Anda di halaman 1dari 4

Strukturalisme atau yang juga dikenal dengan nama Neo-Marxisme dalam Ilmu Hubungan Internasional

merupakan suatu ajaran yang percaya akan bahwa struktur sistem internasional sangat ditentukan oleh
tingkah laku individu antar negara dan ditujukan sebagai batasan atas pembuatan berbagai keputusan
sebelum diputuskan oleh pemerintahan suatu negara. Di dalam pandangan ini terdapat aktor lain selain
negara. Dalam hal pengambilan keputusan didasarkan pada isu-isu yang memiliki pengaruh lebih besar
atau lebih kecil terhadap struktur[2]. Strukturalisme secara akademisi dimulai dari pendekatan ilmu
budaya dan sosial yang berusaha untuk membuka pola-pola dan struktur yang tertutup dari elemen-
elemen penting terhadap pola-pola tersebut yang telah dibangun[3].

Strukturalisme dianggap sebagai kritikan terhadap realisme dan liberalisme dengan tujuan untuk
menciptakan dunia yang lebih adil karena kelahiran kapitalisme telah menciptakan tatapan yang tidak
adil, dan hubungan ekonomi global yang sekarang ini merupakan rancangan sedemikian rupa untuk
menguntungkan kelas-kelas sosial tertentu sehingga menciptakan kelas-kelas sosial yang dimana dalam
perspektif strukturalisme hal ini harus dihapuskan. Walaupun Strukturalisme dianggap sebagai kritikan
terhadap realisme dan liberalisme, ketiga perspektif ini memiliki berbagai persamaan seperti kesamaan
antara strukturalisme dengan realisme yaitu terdapatnya konflik, namun letak konfliknya berbeda
dimana dalam realisme konflik diciptakan karena “conventional state to state” (bentrokan kepentingan
antar negara), sedangkan dalam strukturalisme konflik diciptakan karena adanya perebutan sumber
daya alam. Strukturalisme memiliki persamaan dengan liberalisme karena sama-sama mengakui adanya
aktor non-negara, namun strukturalisme memandangan institusi internasional sebagai kaki-tangan
kapitalisme[7].

Pada dasarnya, strukturalisme memiliki pemikiran yang sama halnya dengan perspektif marxisme yang
diciptakan oleh Karl Marx. Teori marxisme sendiri melihat bahwa liberalisme telah menciptakan sistem
kapitalisme yang menyebabkan ketidaksetaraan atau kesenjangan di dunia, seperti antara kaum borjuis
dan kaum proletar (Baylis & Smith, 2001: 202). Pada sisi yang sama, strukturalisme juga menganggap
bahwa dunia kontemporer didasari oleh sistem kapitalisme global yang menciptakan kesenjangan dalam
berhubungan antarnegara (Steans et al., 2005: 99). Strukturalisme, biasa dikenal sebagai neomarxisme
atau marxisme struktural atau marxisme ilmiah, merupakan perspektif yang lebih dekat dengan studi
sosiologi. Sebenarnya, hal tersebut telah tercerminkan dari perbedaaan dasar antara strukturalisme dan
perspektif liberalisme atau realisme. Dibandingkan dari kedua perspektif sebelumnya, kaum strukturalis
dianggap tidak mengabaikan keberadaan masyarakat di dunia.

Strukturalisme memiliki dua teori yang dibilang cukup sukses, yaitu world system
theory dan dependency theory (Wardhani, 2014). World system theory, seperti yang sudah dijeaskan
diatas, adalah tatanan kelas – kelas dalam dunia, yaitu core, peripheri dan semi peripheri. Teori ini juga
memiliki dua tipe. Yang pertama adalah world empires, yaitu sistem politik terpusat yang
menggunakan power untuk mendistribusikan sumber daya dari negara peripheri ke negara core. Tipe
yang kedua adalah world economies, yaitu tidak ada yang memiliki otoritas melebihi pasar sehingga
semua sumber daya dikelola oleh pasar. Teori strukturalisme yang kedua adalah dependency theory,
adalah teori ketergantungan antara negara core – semi peripheri – peripheri dan juga sebaliknya.

