mencapai suatu tujuan di masa mendatang dengan mengelola sumberdaya dan potensi
yang ada. Suatu perencanaan terdiri dari beberapa rangkaiankegiatan dan juga proses
yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang telahditentukan untuk masa depan
yang lebih baik dari masa sekarang dengan mengeloladan mengoptimalkan potensi atau
sumber daya yang ada sebaik mungkin.Dalam suatu konsep perencanaan wisata, para
pengembang harusmemperhatikan semua aspek pendukung pariwisata, karena
pariwisata merupakankegiatan yang berlangsung di atas permukaan tanah dan
menyangkut semua bentuk-bentuk unsur alam, air, udara, kehidupan liar didalamnya,
bentang alam, hutan, iklim,sungai, laut, pantai dan lainnya. Selain faktor alam terdapat
pula faktor-faktorlainnya yaitu faktor buatan manusia seperti pasar, transportasi dan
karakteristikmasyarakat setempat.Manuel Boud-Bovy and Fred Lawson (1977:43),
mengemukakan bahwadalam menganalisis pengembangan produk wisata ada
beberapa hal yang perludiperhatikan, yaitu:1.
Riset pasar (
market research
), meliputi: luas cakupan area, kependudukan dankondisi sosial ekonomi, kompetitor
sejenis disekitar, faktor lain yangmempengaruhi kebutuhan wisata di masa datang.2.
Pengamatan lokasi (
site investigation
), meliputi: jarak pencapaian dari dan kelokasi, lingkungan sekitar, ketersediaan
infrastruktur, pengembangan lingkungansekitar, kendala dan biaya, dampak lingkungan
dan sosial ekonomi.
3.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan sektor industri pariwisata di dunia umumnya dan di Timor Leste
khususnya telah berkembang kurang begitu pesat. Perkembangan industri tersebut tidak
hanya berdampak pada peningkatan penerimaan devisa negara, namun pada
Kenyataannya pariwisata dapat memperluas kesempatan berusaha dan memberikan
lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat dalam rangka mengurangi permasalahan
pengangguran. Tiap tahun angka kunjungan wisatawan mancanegara di Timor Leste
teruss mengalami peningkatan, sehingga telah menyebabkan terjadinya berbagai
perubahan global sebagai akibat dari perkembangan dunia pariwisata, baik perubahan
pola, bentuk dan sifat kegiatan, dorongan orang untuk melakukan perjalanan wisata, cara
berfikir, maupun sifat perkembangan itu sendiri.
Pada banyak negara maju, industri pariwisata sudah bukan isu yang baru lagi,
bahkan banyak orang melakukan perjalanan wisata sebagai kebutuhan hidup setiap
manusia yang semata-mata untuk mencari relaksisasi, rasa ingin tahu, mengunjungi
sahabat/keluarga, pengalaman dan hiburan untuk melepaskan segala kelelahan dan rasa
bosan sebagai dampak dari segala kegiatan rutinitas sehari-hari. Seiring dengan
perkembangan sektor kepariwisataan secara global serta peningkatan arus kunjungan
wisatawan internasional, maka secara tidak langsung telah berdampak kepada kebutuhan
penyediaan segala komponen atau produk-produk pariwisata.
Tabel 01. Total wisatawan di Timor Leste Sesuai data DNS (Diresaun nacional do
turismo)
BAB II
REVIEW LITERATURE
2.1 Descripsi Konsep Pengembangan Produk Pariwisata
Tulisan ini akan membahas tentang perlunya suatu proses perencanaan terhadap
pengembangan industri pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata (DTW), khususnya
perencanaan terhadap berbagai produk serta pelayanan wisata (tourist-related products)
yang akan dibutuhkan oleh para wisatawan dalam rangka mengembangkan suatu industri
wisata. Produk-produk wisata tersebut dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori: atraksi
wisata (tourist attractions) dan industri wisata (tourist industry).
