Anda di halaman 1dari 23

Perencanaan menurut Spillane, (1994:41) merupakan suatu rangkaiankegiatan untuk

mencapai suatu tujuan di masa mendatang dengan mengelola sumberdaya dan potensi
yang ada. Suatu perencanaan terdiri dari beberapa rangkaiankegiatan dan juga proses
yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang telahditentukan untuk masa depan
yang lebih baik dari masa sekarang dengan mengeloladan mengoptimalkan potensi atau
sumber daya yang ada sebaik mungkin.Dalam suatu konsep perencanaan wisata, para
pengembang harusmemperhatikan semua aspek pendukung pariwisata, karena
pariwisata merupakankegiatan yang berlangsung di atas permukaan tanah dan
menyangkut semua bentuk-bentuk unsur alam, air, udara, kehidupan liar didalamnya,
bentang alam, hutan, iklim,sungai, laut, pantai dan lainnya. Selain faktor alam terdapat
pula faktor-faktorlainnya yaitu faktor buatan manusia seperti pasar, transportasi dan
karakteristikmasyarakat setempat.Manuel Boud-Bovy and Fred Lawson (1977:43),
mengemukakan bahwadalam menganalisis pengembangan produk wisata ada
beberapa hal yang perludiperhatikan, yaitu:1.

Riset pasar (
market research
), meliputi: luas cakupan area, kependudukan dankondisi sosial ekonomi, kompetitor
sejenis disekitar, faktor lain yangmempengaruhi kebutuhan wisata di masa datang.2.

Pengamatan lokasi (
site investigation
), meliputi: jarak pencapaian dari dan kelokasi, lingkungan sekitar, ketersediaan
infrastruktur, pengembangan lingkungansekitar, kendala dan biaya, dampak lingkungan
dan sosial ekonomi.

󰀲󰀲
3.

Program, meliputi: penetapan waktu alternatif objek wisata, persyaratankebutuhan


fasilitas, estimasi biaya (modal dan operasional), manajemenpengelolaan dan
keuangan.4.

Perencanaan fisik, meliputi:


traffic
, sirkulasi dan menejemen transportasi padasaat puncak keramaian terjadi, diversifikasi
atraaksi wisata dan kegiatan yanglebih variatif.

erencanaan dan Strategi Pengembangan Produk Pariwisata Dare

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan sektor industri pariwisata di dunia umumnya dan di Timor Leste
khususnya telah berkembang kurang begitu pesat. Perkembangan industri tersebut tidak
hanya berdampak pada peningkatan penerimaan devisa negara, namun pada
Kenyataannya pariwisata dapat memperluas kesempatan berusaha dan memberikan
lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat dalam rangka mengurangi permasalahan
pengangguran. Tiap tahun angka kunjungan wisatawan mancanegara di Timor Leste
teruss mengalami peningkatan, sehingga telah menyebabkan terjadinya berbagai
perubahan global sebagai akibat dari perkembangan dunia pariwisata, baik perubahan
pola, bentuk dan sifat kegiatan, dorongan orang untuk melakukan perjalanan wisata, cara
berfikir, maupun sifat perkembangan itu sendiri.
Pada banyak negara maju, industri pariwisata sudah bukan isu yang baru lagi,
bahkan banyak orang melakukan perjalanan wisata sebagai kebutuhan hidup setiap
manusia yang semata-mata untuk mencari relaksisasi, rasa ingin tahu, mengunjungi
sahabat/keluarga, pengalaman dan hiburan untuk melepaskan segala kelelahan dan rasa
bosan sebagai dampak dari segala kegiatan rutinitas sehari-hari. Seiring dengan
perkembangan sektor kepariwisataan secara global serta peningkatan arus kunjungan
wisatawan internasional, maka secara tidak langsung telah berdampak kepada kebutuhan
penyediaan segala komponen atau produk-produk pariwisata.
Tabel 01. Total wisatawan di Timor Leste Sesuai data DNS (Diresaun nacional do
turismo)