Kesimpulan yang bisa diambil dari penjelasan penulis diatas adalah bahwa ilmu sosial berkaitan satu
sama lain, Marxisme dan Strukturalisme adalah contohnya, yang merupakan perspektif yang
diadopsi oleh HI dari ilmu Sosiologi. Marxisme adalah perspektif oleh Karl Marx yang ingin
menghapuskan kelas – kelas karena adanya ketidakadilan antara kaum borjuis dan kaum proletar. Kelas
– kelas tersebut lahir karena kapitalisme oleh liberalisme. Sedangkan strukturalisme tidak lagi membagi
dunia menjadi dua kelas seperti halnya marxisme, namun menjadi tiga kelas yaitu core, peripheri dan
semi peripheri. Adanya kesenjangan antar kelas menyebabkan kedua perspektif tersebut ingin
menghapuskan kelas – kelas dan membawa keadilan dan kesamarataan. Kedua perspektif tersebut
menjadi perspektif yang begitu berpengaruh dalam HI dan membawa perbedaan yang signifikan
sehingga memperkaya studi HI sendiri.

Strukturalisme adalah bagian teori hubungan internasional (HI) yang menekankan pengaruh struktur
ekonomi dunia pada kehidupan politik, sosial, budaya, dan ekonomi setiap negara.[1]

Kaum strukturalis tidak terlalu peduli dengan jenis rezim, sistem partai/pemilihan umum, tatanan
politik-ekonomi, atau kualitas hubungan negara dan masyarakat. Strukturalis cenderung mempelajari
struktur yang mendasari masing-masing fenomena tersebut. Teori sistem dunia Immanuel
Wallerstein dan teori dependensi Andre Gunder Frank merupakan contoh penerapan strukturalisme
pada analisis hubungan internasional dan politik komparatif.[2]

Dalam pandangan kaum strukturalis, terdapat dua variasi teori strukturalisme. Kedua teori tersebut
diantaranya adalah teori ketergantungan dan teori sistem dunia. Teori ketergantungan sendiri cukup
terkenal pada tahun 1960-an (Steans et al., 2005: 82). Teori ketergantungan tersebut menitikberaktan
terhadap negara-negara dunia ketiga yang telah merdeka namun masih bergantung pada negara-negara
besar, seperti Amerika Serikat dan United Kingdom. Hingga sekarangpun, dapat dilihat bahwa negara-
negara dunia ketiga dan negara-negara maju masih saling melakukan kerjasama. Namun demikian,
kaum strukturalis memandang bahwa terdapat ketidakseimbangan antara kerjasama tersebut. Merkea
melihat bahwa barang dan jasa yang dijual dari negara-negara berkembang kepada negara-negara maju
jauh lebih murah dari pada sebaliknya.

Selanjutnya, teori yang kedua adalah teori sistem dunia. Dalam teori sistem dunia sendiri, kaum
strukturalis membagi struktur dunia menjadi dua bagian (Steans et al., 2005: 90). Pertama, hubungan
antarnegara secara vertikal. Dalam struktur vertikal ini, terdapat stuktur hirarki antara negara yang
sejahtera, kaya, powerful dengan negara yang miskin dan tidak banyak memiliki pengaruh. Dalam
perspektif strukturalisme sendiri, negara-negara kaya seperti Amerika Serikat dan United Kingdom
tersebut sering disebut sebagai negara core. Sedangkan negara-negara berkembang seperti Bangladesh
dan Chili tersebut dikenal sebagai negara periphery. Di samping itu, teori sistem dunia juga mengenal
struktur horizontal. Struktur horizontal sendiri memandang bahwa kaum elite di negara-
negara core atau north dan periphery atau south bekerja sama untuk mendukung satu sama lain dalam
eksploitasi terhadap kelas sosial menengah ke bawah lainnya (Steans et al., 2005: 91).

Terlepas dari fokus utama perspektif strukturalisme yang menitikberatkan perekonomian dunia, kaum
strukturalis sebenarnya juga memiliki tujuan di bidang perdamaian dan keamanan. Menurut kaum
strukturalis sendiri, kunci dalam mencapai suatu perdamaian dan keamanan adalah terletak pada sistem
kapitalisme yang sebaiknya diubah menjadi sistem sosio-ekonomi (Steans et al., 2005: 99). Dengan
diterapkannya sistem sosio-ekonomi, maka kaum-kaum borjuis atau elite tidak akan melakukan
eksploitasi berlebihan terhadap kaum proletar. Di samping itu, dihilangkannya sistem kapitalis akan
menghapuskan pula kesenjangan dan ketidakadilan antarkelas di dunia ini. Dengan demikian, hal
tersebut akan mencegah dan mengurangi konflik atau bahkan perang.