2.1.1 Pentingnya Perencanaan Pariwisata
Suatu kegiatan pembangunan yang dilakukan melalui perencanaan yang baik
tentu akan menghasilkan manfaat yang besar dan dapat memperkecil segala resiko dan
dampak negatif yang muncul dan tidak diinginkan. Perencanaan dalam pengembangan
pariwisata sebagai suatu industri jasa dianggap sangat penting, sehingga perencanaan
yang telah dirumuskan akan menghasilkan sasaran yang diinginkan, baik ditinjau secara
ekonomi, sosial-budaya, lingkungan dan politis (A. Yoeti, Oka, 1997).
Sangat disadari bahwa pengembangan pariwisata sebagai suatu industri strategis
memerlukan investasi yang sangat besar, seperti perbaikan aksesibilitas (jembatan, dan
jalan) dari dan ke daerah tujuan wisata, pembangunan hotel dengan segala fasilitas yang
dibutuhkan oleh para wisatawan, jaringan angkutan wisata (darat, laut dan udara) yang
perlu diperluas, pembangkit tenaga listrik yang perlu ditingkatkan, penyediaan air bersih
yang harus diciptakan, sarana dan jaringan komunikasi yang perlu diperluas, SDM para
pelaku bisnis pariwisata yang perlu ditingkatkan, promosi, pemasaran produk-produk
pariwisata unggulan ke dalam dan luar negeri yang perlu ditingkatkan dan kegiatan-
kegiatan pembangunan lainnya yang berkaitan dengan pengembangan suatu daerah
wisata. Bagaimanapun, semua kegiatan pembangunan tersebut memerlukan dana
investasi yang tidak kecil. Dalam upaya menghindari terjadinya pemborosan keuangan,
maka diperlukan suatu strategi dalam bentuk perencanaan yang matang yang didukung
oleh para perencana atau tenaga ahli (tenaga profesional) di bidangnya serta ketersediaan
waktu dan dana yang memadai.
Lebih lanjut, pertumbuhan aktifitas industri pariwisata yang tidak terkendali
sebagai akibat dari perencanaan yang tidak baik, maka akan menimbulkan permasalahan
besar serta dampak sosial budaya bagi masyarakat setempat. Lokasi hotel yang tidak
strategis atau bangunan hotel yang begitu tinggi tanpa menghiraukan estetika dan nilai-
nilai budaya lokal, poster iklan yang merusak pemandangan dan lingkungan setempat,
pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya, pengotoran pantai sebagai akibat
jumlah kunjungan wisatawan yang tidak terkendali merupakan beberapa fenomena kecil
yang akan mudah ditemukan bila pembangunan industri pariwisata tidak didasarkan pada
suatu pengkajian dan perencanaan yang sistematis dan strategis.
Dengan demikian, dalam pengembangan pariwisata sebagai suatu industri, perlu
mempertimbangkan segala aspek tanpa terkecuali karena diakui bahwa pariwisata
sebagai suatu industri yang berkembang pesat tidak dapat berdiri sendiri, namun
berkaitan erat dengan beberapa aspek penting lainnya, seperti aspek ekonomi, sosial
budaya yang hidup dalam masyarakat dan lingkungan setempat. Bila pengembangan
tersebut tidak terarah, maka bukan manfaat yang akan diterima, melainkan perbenturan
sosial budaya dan kepentingan. Dengan demikian, semua pihak akan merasa dirugikan,
khususnya masyarakat yang hidup dari kegiatan industri pariwisata, wisatawan yang
berkunjung dan selanjutnya akan mematikan seluruh kegiatan industri pariwisata yang
sudah lama dibina. Pembuatan Master Plan atau Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata Daerah (RIPPDA) yang diperkuat dengan undang-undang atau qanun-qanun
daerah (Perda) dan perlu direncanakan secara bertahap dalam dokumen perencanaan
daerah jangka pendek, menengah dan panjang (RPJM dan RPJP) serta dengan melibatkan
seluruh unsur terkait, khususnya masyarakat setempat merupakan solusi yang terbaik
serta menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sumarwoto, J. (1997) menegaskan
bahwa ”keterlibatan masyarakat lokal secara aktif memiliki peran strategis dalam
merencanakan dan melaksanakan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan”.