Dilihat dari table kunjungan wisatawan mancanegara di atas maka Penyediaan


produk-produk pariwisata (supply side) dianggap penting untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan yang mencakup penyediaan sarana dan prasarana alat transportasi, akomodasi,
agen perjalanan, makanan dan minuman, tour operator, pramuwisata dan barang souvenir
wisata lainnya. Untuk mendukung industri pariwisata, khususnya dalam rangka
penyediaan seluruh komponen industri pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata, maka
perlu dilakukan suatu perencanaan yang baik dan terpadu dengan melibatkan seluruh
unsur terkait atau stakeholder, seperti pemerintah, tenaga ahli pariwisata, masyarakat
setempat (yang terlibat dalam usaha wisata) dan para pemangku kepentingan lainnya.
Perencanaan penyediaan produk-produk wisata tersebut tidak hanya akan berdampak
positif dalam rangka menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata
(DTW), namun juga untuk memotivasi para pelaku industri pariwisata untuk lebih
innovatif, kreatif dan menciptakan nilai tambah (value added) terhadap berbagai produk
atau pelayanan (services) yang akan diberikan kepada para wisatawan yang akan
berkunjung.
Seperti yang dikemukakan oleh Getz (1987:93) dan Page (1995) terdapat lima
pendekatan dalam mengembangkan pariwisata, antara lain:
1. Bossterm yaitu: suatu pendekatan sederhana yang melihat pariwisata sebagai suatu
atribut positif untuk suatu tempat dan penghuninya. Namun masyarakat setempat tidak
dilibatkan dalam proses perencanaan dan daya dukung wilayah tidak dipertimbangkan
secara matang.
2. The economic-industry approach (pendekatan ekonomi-industri) yaitu: pendekatan
pengembangan pariwisata yang tujuan ekonominya lebih didahulukan dari tujuan social
dan lingkungan dan menjadikan pengalaman pengunjung dan tingkat kepuasan sebagai
sasaran utama.
3. The physical-spatial approach (pendekatan fisik-keruangan), yaitu: pendekatan ini
didasarkan pada tradisi penggunaan lahan geografis.Strategi pengembangannya
berdasarkan perencanaan yang berbeda-beda melalui prinsip-prinsip keruangan (spatial).
Misalnya pengelompokan pengunjung di satu kawasan dan pemecahan-pemecahan
tersebut untuk menghindari kemungkinan terjadinya konflik. Hanya saja kekurangan dari
pendekatan ini adalah kurang mempertimbangkan dampak sosial dan kultur dari
pengembangan wisata.
4. The community approach (pendekatan kerakyatan), yaitu: pendekatan ini lebih
menekankan pada pentingnya keterlibatan maksimal dari masyarakat setempat di dalam
proses pengembangan pariwisata. Pendekatan ini menganggap pentingnya suatu pedoman
pengembangan pariwisata yang dapat diterima secara sosial (socially acceptable).
Pendekatan yang dilakukan adalah menekankan pentingnya manfaat sosial dan cultural
bagi masyarakat lokal secara bersama-sama termasuk di dalamnya pertimbangan
ekonomi dan lingkungan.
5. Sustainable approach (pendekatan keberlanjutan), yaitu: pendekatan berkelanjutan dan
berkepentingan atas masa depan yang panjang serta atas sumber daya dan efekefek
pembangunan ekonomi pada lingkungan yang mengkin menyebabkan gangguan cultural
dan sosial yang memantapkan pola-pola kehidupan dan gaya hidup individual
Dari kelima tersebut yang menjadi focus pengembangan kepariwisataan Desa dare ini
adalah pendekatan pariwisata kerakyatan (the community approach). Pariwisata
kerakyatan merupakan sebuah bentuk pengembangan yang berpihak kepada masyarakat,
khususnya masyarakat lokal. Masyarakat, khususnya masyarakat local ikut berperan serta
dalam setiap pengembangan yang dilakukan di daerahnya. Menurut Subagyo (1991)
kehidupan desa sebagai tujuan wisata adalah desa sebagai obyek sekaligus juga sebagai
subyek dari kepariwisataan yaitu sebagai penyelenggara sendiri dari berbagai aktifitas
kepariwisataan, dan hasilnya akan dinikmati oleh masyarakatnya secara langsung. Oleh
karena itu peran aktif dari masyarakat sangat menentukan kelangsungan kegiatan
pedesaan ini (Suryasih, 2003:18).
Dilihat dari perspektif kehidupan masyarakatnya, pariwisata pedesaan merupakan
suatu bentuk pariwisata dengan obyek dan daya tarik berupa kehidupan desa yang
memiliki ciri-ciri khusus dalam masyarakatnya, panorama alamnya, dan budayanya,
sehingga mempunyai peluang untuk dijadikan komoditi bagi wisatawan, khususnya
wisatawan asing (Suryasih, 2003: 18). Pendekatan dasar yang sering dipergunakan dalam
perencanaan pengembangan obyek daya tarik wisata pedesaan adalah menggunakan
pendekatan kerakyatan (community approach/ community based) dan environment
planning(Marpaung, 2000: 49). Hal ini disebabkan karena masyarakat lokal yang akan
membangun, memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata serta pelayanannya,
sehingga dengan demikian masyarakat dapat menerima secara langsung keuntungan
ekonomi serta mencegah terjadinya urbanisasi (Mendra, 2005).
Denga semua penjelasan mengenai pentingnya suatu planning dalam
mengembangkan suatu desa dengan mengunakan pendekatan kemasyarakatan maka
dapat menfasilitsi masyarakat dimana masyarakat sendiri yang akan menjadi objek dan
subyek dari pada pengembangan tersebut. Oleh karena itu,maka menarik penulis untuk
mengambil Judul “Perencanaan Produk wisata ungulan untuk menciptakan pariwisata
berkelanjutan dan berwawasan linkungan di Suco dare” guna menidentifikasi serta
meneliti produk-produk yang ada di suco tersebut guna melakukan planning agar produk-
produk tersebut menjadi produk ungulan
Dimana,di Suco tersebut terdapat total populasi 3030 dengan Luas Wilayah 20,15km
dan terdapat jumlah KK (Kepala Keluarga) 560 dari total Laki-laki 1565 dan Perempuan
1465 Dengan mata pencaharian Rata-rata Agrikultor (65%) dan mata pencaharian lain
seperti bekerja di Instansi Pemerintahan dan swasta dengan total 35%. untu itu dilihat
dari, beberapa segi di atas maka perlunya suatu perencanaan guna mengembangkan
produk-produk pariwisata yang terdapat di Desa tersebut sebagai upaya untuk
mengurangi Penganguran yang terjadi di tempat tersebut serta melestarikan produk-
produk wisata tersebut guna bisa dikenal dan diingginkan oleh wistawan,lebih-lebih
wisatawan mancanegara
1.2 Perumusan Masalah
Dalam Penelitian ini, peneliti mengambarkan masalah yang akan dilakukan penelitian
yakni antara lain:
a. Bagaimana perencanaan pengembangan produk pariwisata di dare
b. Bagaimana strategi yang digunakan guna menjadikan produk-produk tersebut sebagai
produk ungulan
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti pun membatasi ruang gerak penelitian yakni: dalam
review literature,Peneliti hanya mengunakan literature-literature mengenai perencanaan
pengembangan produk pariwisata. Sedangkan dilain hal,peneliti pun hanya melakukan
penelitian di Suco Dare,Sub-District Vera-Cruz,District Dili
1.4 tujuan penelitian
Tujuan dari pada penelitian ini yaitu; dengan menidentifikasi produk-produk pariwisata
yang ada di Suco Dare, serta untuk menyusun perencanaan pengembangan pada produk-
produk tersebut guna merekomendasikan ke pihak-pihak terkait untuk melakukan
pengembangan agar produk-produk tersebut dapat sebagai produk ungulan yang
berkenlanjutan serta berwawasan linkungan
1.5 manfaat Penelitian
Manfaat dari pada penelitian ini yakni:
a. Bagi Kaum Praktisi: dapat berguna sebagai referensi guna melakukan pengembangan
pada objek wisata yang terdapat di Desa Dare serta sebagai referensi guna melakukan
pengembangan di Desa Lain yang mana berkaitan
b. Bagi Kaum Akademisi: dapat digunakan sebagai referensi bacaan serta sebagai bahan
guna melakukan penelitian-penelitian lain di hari yang akan dating.
c. Bagi masyarakat: sebagai bahan Informasi dan sebagai bahan untuk mendayakan
masyarakat sendiri untuk tetap menjaga serta membuka pikiran atau filosofi masyarakat
dalam berpartisipasi pengembangan atau penbangunan yang terjadi di Suco tersebut
1.6 Sistematik Penulisan