Terdapat dua teori yang terkenal dalam strukturalisme, yaitu world system theory dan dependency
theory. World system theory, diperkenalkan oleh Immanuel Wallerstein, memiliki dua klasifikasi: world
empire dan world economist. Dalam world empire, terdapat sentralisasi sistem politik yang
menggunakan kekuatannya untuk redistribusi sumber-sumber dari negara periphery ke negara core.
Sementara itu, dalam world economist tidak ada kepemilikan tunggal; yang ada merupakan banyaknya
kekuatan yang berkompetisi serta sumber-sumber yang didistribusikan melalui pasar (Hobden & Jones
2001, 206). World economist merupakan klasifikasi world system theory yang tengah berkembang saat
ini.

Dijelaskan dalam Hobden & Jones (2001, 207) bahwa Wallerstein mengklasifikasikan negara menjadi
negara core, semi-periphery, dan periphery. Negara core, negara dunia pertama yang ikut berperan
dalam Perang Dunia I, merupakan negara-negara kaya dan makmur dengan tingkat investasi tinggi.
Contoh negara core Amerika Serikat. Sementara itu, negara semi-periphery merupakan negara dunia
kedua, yaitu negara yang terbentuk setelah Perang Dunia I. Dapat dikatakan bahwa negara semi-
periphery adalah negara intermediate dengan pengertian bahwa negara semi-periphery memiliki
perekonomian yang cukup baik meskipun tidak sebaik negara core. Negara semi-periphey sesungguhnya
berpotensi untuk menjadi negara core, namun perkembangannya kini terhambat oleh negara core yang
terus mengembangkan kapitalisme di dunia. Contoh dari negara semi-periphery adalah Tiongkok.
Kemudian, negara periphery merupakan negara dunia ketiga, yaitu negara yang terbentuk setelah
Perang Dunia II. Negara peripherymerupakan negara yang perekonomiannya masih dalam taraf
berkembang dengan sumber daya berlimpah. Contoh dari negara periphery adalah negara-negara di
kawasan Asia dan Afrika. Negara periphery dapat dikatakan sebagai negara yang ‘dimiskinkan’ oleh
negara core karena negara periphery menyediakan pekerja dan sumber daya yang kemudian
dieksploitasi oleh negara core.

Tokoh dan Pemikirannyazimbabwe somalia chili

Henrique Fernando Cardoso dan Enzo Felatto – Teori Ketergantungan.

Berasal dari konsep Lenin mengenai imperialisme, berpendapat bahwa im xperialisme masih hidup,
namun dalam bentuk lain yaitu dominasi ekonomi negara-negara kaya terhadap negara-negara yang
kurang maju. Pembangunan ekonomi negara-negara kurang maju erat kaitannya dengan kepentingan
negara-negara maju, karena negara bekas jajahan dapat menyediakan sumber daya alam manusia dan
sumber daya alam, dan juga negara kurang maju dapat menjadi pasar untuk hasil produksi negara maju,
sedangkan produksi untuk ekspor sering ditentukan oleh negara maju. Teori ini berusaha untuk
mengatakan bahwa negara-negara kurang maju secara terus-menerus akan mengalami kemiskinan
karena pengaruh dari strategi ekonomi dan politik dari negara maju[8]. Objek kajian teori
ketergantungan terutama adalah pengalaman negara-negara Amerika Latin yang mengalami kemiskinan
dan keterbelakangan walaupun telah merdeka sejak awal abad XIX[9].

2. Immanuel Wallerstein – Teori Sistem Dunia.

Menurut teori ini kapitalisme telah menyebar ke seluruh dunia sehingga menciptakan negara pusat
(core), negara semi pinggiran (semi pheri-pheri), dan negara pinggiran (pheri-pheri)[10]. Wallerstein
memahami Teori Sistem Dunia sebagai perkembangan ekonomi kapitalis dunia yang saling bertautan,
dimana tumbuh dalam bentuk modern pada abad ke XVI. Konsepsi Wallerstein tentang kapitalisme
ditopang oleh gagasan mengenai ekspansi perdagangan internasional[11]. Teori ini berpendapat bahwa
tidak meratanya pembangunan di dunia dan adanya pembagian dunia pertama dan ketiga merupakan
penerapan fungsi dari sistem dunia yang kapitalis, bukan akibat dari ketertinggalan sejarah atau suatu
masalah teknis[12].

Anda mungkin juga menyukai