Beberapa spek penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan perencanaan
pariwisata:
1. Wisatawan (Tourists):Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik
wisatawan yang akan datang untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata, seperti asal
negara, status perkawinan, jenis kelamin, anak muda atau orang tua, pelajar, mahasiswa,
pengusaha atau pegawai biasa, kesukaannya, individu, kelompok, pasangan muda-mudi
atau keluarga, pada musim apakah mereka cenderung datang, dll.
2. Transportasi (Transportations):Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh
mana kesiapan sarana dan prasarana sistem transportasi, baik dari bandara udara,
pelabuhan laut atau terminal ke tempat daerah tujuan wisata (DTW). Ketersediaan
transportasi lokal juga perlu diperhatikan untuk memudahkan aksesibilitas dan mobilitas
para wisatawan.
3. Atraksi/Objek Wisata (Attractions): Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh
mana ketersediaan atraksi/objek wisata (attractions) yang akan dijual telah memenuhi 3
(tiga) syarat dibawah ini:
Apa yang akan dilihat (something to see)
Apa yang akan dilakukan (something to do)
Apa yang akan dibeli (something to buy)
Fasilitas Pelayanan (Services Facilities)
Jenis dan bagaimana fasilitas pendukung yang tersedia di daerah tujuan wisata
(DTW) tersebut yang terdiri: akomodasi, restauran, fasilitas pelayanan umum (perbankan,
penukaran mata uang asing/money changer, kantor pos, fasilitas telepon/telek/faksimil,
internet), dll.
4. Informasi dan Promosi (Informations)
Perlu diperhatikan secara sistematis dan profesional mengenai penyebaran
informasi dan promosi daerah tujuan wisata kepada para wisatawan manca negara dan
nusantara dalam bentuk leaflet/booklet/brosur atau melalui promosi iklan, media cetak,
media elektronik atau pembuatan website wisata yang dapat diakses langsung oleh calon
wisatawan melalui fasilitas Internet. Kelima aspek tersebut saling berkaitan erat dan
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, sehingga memerlukan perhatian secara
serius oleh para perencana pariwisata.
2.1.2 Pengembangan Produk Objek dan Atraksi Wisata
Pengembangan suatu produk pada dasarnya adalah usaha yang dilakukan secara
sadar dan direncanakan secara matang untuk memperbaiki produk yang sedang berjalan
atau menambah jenis produk-produk baru yang akan dihasilkan sesuai dengan
perkembangan waktu. Umumnya suatu produk baru yang dihasilkan sebaiknya
disesuaikan dengan kebutuhan konsumen (tourist). Jadi produk tersebut harus dapat
dipasarkan dan dapat diterima oleh pasar. Agar produk baru tersebut dapat diterima oleh
pasar, maka perlu dilakukan suatu penelitian pasar (market research) atau analisa pasar
(market analysis). Dengan demikian, setiap produk yang dihasilkan telah
dipertimbangkan secara matang dan objektif. Di samping itu, juga diperlukan modifikasi
produk-produk lama untuk dapat menyesuaikan dengan kebutuhan pasar yang cenderung
berubah-berubah. Dengan kata lain, mungkin saja produk yang telah lama dipasarkan
telah mengalami masa kejenuhan, sehingga perlu dilakukan suatu modifikasi. A. Yati
Oka (1997) menyebutkan bahwa perlu diperhatikan beberapa isu dalam rangka
menghasilkan produk-produk yang baru, antara lain:
a. Perkembangan potensial dari pasar produk baru yang akan diproduksikan,
b. Struktur pasar dan keahlian dalam marketing untuk memasarkan produk baru
tersebut,
c. Fasilitas keuangan, apakah cukup tersedia dana untuk mengembangkan produk
baru tersebut,
d. Situasi persaingan perlu ditinjau apakah posisi produk baru tersebut cukup kuat
bersaing dengan produk pesaing,
e. Produk baru yang dikembangkan tidak akan merusak produk yang telah ada dan
tidak akan merugikan perusahaan secara keseluruhan.