BAB II
REVIEW LITERATURE
2.1 Descripsi Konsep Pengembangan Produk Pariwisata
Tulisan ini akan membahas tentang perlunya suatu proses perencanaan terhadap
pengembangan industri pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata (DTW), khususnya
perencanaan terhadap berbagai produk serta pelayanan wisata (tourist-related products)
yang akan dibutuhkan oleh para wisatawan dalam rangka mengembangkan suatu industri
wisata. Produk-produk wisata tersebut dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori: atraksi
wisata (tourist attractions) dan industri wisata (tourist industry).
2.1.1 Pentingnya Perencanaan Pariwisata
Suatu kegiatan pembangunan yang dilakukan melalui perencanaan yang baik
tentu akan menghasilkan manfaat yang besar dan dapat memperkecil segala resiko dan
dampak negatif yang muncul dan tidak diinginkan. Perencanaan dalam pengembangan
pariwisata sebagai suatu industri jasa dianggap sangat penting, sehingga perencanaan
yang telah dirumuskan akan menghasilkan sasaran yang diinginkan, baik ditinjau secara
ekonomi, sosial-budaya, lingkungan dan politis (A. Yoeti, Oka, 1997).
Sangat disadari bahwa pengembangan pariwisata sebagai suatu industri strategis
memerlukan investasi yang sangat besar, seperti perbaikan aksesibilitas (jembatan, dan
jalan) dari dan ke daerah tujuan wisata, pembangunan hotel dengan segala fasilitas yang
dibutuhkan oleh para wisatawan, jaringan angkutan wisata (darat, laut dan udara) yang
perlu diperluas, pembangkit tenaga listrik yang perlu ditingkatkan, penyediaan air bersih
yang harus diciptakan, sarana dan jaringan komunikasi yang perlu diperluas, SDM para
pelaku bisnis pariwisata yang perlu ditingkatkan, promosi, pemasaran produk-produk
pariwisata unggulan ke dalam dan luar negeri yang perlu ditingkatkan dan kegiatan-
kegiatan pembangunan lainnya yang berkaitan dengan pengembangan suatu daerah
wisata. Bagaimanapun, semua kegiatan pembangunan tersebut memerlukan dana
investasi yang tidak kecil. Dalam upaya menghindari terjadinya pemborosan keuangan,
maka diperlukan suatu strategi dalam bentuk perencanaan yang matang yang didukung
oleh para perencana atau tenaga ahli (tenaga profesional) di bidangnya serta ketersediaan
waktu dan dana yang memadai.
Lebih lanjut, pertumbuhan aktifitas industri pariwisata yang tidak terkendali
sebagai akibat dari perencanaan yang tidak baik, maka akan menimbulkan permasalahan
besar serta dampak sosial budaya bagi masyarakat setempat. Lokasi hotel yang tidak
strategis atau bangunan hotel yang begitu tinggi tanpa menghiraukan estetika dan nilai-
nilai budaya lokal, poster iklan yang merusak pemandangan dan lingkungan setempat,
pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya, pengotoran pantai sebagai akibat
jumlah kunjungan wisatawan yang tidak terkendali merupakan beberapa fenomena kecil
yang akan mudah ditemukan bila pembangunan industri pariwisata tidak didasarkan pada
suatu pengkajian dan perencanaan yang sistematis dan strategis.
Dengan demikian, dalam pengembangan pariwisata sebagai suatu industri, perlu
mempertimbangkan segala aspek tanpa terkecuali karena diakui bahwa pariwisata
sebagai suatu industri yang berkembang pesat tidak dapat berdiri sendiri, namun
berkaitan erat dengan beberapa aspek penting lainnya, seperti aspek ekonomi, sosial
budaya yang hidup dalam masyarakat dan lingkungan setempat. Bila pengembangan
tersebut tidak terarah, maka bukan manfaat yang akan diterima, melainkan perbenturan
sosial budaya dan kepentingan. Dengan demikian, semua pihak akan merasa dirugikan,
khususnya masyarakat yang hidup dari kegiatan industri pariwisata, wisatawan yang
berkunjung dan selanjutnya akan mematikan seluruh kegiatan industri pariwisata yang
sudah lama dibina. Pembuatan Master Plan atau Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata Daerah (RIPPDA) yang diperkuat dengan undang-undang atau qanun-qanun
daerah (Perda) dan perlu direncanakan secara bertahap dalam dokumen perencanaan
daerah jangka pendek, menengah dan panjang (RPJM dan RPJP) serta dengan melibatkan
seluruh unsur terkait, khususnya masyarakat setempat merupakan solusi yang terbaik
serta menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sumarwoto, J. (1997) menegaskan
bahwa ”keterlibatan masyarakat lokal secara aktif memiliki peran strategis dalam
merencanakan dan melaksanakan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan”.
Beberapa spek penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan perencanaan
pariwisata:
1. Wisatawan (Tourists):Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik
wisatawan yang akan datang untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata, seperti asal
negara, status perkawinan, jenis kelamin, anak muda atau orang tua, pelajar, mahasiswa,
pengusaha atau pegawai biasa, kesukaannya, individu, kelompok, pasangan muda-mudi
atau keluarga, pada musim apakah mereka cenderung datang, dll.
2. Transportasi (Transportations):Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh
mana kesiapan sarana dan prasarana sistem transportasi, baik dari bandara udara,
pelabuhan laut atau terminal ke tempat daerah tujuan wisata (DTW). Ketersediaan
transportasi lokal juga perlu diperhatikan untuk memudahkan aksesibilitas dan mobilitas
para wisatawan.
3. Atraksi/Objek Wisata (Attractions): Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh
mana ketersediaan atraksi/objek wisata (attractions) yang akan dijual telah memenuhi 3
(tiga) syarat dibawah ini:
Apa yang akan dilihat (something to see)
Apa yang akan dilakukan (something to do)
Apa yang akan dibeli (something to buy)
Fasilitas Pelayanan (Services Facilities)
Jenis dan bagaimana fasilitas pendukung yang tersedia di daerah tujuan wisata
(DTW) tersebut yang terdiri: akomodasi, restauran, fasilitas pelayanan umum (perbankan,
penukaran mata uang asing/money changer, kantor pos, fasilitas telepon/telek/faksimil,
internet), dll.
4. Informasi dan Promosi (Informations)
Perlu diperhatikan secara sistematis dan profesional mengenai penyebaran
informasi dan promosi daerah tujuan wisata kepada para wisatawan manca negara dan
nusantara dalam bentuk leaflet/booklet/brosur atau melalui promosi iklan, media cetak,
media elektronik atau pembuatan website wisata yang dapat diakses langsung oleh calon
wisatawan melalui fasilitas Internet. Kelima aspek tersebut saling berkaitan erat dan
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, sehingga memerlukan perhatian secara
serius oleh para perencana pariwisata.
2.1.2 Pengembangan Produk Objek dan Atraksi Wisata
Pengembangan suatu produk pada dasarnya adalah usaha yang dilakukan secara
sadar dan direncanakan secara matang untuk memperbaiki produk yang sedang berjalan
atau menambah jenis produk-produk baru yang akan dihasilkan sesuai dengan
perkembangan waktu. Umumnya suatu produk baru yang dihasilkan sebaiknya
disesuaikan dengan kebutuhan konsumen (tourist). Jadi produk tersebut harus dapat
dipasarkan dan dapat diterima oleh pasar. Agar produk baru tersebut dapat diterima oleh
pasar, maka perlu dilakukan suatu penelitian pasar (market research) atau analisa pasar
(market analysis). Dengan demikian, setiap produk yang dihasilkan telah
dipertimbangkan secara matang dan objektif. Di samping itu, juga diperlukan modifikasi
produk-produk lama untuk dapat menyesuaikan dengan kebutuhan pasar yang cenderung
berubah-berubah. Dengan kata lain, mungkin saja produk yang telah lama dipasarkan
telah mengalami masa kejenuhan, sehingga perlu dilakukan suatu modifikasi. A. Yati
Oka (1997) menyebutkan bahwa perlu diperhatikan beberapa isu dalam rangka
menghasilkan produk-produk yang baru, antara lain:
a. Perkembangan potensial dari pasar produk baru yang akan diproduksikan,
b. Struktur pasar dan keahlian dalam marketing untuk memasarkan produk baru
tersebut,
c. Fasilitas keuangan, apakah cukup tersedia dana untuk mengembangkan produk
baru tersebut,
d. Situasi persaingan perlu ditinjau apakah posisi produk baru tersebut cukup kuat
bersaing dengan produk pesaing,
e. Produk baru yang dikembangkan tidak akan merusak produk yang telah ada dan
tidak akan merugikan perusahaan secara keseluruhan.
Mengingat produk industri pariwisata sangat bervariasi dan beragam jenisnya
sesuai dengan keinginan dan kemampuan wisatawan itu sendiri, maka dalam industri
pariwisata, pengembangan produk-produk wisata perlu direncanakan dan dirancang
secara profesional, menonjol, khas, kekinian dan menarik sesuai dengan kebutuhan
wisatawan. Dengan demikian, sentuhan kreatifitas dan inovasi serius dari para ahli atau
perencana pariwisata sangat dibutuhkan, khususnya para pengelola yang terlibat langsung
dalam industri pariwisata. Namun demikian, produk-produk wisata tersebut dapat
dibedakan ke dalam 2 (dua) jenis: atraksi wisata dan industri wisata (Weaver D. dan
Oppermann, M. 2000).
3.2.3 Pengembangan Atraksi Wisata (Tourist Attractions)
Atraksi wisata yang terdiri dari beragam jenis pada suatu daerah tujuan wisata
adalah suatu aspek yang sangat penting dan merupakan salah satu faktor utama yang
mampu menarik minat wisatawan untuk melakukan kunjungan (Pull Factors). Bila suatu
daerah tujuan wisata dapat berkembang dan maju, maka para perencana atau pelaku
industri pariwisata perlu memperhatikan peningkatan dan pengembangan berbagai jenis
atraksi wisata yang menarik, berkualitas dan kekinian sesuai dengan perkembangan dan
selera wisatawan. Sebaliknya, dapat dibayangkan bila suatu daerah tujuan wisata kurang
memiliki keragaman atraksi wisata atau miskin dengan berbagai objek wisata yang
diharapkan, sehingga dalam kurun waktu yang sangat singkat daerah wisata tersebut akan
mengalami kemunduran dan ditinggalkan oleh para pengunjung, sebaliknya akan
berusaha mencari daerah-daerah wisata unggulan lainnya.
Dalam rangka mendukung peningkatan dan pengembangan atraksi wisata pada
suatu daerah, para perencana atau pelaku industri pariwisata perlu melakukan suatu
survei dalam bentuk aktifitas inventarisasi jenis-jenis atraksi wisata yang ada (Attraction
Inventory). Aktifitas inventarisasi tersebut diharapkan dapat menjadi suatu langkah
penting dalam upaya menentukan apakah jenis atraksi wisata yang ada atau sedang
dikembangkan sekarang ini memiliki potensi yang besar atau tidak dalam rangka menarik
minat wisatawan untuk berkunjung. Weaver, D. dan Oppermann, M. juga menyatakan
hal yang sama bahwa
”the compilation of an attraction inventory is a fundamental step towards
ensuring that a destination realizes the full potential of its resources base in both respects
(2000)”

