempengaruhinya selain sifat
kedermawanan yang sudah menjadi akhlaknya tersebut.

Perbuatan akhlak muncul dari diri seseorang secara mudah dan spontan
tanpa pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu. Maksudnya bahwa perbuatan
tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan, atau susah payah, atau karena
pengaruh faktor di luar dirinya. Oleh karena itu apabila orang melakukan
kejujuran karena terpaksa, atau agar dilihat sebagai orang yang baik, atau karena
pertimbangan faktor politik, ekonomi, atau yang lain misalnya, maka perbuatan
tersebut tidaklah dapat disebut sebagai perbuatan akhlak kejujuran dan orang yang
melakukannaya tidak dapat dikatakan memiliki akhlak kejujuran.

Dengan demikian akhlak terkait dengan sesuatu yang ada dalam diri
manusia yang sifatnya sudah mendarah-daging dan menginternal serta merupakan
motivator berbuat secara suka rela.

2.2. Perbedaan Akhlak, Etika, dan Moral

Akhlak

Akhlaq secara etimologi merupakan bentuk jamak dari khulq artinya


perangai, tabiat, pekerti. Sedang secara terminologi akhlak adalah kemampuan

4
/kondisi jiwa yang merupakan sumber dari segala kegiatan manusia yang
dilakukan secara spontan tanpa pemikiran. Akhlaq terbentuk dari latihan dan
praktek berulang (pembiasaan). Sehingga jika sudah menjadi akhlaq tidak mudah
dihapus.
Akhlaq memiliki kedudukan utama,bahkan menjadi puncak kesempurnaan
manusia.Ibn Miskawaih mengatakan bahwa akhlaq adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerluka
pemikiran dan pertimbangan.Imam Al Ghazali mendefinisikan akhlaq sebagai
sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.Mu’jam al Wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlaq adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dengannya lahirlah macam-macam
perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
Dalam kitab Dairatul Ma’arif secara singkat akhlaq diartikan sifat-sifat
manusia yang terdidik. Akhlaq memiliki cakupan yang luas, yaitu mencakup
hubungan kepada Sang Pencipta (Allah), sesama manusia, terhadap diri
sendiri,maupun dengan lingkungan atau sesama makhluk Tuhan yang lain.Akhlaq
dalam Islam tidak lepas dan terkait erat dengan aqidah dan syariah,ia merupakan
buah dan sekaligus puncak dari keduanya. Akhlaq menekankan keutamaan, nilai-
nilai, kemulian dan kesucian (hati dan perilaku), Akhlaq Islami harus diupayakan
agar menjadi sistem nilai (etika/moral) yang mendasari budaya
masyarakat.Akhlaq yang baik berpangkal dari ketaqwaan kepada Allah
dimanapun berada. Selain itu akhlaq yang baik merupakan manifestasi dari
kemampuan menahan hawa nafsu dan adanya rasa malu. Agar kita senantiasa
berakhlaq baik maka harus selalu menimbang perbuatan dengan hati nurani yang
bersih. Salah satu tanda atau ciri akhlaq yang baik yaitu mendatangkan
ketenangan jiwa dan kebahagiaan pelakunya. Tapi sebaliknya jika mendatangkan
keraguan, kecemasan dan “ingin tidak diketahui orang lain” merupakan isyarat
akhlaq yang buruk. Banyak sekali akhlaq mulia (akhlaqul karimah) yang harus
menjadi hiasan seorang muslim, demikian juga banyak akhlaq buruk (akhlaqul
madzmumah) yang harus dihindari.