Mengingat produk industri pariwisata sangat bervariasi dan beragam jenisnya
sesuai dengan keinginan dan kemampuan wisatawan itu sendiri, maka dalam industri
pariwisata, pengembangan produk-produk wisata perlu direncanakan dan dirancang
secara profesional, menonjol, khas, kekinian dan menarik sesuai dengan kebutuhan
wisatawan. Dengan demikian, sentuhan kreatifitas dan inovasi serius dari para ahli atau
perencana pariwisata sangat dibutuhkan, khususnya para pengelola yang terlibat langsung
dalam industri pariwisata. Namun demikian, produk-produk wisata tersebut dapat
dibedakan ke dalam 2 (dua) jenis: atraksi wisata dan industri wisata (Weaver D. dan
Oppermann, M. 2000).
3.2.3 Pengembangan Atraksi Wisata (Tourist Attractions)
Atraksi wisata yang terdiri dari beragam jenis pada suatu daerah tujuan wisata
adalah suatu aspek yang sangat penting dan merupakan salah satu faktor utama yang
mampu menarik minat wisatawan untuk melakukan kunjungan (Pull Factors). Bila suatu
daerah tujuan wisata dapat berkembang dan maju, maka para perencana atau pelaku
industri pariwisata perlu memperhatikan peningkatan dan pengembangan berbagai jenis
atraksi wisata yang menarik, berkualitas dan kekinian sesuai dengan perkembangan dan
selera wisatawan. Sebaliknya, dapat dibayangkan bila suatu daerah tujuan wisata kurang
memiliki keragaman atraksi wisata atau miskin dengan berbagai objek wisata yang
diharapkan, sehingga dalam kurun waktu yang sangat singkat daerah wisata tersebut akan
mengalami kemunduran dan ditinggalkan oleh para pengunjung, sebaliknya akan
berusaha mencari daerah-daerah wisata unggulan lainnya.
Dalam rangka mendukung peningkatan dan pengembangan atraksi wisata pada
suatu daerah, para perencana atau pelaku industri pariwisata perlu melakukan suatu
survei dalam bentuk aktifitas inventarisasi jenis-jenis atraksi wisata yang ada (Attraction
Inventory). Aktifitas inventarisasi tersebut diharapkan dapat menjadi suatu langkah
penting dalam upaya menentukan apakah jenis atraksi wisata yang ada atau sedang
dikembangkan sekarang ini memiliki potensi yang besar atau tidak dalam rangka menarik
minat wisatawan untuk berkunjung. Weaver, D. dan Oppermann, M. juga menyatakan
hal yang sama bahwa
”the compilation of an attraction inventory is a fundamental step towards
ensuring that a destination realizes the full potential of its resources base in both respects
(2000)”
sunshine, precipitation
Extremity
Cultural PRE-HISTORICAL e.g. Aboriginal sites battle
Topograpi (Topography)
Pegunungan, pantai, sungai, gunung berapi, jurang, ngarai, tebing, gua, tempat-tempat
fosil, dll.
Iklim (Climate)
Temperatur udara, sinar matahari, hujan salju, dll
Air (Hydrology)
Danau, sungai, air terjun, air panas, dll.
Kehidupan liar (Wildlife)
inatang menyusui, burung-burung, serangga, ikan, dll.
Vegetasi (Vegetation)
Hutan, dll.
Lokasi (Location)
Kawasan khusus, dll.
2.1.4 Kejadian yang Bersifat Alami (Natural Events)
Sebaliknya objek wisata atau kejadian yang bersifat alami (Natural Events) berbeda
dengan objek wisata alam (Natural Sites). Jenis atraksi yang bersifat kejadian (event) ini
hanya terjadi pada lokasi-lokasi atau daerah-daerah tertentu dan bersifat khusus dan
alamiah yang merupakan bagian dari fenomena alam. Jenis produk wisata ini memiliki
daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Pada saat akan terjadinya letusan gunung
berapi yang terjadi di Jogyakarta baru-baru ini telah banyak mengundang para wisatawan
untuk melihat langsung proses terjadinya letusan tersebut, yang dimulai dari keluarnya
asap dan larva panas. Atraksi ini merupakan bagian dari fenomena alam yang sangat
jarang terjadi dan tidak dapat diprediksi oleh semua orang. Meskipun demikian, kejadian
atau fenomena alam tersebut tidak semua dimiliki oleh setiap negara, namun bisa saja
terdapat pada negara-negara tertentu dengan lokasi tertentu. Berikut beberapa contoh
lainnya yang berkaitan dengan kejadian alam atau fenomena alam yang mungkin terjadi
dunia: migrasi burung (Bird Migration), musim yang berubah-ubah setiap harinya di Kota
Melbourne (Australia), letusan gunung berapi (Volcanic eruptions), gerhana
bulan/matahari (Solar eclipses) dan bintang jatuh (comets), dll.