Selanjutnya setelah dilakukan pendataan melalui aktifitas inventarisasi, maka


dilakukan proses klasifikasi apakah jenis-jenis atraksi yang dimiliki tersebut masuk
dalam kategori atau bersifat ”alami”, ”budaya” atau ”dibuat (modifikasi sebagai bagian
dari kreatifitas manusia)”. Berikut diperlihatkan suatu aktifitas inventarisasi yang bersifat
umum dari atraksi wisata berdasarkan Weaver, D. dan Oppermann, M. (2000).
Tabel 02: Inventarisasi Jenis-jenis Atraksi Wisata
Generic Inventory of Tourist Site Event
Attractions Category

Natural TOPOGRAPHY e.g. mountains, protected volcanic

beaches, volcanoes, areas, hiking eruptions

caves, fossil sites trails tides

CLIMATE e.g. temperature, migrations

sunshine, precipitation

HYDROLOGY e.g. lakes, scenic

rivers, waterfalls, hot springs highways

WILDLIFE e.g. mammals, birds, scenic

insects, fish lookouts, cairns

VEGETATION e.g. forests wildlife parks

LOCATION e.g. centrality,

Extremity
Cultural PRE-HISTORICAL e.g. Aboriginal sites battle

HISTORICAL e.g. battlefields, old buildings, re-enactments,

museums, ancient monuments, graveyards, commemorations

statues festivals, world

CONTEMPORARY CULTURE e.g. architecture, ethnic fairs

neighborhoods sporting events,

ECONOMIC e.g. farms, mines, factories Olympics

RECREATIONAL e.g. integrated resorts, golf courses, ski markets

hills, theme parks, casinos, stadiums

RETAIL e.g. mega-malls, shopping districts

 Topograpi (Topography)
Pegunungan, pantai, sungai, gunung berapi, jurang, ngarai, tebing, gua, tempat-tempat
fosil, dll.
 Iklim (Climate)
Temperatur udara, sinar matahari, hujan salju, dll
 Air (Hydrology)
Danau, sungai, air terjun, air panas, dll.
 Kehidupan liar (Wildlife)
inatang menyusui, burung-burung, serangga, ikan, dll.
 Vegetasi (Vegetation)
Hutan, dll.
 Lokasi (Location)
Kawasan khusus, dll.
2.1.4 Kejadian yang Bersifat Alami (Natural Events)
Sebaliknya objek wisata atau kejadian yang bersifat alami (Natural Events) berbeda
dengan objek wisata alam (Natural Sites). Jenis atraksi yang bersifat kejadian (event) ini
hanya terjadi pada lokasi-lokasi atau daerah-daerah tertentu dan bersifat khusus dan
alamiah yang merupakan bagian dari fenomena alam. Jenis produk wisata ini memiliki
daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Pada saat akan terjadinya letusan gunung
berapi yang terjadi di Jogyakarta baru-baru ini telah banyak mengundang para wisatawan
untuk melihat langsung proses terjadinya letusan tersebut, yang dimulai dari keluarnya
asap dan larva panas. Atraksi ini merupakan bagian dari fenomena alam yang sangat
jarang terjadi dan tidak dapat diprediksi oleh semua orang. Meskipun demikian, kejadian
atau fenomena alam tersebut tidak semua dimiliki oleh setiap negara, namun bisa saja
terdapat pada negara-negara tertentu dengan lokasi tertentu. Berikut beberapa contoh
lainnya yang berkaitan dengan kejadian alam atau fenomena alam yang mungkin terjadi
dunia: migrasi burung (Bird Migration), musim yang berubah-ubah setiap harinya di Kota
Melbourne (Australia), letusan gunung berapi (Volcanic eruptions), gerhana
bulan/matahari (Solar eclipses) dan bintang jatuh (comets), dll.
2.1.5 Objek Wisata yang Bersifat Budaya (Cultural Sites)
Objek wisata yang bersifat budaya atau yang diciptakan/dimodifikasi oleh
manusia sebagai bagian kreatifitas manusia adalah jenis produk wisata andalan lainnya.
Jenis produk wisata ini berbeda dengan jenis produk wisata yang bersifat alamiah atau
kejadian yang bersifat alamiah seperti yang telah dijelaskan di atas. Jenis Objek wisata
yang bersifat budaya dapat dibedakan dalam beberapa kategori.
 Pra- Sejarah (Pre Historical)
Lokasi keberadaan suku Aborigin di Australia, dll
 Sejarah (Historical)
Monument, Lokasi bekas perang, Kawasan bersejarah, Museum, dll.
 Contemporary
Ethnic neighborhoods, dll.
 Kegiatan Ekonomi (Economic Activity)
Budidaya/perkebunan anggur (Wineries), perkebunan kopi, perkebunan teh, taman
anggrek, dll
 Atraksi yang bersifat rekreasi khusus (Specialized recreational attractions/(SRAs) Golf
courses, theme parks, casinos, scenic highways, bikeways, railways and hiking trails,
stadium, dll.
 Retails (Penjualan)
Mega malls, Markets and bazaars, dll.
2.1.6 Perayaan/Kejadian yang bersifat Budaya (Cultural Events)
Perayaan/pertunjukkan yang bersifat budaya merupakan jenis atraksi budaya yang
dilakukan secara sengaja, baik secara teratur maupun tidak sama sekali. Jenis atraksi ini
sering dijumpai pada saat peringatan hari-hari bersejarah dengan melakukan berbagai
atraksi sejarah yang melukiskan pesan tertentu. Contoh lainnya seperti peringatan Hari
Kemerdekaan Timor Leste setiap tanggal 20 Mei, pertandingan kejuaraan Misaun Cup
pada Sepakbola,Voly-bola,dan Basket.
2.1.7 Pengembangan Industri Wisata (Tourist Industry)
Industri pariwisata merupakan suatu industri yang bergerak dalam menyediakan atau
memenuhi barang-barang atau produk wisata dan pelayanan/jasa yang dibutuhkan oleh
para wisatawan pada saat mereka akan melakukan suatu kunjungan pada suatu daerah
tujuan wisata (DTW). Barang-barang atau produk wisata dan pelayanan/jasa tersebut
