Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MAKALAH

NEUROLOGI

Oleh:

Maya Ayu Elfrida

6130018049

Pembimbing:

dr. Dyah Yuniati, Sp.S

Departemen / SMF Neurologi

Fakultas Kedokteran

Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

2018

SMF NEUROLOGI | 1
I. MATI BATANG OTAK
Definisi
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak,
termasuk fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi
kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya seluruh refleks batang otak,
dan apnea (Pandhita, 2010).
Penentuan terhentinya semua fungsi batang otak dan otak ini sangat
diperlukan untuk kasus-kasus seperti :
 Transplantasi organ
 Keputusan untuk melanjutkan berbagai terapi suportif untuk
mempertahankan fungsi tubuh manusia (ventilator atau obat-obatan) dengan
mempertimbangkan aspek legal, biaya, dan prognosis pasien (Wardah, 2011).

Syarat
Sebelum menentukan mati batang otak, terlebih dahulu singkirkan kondisi
perancu seperti gangguan metabolic berat, intoksikasi obat (barbiturat, sedative,
dan lain-lain), keracunan, pemberian obat blok neuromuscular, hipotermia berat
(temperature di bawah 32°C) (Wardah, 2011).

Kriteria Mati Batang Otak


1. Evaluasi kasus koma
2. Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi terkini pasien
3. Penilaian klinis awal refleks batang otak
4. Periode interval observasi
a. sampai dengan usia 2 bulan, periode interval observasi 48 jam
b. usia lebih dari 2 bulan sampai dengan 1 tahun, periode interval observasi
24 jam
c. usia lebih dari 1 tahun sampai dengan kurang dari 18 tahun, periode
interval observasi 12 jam
d. usia 18 tahun ke atas, periode interval observasi berkisar 6 jam
5. Penilaian klinis ulang refleks batang otak

SMF NEUROLOGI | 2
6. Tes apnea
7. Pemeriksaan konfirmatif apabila terdapat indikasi : elektroensefalografi
(EEG), angiografi cerebral, transcranial Doppler, pemeriksaan nuklear
8. Persiapan akomodasi yang sesuai
9. Sertifikasi kematian batang otak
10. Penghentian penyokong kardiorespirasi (Pandhita, 2010).

Penilaian Klinis Mati Batang Otak


Penentuan kematian batang otak memerlukan penilaian fungsi otak oleh
minimal dua orang klinisi dengan interval waktu pemeriksaan beberapa jam.
Tiga temuan penting pada kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya
seluruh refleks batang otak, dan apnea. Pemeriksaan apnea (tes apnea) secara
khas dilakukan setelah evaluasi refleks batang otak yang kedua (Pandhita, 2010).

Hilangnya Refleks Batang Otak


Pupil :
 Tidak terdapat respon terhadap cahaya / refleks cahaya negatif
 Ukuran : midposisi (4 mm) sampai dilatasi (9 mm)
Gerakan bola mata /gerakan ocular :
 Refleks okulosefalik negatif (pengujian dilakukan hanya apabila secara
nyata tidak terdapat retak atau ketidakstabilan vertebrae cervical atau
basis kranii)
 Tidak terdapat penyimpangan / deviasi gerakan bola mata terhadap
irigasi 50 ml air dingin di setiap telinga (membrana timpani harus tetap
utuh; pengamatan 1 menit setelah suntikan, dengan interval tiap telinga
minimal 5 menit)
Respon motorik facial dan sensorik facial :
 Refleks kornea negatif
 Jaw reflex negatif (optional)

SMF NEUROLOGI | 3
 Tidak terdapat respon menyeringai terhadap rangsang tekanan dalam
pada kuku, supraorbita, atau temporomandibular joint
Refleks trakea dan faring :
 Tidak terdapat respon terhadap rangsangan di faring bagian posterior
 Tidak terdapat respon terhadap pengisapan trakeobronkial /
tracheobronchial suctioning (Pandhita, 2010).

Tes Apnea
Secara umum, tes apnea dilakukan setelah pemeriksaan refleks batang
otak yang kedua dilakukan. Tes apnea dapat dilakukan apabila kondisi prasyarat
terpenuhi, yaitu:
a. Suhu tubuh ≥ 36,5 °C atau 97,7 °F
b. Euvolemia (balans cairan positif dalam 6 jam sebelumnya)
c. PaCO2 normal (PaCO2 arterial ≥ 40 mmHg)
d. PaO2 normal (pre-oksigenasi arterial PaO2 arterial ≥ 200 mmHg
Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi, dokter melakukan tes apnea
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pasang pulse-oxymeter dan putuskan hubungan ventilator
b. Berikan oksigen 100%, 6 L/menit ke dalam trakea (tempatkan kanul setinggi
carina) c. Amati dengan seksama adanya gerakan pernafasan (gerakan dinding
dada atau abdomen yang menghasilkan volume tidal adekuat)
d. Ukur PaO2 , PaCO2 , dan pH setelah kira-kira 8 menit, kemudian ventilator
disambungkan kembali
e. Apabila tidak terdapat gerakan pernafasan, dan PaCO2 ≥ 60 mmHg (atau
peningkatan PaCO2 lebih atau sama dengan nilai dasar normal), hasil tes apnea
dinyatakan positif (mendukung kemungkinan klinis kematian batang otak)
f. Apabila terdapat gerakan pernafasan, tes apnea dinyatakan negatif (tidak
mendukung kemungkinan klinis kematian batang otak)