2.1.5 Objek Wisata yang Bersifat Budaya (Cultural Sites)
Objek wisata yang bersifat budaya atau yang diciptakan/dimodifikasi oleh
manusia sebagai bagian kreatifitas manusia adalah jenis produk wisata andalan lainnya.
Jenis produk wisata ini berbeda dengan jenis produk wisata yang bersifat alamiah atau
kejadian yang bersifat alamiah seperti yang telah dijelaskan di atas. Jenis Objek wisata
yang bersifat budaya dapat dibedakan dalam beberapa kategori.
Pra- Sejarah (Pre Historical)
Lokasi keberadaan suku Aborigin di Australia, dll
Sejarah (Historical)
Monument, Lokasi bekas perang, Kawasan bersejarah, Museum, dll.
Contemporary
Ethnic neighborhoods, dll.
Kegiatan Ekonomi (Economic Activity)
Budidaya/perkebunan anggur (Wineries), perkebunan kopi, perkebunan teh, taman
anggrek, dll
Atraksi yang bersifat rekreasi khusus (Specialized recreational attractions/(SRAs) Golf
courses, theme parks, casinos, scenic highways, bikeways, railways and hiking trails,
stadium, dll.
Retails (Penjualan)
Mega malls, Markets and bazaars, dll.
2.1.6 Perayaan/Kejadian yang bersifat Budaya (Cultural Events)
Perayaan/pertunjukkan yang bersifat budaya merupakan jenis atraksi budaya yang
dilakukan secara sengaja, baik secara teratur maupun tidak sama sekali. Jenis atraksi ini
sering dijumpai pada saat peringatan hari-hari bersejarah dengan melakukan berbagai
atraksi sejarah yang melukiskan pesan tertentu. Contoh lainnya seperti peringatan Hari
Kemerdekaan Timor Leste setiap tanggal 20 Mei, pertandingan kejuaraan Misaun Cup
pada Sepakbola,Voly-bola,dan Basket.
2.1.7 Pengembangan Industri Wisata (Tourist Industry)
Industri pariwisata merupakan suatu industri yang bergerak dalam menyediakan atau
memenuhi barang-barang atau produk wisata dan pelayanan/jasa yang dibutuhkan oleh
para wisatawan pada saat mereka akan melakukan suatu kunjungan pada suatu daerah
tujuan wisata (DTW). Barang-barang atau produk wisata dan pelayanan/jasa tersebut
perlu disediakan oleh para penyedia jasa (service providers), sehingga para wisatawan
akan merasa tertarik dan betah untuk berkunjung. Barang-barang atau produk wisata dan
pelayanan/jasa tersebut terdiri:
A. Agen atau Biro Perjalanan Wisata (Travel Agencies)
Seiring dengan perkembangan sektor kepariwisataan secara global, maka para
pembuat kebijakan di bidang pariwisata, perencana pariwisata dan para pelaku usaha
wisata perlu memperhatikan beberapa aspek penting dalam upaya mendukung dan
memajukan sektor pariwisata pada suatu daerah. Keberadaan Biro atau Agen Perjalanan
Wisata (Travel Bureau dan Travel Agent), sebagai contoh, merupakan salah satu aspek
penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan sektor pariwisata, karena
menyangkut dengan promosi wisata, kebutuhan pelayanan dan kenyamanan wisata yang
dibutuhkan oleh para wisatawan sebagai pelanggan serta aspek-aspek lainnya yang tidak
kalah penting keberadaanya, seperti penyediaan sarana transportasi, akses, akomodasi,
makanan dan minuman, pelaksana tour (tour operator) dan produk-produk industri wisata
lainnya (sovenir, pramuwisata dan barang-barang bebas bea dan cukai/free duty goods)
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Dengan semakin majunya bidang Informasi, Teknologi dan Komunikasi (ITC),
tingginya kebutuhan masyarakat dunia untuk melakukan perjalanan wisata, maka fungsi
dan peran biro atau agen perjalanan wisata akan semakin komplek. Dengan demikian,
peningkatan SDM karyawan (bidang pemasaran, kualitas pelayanan pelanggan dan
teknologi informasi), jaringan kerjasama dan promosi sangat diperlukan dalam upaya
menghadapi persaingan global dalam memberikan pelayanan terbaik bagi para pelanggan
(wisatawan).