5
2.Etika
Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti
watak kesusilaan atau adat. Dalam KBBI etika diartikan ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlaq (moral).Secara terminologi, etika mempunyai banyak ungkapan
yang semuanya itu tergantung pada sudut pandang masing-masing ahli.Ahmad
Amin mengartikan etika sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia di dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya
diperbuat.Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat
nilai,kesusilaan tentang baik-buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai dan
merupakan juga nilai-nilai itu sendiri Ki Hajar Dewantara menjelaskan etika
merupakan ilmu yang mempelajari soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup
manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang
dapat merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuan yang dapat
merupakan perbuatan. Austin Fogothey (seperti yang dikutip Ahmad Charris
Zubair)mengatakan bahwa etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan
tentang manusia dan masyarakat sebagi antropologi, psikologi, sosiologi,
ekonomi, ilmu politik dan hukum. Frankena (seperti juga dikutip Ahmad Charris
Zubair) menyatakanbahwa etika sebagi cabang filsafat, yaitu filsafat moral atau
pemikiran filsafat tentang moralitas, problem moral, dan pertimbangan moral.
Dalam Encyclopedia Britanica , etika dinyatakan sebagai filsafatmoral,
yaitu studi yang sistematik mengenai sifat dasar dan konsep-konsep nilai baik,
buruk, harus, benar, salah dan sebagainya.
Dari beberapa definisi tersebut, etika berhubungan erat dengan empat hal:
a. Dilihat dari obyek formal (pembahasannya), etika berupaya membahas
perbuatan yang dilakukan manusia. Dan sebagai obyek materialnya adalah
manusia.
b. Dilihat dari sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat.Sebagai
hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak, absolut, dan universa. Akan
tetapi terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan,kelebihan, dan sebagainya.
c.Dilihat dari fungsinya, etika berfungsi sebagi penilai, penentu dan penetap
terhadap suatu perbuatan yang dilakukan manusia, yaitu apakah perbuatan itu

6
akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. dengan demikian
etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilakukan
manusia.
d.Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai
dengan tuntutan zaman.Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, etika lebih
merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan
perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk.
Berbagai pemikiran yang dilakukan para filsof barat mengenai perbuatan
yang baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena
berasal dari hasil berpikir. Dengan demikian etika bersifat humanistis dan
anthropocentris,yakni berdasarkan pada pemikiran manusia dan diarahkan pada
manusia.Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku
yangdihasilkan oleh akal manusia.

3.Moral

Dari segi bahasa moral berasal dari bahasa Latin, mores (jamak dari kata mos)
yang berarti adat kebiasaan. Dalam KBBI dikatakan bahwa moral adalah
penentuan baik-buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Secara istilah moral
merupakan istilah yang digunakan uantuk menentukan batas-batas dari sifat,
perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan
benar, salah, baik, atauburuk. Di dalam buku The Advanced Leaner's Dictionary
of Current English moral mengandung pengertian:
a.Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik danburuk.
b.Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah.
c.Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah
yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan
nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika dalam kehidupan sehari-
hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral,maka yang dimaksudkan adalah
bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik.

7
Persamaan Akhlak, Etika, dan Moral

Diantara akhlaq, etika, moral, dan susila memiliki obyek yang sama,yaitu
sebagai obyek materialnya adalah manusia dan sebagai obyek formalnyaadalah
perbuatan manusia yang kemudian ditentukan posisinya apakah baik atau
buruk.Dari segi fungsinya sama dalam menentukan hukum atau nilai darisuatu
perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya.Dari segi
tujuannya sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik,
teratur, aman, damai, dan tenteram sehingga sejahterabatiniah dan lahiriah.

Perbedaan Akhlak, Etika, dan Moral

Dalam etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atauburuk


menggunakan tolok ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalammoral dan
susila menggunakan tolok ukur norma-norma yang tumbuh danberkembang dan
berlangsung dalam masyarakat (adat istiadat), dan dalamakhlaq menggunakan
ukuran Al Qur’an dan Al Hadis untuk menentukan baik-buruknya. Dalam hal ini
etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan beradadalam dataran konsep-konsep
(bersifat teoretis), sedangkan moral beradadalam dataran realitas dan muncul
dalam tingkah laku yang berkembang dimasyarakat (bersifat praktis).Etika
dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada, sedangkan moral dipakai untuk
perbuatan yang sedang dinilai.Etika memandang tingkah laku manusia secara
umum, tapi moral dansusila lebih bersifat local dan individual.
Akhlaq yang berdasarkan pada Al Qur’an dan Al Hadis maka akhlaq
bersifat mutlak, absolut, dan tidak dapat diubah. Sementara etika, moral, dansusila
berdasar pada sesuatu yang berasal dari manusia maka lebih bersifat terbatas dan
dapat berubah sesuai tuntutan zaman.

