KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT dan Rasulullah SAW atas karunia dan ijinnya saya bisa menerbitkan Novel
ppertama saya dalam genre spiritual.
Banyak sekali yang ingin saya ucapkan rasa terima kasib. Terutama para pembaca setia di wattpad, yang sudah
bersabar senantiasa mendukung dan membaca karya-karya saya,
Pertama saya ingin mengueapkan terima kasih pada suami tercinta yang dengan keridhaan hati men
saya menghabiskan waktu Iuang di dunia kepenulisan. Dan yang eda putra tercinta Ibrahim Al Kahfi. Love
you Nak, yang tidak pernah protes bundanya tengah asyik dengan dunia tulis menulis. Untuk pasangan
‘SaMaWah, Ayu beserta Fabri, terima kasih sudah membantu mengedit naskah ini jadi lebih rapi..Dan untuk
semua teman-teman,teratama Diana Puspitasari adik seperjuangan di dunia liteasi, Mami Rex, Budhe Endang,
Ratna, Selvi, Kak Sari, Dita, Yanthi dan semuanya yang belum disebut saya ucapkan beribu Terima kasi,
Dan terakhir ucapan terima kasih sebesar-besarnya pada penerbit Bukuloe Pubbliser yang sudah memberi
Kesempatan saya untuk kembali menerbitkan novel.
‘Semoga Novel ini bisa menghibur dan member manfaat untuk siapa saja yang membacanys,
‘Terima kasi dan selamat membaca.
(Chanty Romans)TENTANG JODOH
Ilyana Safira Marwah atau yang akrab disapa Illy, sejak kecil sudah ditanamkan tentang
keimanan dan ketagwaan pada yang Maha Kuasa, tidak heran hingga kini usianya sudah
kepala dua Ilyana tumbuh menjadi gadis yang sangat menjaga pandangannya dan juga luar
biasa taat dalam hal beribadah,
Ilyana sedang berada dalam kamarya dan di tangannya sudah ada buku tentang jumal
hukum, materi yang dipelajari oleh Illy sesuai dengan mata kuliah yang diambilnya.
Pintu kamarnya terketuk kemudian terbuka dan masuklah Anisa Mamanya.
“Ilyana, Mama Papa ingin membicarakan sesuatu padamu Nak," Annisa sang Mama berkata
Jembut pada putri tunggalnya itu,
“Iya Mam," Ilyana segera beranjak untuk menemui Fadli sang Papa yang sudah menunggu di
ruang tengah disusul Anisa Mamanya.
Dalam hati Ilyana bertanya-tanya, apakah gerangan yang akan dibicarakan oleh kedua
orangtuanya, terlihat sangat serius sekali.
"Duduklah Nak," seru Fadli papanya,
Ilyana duduk di sebelah Papanya kemudian Annisa Mamanya ikut serta duduk di samping
Ilyana,
"Ada apa Pap, Mam? Kenapa sepertinya ada masalah yang sangat penting sekali," ujar
Ilyana lembut.
“Tidak ada apa-apa Sayang, Papa sama Mama hanya ingin memintamu untuk bersiap-siap
selepas maghrib nanti akan ada tamu yang datang berkunjung kesini Nak," terang Papanya
lagi.
“Iya Ly, kalau bisa nanti kamu tampil yang cantik dan serapi mungkin ya Nak," timpal
‘Mamanya.Ilyana mengernyitkan kening seolah-olah bertanya. Siapakah tamu yang akan datang, kenapa
ia harus tampil cantik dan rapi? Bukankah Kecantikan seorang perempuan hanya boleh
dinikmati oleh suaminya kelak.
"Ma, kenapa harus tampil cantik? Bukankah itu termasuk riya dan tabarujj,” ujar Illyana yang
memang sangat paham sekali dengan nilai-nilai ketaqwaan.
Kenapa harus cantik di depan orang yang belum halal? memang Allah itu menciptakan
keindahan dan menyukai yang indah-indah. Tapi dengan sengaja memamerkan keindahan
bukankah termasuk Tabarujj yang berarti suka pamer dan juga riya’ yang berarti sombong
Karena seolah mengangggap dirinya yang paling indah.
Annisa tersenyum mendengar penuturan Ilyana. Tidak sia-sia Illy mendapat didikan tentang
keimanan dan ketaqwaan kalau sekarang apapun yang ia lakukan harus sesuai dengan
syari‘at.
"Tergantung niatnya Sayang, kalau memang niatnya dari awal ingin pamer bisa jadi termasuk
tabarujj dan riya’. Kalau niatnya memperindah penampilan semata karena keimanan insya
Allah tidak akan mengurangi nilai-nilai iman yang ada di dalam hati, dan yang paling penting
tetaplah menjaga pandangan.”" terang Anisa dan diangguki oleh Ilyana.
Lelaki tampan itu sedang berkutat dengan berbagai berkas di sebuah ruang sebuah rumah
sakit swasta. Bunyi dari telepon genggam miliknya yang sedari tadi terdengar tak ia acuhkan.
Mungkin ada berpuluh kali deringan itu berbunyi namun Diftan tetap tak ingin
mengangkatnya.
Diftan Aliandra, lelaki tampan berusia 31 tahun itu sedang tak ingin diganggu saat jam
kerjanya. Diftan masih asyik berkutat dengan berbagai kertas di tangannya saat pintu
ruangannya terbuka dan masuk sosok pria paruh baya yang tak lain adalah Anwar Papanya.
"Kenapa tidak kau angkat telpon Papa, Ali?" seru suara berat yang kini berdiri tepat di
sebelah kursi Diftan.