B. Sistem Transportasi
Sistem dan jaringan transportasi yang baik dan lancar menjadi penentu keberhasilan
peningkatan arus kunjungan wisatawan ke daerah-daerah wisata. Namun demikian, jenis,
sistem dan fasilitas transportasi tersebut perlu terus diperluas dan dikembangkan yang
mencakup sistem transportasi udara, darat, laut (sungai) dan kereta api. Isu keamanan
dalam transportasi juga hal yang perlu mendapatkan perhatikan serius.
c. Akomodasi
Penginapan yang berbentuk hotel atau apartmen perlu dibangun secara representatif
sesuai dengan keinginan dan selera wisatawan dan didukung dengan segala fasilitas
pendukung. Jenis penginapan lainnya dapat berbentuk penginapan berjalan (Caravan
Parks) dan taman penginapan (Campgrounds), Vacation farms, dll. Kenyamanan, akses
dan keamanan menjadi isi yang perlu mendapatkan perhatikan serius.
d. Tempat Penjualan Makanan dan Minuman
Tempat penjualan makanan dan minuman merupakan tempat yang sangat penting
bagi wisatawan untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari mereka pada saat
berkunjung. Tempat penjulan tersebut selain perlu menyediakan makanan khas lokal juga
perlu menyediakan makanan khas luar negeri untuk menjaga keseimbangan. Kebersihan
lingkungan dan produk makanan/minuman perlu dijaga serta pelayanan yang didukung
dengan keramahtamahan juga perlu ditingkatkan dalam rangka menciptakan suasana
tenang dan betah.
e. Tour operators
Keberadaan operator tur atau tour operator sangat penting dan berperan dalam rangka
menyediakan paket-paket wisata lainnya. Paket-paket wisata tersebut yang terdiri dari
pelayanan akomodasi, restauran, objek wisata, transportasi, dll perlu dikemas secara
menarik dan profesional untuk menarik minat wisatawan manca negara dan nusantara.
f. Pelayanan atau Barang Dagangan (Merchandises)
Para wisatawan yang berkunjung pada suatu daerah tujuan wisatawan cenderung
mengkonsumsi barang-barang lokal sebagai suvenir yang akan dibawa pulang ke tempat
asalnya. Dengan demikian, keberadaan barang-barang yang merupakan produk lokal
yang berbentuk ukiran kayu, kerajinan tangan khas daerah setempat perlu dikembangkan
dan dikemas dengan baik dan memiliki nilai tambah (added value). Barang-barang yang
tidak dikenai bea cukai (duty-free goods) juga merupakan barang-barang yang sangat
disukai oleh para wisatawan.
g. Pemandu Wisata
Pemandu wisata atau tour guides juga merupakan komponen penting lainnya yang
perlu diperhatikan, sekaligus diberdayakan dalam pengembangan sektor pariwisata
karena menyangkut dengan aspek pelayanan, informasi dan sikap keramahtamahan yang
diberikan kepada seorang wisatawan. Pemandu wisata memiliki peran dan fungsi yang
sangat strategis dalam memberikankesan kepada wisatawan, ibarat seorang penerima
tamu di pintu gerbang rumah. Sebelum tamu menginjak halaman rumah tersebut. Kesan
pertama, baik atau buruk tentang suatu kawasan pariwisata terletak pada kepribadian para
pramuwisata atau guide. Meskipun Demikian, menjadi seorang pramuwisata bukanlah
sebuah pekerjaan yang mudah yang semata-mata hanya mengandal kemampuan
berbahasa asing saja. Namun sebaliknya, untuk menjadi pramuwisata yang profesional di
bidangnya, diperlukan beberapa kriteria utama lainnya yang harus dimiliki oleh seorang
pramuwisata, seperti aspek kepribadian, kemampuan berkomunikasi (communication
skill) dalam bahasa asing, wawasan kepariwisataan, ilmu pengetahuan, pelayanan dan
skill atau teknik memandu.