2.3. Sumber Akhlak dalam Islam

Sumber akhlak adalah wahyu (al-Qur’an dan al-Hadits). Sebagai sumber


akhlak wahyu menjelaskan bagaimana berbuat baik. al-Qur’an bukanlah hasil

8
renungan manusia, melainkan firman Allah SWT yang Maha pandai dam Maha
bijaksana. Oleh sebab itu, setiap muslim berkeyakinan bahwa isi al-Qur’an tidak
dapat dibuat dan ditandingi oleh bikinan manusia. Sumber akhlak yang kedua
yaitu al-Hadits meliputi perkataan, ketetapan dan tingkah laku Rasulullah SAW.
Dasar akhlak yang dijelaskan dalam al-Qur’an yaitu:
َ ‫س ْو ِل هللاِ أُس َْوة ٌ َح‬
‫سنَةٌ ِل َم ْن َكانَ َي ْر ُجوا هللاَ َو ْال َي ْو َم ْاْل ِخ َر َوذَك ََر هللاَ َك ِثي ًْرا‬ ُ ‫لَقَدْ َكانَ لَ ُك ْم ِف ْي َر‬
Artinya :”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S.al-Ahzab : 21)
Dasar akhlak dari hadits yang secara eksplisit menyinggung akhlak
tersebut yaitu sabda Nabi:
ِ ‫اِنَّ َما ب ُِعثْتُ ِألُت َِم َم َمك‬
َ‫َار َم ْاأل َ ْخ ََلق‬
Artinya : “Bahwasanya aku (Rasulullah) diutus untuk menyempurnakan
keluhuran akhlak”.
Jika telah jelas bahwa al-Qur’an dan hadits rasul adalah pedoman hidup
yang menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan
sumber akhlaqul karimah.
Jadi, Akhlak yang benar akan terbentuk bila sumbernya benar. Sumber
akhlak bagi seorang muslim adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. Sehingga ukuran
baik atau buruk, patut atau tidak secara utuh diukur dengan al-Qur’an dan as-
Sunnah. Sedangkan tradisi merupakan pelengkap selama hal itu tidak
bertentangan dengan apa yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul- Nya.
Menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber akhlak merupakan suatu
kewajaran bahkan keharusan. Sebab keduanya berasal dari Allah dan oleh-Nya
manusia diciptakan. Pasti ada kesesuaian antara manusia sebagai makhluk
dengan sistem norma yangdatang dari Allah SWT.

2.4. Sasaran Akhlak


Adapun sasaran akhlak, dikelompokkan menjadi 3, yakni :
1. Akhlak kepada Allah
2. Akhlak kepada sesama manusia
3. Akhlak kepada lingkungan.

9
Akhlak kepada Allah
Manusia sebagai hamba Allah sepantasnya mempunyai akhlak yang baik
kepada Allah. Hanya Allah–lah yang patut disembah. Selama hidup, apa saja yang
diterima dari Allah sungguh tidak dapat dihitung. Sebagaimana telah Allah
firmankan dalam Qur’an surat An-nahl : 18, yang artinya “Dan jika kamu
menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar- benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk Tuhan sebagai khalik.
Berkenaan dengan akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara memuji-Nya,
yakni menjadikan Tuhan sebagai satu- satunya yang menguasai dirinya. Oleh
sebab itu, manusia sebagai hamba Allah mempunyai cara-cara yang tepat untuk
mendekatkan diri. Caranya adalah sebagai berikut :
1. Mentauhidkan Allah
Yaitu dengan tidak menyekutukan-Nya kepada sesuatu apapun. Seperti yang
digambarkan dalam Qur’an Surat Al-Ikhlas : 1-4.[1]
2. Bertaqwa kepada Allah
Maksudya adalah berusaha dengan semaksimal mungkin untuk dapat
melaksanakan apa-apa yang telah Allah perintahkan dan meninggalkan apa-apa
yang dilarang-Nya.
a. Hakekat taqwa dan kriteria orang bertaqwa
Bila ajaran Islam dibagi menjadi Iman, Islam, dan Ihsan, maka pada hakikatnya
taqwa adalah integralisasi ketiga dimensi tersebut. Lihat ayat dalam Surah Al-
Baqoroh: 2-4, Ali Imron: 133-135.
Dalam surah Al- Baqoroh ayat 2-4 disebutkan empat kriteria orang- orang yang
bertaqwa, yaitu: 1). Beriman kepada yang ghoib, 2). Mendirikan sholat, 3).
Menafkahkan sebagian rizki yang diterima dari Allah, 4). Beriman dengan kitab
suci Al- Qur’an dan kitab- kitab sebelumnya dan 5). Beriman dengan hari akhir.
Dalam dua ayat ini taqwa dicirikan dengan iman ( no. 1,4 dan 5 ), Islam (no. 2 ),
dan ihsan ( no. 3 ).