perlu disediakan oleh para penyedia jasa (service providers), sehingga para wisatawan
akan merasa tertarik dan betah untuk berkunjung. Barang-barang atau produk wisata dan
pelayanan/jasa tersebut terdiri:
A. Agen atau Biro Perjalanan Wisata (Travel Agencies)
Seiring dengan perkembangan sektor kepariwisataan secara global, maka para
pembuat kebijakan di bidang pariwisata, perencana pariwisata dan para pelaku usaha
wisata perlu memperhatikan beberapa aspek penting dalam upaya mendukung dan
memajukan sektor pariwisata pada suatu daerah. Keberadaan Biro atau Agen Perjalanan
Wisata (Travel Bureau dan Travel Agent), sebagai contoh, merupakan salah satu aspek
penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan sektor pariwisata, karena
menyangkut dengan promosi wisata, kebutuhan pelayanan dan kenyamanan wisata yang
dibutuhkan oleh para wisatawan sebagai pelanggan serta aspek-aspek lainnya yang tidak
kalah penting keberadaanya, seperti penyediaan sarana transportasi, akses, akomodasi,
makanan dan minuman, pelaksana tour (tour operator) dan produk-produk industri wisata
lainnya (sovenir, pramuwisata dan barang-barang bebas bea dan cukai/free duty goods)
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Dengan semakin majunya bidang Informasi, Teknologi dan Komunikasi (ITC),
tingginya kebutuhan masyarakat dunia untuk melakukan perjalanan wisata, maka fungsi
dan peran biro atau agen perjalanan wisata akan semakin komplek. Dengan demikian,
peningkatan SDM karyawan (bidang pemasaran, kualitas pelayanan pelanggan dan
teknologi informasi), jaringan kerjasama dan promosi sangat diperlukan dalam upaya
menghadapi persaingan global dalam memberikan pelayanan terbaik bagi para pelanggan
(wisatawan).
B. Sistem Transportasi
Sistem dan jaringan transportasi yang baik dan lancar menjadi penentu keberhasilan
peningkatan arus kunjungan wisatawan ke daerah-daerah wisata. Namun demikian, jenis,
sistem dan fasilitas transportasi tersebut perlu terus diperluas dan dikembangkan yang
mencakup sistem transportasi udara, darat, laut (sungai) dan kereta api. Isu keamanan
dalam transportasi juga hal yang perlu mendapatkan perhatikan serius.
c. Akomodasi
Penginapan yang berbentuk hotel atau apartmen perlu dibangun secara representatif
sesuai dengan keinginan dan selera wisatawan dan didukung dengan segala fasilitas
pendukung. Jenis penginapan lainnya dapat berbentuk penginapan berjalan (Caravan
Parks) dan taman penginapan (Campgrounds), Vacation farms, dll. Kenyamanan, akses
dan keamanan menjadi isi yang perlu mendapatkan perhatikan serius.
d. Tempat Penjualan Makanan dan Minuman
Tempat penjualan makanan dan minuman merupakan tempat yang sangat penting
bagi wisatawan untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari mereka pada saat
berkunjung. Tempat penjulan tersebut selain perlu menyediakan makanan khas lokal juga
perlu menyediakan makanan khas luar negeri untuk menjaga keseimbangan. Kebersihan
lingkungan dan produk makanan/minuman perlu dijaga serta pelayanan yang didukung
dengan keramahtamahan juga perlu ditingkatkan dalam rangka menciptakan suasana
tenang dan betah.
e. Tour operators
Keberadaan operator tur atau tour operator sangat penting dan berperan dalam rangka
menyediakan paket-paket wisata lainnya. Paket-paket wisata tersebut yang terdiri dari
pelayanan akomodasi, restauran, objek wisata, transportasi, dll perlu dikemas secara
menarik dan profesional untuk menarik minat wisatawan manca negara dan nusantara.
f. Pelayanan atau Barang Dagangan (Merchandises)
Para wisatawan yang berkunjung pada suatu daerah tujuan wisatawan cenderung
mengkonsumsi barang-barang lokal sebagai suvenir yang akan dibawa pulang ke tempat
asalnya. Dengan demikian, keberadaan barang-barang yang merupakan produk lokal
yang berbentuk ukiran kayu, kerajinan tangan khas daerah setempat perlu dikembangkan
dan dikemas dengan baik dan memiliki nilai tambah (added value). Barang-barang yang
tidak dikenai bea cukai (duty-free goods) juga merupakan barang-barang yang sangat
disukai oleh para wisatawan.
g. Pemandu Wisata
Pemandu wisata atau tour guides juga merupakan komponen penting lainnya yang
perlu diperhatikan, sekaligus diberdayakan dalam pengembangan sektor pariwisata
karena menyangkut dengan aspek pelayanan, informasi dan sikap keramahtamahan yang
diberikan kepada seorang wisatawan. Pemandu wisata memiliki peran dan fungsi yang
sangat strategis dalam memberikankesan kepada wisatawan, ibarat seorang penerima
tamu di pintu gerbang rumah. Sebelum tamu menginjak halaman rumah tersebut. Kesan
pertama, baik atau buruk tentang suatu kawasan pariwisata terletak pada kepribadian para
pramuwisata atau guide. Meskipun Demikian, menjadi seorang pramuwisata bukanlah
sebuah pekerjaan yang mudah yang semata-mata hanya mengandal kemampuan
berbahasa asing saja. Namun sebaliknya, untuk menjadi pramuwisata yang profesional di
bidangnya, diperlukan beberapa kriteria utama lainnya yang harus dimiliki oleh seorang
pramuwisata, seperti aspek kepribadian, kemampuan berkomunikasi (communication
skill) dalam bahasa asing, wawasan kepariwisataan, ilmu pengetahuan, pelayanan dan
skill atau teknik memandu.
2.2 Peneliti Terdahulu