2.2 Peneliti Terdahulu
Penelitian tentang pengembangan wilayah sudah cukup banyak dilakukan. Beberapa di antaranya,
terutama yang sangat berkaitan, dijadikan sebagai acuan dari penelitian ini. Hasil penelitian Alkadri
(Kornita, 2004:24) mengungkapkan bahwa dengan metode location quotient (LQ) menggunakan
variabel persentase distribusi sektor ekonomi dalam Produk Domestic Regional Bruto (PDRB)
berdasarkan harga konstan 1993 selama 5 (lima) tahun (periode 1994 -1999), terdapat potensi
yang berbeda di antara 4 (empat) kecamatan yang menjadi objek penelitiannya di Kota
Pontianak. Didapatkan bahwa struktur perekonomian Kecamatan Pontianak Selatan dan
Kecamatan Pontianak Utara dikuasai oleh sektor Jasa -jasa, Kecamatan Pontianak Timur
dikuasai oleh sektor bangunan, sedangkan Kecamatan Pontianak Barat andal dan didominasi
oleh sektor pengangkutan dan komunikasi.
Penelitian Syafrizal (1984) tentang aktivitas -aktivitas basis pada empat wilayah
pembangunan utama yang ada di Indonesia dalam rangka menyusun pola kebijakan
pembangunan wilayah dengan metode kuosien lokasi (LQ) menyimpulkan bahwa seyogyanya
aktivitas yang dikembangkan adalah pertanian terutama tanaman pa ngan dan perkebunan, serta
penambangan dan galian sebagai sektor basis pada wilayah pembangunan A, industri dan jasa
pada wilayah pembangunan B, perdagangan dan industri pada wilayah pembangunan C, dan
pertanian pada wilayah pembangunan D.
Potensi yang berbeda antardaerah akan turut menentukan strategi dan kebijakan pemerintah
dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di daerahnya. Di sini, pemerintah berupaya
agar setiap masyarakat baik di daerah pedesaan maupun perkotaan dapat hidup dalam tingkat
kesejahteraan yang setara melalui optimalisasi pengembangan potensi yang berbeda -beda
tersebut. Namun kenyataan menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan tingkat kesejahteraan
antara masyarakat desa dengan masyarakat kota. Hal ini mendorong perlunya melaksana kan
kebijakan pembangunan wilayah yang saling menunjang antara daerah pedesaan dan perkotaan.
Dalam konteks di atas, penelitian Kasri (1990) yang menganalisis peranan perwilayahan
pembangunan dan pusat pengembangan di Provinsi Sumatera Barat, memperlihatka n bahwa
kebijakan perwilayahan pembangunan dapat dikatakan berhasil jika ditunjang oleh kebijakan -
kebijakan dan program-program yang saling menunjang di antara daerah -daerah yang berada
dalam wilayah tersebut. Penelitian Kasri didukung oleh penelitian Korn ita (2004) dengan lebih
memfokuskan penelitian pada konsep ‘sinergi antar daerah’ dalam pembangunan wilayah.
Menurutnya, meskipun interaksi antarkabupaten/kota di Provinsi Riau sudah ada, namun sinergi
pembangunan antardaerahnya baru sebatas wacana dan kon sep pada level pemerintahan
kabupaten/kota. Dengan mengidentifikasi potensi Kabupaten Kampar dengan Kota Pekanbaru,
ditemukan Kornita bahwa sektor basis ekonomi yang menjadi arena sinergi kebijakan
pembangunan daerah antara kedua daerah ini ialah sinergi s ektor pertanian di Kabupaten
kampar dengan sektor perdagangan di Kota Pekanbaru.