10
Sementara itu dalam surah Ali Imron 134-135 disebutkan empat diantara ciri- ciri
orang yang bertaqwa, yakni: 1). Dermawan ( menafkahkan hartanya baik waktu
lapang maupun sempit), 2). Mampu menahan marah, 3). Pemaaf dan 4). Istighfar
dan taubat dari kesalahan- kesalahannya. Dalam dua ayat ini taqwa dicirikan
dengan aspek ihsan.
b. Buah dari taqwa
1. Mendapatkan sikap furqan yaitu tegas membedakan antara hak dan batil
(Al- anfal : 29)
2. Mendapatkan jalan keluar dari kesulitan (At-thalaq : 2)
3. Mendapat rezeki yang tidak diduga- duga (At-thalaq : 3)
4. Mendapat limpahan berkah dari langit dan bumi (Al- A’raf : 96)
5. Mendapatkan kemudahan dalam urusannya (At-thalaq : 4)
6. Menerima penghapusan dosa dan pengampunan dosa serta mendapat pahala
besar (Al- anfal : 29 & Al- anfal : 5).[2]
3. Beribadah kepada Allah
Allah berfirman dalam Surah Al- An’am : 162 yang artinya :”Sesungguhnya
sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam.”
Dapat juga dilihat dalam Surah Al- Mu’min : 11 & 65 dan Al- Bayyinah : 7-8.[3]
4. Taubat
Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat
lalai dan lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia. Oleh karena itu,
ketika kita sedang terjerumus dalam kelupaan sehingga berbuat kemaksiatan,
hendaklah segera bertaubat kepada-Nya. Hal ini dijelaskan dalam Surah Ali-
Imron : 135.
5. Membaca Al-Qur’an
Seseorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan banyak dan sering
menyebutnya. Demikian juga dengan mukmin yang mencintai Allah, tentulah ia
akan selalu menyebut asma-Nya dan juga senantiasa akan membaca firman-
firman-Nya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW berkata yang artinya :
“Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an itu dapat memberikan
syafaat dihari kiamat kepada para pembacanya”.

11
6. Ikhlas
Secara terminologis yang dimaksud dengan ikhlas adalah beramal semata-
mata mengharapkan ridha Allah SWT. Dalam bahasa populernya ikhlas adalah
berbuat tanpa pamrih, hanya semata-mata karena Allah SWT.
a. Tiga unsur keikhlasan:
1. Niat yang ikhlas ( semata-semata hanya mencari ridho Allah )
2. Beramal dengan tulus dan sebaik-baiknya
- Setelah memiliki niat yang ikhlas, seorang muslim yang mengaku ikhlas
melakukan sesuatu harus membuktikannya dengan melakukan perbuatan itu
dengan sebaik-baiknya.
3. Pemanfaatan hasil usaha dengan tepat.
b. Keutamaan Ikhlas[4]
Hanya dengan ikhlas, semua amal ibadah kita akan diterima oleh Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :”Selamatlah para mukhlisin. Yaitu
orang- orang yang bila hadir tidak dikenal, bila tidak hadir tidak dicari- cari.
Mereka pelita hidayah, mereka selalu selamat dari fitnah kegelapan…”( HR.
Baihaqi ).
7. Khauf dan Raja’
Khauf dan Raja’ atau takut dan harap adalah sepasang sikap batin yang harus
dimiliki secara seimbang oleh setiap muslim. Khauf didahulukan dari raja’ karena
khauf dari bab takhalliyyah (mengosongkan hati dari segala sifat jelek),
sedangkan raja’ dari bab tahalliyah (menghias hati dengan sifat-sifat yang baik).
Takhalliyyah menuntut tarku al-mukhalafah (meninggalkan segala pelanggaran),
dan tahalliyyah mendorong seseorang untuk beramal.4
8. Tawakal
Adalah membebaskan diri dari segala kebergantungan kepada selain Allah
dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya kepadanya. Allah berfirman dalam
surah Hud: 123, yang arinya :”Dan kepunyaan Allah lah apa yang ghaib di langit
dan di bumi dan kepada-Nya lah dikembalikan urusan- urusan semuanya, maka
sembahlah Dia, dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali- kali Tuhanmu tidah
lalai dari apa yang kamu kerjakan.”