Penelitian tentang pengembangan wilayah sudah cukup banyak dilakukan. Beberapa di antaranya,
terutama yang sangat berkaitan, dijadikan sebagai acuan dari penelitian ini. Hasil penelitian Alkadri
(Kornita, 2004:24) mengungkapkan bahwa dengan metode location quotient (LQ) menggunakan
variabel persentase distribusi sektor ekonomi dalam Produk Domestic Regional Bruto (PDRB)
berdasarkan harga konstan 1993 selama 5 (lima) tahun (periode 1994 -1999), terdapat potensi
yang berbeda di antara 4 (empat) kecamatan yang menjadi objek penelitiannya di Kota
Pontianak. Didapatkan bahwa struktur perekonomian Kecamatan Pontianak Selatan dan
Kecamatan Pontianak Utara dikuasai oleh sektor Jasa -jasa, Kecamatan Pontianak Timur
dikuasai oleh sektor bangunan, sedangkan Kecamatan Pontianak Barat andal dan didominasi
oleh sektor pengangkutan dan komunikasi.
Penelitian Syafrizal (1984) tentang aktivitas -aktivitas basis pada empat wilayah
pembangunan utama yang ada di Indonesia dalam rangka menyusun pola kebijakan
pembangunan wilayah dengan metode kuosien lokasi (LQ) menyimpulkan bahwa seyogyanya
aktivitas yang dikembangkan adalah pertanian terutama tanaman pa ngan dan perkebunan, serta
penambangan dan galian sebagai sektor basis pada wilayah pembangunan A, industri dan jasa
pada wilayah pembangunan B, perdagangan dan industri pada wilayah pembangunan C, dan
pertanian pada wilayah pembangunan D.
Potensi yang berbeda antardaerah akan turut menentukan strategi dan kebijakan pemerintah
dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di daerahnya. Di sini, pemerintah berupaya
agar setiap masyarakat baik di daerah pedesaan maupun perkotaan dapat hidup dalam tingkat
kesejahteraan yang setara melalui optimalisasi pengembangan potensi yang berbeda -beda
tersebut. Namun kenyataan menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan tingkat kesejahteraan
antara masyarakat desa dengan masyarakat kota. Hal ini mendorong perlunya melaksana kan
kebijakan pembangunan wilayah yang saling menunjang antara daerah pedesaan dan perkotaan.
Dalam konteks di atas, penelitian Kasri (1990) yang menganalisis peranan perwilayahan
pembangunan dan pusat pengembangan di Provinsi Sumatera Barat, memperlihatka n bahwa
kebijakan perwilayahan pembangunan dapat dikatakan berhasil jika ditunjang oleh kebijakan -
kebijakan dan program-program yang saling menunjang di antara daerah -daerah yang berada
dalam wilayah tersebut. Penelitian Kasri didukung oleh penelitian Korn ita (2004) dengan lebih
memfokuskan penelitian pada konsep ‘sinergi antar daerah’ dalam pembangunan wilayah.
Menurutnya, meskipun interaksi antarkabupaten/kota di Provinsi Riau sudah ada, namun sinergi
pembangunan antardaerahnya baru sebatas wacana dan kon sep pada level pemerintahan
kabupaten/kota. Dengan mengidentifikasi potensi Kabupaten Kampar dengan Kota Pekanbaru,
ditemukan Kornita bahwa sektor basis ekonomi yang menjadi arena sinergi kebijakan
pembangunan daerah antara kedua daerah ini ialah sinergi s ektor pertanian di Kabupaten
kampar dengan sektor perdagangan di Kota Pekanbaru.
Sementara itu, sejumlah penelitian lainnya mengkaitkan upaya dan kebijakan pembangunan
dalam rangka pertumbuhan dan pemeratan pembangunan dengan upaya dan kebijakan
pengembangan tata ruang dan ekonomi wilayah. Karseno (1990) dalam penelitiannya tentang
pengkajian pusat-pusat pelayanan di wilayah Pasaman Barat Provinsi Sumatera
Barat, mengungkapkan bahwa struktur dan organisasi tata ruang wilayah pedesaan telah
berperan besar terhadap penyebaran dan pengadaan fasilitas pelayanan pedesaan. Penelitian Zul
Azhar (1997) di Kota Padang yang menganalisis ukuran kota optimal sebagai strategi
perencanaan pengembangan kota memperlihatkan bahwa ukuran Kota Padang saat ini belum
optimal sehingga perlu ditempuh kebijakan tentang pengembangan tata ruang dan ekonomi.
Sedangkan Sidin (1991) yang meneliti kebijaksanaan kota -kota kedua dan wilayah pengaruhnya
di Provinsi Sumatera Barat, menemukan bahwa Kota Bukittinggi dan Solok ditetapkan sebagai
kota kedua karena memiliki berbagai keunggulan komparatif dibandingkan kota lainnya di
Sumatera Barat.
Hasil penelitian Rinaldi (2004) tentang penentuan lokasi optimal pusat pemerintahan, pusat
pelayanan, dan pengembangan kawasan sekitarnya bagi Kabupate n Solok Selatan sebagai
sebuah kabupaten baru hasil pemekaran, terungkap bahwa Kecamatan Sangir dengan ibukota
Lubuk Gadang merupakan lokasi yang paling tepat menjadi ibukota Kabupaten Solok Selatan,
karena memiliki tingkat perkembangan wilayah, tingkat pe layanan dan aksesibilitas yang lebih
tinggi potensinya dibandingkan dengan kecamatan lainnya.
Dari sejumlah penelitian yang telah dilaksanakan di atas, dipahami bahwa pengembangan
wilayah diimplementasikan secara terpisah antara identifikasi potensi ekon omi
wilayah/subwilayah beserta upaya sinergi pengembangannya berdasarkan pendekatan teori
basis di satu sisi dengan peran/fungsi perwilayahan pembangunan serta analisis pusat
pengembangan dan pelayanan berdasarkan pendekatan kutub/pusat pertumbuhan dan teo ri
tempat sentral di lain sisi. Berbeda dengan penelitian -penelitian sebelumnya, penelitian ini
mencoba mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut untuk menemukan suatu rumusan
strategi pengembangan wilayah yang paling optimal dan bersinergi bagi Kabupaten
Dharmasraya di masa yang akan datang.
Secara singkat, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu kajian teoretik
dalam merencanakan pembangunan wilayah yang lebih akomodatif dengan dukungan daya tarik
lokasi dan ketersediaan fasilitas layanan ibukota kabupaten sesuai dengan karakteristik daerah dan sektor
ekonomi basis yang dimiliki.
2.3 Definisi Operasional

Produk Pariwisata
Pemahaman tentang Produk Pariwisata

Produk Pariwisata (Tourism Product) merupakan suatu bentukan yang


nyata (tangible product) dan tidak nyata (intangible product), dikemas
dalam suatu kesatuan rangkaian perjalanan yang hanya dapat
dinikmati, apabila seluruh rangkaian perjalanan tersebut dapat
memberikan pengalaman yang baik bagi orang yang melakukan
perjalanan atau yang menggunakan produk tersebut.