Sementara itu, sejumlah penelitian lainnya mengkaitkan upaya dan kebijakan pembangunan
dalam rangka pertumbuhan dan pemeratan pembangunan dengan upaya dan kebijakan
pengembangan tata ruang dan ekonomi wilayah. Karseno (1990) dalam penelitiannya tentang
pengkajian pusat-pusat pelayanan di wilayah Pasaman Barat Provinsi Sumatera
Barat, mengungkapkan bahwa struktur dan organisasi tata ruang wilayah pedesaan telah
berperan besar terhadap penyebaran dan pengadaan fasilitas pelayanan pedesaan. Penelitian Zul
Azhar (1997) di Kota Padang yang menganalisis ukuran kota optimal sebagai strategi
perencanaan pengembangan kota memperlihatkan bahwa ukuran Kota Padang saat ini belum
optimal sehingga perlu ditempuh kebijakan tentang pengembangan tata ruang dan ekonomi.
Sedangkan Sidin (1991) yang meneliti kebijaksanaan kota -kota kedua dan wilayah pengaruhnya
di Provinsi Sumatera Barat, menemukan bahwa Kota Bukittinggi dan Solok ditetapkan sebagai
kota kedua karena memiliki berbagai keunggulan komparatif dibandingkan kota lainnya di
Sumatera Barat.
Hasil penelitian Rinaldi (2004) tentang penentuan lokasi optimal pusat pemerintahan, pusat
pelayanan, dan pengembangan kawasan sekitarnya bagi Kabupate n Solok Selatan sebagai
sebuah kabupaten baru hasil pemekaran, terungkap bahwa Kecamatan Sangir dengan ibukota
Lubuk Gadang merupakan lokasi yang paling tepat menjadi ibukota Kabupaten Solok Selatan,
karena memiliki tingkat perkembangan wilayah, tingkat pe layanan dan aksesibilitas yang lebih
tinggi potensinya dibandingkan dengan kecamatan lainnya.
Dari sejumlah penelitian yang telah dilaksanakan di atas, dipahami bahwa pengembangan
wilayah diimplementasikan secara terpisah antara identifikasi potensi ekon omi
wilayah/subwilayah beserta upaya sinergi pengembangannya berdasarkan pendekatan teori
basis di satu sisi dengan peran/fungsi perwilayahan pembangunan serta analisis pusat
pengembangan dan pelayanan berdasarkan pendekatan kutub/pusat pertumbuhan dan teo ri
tempat sentral di lain sisi. Berbeda dengan penelitian -penelitian sebelumnya, penelitian ini
mencoba mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut untuk menemukan suatu rumusan
strategi pengembangan wilayah yang paling optimal dan bersinergi bagi Kabupaten
Dharmasraya di masa yang akan datang.
Secara singkat, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu kajian teoretik
dalam merencanakan pembangunan wilayah yang lebih akomodatif dengan dukungan daya tarik
lokasi dan ketersediaan fasilitas layanan ibukota kabupaten sesuai dengan karakteristik daerah dan sektor
ekonomi basis yang dimiliki.
2.3 Definisi Operasional
Produk Pariwisata
Pemahaman tentang Produk Pariwisata
Dalam suatu perjalanan wisata, terdapat pula faktor yang tidak kalah
pentingnya dalam mempengaruhi kepuasan wisatawan, yaitu faktor
aksesibilitas, yang berarti kemudahan yang tersedia untuk mencapai
destinasi wisata, yang terkadang diabaikan oleh wisatawan dalam
merencanakan perjalanan wisata, sehingga secara umum dapat
mempengaruhi budget perjalanan tersebut.
4. Keramahtamahan (Hospitality)
penumpang pesawat terbang menginginkan lebih dari sekedar tempat duduk dan
terbang dengan selamat
seorang wisatawan menginginkan lebih dari sekedar informasi mengenai daya tarik
wisata di suatu disetinasi wisata
peserta suatu perjalanan wisata menginginkan lebih dari sekedar duduk di dalam
bis wisata dan mendengarkan penjelasan dari pemandu wisata