SMF NEUROLOGI | 4
g. Hubungkan ventilator selama tes apnea apabila tekanan darah sistolik turun
sampai < 90 mmHg (atau lebih rendah dari batas nilai normal sesuai usia pada
pasien < 18 tahun), atau pulse-oxymeter mengindikasikan adanya desaturasi
oksigen yang bermakna, atau terjadi aritmia kardial (Pandhita, 2010)

II. TATALAKSANA MENINGITIS


Meningitis Bakterial adalah kegawatdaruratan medik. Secara umum, tata
laksana MB dapat dilihat pada gambar 1.6 Pemilihan antibiotik yang tepat
adalah langkah yang krusial, karena harus bersifat bakterisidal pada organisme
yang dicurigai dan dapat masuk ke CSS dengan jumlah yang efektif. Pemberian
antibiotik harus segera dimulai sambil menunggu hasil tes diagnostik dan
nantinya dapat diubah setelah ada temuan laboratorik. Pada suatu studi,
didapatkan hasil jika pemberian antibiotik ditunda lebih dari 3 jam sejak pasien
masuk RS, maka mortalitas akan meningkat secara bermakna (Etiasari, 2015).
Pilihan antibiotik empirik pada pasien MB harus berdasarkan
epidemiologi lokal, usia pasien, dan adanya penyakit yang mendasari atau faktor
risiko penyerta. Antibiotik harus segera diberikan bila ada syok sepsis. Jika
terjadi syok sepsis, pasien harus diterapi dengan cairan dan mungkin
memerlukan dukungan obat inotropik. Jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial, pertimbangkan pemberian manitol (Etiasari, 2015).
Antibiotik empirik bisa diganti dengan antibiotik yang lebih spesifik jika
hasil kultur sudah ada. Panduan pemberian antiobiotik spesifik bisa dilihat di
tabel. Durasi terapi antibiotik bergantung pada bakteri penyebab, keparahan
penyakit, dan jenis antibiotik yang digunakan. Meningitis meningokokal
epidemik dapat diterapi secara efektif dengan satu dosis ceftriaxone
intramuskuler sesuai dengan rekomendasi WHO. Namun WHO
merekomendasikan terapi antibiotik paling sedikit selama 5 hari pada situasi
nonepidemik atau jika terjadi koma atau kejang yang bertahan selama lebih dari
24 jam (Etiasari, 2015).

SMF NEUROLOGI | 5
SMF NEUROLOGI | 6
SMF NEUROLOGI | 7
Tatalaksana :

 Terapi antibiotik empiris


 Pemberian antibiotika spesifik sesuai dengan hasil kultur
 Terapi adjuvan deksametason : deksametason sebaiknya diberikan 10-20 menit
sebelum atau bersamaan dengan dosis antimikroba, dengan dosis 0,15 mg/kg setiap
6 jam selama 2-4 hari. Tewrapi ini direkomendasikan terutama pada pasien
meningitis dewasa akibat pneumococcus atau pada pasien dengan tingkat keparahan
sedang-berat (GCS < 11). Pemberian dilanjutkan 4 hari hanya jika pewarnaan gram
CSS menunjukkan hasil diplococcus gram-negatif, atau jika kultur darah atau CSS
positif untuk S. Pneumonia (Turana, 2011).\
 H2 bloker injeksi tiap 12 jam
 Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi
 Penatalaksanaan kejang dengan anti konvulsan sesuai dengan protokol status
epileptikus
 Pada kondisi status epileptikus refrakter pasien di rawat di ICU dengan
menggunakan ventilator dan obat-obatan anestesi
 Sedatif dapat diberikan bila pasien gelisah dengan clobazam 2 x10 mg
 Apabila didapatkan tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat maka dapat
diberikan manitol 20%, diberikan dengan dosis awal 0.25-0,5 g/kgBB setiap 4-6
jam atau dengan menggunakan hipertonik salin NaCl 3%2ml/kgBB selama 30
menit atau Natrium-laktat 1.2 ml/kgBB selama 15 menit
 Hemikraniotomi dekompresi, pemasangan EVD atau VP shunty dapat dilakukan
pada kondisi malignnat intracranial hypertension
 Pemasangan lumbal drain dapat dilakukan sebagai alternatif yang kurang invasif
dibandingkan dengan EVD (PERDOSSI, 2016).

SMF NEUROLOGI | 8
Edukasi

 Penjelasan sebelum MRS (rencana rawat, biaya, pengobatan, prosedur, masa dan
tindakan pemulihan serta latihan, manajemen nyeri, resiko dan komplikasi)
 Penjelasan mengenai meningitis bakterialis, resiko dan komplikasi selama
perawatan
 Penjalasan mengenai faktor resiko dan rekurensi
 Penjelasan program pemulangan pasien (discharge planning)
 Penjelasan mengenai gejala meningitis bakterialis dan apa yang dilakukan
sebelumk di bawa ke RS (PERDOSSI, 2016).

SMF NEUROLOGI | 9
DAFTAR PUSTAKA

Estiasari, R. 2015. Meningitis Bakteri. Jurnal Kalbemed CDK-224/ vol. 42 no. 1.


Jakarta: RSUPN Cipto Mangunkusumo.

Pandhita, S. 2010. Kematian Batang Otak. Jurnal Kalbemed CDK ed 178a.indd 330.
Jakarta Timur: Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi.

PERDOSSI. 2016. Panduan Praktis Klinis Neurologi.

Turana, Y. 2011. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Unika Atmajaya

Wardah, R. 2011. Mati Batang Otak. Surabaya: FK UNAIR.

SMF NEUROLOGI | 10

Anda mungkin juga menyukai