Sehingga bentuk dari produk pariwisata itu pada hakekatnya adalah


tidak nyata, karena dalam suatu rangkaian perjalanan terdapat berbagai
macam unsur yang saling melengkapi, tergantung pada jenis perjalanan
yang dilakukan oleh wisatawan.

Misalnya wisatawan akan melakukan perjalanan ke sebuah pulau


dengan tujuan menikmati keindahan taman laut di sekitar pulau
tersebut, tentunya wisatawan membutuhkan fasilitas penunjang,
seperti: perahu untuk menyeberang ke pulau, fasilitas kendaraan yang
membawa mereka dari rumah ke pulau yang dituju dan setibanya di
pulau wisatawan membutuhkan fasilitas akomodasi dilengkapi dengan
makan dan minum selama berada di pulau itu, serta tentunya
pelengkapan menyelam. Dengan demikian, berdasarkan ilustrasi di atas
jelas bahwa rangkaian perjalanan wisatawan ke sebuah pulau
membutuhkan komponen produk pariwisata secara holistik dan tidak
bisa berdiri sendiri-sendiri, yang berarti bahwa fasilitas penunjang,
transportasi, akomodasi, makan dan minum serta perlengkapan
menyelam dan bahkan atraksi wisata di pulau tersebut merupakan satu
kesatuan yang saling mengikat dan melengkapi untuk tujuan
menciptakan kepuasan pengalaman rekreasi bagi wisatawan. Dan masih
banyak komponen produk pariwisata lain yang tidak nampak dalam
ilustrasi tersebut, yang pada umumnya disebut sebagai komponen
pelayanan, seperti yang terjadi pada saat petugas memberikan layanan
kepada wisatawan pada saat wisatawan berada di berbagai fasilitas yang
digunakan.

Dari uraian di atas, secara umum mudah dikenali bahwa produk


pariwisata terdiri dari aksesibilitas, fasilitas dan pelayanan serta atraksi
wisata atau hiburan.

Definisi Produk Pariwisata

Berdasarkan pemahaman di atas, dikatakan bahwa produk pariwisata


dibanding dengan jenis-jenis produk barang dan jasa lain, memiliki ciri-
ciri berbeda dan untuk memahami bentuk serta wujud dari produk
pariwisata, maka beberapa definisi berikut ini perlu dipahami pula:
 Burkart dan Medlik (1986), yaitu suatu susunan produk terpadu,
yang terdiri dari daya tarik wisata, transportasi, akomodasi dan hiburan,
dimana tiap unsur produk pariwisata dipersiapkan oleh perusahaan
yang berbeda-beda dan ditawarkan secara terpisah kepada wisatawan
 Medlik dan Middleton, produk pariwisata terdiri dari bermacam-
macam unsur dan merupakan suatu paket yang tidak terpisahkan serta
memenuhi kebutuhan wisatawan sejak meninggalkan tempat tinggalnya
sampai ke tempat-tempat tujuan dan kembali lagi ketempat asalnya.
 Gamal Suwantoro (2007:75) pada hakekatnya produk wisata
adalah keseluruhan palayanan yang diperoleh dan dirasakan atau
dinikmati wisatawan semenjak ia meninggalkan tempat tinggalnya
sampai ke daerah tujuan wisata yang dipilihnya dan sampai kembali
kerumah dimana ia berangkat semula.
 Gooddall (1991: 63), produk pariwisata dimulai dari ketersediaan
sumber yang berwujud (tangible) hingga tak berwujud (intangible) dan
secara totalitas lebih condong kepada kategori jasa yang tak
berwujud (intangible).
 Burns and Holden (1989:172) produk pariwisata dinyatakan
sebagai segala sesuatu yang dapat dijual dan diproduksi dengan
menggabungkan faktor produksi, konsumen yang tertarik pada tempat-
tempat yang menarik, kebudayaan asli dan festival-festival kebudayaan.
 Kotler dan Amstrong (1989:463), sebagai sesuatu yang ditawarkan
kepada konsumen atau pangsa pasar untuk memuaskan kemauan dan
keinginan termasuk di dalam obyek fisik, layanan, SDM yang terlibat
didalam organisasi dan terobosan atau ide-ide baru.
 Bukart dan Medlik (dalam Yoeti,1986:151) mendeskripsikan
produk wisata sebagai susunan produk yang terpadu, yang terdiri dari
obyek wisata, atraksi wisata, transportasi (jasa angkutan), akomodasi
dan hiburan di mana tiap unsur dipersiapkan oleh masing-masing
perusahaan dan ditawarkan secara terpisah.

Produk wisata sebagai salah satu obyek penawaran dalam pemasaran


pariwisata memiliki unsur-unsur utama yang terdiri 3 bagian (Oka A.
Yoeti, 2002:211) :
1. Daya tarik daerah tujuan wisata, termasuk didalamnya citra yang
dibayangkan oleh wisatawan
2. Fasilitas yang dimiliki daerah tujuan wisata, meliputi akomodasi, usaha
pengolahan makanan, parkir, trasportasi, rekreasi dan lain-lain.
3. Kemudahan untuk mencapai daerah tujuan wisata tersebut.
Mason (2000:46) dan Poerwanto (1998:53) telah membuat rumusan
tentang komponen-komponen produk wisata yaitu :
1. Atraksi, yaitu daya tarik wisata, baik alam, budaya maupun buatan
manusia seperti festival atau pentas seni
2. Aksesbilitas, yaitu kemudahan untuk mencapai tempat tujuan wisata
3. Amenities yaitu fasilitas untuk memperoleh kesenangan. Dalam hal ini
dapat berbentuk akomodasi, kebersihan dan keramahtamahan (tangible
and intangible products)
4. Networking, yaitu jaringan kerjasama yang berkaitan dengan produk
yang ditawarkan baik lokal, nasional maupun internasional.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa


terdapat 3 (tiga) komponen yang membentuk Produk Pariwisata dan
untuk semakin melengkapi kegunaan produk pariwisata tersebut bagi
wisatawan, penulis tambahkan stau komponen yang lain, yaitu
keramahtamahan, sehingga secara lengkap komponen produk wisata
menjadi 3 plus, yaitu:
1. Daya tarik wisata yang ada di destinasi wisata (ATTRACTIONS)
2. Fasilitas dan pelayanan yang ada di destinasi wisata (AMENITIES)
3. Kemudahan untuk mencapai destinasi wisata (ACCESSIBILITIES)
4. Keramahtamahan yang ditawarkan di destinasi wisata (HOSPITALITY)
Komponen Produk Pariwisata

1. Daya Tarik Wisata (Attractions)

Dalam kegiatan wisata, ada pergerakan manusia dari tempat


tinggalnya menuju ke destinasi pariwisata atau daerah tujuan wisata,
merupakan kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih
wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata,
fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas serta masyarakat yang
saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Dengan
demikian, faktor daya tarik wisata merupakan salah satu unsur yang
membentuk dan menentukan suatu daerah menjadi destinasi
pariwisata.