12
Tawakal harus diawali dengan kerja keras dan usaha maksimal ( ikhtiar ).
Tidaklah dinamai tawakal kalau hanya pasrah menunggu nasib sambil berpangku
tangan tanpa melakukan apa- apa.

Aklah kepada sesama Manusia


a) Akhlak terpuji (Mahmudah)
1) Husnuzan
Berasal dari lafal husnun (baik) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan
berarti prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan
yakni berprasangka buruk terhadap seseorang . Hukum kepada Allah dan rasul
nya wajib, wujud husnuzan kepada Allah dan Rasul-Nya antara lain:
- Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul Nya
Adalah untuk kebaikan manusia.
- Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat
buruk.
Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan
kepada sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat
suatu kebaikan. Husnuzan berdampak positif berdampak positif baik bagi
pelakunya sendiri maupun orang lain.
2) Tawaduk
Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang
merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur.
3) Tasamu
Artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai
sesama manusia.
4) Ta’awun
Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu
dengan sesama manusia.
b) Akhlak tercela (Mazmumah)
1) Hasad
Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu
melihat orang lain beruntung..

13
2) Dendam
Dendam yaitu keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk
membalas kejahatan.
3) Gibah dan Fitnah
Membicarakan kejelekan orang lain dengan tujuan untuk menjatuhkan
nama baiknya. Apabila kejelekan yang dibicarakan tersebut memang dilakukan
orangnya dinamakan gibah. Sedangkan apabila kejelekan yang dibicarakan itu
tidak benar, berarti pembicaraan itu disebut fitnah.
4) Namimah
Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan
seseorang yang belum tentu benar kepada orang lain dengan maksud terjadi
perselisihan antara keduanya.

Akhlak Kepada Lingkungan


Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala yang ada di
sekitar manusia baik benda-benda yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa.
Ajaran tentang akhlak terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia
sebagai khalifah yang mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, dan
pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Dalam Islam
diajarkan agar manusia menghargai proses yang sedang terjadi pada alam
sehingga orang dilarang mengambil buah sebelum matang, memetik bunga
sebelum mekar, dan memisahkan anak binatang dari induknya. Kesadaran
terhadap ajaran seperti ini akan mengantarkan manusia bertanggung jawab
terhadap pelestarian alam sehingga tidak melakukan perusakan alam sebab
perusakan apapun yang dilakukan terhadap alam sebenarnya adalah perusakan
terhadap diri manusia sendiri. Tumbuhan, binatang, dan benda-benda tak
bernyawa adalah ciptaan Allah dan menjadi milik Nya. Dari sisi ini ciptaan Allah
tersebut tidak berbeda dengan manusia. Oleh karena itu manusia harus
memperlakukannya dengan baik dan sewajarnya serta tidak boleh merusak,
menyakiti, atau menganiayanya. Perlakuan yang baik terhadap binatang misalnya
telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. Sebelum Eropa mendirikan organisasi
pecinta binatang, Rasulullah Saw. telah mengajarkan:

14
‫اتقوا هللا في هذه البهائم المعجمة فاركبوها صالحة وكلوها صالحة‬
Artinya: “Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap binatang.
Kendarailah dan berilah makan dengan baik”