Setiap destinasi pariwisata memiliki daya tarik berbeda-beda sesuai


dengan kemampuan atau potensi yang dimiliki. Di bawah ini adalah
jenis daya tarik wisata yang biasanya ditampilkan di destinasi
pariwisata:
 Daya tarik wisata alam (natural tourist attractions), segala
bentuk daya tarik yang dimiliki oleh alam, misalnya: laut, pantai,
gunung, danau, lembah, bukit, air terjun, ngarai, sungai, hutan
 Daya tarik wisata buatan manusia (man-made tourist
attractions), meliputi: Daya tarik wisata budaya (cultural tourist
attractions), misalnya: tarian, wayang, upacara adat, lagu, upacara
ritual dan daya tarik wisata yang merupakan hasil karya cipta,
misalnya: bangunan seni, seni pahat, ukir, lukis.
Daya tarik wisata memiliki kekuatan tersendiri sebagai komponen
produk pariwisata karena dapat memunculkan motivasi bagi wisatawan
dan menarik wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata, hal
demikian terlebih terjadi di destinasi pariwisata yang memilki sangat
beragam dan bervariasi daya tarik wisata, seperti yang ditulis oleh
Robert Christie Mill dalam buku "Tourism: The International
Business" (1990): "Attractions draw people to a destination".

2. Fasilitas dan Pelayanan Wisata (Amenities)

Disamping daya tarik wisata, wisatawan dalam melakukan kegiatan


wisata juga membutuhkan adanya fasilitas yang menunjang perjalanan
tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan perjalanan tersebut, perlu
disediakan bermacam-macam fasilitas, mulai dari pemenuhan
kebutuhan sejak berangkat dari tempat tinggal wisatawan, selama
berada di destinasi pariwisata dan kembali ke tempat
semula."Attractions bring people to the destination; facilities service them
when they get there. Because they ara away from home,the visitor
requires certain things-a place to stay, something to eat and drink" (Robert
Christie Mill, 1990: 24).
Fasilitas-fasilitas untuk memenuhi kebutuhan perjalanan wisatawan
tersebut muncul dalam satu kesatuan yang saling terkait dan
melengkapi satu sama lain, sehingga dalam suatu perjalanan wisata,
seluruh komponen yang digunakan tidak dapat dipisahkan, tergantung
pada karakteristik dan bentuk perjalanan wisata yang dilakukan oleh
wisatawan.

Komponen fasilitas dan pelayanan perjalanan biasanya terdiri dari


unsur alat transportasi, fasilitas akomodasi, fasilitas makan dan minum
dan fasilitas penunjang lainnya yang bersifat spesifik dan disesuaikan
dengan kebutuhan perjalanan. Komponan ini tidak terlepas dari adanya
komponen prasarana atau infrastuktur, yaitu suatu komponen yang
menjamin bagi tersedianya kelengkapan fasilitas. Fasilitas transportasi
baru dapat disediakan apabila ada jaminan bahwa prasarana jalan
sudah tersedia, demikian juga fasilitas telekomunikasi dapat disediakan
apabila prasana jaringan penghubung ke destinasi pariwisata tersebut
sudah tersedia.

3. Kemudahan untuk mencapai destinasi wisata (Accesibility)

Dalam suatu perjalanan wisata, terdapat pula faktor yang tidak kalah
pentingnya dalam mempengaruhi kepuasan wisatawan, yaitu faktor
aksesibilitas, yang berarti kemudahan yang tersedia untuk mencapai
destinasi wisata, yang terkadang diabaikan oleh wisatawan dalam
merencanakan perjalanan wisata, sehingga secara umum dapat
mempengaruhi budget perjalanan tersebut.

4. Keramahtamahan (Hospitality)

Destinasi wisata dapat menyebabkan munculnya perasaan wisatawan


terhadap kebutuhan yang berkaitan dengan keramahtamahan melalui
seseorang atau sesuatu, seperti yang ditulis oleh Robert Christie
Mill: "The hospitality of an area is the general feeling of welcome that
tourists receive while visiting the area. People do not want to go where the
do not feel welcome" (1990)

Karakteristik Produk Pariwisata

Secara umum, karakteristik utama produk pariwisata adalah


jasa (service),dengan demikian meningkatkan mutu pelayanan jasa di
bidang pariwisata berarti juga meningkatkan mutu produk pariwisata.

Produk pariwisata secara keseluruhan bersifat heterogen (tidak


homogen) karena terdiri dari beragam jenis pelayanan dalam
keseluruhan proses perjalanan yang dilakukan oleh wisatawan.
Sehingga karena karakteristik yang heterogen tersebut maka cukup sulit
untuk dapat mencapai atau menentukan standar mutu yang jelas.

Berdasarklan karakteristik produk pariwisata tersebut maka muncul


pernyataan"selling holiday is selling dreams", sehingga penyedia produk
pariwisata ditantang untuk dapat mewujudkan mimpi wisatawan
menjadi kenyataan sesuai yang diharapkan oleh wisatawan sebagai
pengguna produk pariwisata.

Memahami produk pariwisata secara mendalam dapat dilakukan dengan


terlebih dahulu memahami karakter produk pariwisata, yaitu:

1. Tidak dapat dipindahkan


2. Tidak memerlukan perantara (middlemen) untuk mencapai kepuasan
3. Tidak dapat ditimbun atau disimpan
4. Sangat dipengaruhi oleh faktor non ekonomis
5. Tidak dapat dicoba atau dicicipi
6. Sangat tergantung pada faktor manusia
7. Memiliki tingkat resiko yang tinggi dalam hal investasi
8. Tidak memiliki standar atau ukuran yang obyektif dalam menilai mutu
produk.

RANGKUMAN tentang INTANGIBLE


PRODUCTS

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dideskripsikan bahwa produk PARIwisata


merupakan fasilitas dan pelayanan yang dapat dinikmati oleh wisatawan mulai dari
tempat asal, SELAMA BERADA di DESTINASI wisata, sampai kembali ke tempat
asal WISATAWAN, dan ditunjang oleh keanekaragaman atraksi wisata, fasilitas
dan PElayanan, harga produk, aksesibilitas pendukung yang dapat
MEMPERMUDAH KEGIATAN PERJALANAN WISATA.
Tamu hotel menginginkan lebih dari sekedar sebuah kamar

penumpang pesawat terbang menginginkan lebih dari sekedar tempat duduk dan
terbang dengan selamat

pelanggan restoran menginginkan lebih dari sekedar hidangan

pembeli cenderamata menginginkan lebih dari sekedar suatu produk kerajinan


sebagai kenangan

pengunjung suatu destinasi wisata menginginkan lebih dari sekedar menikmati


keindahan alam dan kesejukan hawa segar

seorang wisatawan menginginkan lebih dari sekedar informasi mengenai daya tarik
wisata di suatu disetinasi wisata

seorang pengunjung menginginkan lebih dari sekedar menikmati pertunjukan


hiburan di dalam ruang ber-AC

peserta suatu perjalanan wisata menginginkan lebih dari sekedar duduk di dalam
bis wisata dan mendengarkan penjelasan dari pemandu wisata

Anda mungkin juga menyukai