Dalam akhlak Islam juga diajarkan bahwa apa yang ada dalam genggaman
manusia berupa binatang, tumbuhan, dan benda-benda lain sebenarnya adalah
amanat yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah. Rasulullah dalam
menafsirkan ayat 8 surat al-Takatsur “Kamu sekalian pasti akan diminta untuk
mempertanggungjawabkan nikmat (yang kamu peroleh)” mengatakan: “Setiap
jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap angin sepoi yang berhembus di
udara, dan setiap tetes hujan yang tercurah dari langit akan dimintakan
pertanggungjawaban manusia menyangkut pemeliharaan dan pemanfaatannya”.

Dari sini dapat difahami bahwa meskipun manusia diciptakan sebagai


makhluk yang paling utama dan diberi kekuasaan di bumi, akan tetapi ia tidak
diperkenankan untuk berbuat semena-mena terhadap makhluk lain. Manusia harus
bersahabat dengan makhluk lain sebab manifestasi fungsi kekhilafahan manusia
menuntut adanya interaksi dengan makhluk lain. Dalam melakukan interaksi
tersebut bukanlah mencari kemenangan terhadap makhluk lain (alam) yang
menjadi tujuan akan tetapi membuat keselarasan dengan alam. Manusia dan alam
adalah sama-sama makhluk Allah yang tunduk dan mengabdi kepada Nya.

2.5. Pengertian Muamalah


Dari segi bahasa, "muamalah" berasal dari kataaamala, yuamilu,
muamalat yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan
kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata kerja aktif yang harus
mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain saling melakukan
pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling menderita dari satu
terhadap yang lainnya.

Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yang
luas dan dapat pula dengan arti yang sempit. Di bawah ini dikemukakan beberapa
pengertian muamalah;

15
Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara
yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli,
perdagangan, dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah


peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia,
seperti perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-
sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik
umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau
global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar
manfaat di antara mereka.

Sedangkan dalam arti yang sempit adalah pengertian muamalah yaitu


muamalah adalah semua transaksi atau perjanjian yang dilakukan oleh manusia
dalam hal tukar menukar manfaat.

Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah


adalah segala peraturan yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik
yang seagama maupun tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya, dan
antara manusia dengan alam sekitarnya.

2.6. Ruang Lingkup Muamalah

Muamalah dalam Islam (dalam arti sempit) mempunyai beberapa


pembagian, menurut Ibn ‘Abidin, fiqh muamalah terbagi menjadi lima bagian,
yaitu:

1. Mu’awadlah Maliyah (Hukum Kebendaan)


2. Munakahat (Hukum Perkawinan)
3. Muhasanat (Hukum Acara)
4. Amanat dan ‘Aryah (Pinjaman)
5. Tirkah (Harta peninggalan)

Ibn ‘Abidin adalah seorang yang mendefinisikan muamalah secara luas


sehingga munakahat termasuk salah satu bagian dari fiqh muamalah, padahal

16
munakahat diatur dalam disiplin ilmu tersendi ri, yaitu fiqh munakahat. Dan
begitu pula dengan tirkah yang sudah ada dalam fiqh mawaris.

Al-Fikri dalam kitabnya, “Al-Muamalah Al-Madiyah wa Al-Adabiyah”,


menyatakan bahwa muamalah dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut:

1. Al-Muamalah al-madiyah adalah muamalah yang mengkaji objeknya


sehingga sebagian ulama berpendapat bahwa muamalah al-madiyah adalah
muamalah yang bersifat kebendaan karena objek fiqh mauamalah adalah
benda halal, haram dan syubhat untuk diperjualbelikan, benda-benda yang
mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, serta masalah jual beli (al-
bai’al-tijarah), gadai (al-rahn), jaminan dan tanggungan (kafalan dan
dlaman), pemindahan utang (hiwalah), sewa-menyewa (al-ijarah) dan lain
sebagainya.
2. Al-Muamalah al-adabiyah adalah muamalah yang ditinjau dari segi cara
tukar-menukar benda yang bersumber dari panca indera manusia, yang
unsur penegaknya adalah hak -hak dan kewajiban-kewajiban, ijab dan
kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak.

Pembagian diatas dilakukan atas dasar kepentingan teoritis semata-mata


sebab dalam praktiknya, kedua bagian muamalah tersebut tidak dapat dipisah-
pisahkan.

Begitu pentingnya mengetahui Fiqh ini karena setiap muslim tidak pernah
terlepas dari kegiatan kebendaan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhannya.
Maka dikenallah objek yang dikaji dalam fiqh muamalah, walau para fuqaha (ahli
fiqih) klasik maupun kontemporer berbeda-beda, namun secara umum fiqh
muamalah membahas hal berikut : (1) teori hak-kewajiban, konsep harta, konsep
kepemilikan, (2) teori akad, bentuk-bentuk akad yang terdiri dari jual-beli, sewa-
menyewa, sayembara, akad kerjasama perdagangan, kerjasama bidang pertanian,
pemberian, titipan, pinjam-meminjam, perwakilan, hutang-piutang, garansi,
pengalihan hutang-piutang, jaminan, perdamaian, akad-akad yang terkait dengan
kepemilikan: menggarap tanah tak bertuan, ghasab (meminjam barang tanpa izin

17
– edt), merusak, barang temuan, dan syuf’ah (memindahkan hak kepada rekan
sekongsi dengan mendapat ganti yang jelas).

Setelah mengenal secara umum apa saja yang dibahas dalam fiqh
muamalah, ada prinsip dasar yang harus dipahami dalam berinteraksi. Ada 5 hal
yang perlu diingat sebagai landasan tiap kali seorang muslim akan berinteraksi.
Kelima hal ini menjadi batasan secara umum bahwa transaksi yang dilakukan sah
atau tidak, lebih dikenal dengan singkatan MAGHRIB, yaitu Maisir, Gharar,
Haram, Riba, dan Bathil.

1. Maisir

Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir


berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal
dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh
keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa
untung atau bisa rugi. Padahal islam mengajarkan tentang usaha dan kerja keras.
Larangan terhadap maisir / judi sendiri sudah jelas ada dalam AlQur’an Surat Al-
Baqarah (2): 219 dan Surat An-Nisa’ (5): 90.

2. Gharar

Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Terdapat juga mereka yang


menyatakan bahawa gharar bermaksud syak atau keraguan. Setiap transaksi yang
masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar
jangkauan termasuk jual beli gharar. Boleh dikatakan bahwa konsep gharar
berkisar kepada makna ketidaktentuan dan ketidakjelasan sesuatu transaksi yang
dilaksanakan, secara umum dapat dipahami sebagai berikut :

- Sesuatu barangan yang ditransaksikan itu wujud atau tidak;

- Sesuatu barangan yang ditransaksikan itu mampu diserahkan atau tidak;

- Transaksi itu dilaksanakan secara yang tidak jelas atau akad dan kontraknya
tidak jelas, baik dari waktu bayarnya, cara bayarnya, dan lain-lain.

18
Misalnya , membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang
masih dalam kandungan induknya termasuk dalam transaksi yang bersifat gharar.
Atau kegiatan para spekulan jual beli valas.

3. Haram

Ketika objek yang diperjualbelikan ini adalah haram, maka transaksi nya menjadi
tidak sah. Misalnya jual beli khamr, dan lain-lain.

4. Riba

Pelarangan riba telah dinyatakan dalam beberapa ayat Al Quran. Ayat-ayat


mengenai pelarangan riba diturunkan secara bertahap. Tahapan-tahapan turunnya
ayat dimulai dari peringatan secara halus hingga peringatan secara keras.

Tahapan turunnya ayat mengenai riba dijelaskan sebagai berikut :

Pertama, menolak anggapan bahwa riba tidak menambah harta justru mengurangi
harta. Sesungguhnya zakatlah yang menambah harta. Seperti yang dijelaskan
dalam QS. Ar Rum : 39 .

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya)”

Kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan yang keras
kepada orang Yahudi yang memakan riba. Allah berfiman dalam QS. An Nisa :
160-161 .

“Maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka


(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka,
dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang

19
daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil.
Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa
yang pedih.”

Ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat
ganda. Allah menunjukkan karakter dari riba dan keuntungan menjauhi riba
seperti yang tertuang dalam QS. Ali Imran : 130.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.”

Keempat, merupakan tahapan yang menunjukkan betapa kerasnya Allah


mengharamkan riba. QS. Al Baqarah : 278-279 berikut ini menjelaskan konsep
final tentang riba dan konsekuensi bagi siapa yang memakan riba.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah
dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan
riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya.”

5. Bathil

Dalam melakukan transaksi, prinsip yang harus dijunjung adalah tidak ada
kedzhaliman yang dirasa pihak-pihak yang terlibat. Semuanya harus sama-sama
rela dan adil sesuai takarannya. Maka, dari sisi ini transaksi yang terjadi akan
merekatkan ukhuwah pihak-pihak yang terlibat dan diharap agar bisa tercipta
hubungan yang selalu baik. Kecurangan, ketidakjujuran, menutupi cacat barang,
mengurangi timbangan tidak dibenarkan. Atau hal-hal kecil seperti menggunakan
barang tanpa izin, meminjam dan tidak bertanggungjawab atas kerusakan harus
sangat diperhatikan dalam bermuamalat.

20
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Akhlak merupakan sifat batiniah yang sudah menginternal dan mendarah daging
dalam diri seseorang dan sudah menjadi watak dan tabiatnya. Ia merupakan sifat
yang murni dalam diri seseorang yang melahirkan perbuatan tanpa ada unsur lain
yang mempengaruhinya. Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlaq
(moral). Moral adalah penentuan baik-buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Jadi, ketiga hal diatas dapat disimpulkan :

Pertama, dari sisi objek kajiannya, moral sama dengan etika yang membicarakan
tingkah laku manusia dari sisi baik dan buruknya.

Kedua, tolok ukur moral untuk menentukan baik dan buruk dari perbuatan
manusia adalah adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat.

Ketiga, moral memandang tingkah laku manusia secara lokal (terbatas) dan lebih
bersifat praktis.
Dalam kehidupan, juga diperlukan muamalah, yaitu perlakuan atau tindakan
terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Jadi mengatur hubungan antar umat
manusia. Dan adapun ruang lingkup muamalah adalah

1. Mu’awadlah Maliyah (Hukum Kebendaan)


2. Munakahat (Hukum Perkawinan)
3. Muhasanat (Hukum Acara)
4. Amanat dan ‘Aryah (Pinjaman)
5. Tirkah (Harta peninggalan)

3.2. Saran

Kita sebagai seorang muslim seharusnya memiliki akhlak, etika, moral, dan
bermuamalah yang baik sesuai Al Quran dan tuntunan Nabi, yaitu As-Sunnah,
sehingga Insya Allah jalan kita akan dimudahkan oleh Allah SWT.

21
DAFTAR PUSTAKA

Shafwan Bendadeh, 2014. Ruang Lingkup Muamalah.


https://suarapembaharu.wordpress.com/2014/06/08/ruang-lingkup-
muamalah/ (diakses 27 Februari 2016)

Ahmad Warson. 2012. Pengertian Muamalah.


http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-bahasa-dari-segi-
bahasa-dan-istilah.html (diakses 27 Februari 2016)

Muhfadlih. 2015. Muamalah.


http://muhfadlihdahlan.blogspot.co.id/2015/07/makalah-muamalah.html
(diakses 27 Februari 2016)

Ahmad. 2011. Akhlak.


https://sites.google.com/site/khazalii/4udi2052akhlakdalamislam (diakses
27 Februari 2016)

Radith, Yuda. 2014. Sumber Akhlak.


https://www.academia.edu/5569257/Sumber_akidah_dan_akhlak
(diakses 27 Februari 2016)

Annizar. 2014. Muamalah dan Akhlak. http://baihaqi-


annizar.blogspot.co.id/2014/11/muamalah-dan-akhlak.html (diakses 27
Februari 2016)

22

Anda mungkin juga menyukai